BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KOMIK, SOSIOLOGI SASTRA,
MASYARAKAT PEKERJA JEPANG PASCA PERANG DUNIA II DAN RIWAYAT HIDUP YOSHIHIRO TATSUMI
2.1 Komik
Komik atau dalam bahasa Jepang disebut manga adalah salah satu bentuk karya sastra yang terdapat di Jepang.
“Manga are comics created in Japan, or by Japanese creators in the Japanese language, conforming to a style developed in
Japan in the late 19th century” en.wikipedia.orgwikiManga.
Artinya : “Manga adalah komik yang diciptakan di Jepang, atau ditulis
oleh orang Jepang dalam bahasa Jepang, sesuai dengan gaya yang dikembangkan di Jepang pada akhir abad 19.”
Istilah manga ditulis dengan kanji 漫画, dalam hiragana まんが, dalam katakana マンガ adalah kata dalam bahasa Jepang untuk komik dan kartun.
Manga adalah istilah untuk komik yang diciptakan oleh orang Jepang. Di Jepang, manga dibaca oleh berbagai usia. Cerita manga juga
bermacam-macam seperti petualangan, percintaan, olahraga dan permainan, drama sejarah, komedi, fiksi ilmiah dan fantasi, misteri, detektif dan horor.
Manga mengalami sejarah panjang dalam perkembangannya. Agama Buddha masuk sekitar abad VI-VII ke Jepang dan mengawali sejarah manga. Para
Universitas Sumatera Utara
pendeta Buddha membuat lukisan gulung yang menggambarkan banyak kisah. Lukisan gulung ini menggunakan banyak simbol untuk menandai perubahan
waktu, misalnya sakura berbunga, daun mapel atau simbol-simbol lain yang biasanya dimengerti orang Jepang. Simbol-simbol itu kemudian tersusun dan
membentuk sebuah cerita. Hokusai Katsushika 1760-1849, adalah seorang seniman yang telah menerbitkan 15 volume gambar-gambarnya dan merupakan
orang pertama yang menciptakan kata manga di Jepang. Manga berkembang di Jepang secara perlahan-lahan, tetapi perkembangan
manga yang paling menonjol, disaat masuknya armada laut Amerika yang dipimpin oleh Komodor Perry 1853 dan membawa pengaruh Barat ke budaya
Jepang dan membuat sebuah terobosan dalam manga oleh Ozama Tezuka 1928- 1989. Ozama mendapat gelar “The God of Manga” dan membawa inspirasi
kepada manga modern. Manga memang pada awalnya diperuntukkan bagi anak-anak. Namun,
pada pertengahan 1950-an, Yoshihiro Tatsumi yang merupakan seorang penulis komik pemula dan berguru kepada Ozama Tezuka, ingin menulis cerita yang
lebih nyata dan merefleksikan kehidupan yang sehari-hari dilihatnya. Sehingga, Yoshihiro Tatsumi membuat aliran baru dalam pembuatan komik yaitu gekiga.
Gekiga dalam arti harfiahnya adalah “manga yang dramatis”. Dalam karyanya, Yoshihiro Tatsumi menceritakan tentang kehidupan sehari-hari yang dialaminya
terutama tentang kehidupan masyarakat Jepang setelah Perang Dunia II. Tatsumi melihat masyarakat Jepang bekerja keras untuk meningkatkan perekonomian
Jepang terutama pada tahun 1970 tetapi perlahan-lahan melupakan diri sendiri dan
Universitas Sumatera Utara
bersosialisasi dengan orang lain. Dengan aliran baru yang dibuat Tatsumi, ia berhasil merebut pasar manga Website NUANSA Juli-September 2011.
