Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

NILAI-NILAI SOSIOLOGIS CERITA RAKYAT KERAMAT KUDA PADA MASYARAKAT DESA MATAPAO KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Skripsi Sarjana

Dikerjakan Oleh

NAMA : Bobby Heryawan Tarigan NIM : 080702005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN


(2)

NILAI-NILAI SOSIOLOGIS CERITA RAKYAT KERAMAT KUDA PADA MASYARAKAT DESA MATAPAO KECAMATAN TELUK MENGKUDU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKIRIPSI SARJANA

Dikerjakan Oleh

NAMA : BOBBY HERYAWAN TARIGAN

NIM : 080702005

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Yos Rizal, MSP. Dra. Herlina Ginting, M.Hum. NIP 196606171992031003 NIP 196402121988032001

Diketahui Oleh : Departemen Sastra Daerah

Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP 196207161988031002


(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Hari / Tanggal : ………..

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP 195110131976031001 Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. ……….. ……….

2. ……….. ……….

3. ……….. ……….

4. ……….. ……….


(4)

Disetujui Oleh :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN 2013

Departemen Sastra Daerah Ketua

Drs. Warisman Sinaga, M.Hum. NIP 196207161988031002


(5)

ABSTRAK

Bobby Heryawan Tarigan, 2013. Judul Skripsi : Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Terdiri dari 5 bab, 60 halaman.

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita Keramat Kuda tersebut. Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik penelitian lapangan dan tinjuan pustaka.

Hasil yang dicapai dalam penelitian dilapangan menunjukan bahwa cerita Keramat Kuda terdapat unsur-usur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan seorang Datok Pao terhadap penduduk dan masyarakat setempat, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita Keramat Kuda terdiri dari beberapa tokoh yaitu Datok Pao, Tuan Syekh Maulana Maghribi dan Ramli. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa di dalam teks cerita lisan Keramat Kuda terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : sifat- sifat kikir, kejam, sombong dan angkuh serta kasih sayang, nasihat, balas budi, sabar dan tabah.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hubungan sastra dengan sosiologi sangat erat, kerena sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. sosiologi dan sastra mempunyai objek yang sama, yakni sastra dan sosiologi berurusan dengan masyarakat.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yaitu :. Bab I : Pendahuluan, Bab II : Tinjaun Pustaka, Bab III : Metode Penelitian, Bab IV : Pembahasan, Bab V : Kesimpulan dan Saran.

Judul ini dipilih berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Mata Pao yang terdapat di desa Mata Pao, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Sedang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara. Terwujudnya skripsi ini bukanlah semata – mata jerih payah penulis sendiri, tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dalam waktu tiga bulan. Hal ini dapat dilaksanakan berkat bantuan berbagai pihak yaitu Kepala Desa Mata Pao, Masyarakat Desa Mata Pao, Departemen Sastra Daerah, Dosen Pembimbing, Teman-teman Seangkatan dan Orang Tua saya.


(7)

membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis.

Medan, Juni 2013 Penulis,

Bobby Heryawan Tarigan 080702005


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, dengan kerendahan hati yang tulus dan ikhlas penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia dan selalu membimbing sampai selesainya skripsi ini.

3. Bapak Drs. Yos Rizal, MSP, selaku pembimbing I penulis yang telah banyak mengorbankan waktu dan tenaga, serta di bawah arahan dan bimbingan dari beliaulah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku pembimbing II dan sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan membimbing penulis demi menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen / staf pengajar Departemen Sastra Daerah dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan membimbing penulis demi kelancaran dalam menyelesaikan perkuliahan penulis.

6. Yang teristimewa kepada Ayahanda Aiptu Artinus Tarigan dan Ibunda tercinta Lilis, yang telah banyak berkorban baik dalam materi, tenaga dan pikiran. serta telah benyak melimpahkan kasih sayang dan doa


(9)

kepada penulis sedari kecil sampai dengan sekarang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi untuk mendapatkan gelar Sarjana dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

7. Kakanda Nenny Widya Tarigan S.Pd yang telah memberikan motivasi dan dorongan serta bantuan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

8. Indah Lestari Sembiring yang telah banyak merubah hidup penulis menjadi lebih baik, serta yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis.

9. Rekan – rekan stambuk 2008, Surya Dharma, Fakhrizal Fahri , Mustaqim Tanjung, Rahmad Fadhlan Syahdi, Rendi Novrizal, Juni Chaniago, Hasudungan, Girson Tarigan, Ardiani Tarigan, Rama Astika, Widya, Fitri, Pinky, Nadila serta kawan – kawan lainnya.

