26
2. Biaya Operasinal Terhadap Pendapatan Operasional BOPO
Rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank
dalam melakukan kegiatan operasinya. Mengingat kegiatan utama bank pada prinsipnya adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun
dan menyalurkan dana masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Setiap
peningkatan biaya operasional akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau
profitabilitas ROA bank yang bersangkutan. Rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut:
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 623DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1d, Biaya Operasional Pendapatan Operasional
BOPO diukur dari perbandingan antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional.
Semakin kecil rasio, semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Biaya operasional
BOPO = x 100
Pendapatan operasional
27
3. Non Performing Financing NPF
Dalam Kamus Bank Indonesia, Non Performing Financing
NPF adalah pembiayaan bermasalah yang terdiri dari pembiayaan yang berklarifikasi kurang lancar, diragukan dan macet. Sedangkan
menurut Sudarsono 2007:123, pembiayaan non lancar atau yang juga dikenal dengan istilah
Non Performing Financing NPF dalam perbankan syariah adalah jumlah kredit yang tergolong lancar yaitu
dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang aktiva produktif.
Menurut Veitzal 2007:477, yang dimaksud dengan Non
Performing Financing NPF atau pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang dalam pelaksanaannya belum mencapai atau
memenuhi target yang diinginkan pihak bank seperti: pengembalian pokok atau bagi hasil yang bermasalah.; pembiayaan yang memiliki
kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi bank; pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus, diragukan dan
macet serta golongan lancar berpotensi terjadi penunggakan dalam pengembalian.
Rasio Non Performing Financing NPF dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Pembiayaan bermasalah NPF =
x 100 Total Pembiayaan
28
Menurut Surat Edaran BI No. 330DPNP tanggal 14 Desember 2001 Lampiran 14,
Non Performing Financing NPF diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang
diberikan. Non Performing Financing NPF yang tinggi akan
memperbesar biaya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank
yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar. Oleh karena itu, bank harus menanggung kerugian dalam kegiatan
operasionalnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan laba ROA yang diperoleh bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan
kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar KL,
diragukan D dan macet M. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya
Non Performing Financing NPF yang baik adalah di bawah 5.
4. Financing to Deposit Ratio FDR