2.1.1 Settinglatar
Menurut Abrams dalam fananie 2001: 97, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan
situasi umum sebuah karya. Walaupun setting dimaksudkan untuk
mengidentifikasi situasi yang tergambar dalam cerita, keberadaan elemen setting hakikatnya tidaklah hanya sekedar menyatakan di mana, kapan atau bagaimana
situasi peristiwa berlangsung, melainkan berkaitan juga dengan gambaran tradisi, karakter, perilaku sosial dan pandangan masyarakat pada waktu cerita ditulis. Dari
kajian setting akan diketahui sejauh mana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan kodisi masyarakat, situasi sosial dan pandangan
masyarakatnya. Menurut Sumardjo dalam Fananie 2001:76, setting yang berhasil
haruslah terintegrasi dengan tema, watak, gaya, implikasi atau kaitan filosofisnya. Dalam hal ini tentu setting haruslah mampu membentuk tema dan plot tertentu
yang dalam dimensinya terkait tempat, waktu, daerah dan orang-orang tertentu dengan watak-watak tertentu akibat situasi lingkungan atau zamannya, cara hidup,
dan cara berpikirnya. Menurut Abrams dalam Fananie 2001:99, untuk mengetahui ketepatan
setting dalam sebuah karya dapat dilihat dari beberapa indikator meliputi :
Universitas Sumatera Utara
1. General locale atau latar tempatlatar peristiwa.
2. Historical time atau latar waktulatar sejarah.
3. Social circumstance atau latar sosial.
Jika indikator tersebut diterapkan dalam telaah setting sebuah karya sastra, bukan berarti bahwa persoalan yang dilihat hanya sekedar tempat terjadinya
peristiwa, saat terjadinya peristiwa dan situasi sosialnya melainkan juga kaitannya dengan perilaku masyarakat dan watak para tokohnya sesuai dengan situasi pada
karya sastra tersebut diciptakan.
2.1.2 Penokohan
Cerita terbentuk karena ada tokoh-tokoh di dalamnya. Tokoh dalam sebuah cerita sangat memegang peranan penting. Tokoh adalah salah satu unsur
penggerak cerita yang memiliki watak yang berkembang sesuai dengan tingkat kedewasaan manusia. Jalan cerita dapat diikuti melalui tindak tanduk tokoh cerita
Fananie, 2001: 86. Tokoh tidak hanya berfungsi untuk membentuk sebuah cerita tetapi juga berperan untuk menampilkan ide, motif, plot dan tema. Dengan adanya
tokoh, konflik dapat terbentuk baik oleh tokoh antagonis maupun tokoh protagonis.
Walaupun permunculan karakter tokoh tidak dapat dilepaskan dari rangkaian peristiwa, karakter tokoh dapat diekspresikan dengan bermacam-
macam cara seperti menggunakan tampilan fisik atau dengan cara berpikir dan berperilaku si tokoh.
Universitas Sumatera Utara
Melalui penggunaan fisik, pengarang mengungkapkan melalui gambaran fisik tokoh termasuk di dalamnya ciri-ciri khusus. Pengarang menguraikan secara
rinci perilaku, latar belakang, keluarga, kehidupan tokoh pada bagian awal cerita. Tokoh-tokoh cerita dideskripsikan sendiri oleh pengarang yang artinya,
pengaranglah yang menganalisis watak tokoh-tokohnya. Sementara dengan cara berpikir dan berperilaku si tokoh, karakter akan dibangun dari cara berpikir, cara
pengambilan keputusan dalam menghadapi suatu peristiwa, perjalan karir dan hubungannya dengan tokoh-tokoh lain. Biasanya pengarang mencoba
menggambarkan tokoh utama melalui dialog antar tokoh dan kemudian membuat satu presentasi state of mind tahap demi tahap yang dihubungkan dengan
peristiwa. Watak tokoh diungkapkan pengarang mengalir seirama dengan situasi yang dihadapi para tokoh. Melalui dialog-dialog dikemukakan pengarang,
pembaca akan mengetahui sejauh mana moralitas, mentalitas dan pemikiran, watak dan perilaku tokohnya Fananie, 2001: 90.
2.2 Sosiologi Sastra