10. Abang-abang, kawan-kawan dan adik-adik HMI, Kakanda Alang Vay, Om Dari Irawadi, Kakanda Riki Likur, Kakanda Dera Sitinjak, Eka Riwanda Sitepu, Eri Gondrong, Putra Jabal, Hasan Basri, Maya Ismed, serta kawan-kawan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih kepada kalian semua yang selalu memberikan masukan – masukan serta dorongan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. 11. Sahabat-sahabat di PEMA USU, yaitu Oki Ferianda, Kakanda Mitra

Nasution (Pak Pres), Kakanda Arbi, Kakanda Habib, Kakanda Adi Wika, Mahdi Fauzi, rahmad panjaitan serta seluruh jajaran kepengurusan PEMA USU.


(10)

12. Seluruh keluarga besar IMSAD yang telah banyak memberikan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 13. Bapak Kepala Desa dan Masyarakat Desa Mata Pao yang telah

memberi bantuan dalam memberikan izin penelitian dan memberikan informasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, atas bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih sedalam – dalamnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013 Penulis

Bobby Heryawan Tarigan 080702005


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR……….…... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI……….………...…... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………... 1

1.2 Rumusan Masalah………... 6

1.3 Tujuan Penelitian………... 7

1.4 Manfaat Penelitian………...7

1.5 Anggapan Dasar ... 7

1.6 Lokasi Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra ………... 10

2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra...14

2.2 Teori Yang Digunakan..………... 16

2.2.1 Teori Struktural ... 16

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar………..22


(12)

3.3 Jenis dan Sumber Data ...……….23

3.4 Instrumen Penelitian………...23

3.5 Metode dan Tehnik Pengumpulan Data...……...23

3.6 Metode Analisis Data ...24

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Keramat Kuda...25

4.1.1 Tema ...25

4.1.2 Alur atau Plot...26

4.1.3 Latar atau Setting...30

4.1.4 Perwatakan...35

4.2 Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Keramat Kuda... 42

4.2.1 Sifat Kikir dan Kejam...42

4.2.2 Sifat Sombong dan Angkuh...43

4.2.3 Kasih Sayang...44

4.2.4 Nasehat...45

4.2.5 Balas Budi...46

4.2.6 Sabar dan Tabah... 46

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan...48

5.2 Saran...49

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1. Cerita Keramat Kuda...51


(13)

Lampiran 2. Daftar Nama Informan...59 Lampiran 3. Foto Keramat Kuda...61 Lampiran 4. Surat keterangan dari Kepala Desa...62


(14)

ABSTRAK

Bobby Heryawan Tarigan, 2013. Judul Skripsi : Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Matapao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Terdiri dari 5 bab, 60 halaman.

Skripsi ini berjudul Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Rakyat “Keramat Kuda” Pada Masyarakat Desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini membahas tentang unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai sosiologis yang terkandung dalam cerita Keramat Kuda tersebut. Seperti yang diungkapkan Teeuw (1984:135), “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama – sama menghasilkan makna menyeluruh”. Metode yang digunakan dalam menganalisis adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik penelitian lapangan dan tinjuan pustaka.

