Musim Pemijahan dan Strategi Reproduksi

53 termasuk kategori non-drifter, sehingga peristiwa hanyutan individu muda dalam kelompok ini terjadi selama peristiwa banjir, ketika mereka berpindah dari habitat pembesarannya Harvey 1987, diacu dalam Humphries King 2003.

4.4 Rekomendasi untuk Konservasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pertumbuhan dan reproduksi ikan pelangi arfak sangat berkaitan dengan kondisi temporal hidrologis sungai dan keberadaan vegetasi di bagian tepi sungai. Kondisi hidrologis yang alami akan memungkinkan ikan pelangi memilih waktu pemijahan yang tepat yaitu pada waktu akhir musim kemarau untuk mengoptimalkan kondisi bagi kelangsungan hidup dan perkembangan telur serta larvanya. Keberadaan vegetasi riparian di daerah tepi sungai juga berperan penting bagi ikan ini, yaitu sebagai habitat pemijahan, substrat penempelan telur dan tempat pembesaran larva. Produksi primer dan sekunder yang berasal dari daerah riparian dan rawa banjiran merupakan sumber energi utama pada jaring makanan di sungai Vannote et al. 1980, diacu dalam Pusey Arthington, 2003; Schlosser 1995, dan juga sebagai habitat makroavertebrata Grenouillet et al. 2002 yang merupakan makanan ikan pelangi arfak. S etiap sistem sungai mempunyai suatu kondisi aliran dengan karakteristik tertentu yang berkaitan dengan kuantitas dan sifat temporal aliran seperti pola aliran musiman, waktu, frekuensi, dan lamanya kondisi ektrim misalnya banjir dan kekeringan yang bisa diprediksi Poff et al. 1997, sehingga spesies asli umumnya memiliki siklus hidup, adaptasi tingkah laku atau morfologi untuk mengatasi variabilitas kondisi aliran ini Lytle Poff 2004. Namun, aktivitas penebangan hutan di daerah tangkapan air bisa memodifikasi struktur dan fungsi daerah yang dipengaruhi aliran, dan merubah keseimbangan secara hidrologi, geomorfologi dan vegetasi di bagian tepi sungai Campbell Doeg 1989. Beberapa hasil penelitian sebelumnya Stone Wallace 1998; Nislow Lowe 2006 menunjukkan bahwa dampak aktivitas penebangan hutan berkaitan dengan peningkatan konsentrasi masukan sediment dan suhu air, dan secara bersamaan akan merubah dasar rantai makanan pada ekosistem tersebut. Peningkatan sedimentasi sebagai dampak aktivitas ini akan merubah kepadatan, biomassa dan 54 komposisi spesies makroavertebrata Campbell Doeg 1989; Death et al. 2003; Martel et al. 2007, sehingga akan mengganggu suplai makanan dan aktivitas reproduksi komunitas ikan di sungai Berkman dan Rabeni 1987. Oleh karena itu, perubahan kondisi habitat alami ikan pelangi arfak yang disebabkan aktivitas penebangan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, lahan pertanian dan pemukiman Allen 1995; Polhemus et al. 2004, terutama di bagian utara dari lokasi penelitian ini dikhawatirkan akan mengganggu proses pertumbuhan dan reproduksi ikan ini. Dalam penelitian ini juga, khususnya di lokasi S. Nimbai ditemukan dua spesies ikan introduksi, yaitu ikan lele Clarias batrachus dan ikan pemakan nyamuk Gambusia affinis. Pola distribusi dari ikan introduksi di Papua berkaitan erat dengan daerah-daerah transmigrasi Polhemus dkk., 2004. Keberadaan ikan- ikan introduksi ini bisa menimbulkan persaingan sumber makanan, ruang hidup dan sebagian besar adalah predator yang rakus serta memiliki perkembangbiakan yang cepat Allen dkk., 2000 sehingga bisa menyebabkan penurunan atau hilangnya populasi ikan asli. Hasil penelitian King 2004 di Sungai Broken Australia menunjukkan adanya strategi ontogenik dan waktu reproduksi yang sama di antara ikan pelangi M. fluviatilis dan Gambusia holbrooki yang diintroduksi untuk mengontrol nyamuk. Kondisi ini menunjukkan terjadinya persaingan habitat dan makanan di antara kedua jenis ikan ini. Barlow et al. 1987 juga mengindikasikan terjadinya penurunan drastis populasi M. eachamensis pada habitat alaminya di Danau Eacham yang terutama disebabkan introduksi ikan predator Glossamia aprion Apogonidae dan beberapa spesies ikan lainnya dari Danau Tinaroo. Keberadaan lokasi penelitian yang relatif berdekatan dengan lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit juga bisa dipengaruhi oleh masukan bahan-bahan kimia misalnya pestisida yang digunakan dalam aktivitas tersebut. Pestisida yang masuk ke dalam sistem sungai bisa menyebabkan gangguan fungsi phagocytic dan bahkan mortalitas, terutama pada tahap awal perkembangan ikan pelangi Reid et al. 1995; Brown et al. 2002; dan Harford et al. 2005. Harford et al. 2005 menemukan bahwa senyawa organotin tributyltin, TBT dan dibutyltin, DBT dapat menurunkan fungsi phagocytic dan konsentrasi sel imun 55 granulocyte pada M. fluviatilis. Reid et al. 1995 menemukan bahwa larva M. fluviatilis cukup peka terhadap toksisitas cyanazine herbisida dan malathion insektisida. Demikian juga hasil penelitian Brown et al. 2002 yang menemukan bahwa dua jenis insektisida yang diuji temephos dan pirimiphos- methyl bersifat toksik terhadap juvenil M. duboulayi yang terdedah selama 24 jam dengan nilai LC 50 berturut-turut sebesar 27 dan 15 gliter. Beberapa hal yang bisa direkomendasikan untuk upaya pelestarian populasi ikan pelangi arfak meliputi konservasi habitat alaminya dan secara ex-situ, yaitu: 1. implementasi pengelolaan hutan yang baik di daerah tangkapan air dengan membatasi aktivitas penebangan liar untuk mempertahankan pola hidrologi dan kondisi debit air Sungai Nimbai dan S. Aimasi secara alami, 2. perlindungan zona-zona riparian yang masih ada sebagai sumber energi bagi ekosistem sungai dan sebagai daerah penyanggah terhadap bahan masukan dari daratan partikel sedimen dan bahan kimia, termasuk pestisida, 3. rehabilitasi zona penyanggah riparian yang telah rusak dengan menggunakan spesies tumbuhan asli setempat, terutama di sekitar daerah pertanian, perkebunan kelapa sawit dan pemukiman, 4. pembatasan pembuatan lahan perkebunan dan pertanian baru skala besar dalam jarak yang kurang dari 500 meter dari tepi sungai, 5. pembuatan suatu regristrasi terhadap perdagangan spesies eksotik melalui aktivitas akuakultur dan ikan hias sehingga memudahkan mekanisme pengontrolannya; 6. implementasi program-program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap arti penting kelestarian biota perairan dan kesehatan ekosistem sungai, 7. implementasi informasi biologi dan ekologi yang telah ada, termasuk hasil penelitian ini, dalam upaya konservasi ex-situ ikan endemik ini.