IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Temperatur Tubuh
Rataan nilai temperatur tubuh C dari setiap perlakuan dan kontrol
selama induksi dengan Metil-N-Nitrosourea dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.
Tabel 1. Rataan nilai temperatur tubuh C
Kelompok Minggu ke-
1 2
3 4
5 A
40±0,58
a
39,93±0,30
a
39,56±0,20
a
39,30±0,43
a
39,03±0,20
a
B 39,03±0,60
a
39,36±0,40
a
39,46±0,61
a
39,53±0,05
a
39,10±0,60
a
C 38,73±1,00
a
39,13±0,73
a
39,36±0,66
a
38,73±0,72
a
39,56±0,61
a
Keterangan : Kelompok A kelompok normal, Kelompok B kontrol positif : induksi MNU+ pemberian curcumin,
Kelompok C kelompok perlakuan : induksi MNU+ pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih.
Huruf superscrift menunjukkan tidak berbeda nyata, P5
Rataan nilai temperatur tubuh setiap minggu selama induksi pada kelompok perlakuan berkisar antara 38,7
C-40 C. Menurut Carpenter 2003
temperatur tubuh kelinci normal berkisar antara 38,5 C-40
C. Nilai temperatur tubuh pada semua kelompok bervariasi walaupun setelah diuji dengan statistik
tidak menunjukkan perbedaan nyata P5 dan masih berada dalam skala normal. Pada minggu pertama, baik pada kelompok B dan C yang mendapatkan
perlakuan induksi dan diberikan curcumin untuk kelompok B, ekstrak etanol temu putih untuk kelompok C tidak ada pengaruh akibat perlakuan jika
dibandingkan dengan kelompok A. Hal ini juga terjadi sampai dengan minggu kelima perlakuan diberikan.
Kedua kelompok perlakuan B dan C yaitu kelompok yang diinduksi dengan MNU sampai minggu keempat terjadi sedikit peningkatan, akan tetapi
pada minggu pertama temperatur kedua kelompok yang mendapatkan perlakuan ini lebih rendah dari kelompok A, hal ini dikarenakan pemberian curcumin atau
ekstrak etanol temu putih, yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mampu merespon benda asing asing yang masuk. Peningkatan temperatur
tubuh ini disebabkan oleh induksi Metil-N-Nitrosourea karsinogen. Suwarni 2000 menyatakan bahwa penginduksian karsinogen Metil-N-Nitrosourea pada
kelinci secara intramamari dapat menimbulkan reaksi radang. Chainai-wu 2003 melaporkan bahwa penginduksian karsinogen Metil-N-Nitrosourea intramamari
menyebabkan dibebaskannya berbagai mediator atau substansi radang antara lain bradikinin, histamine, kalidin, serotonin, prostaglandin, leukotiren dan
sebagainya. Louis 2007 menambahkan bahwa induksi karsinogen Metil-N- Nitrosourea akan mengaktifkan enzim siklooksigenase untuk mengkatalisis
proses konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin PGG
2
selanjutnya diubah menjadi PGH
2
yang berperan di dalam proses sintesa produk eikosanoid PGE
2
, PGI
2
dan tromboksan A
2
. Produk yang dihasilkan ini berperan sebagai mediator radang dan demam.
Hasil yang diperoleh pada masing-masing kelompok B dan C tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan kelompok kontrol dan dalam skala normal.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pemberian curcumin ataupun ekstrak etanol rimpang temu putih pada masing-masing kelompok. Srimal dan Dhawan 1973
dan Ghatak dan Basu 1973 menyebutkan bahwa komponen utama yang terkandung di dalam ekstrak etanol temu putih Curcumin, Demethoxycurcumin,
bis-demethoxycurcumin dan ar-turmeron sangat baik dalam menghambat sintesa prostaglandin dan memiliki efek yang sama seperti kortison dan antiinflamasi.
Lukita-Atmadja 2002 dan Ozaki 1990 menambahkan bahwa ekstrak etanol temu putih menghambat aktivitas enzim siklooksigenase 2 ini menyebabkan
prostaglandin yang berfungsi untuk menduduki reseptor radang tidak dapat menstimulasi pelepasan interleukin-1 yang merangsang hipotalamus untuk
meningkatan temperatur tubuh.
Gambar 4. Perbandingan rataan nilai temperatur tubuh kelompok kontrol dan perlakuan 38
39 40
41
MINGGU 1
MINGGU 2
MINGGU 3
MINGGU 4
MINGGU 5
tem pera
tur C
Grafik temperatur tubuh selama proses induksi MNU
KELOMPOK A KELOMPOK B
KELOMPOK C
waktu minggu
Menurut Rishikesh dan Sadhana 2003 mekanisme kerja curcumin ataupun ekstrak etanol temu putih secara skematis dapat dilihat melalui bagan
berikut:
MNU Karsinogen enzim siklooksigenase
Asam arakidonat Curcumin dan temu putih Prostaglandin PGG
2
EP
1-4
PGE
2
Prostaglandin PGH
2
TXA protrombik PGI2
4.2. Frekuensi Nafas