Hasil yang dicapai dalam penelitian dilapangan menunjukan bahwa cerita Keramat Kuda terdapat unsur-usur intrinsik yaitu : tema, tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan seorang Datok Pao terhadap penduduk dan masyarakat setempat, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan, perwatakan dalam cerita Keramat Kuda terdiri dari beberapa tokoh yaitu Datok Pao, Tuan Syekh Maulana Maghribi dan Ramli. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa di dalam teks cerita lisan Keramat Kuda terdapat nilai-nilai sosiologis yaitu : sifat- sifat kikir, kejam, sombong dan angkuh serta kasih sayang, nasihat, balas budi, sabar dan tabah.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah hubungan sastra dengan sosiologi sangat erat, kerena sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. sosiologi dan sastra mempunyai objek yang sama, yakni sastra dan sosiologi berurusan dengan masyarakat.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan cerminan dari sebuah realitas kehidupan sosial masyarakat. Sebuah karya sastra yang baik memiliki sifat-sifat yang abadi dengan muatan kebenaran-kebenaran yang hakiki yang selalu ada selama manusia masih ada. Karya sastra dipersiapkan sebagai ungkapan realitas kehidupan dan konteks penyajiannya disusun secara terstruktur, menarik, serta menggunakan media bahasa berupa teks yang disusun melalui refleksi pengalaman pengetahuan secara potensial memiliki berbagai macam bentuk representasi kehidupan. Ditinjau dari segi pembacaan karya sastra merupakan bayang-bayang realitas yang dapat menghadirkan gambaran dari refleksi berbagai permasalahan dalam kehidupan nyata.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terdiri atas beragam etnik, salah satunya ialah etnik Melayu. Etnik Melayu memiliki karya sastra dan umumnya masih berkisar pada sastra lisan. Sastra lisan itu sebagian besar tersimpan di dalam ingatan orang tua atau tukang cerita yang saat ini jumlahnya semakin berkurang karena perkembangan zaman dan tertutupnya orang tua atau tukang cerita untuk menceritakan sastra lisan tersebut kepada generasi muda. Sastra lisan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sastra tertulis. Sebelum munculnya sastra tulis, sastra lisan telah berperan membentuk apresiasi masyarakat terhadap sastra,


(16)

sedangkan dengan adanya sastra tulis, sastra lisan terus hidup mendampingi sastra tulis.

Oleh sebab itu, studi tentang sastra lisan merupakan hal yang penting bagi para ahli yang ingin memahami peristiwa perkembangan sastra, asal mula timbulnya genre sastra, serta penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Hal ini disebabkan oleh adanya hubungan antara studi sastra lisan dengan sastra tulis sebagaimana adanya kelangsungan tidak terputus antara sastra lisan dan sastra tertulis ( Wellek dan Werren, 1998 : 47).

Sastra lisan merupakan suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat dan diwariskan turun menurun secara lisan. Ragam sastra yang demikian tidak hanya berfungsi sebagai alat hiburan, pengisi waktu senggang, serta penyalur perasaan, melainkan juga sebagai alat cermin sikap pandangan kebudayaan serta alat pemelihara norma-norma masyarakat.

Sastra lisan termasuk cerita lisan, merupakan warisan budaya nasional dan masih mempunyai nilai-nilai yang patut dikembangkan dan dimanfaatkan untuk kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, antara lain dalam hubungan pembinaan apresiasi sastra. Sastra lisan juga telah lama berperan sebagai wahana pemahaman gagasan dan pewarisan tata nilai yang tumbuh dalam masyarakat. Bahkan sastra lisan telah berabad-abad berperan sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang berdasarkan lisan akan lebih mudah digauli karena ada unsur yang dikenal masyarakat.

Dalam keadaan masyarakat yang sedang membangun, seperti halnya masyarakat Indonesia sekarang ini, berbagai bentuk kebudayaan lama termasuk


(17)

sastra lisan, bahkan mustahil akan terabaikan di tengah-tengah kesibukan pembangunan dan pembaharuan yang sedang meningkat. Sehingga dikhawatirkan lama kelamaan akan hilang tanpa bekas atau berbagai unsurnya yang asli tidak dapat dikenal lagi.

Mengingat kedudukan dan peranan sastra lisan yang cukup penting maka penelitian sastra lisan perlu dilakukan sesegera mungkin, lebih-lebih lagi bila diingat bahwa terjadinya perubahan dalam masyarakat, seperti adanya kemajuan-kemajuan teknologi, adanya radio, televisi yang dapat menyebabkan berangsur hilangnya sastra lisan di seluruh Nusantara. Dengan demikian, penelitian sastra lisan berarti melakukan penyelamatan sastra lisan dari kepunahan, yang dengan sendirinya merupakan usaha pewaris nilai budaya, karena dalam sastra lisan banyak ditemui nilai-nilai serta cara hidup dan berfikir masyarakat (nilai-nilai sosiologis masyarakat) yang memiliki sastra lisan. Hampir setiap suku bangsa Indonesia mengenal adanya sastra lisan, demikian pula halnya dengan sastra lisan Melayu Serdang.

Salah satu genre prosa rakyat dari kesusastraan Melayu adalah cerita rakyat yang lahir dari etnik Melayu Serdang. Sastra lisan Melayu Serdang merupakan salah satu warisan budaya bangsa yang perlu diselamatkan. Salah satu usaha penyelamatan adalah dengan mengadakan penelitian dan inventarisasi.

