Diameter Telur Reproduksi Ikan Pelangi Arfak .1 Perbandingan Kelamin

51 S. Nimbai 5 10 15 20 ,5 -0 ,5 4 ,6 -0 ,6 4 ,7 -0 ,7 4 .8 -0 .8 4 ,9 -0 ,9 4 1 ,0 -1 ,0 4 1 ,1 -1 ,1 4 1 ,2 -1 ,2 4 1 ,3 -1 ,3 4 Diameter Telur mm Ju m la h T el u r n = 48 S. Aimasi 5 10 15 20 ,5 -0 ,5 4 ,6 -0 ,6 4 ,7 -0 ,7 4 .8 -0 .8 4 ,9 -0 ,9 4 1 ,0 -1 ,0 4 1 ,1 -1 ,1 4 1 ,2 -1 ,2 4 1 ,3 -1 ,3 4 Diameter Telur mm TKG IV TKG V n = 46 Gambar 28. Sebaran diameter telur ikan pelangi arfak pada tingkat kematangan gonad IV dan V di S. Nimbai dan S. Aimasi Gambar 29. Kumpulan oosit dengan berbagai diameter yang ditemukan dalam ovari ikan pelangi arfak pada tahap siap mijah di S. Nimbai dan S. Aimasi

4.3.6 Musim Pemijahan dan Strategi Reproduksi

Walaupun berdasarkan analisis secara histologis, diameter telur Tabel 17 18, Gambar 28 29, komposisi TKG Gambar 26 dan keberadaan juvenil yang ditemukan hampir di seluruh periode penelitian menunjukkan bahwa ikan Jum la h T el ur n = 375 n = 375 52 pelangi arfak merupakan pemijah bertahap dan diduga memijah sepanjang tahun, seperti yang ditunjukkan beberapa jenis ikan pelangi lainnya Milton Arthington 1984; Pusey et al. 2001. Walaupun demikian, berdasarkan nilai rata- rata IKG Tabel 14, faktor kondisi Gambar 22, keberadaan telur dan larva Tabel 9 menunjukkan bahwa musim pemijahan pada kedua lokasi penelitian berlangsung dari bulan Juni-September. Periode ini diperkirakan merupakan akhir musim kemarau dan ditandai dengan kondisi debit air yang relatif lebih rendah Tabel 5. Suatu konsentrasi pemijahan selama periode aliran air yang rendah dan permukaan air yang lebih stabil juga dilaporkan pada M. s. fluviatilis di Enoggera Creek, Queensland bagian tenggara Milton Arthington 1984; M. s. splendida, M. eachamensis, C. rhombosomoides di Sungai Johnson, Queensland bagian utara Pusey et al. 2001. Meskipun ikan pelangi arfak memiliki fekunditas yang relatif sedikit Tabel 16, namun ukuran diameter telur yang relatif besar akan mendukung keberhasilan perkembangan larvanya. Selain itu juga musim pemijahan yang berlangsung selama periode aliran yang rendah dan stabil akan meningkatkan kelangsungan hidup telur dan larvanya. Selama periode ini, khususnya pada habitat di bagian tepi dengan aliran air yang relatif lebih tenang di bagian tepi sungai, ditemukan kelimpahan makanan plankton dan makroavertebrata yang lebih tinggi Gambar 11-13 dan suhu air yang lebih hangat sehingga memungkinkan metabolisme dan pertumbuhan larva menjadi lebih cepat Humphries et al.1999. Ketersediaan makanan merupakan suatu faktor utama dari reproduksi yang berlangsung secara musiman pada beberapa ikan air tawar tropis berukuran kecil lainnya Roberts 1989. Berdasarkan hipotesis ’rekrutmen pada aliran yang rendah’ Humphries et al. 1999, maka konsentrasi upaya reproduksi selama periode aliran sungai yang rendah ini adalah suatu adaptasi bahwa larva yang dihasilkan akan sedikit mungkin mangalami pemindahan secara fisik atau mortalitas yang tinggi selama aliran sungai yang tinggi. Hasil penelitian sebelumnya Munro 1980, diacu dalam Milton Arthington 1984 menemukan bahwa juvenil M. s. splendida tetap tinggal di sekitar tumbuhan air. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Humphries dan King 2003, bahwa larva danatau juvenil M. s. splendida 53 termasuk kategori non-drifter, sehingga peristiwa hanyutan individu muda dalam kelompok ini terjadi selama peristiwa banjir, ketika mereka berpindah dari habitat pembesarannya Harvey 1987, diacu dalam Humphries King 2003.

4.4 Rekomendasi untuk Konservasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pertumbuhan dan reproduksi ikan pelangi arfak sangat berkaitan dengan kondisi temporal hidrologis sungai dan keberadaan vegetasi di bagian tepi sungai. Kondisi hidrologis yang alami akan memungkinkan ikan pelangi memilih waktu pemijahan yang tepat yaitu pada waktu akhir musim kemarau untuk mengoptimalkan kondisi bagi kelangsungan hidup dan perkembangan telur serta larvanya. Keberadaan vegetasi riparian di daerah tepi sungai juga berperan penting bagi ikan ini, yaitu sebagai habitat pemijahan, substrat penempelan telur dan tempat pembesaran larva. Produksi primer dan sekunder yang berasal dari daerah riparian dan rawa banjiran merupakan sumber energi utama pada jaring makanan di sungai Vannote et al. 1980, diacu dalam Pusey Arthington, 2003; Schlosser 1995, dan juga sebagai habitat makroavertebrata Grenouillet et al. 2002 yang merupakan makanan ikan pelangi arfak. S etiap sistem sungai mempunyai suatu kondisi aliran dengan karakteristik tertentu yang berkaitan dengan kuantitas dan sifat temporal aliran seperti pola aliran musiman, waktu, frekuensi, dan lamanya kondisi ektrim misalnya banjir dan kekeringan yang bisa diprediksi Poff et al. 1997, sehingga spesies asli umumnya memiliki siklus hidup, adaptasi tingkah laku atau morfologi untuk mengatasi variabilitas kondisi aliran ini Lytle Poff 2004. Namun, aktivitas penebangan hutan di daerah tangkapan air bisa memodifikasi struktur dan fungsi daerah yang dipengaruhi aliran, dan merubah keseimbangan secara hidrologi, geomorfologi dan vegetasi di bagian tepi sungai Campbell Doeg 1989. Beberapa hasil penelitian sebelumnya Stone Wallace 1998; Nislow Lowe 2006 menunjukkan bahwa dampak aktivitas penebangan hutan berkaitan dengan peningkatan konsentrasi masukan sediment dan suhu air, dan secara bersamaan akan merubah dasar rantai makanan pada ekosistem tersebut. Peningkatan sedimentasi sebagai dampak aktivitas ini akan merubah kepadatan, biomassa dan