Di samping itu, penelitian ini bermanfaat pula sebagai salah satu upaya pembinaan dan pengembangan sastra lisan yang bersangkutan, sekaligus

mempunyai manfaat dalam rangka pembinaan dan pengembangan budaya daerah dan nasional.


(18)

Keramat Kuda menceritakan tentang Datok Pao yang sombong dan angkuh, masyarakat sangat tidak menyukai Datok Pao karena sifatnya itu. Datuk Pao memiliki kuda putih yang dirawat oleh Ramli salah satu pengurus kuda yang dimiliki Datuk Pao. Ketika menunggangi kudanya yang bernama siputih datok pao sangat sombong, karena tidak segan-segan menabrak orang atau masyarakat setempat yang tidak mau minggir ketika dia ingin melintas. Suatu hari diperjalanan, ketika Ramli dan Syekh Maulana Maghribi kembali dari menyiarkan ajaran Rasulullah, samar-samar diujung jalan mereka melihat seorang gemuk berkaca mata hitam, dipinggangnya tergantung pedang panjang mengendarai kuda putih dengan kecepatan luar biasa hingga menyebabkan banyak debu berterbangan diudara.

Biasanya setiap orang yang melihat pengendara kuda itu, mereka akan menepi, untuk menghindar dari pengendara kuda yang sangat mereka benci Datok Pao namanya. Datok Pao mempunyai sifat sombong, angkuh, kejam da tidak pernah menghargai orang lain.

Dari jauh pun Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang berbaju putih itu untuk menabraknya.

Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat ke depan menghadang kuda agar jangan sampai menabrak gurunya tuan Syekh Maulana Maghribi yang sangat dicintai dan dihormatinya.


(19)

Disaat akan terjadi benturan, tiba-tiba Siputih yang tidak pernah melupakan Ramli memutar arah 180 derajat kebelakang, mengakibatkan kaca mata Datok Pao tercampak jatuh dan pecah mengenai batu. Menerima keadaan itu Datok Pao marah, iya melompat dari punggung siputih sembari mencabut pedang dan menebaskannya kearah leher Ramli, untuk menghindarkan Ramli dari sabetan pedang Datok Pao, Siputih mengangkat kedua kaki depannya dan menendang Datok Pao. Pedang Datok Pao mengoyak perut Siputih, hingga mengakibatkan Siputih tewas dan Datok Pao meninggal dengan kepala pecah terkena terjangan Siputih. Melihat kejadian itu Ramli melompat memeluk tubuh Siputih dan menangis sekuat-kuatnya. Orang yang tadinya menjauh, berdatangan dengan wajah sedih dan penuh simpati kepada Siputih.

Ramli memohon izin kepada Syekh Maulana Maghribi untuk membuka jubah putihnya sebagai pembalut tubuh kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli, Syekh Maulana Maghribi dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu menggali lubang untuk tempat peristirahatan siputih di tepi jalan dekat kejadian tragis itu. Selesai mengubur siputih mereka beramai-ramai membawa mayat datok pao untuk diserahkan kepada keluarganya di Istana duka. Tempat tewasnya datok pao dan siputih sekarang disebut Desa Mata Pao, sementara kuburan Siputih binatang yang tahu membalas budi itu, sampai sekarang terawat bersih yang dinamakan masyarakat sekitar dengan sebuatan Keramat Kuda.

Penulis memilih judul ini karena masih minimnya pengetahuan masyarakat tentang cerita ini dan banyaknya versi cerita yang tersebar di kalangan masyarakat.


(20)

Ditinjau dari segi kemasyarakatan, cerita ini sangat penting untuk dibahas agar terhindar dari kepunahan, khususnya untuk masyarakat Melayu di Kabupaten Serdang Bedagai. Maka penulis berusaha mengkaji kembali cerita Keramat Kuda yang terdapat di desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri bagi penulis, karena sedikitnya informasi yang dapat dijadikan referensi untuk menyempurnakan cerita rakyat Keramat Kuda ini. Maka dengan ini penulis mengangkat cerita ini agar dapat menjadi dokumentasi dan pengetahuan bagi generasi berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan maka diperlukan perumusan masalah yang tepat agar pembahasan terhadap cerita rakyat Keramat Kuda tidak meluas dan mencapai sasaran yang dikehendaki.

Permasalahan yang akan dibicarakan dalam tulisan ini pada hakikatnya mencakup aspek nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda. Untuk mengetahui dan memahami aspek-aspek sosiologis dalam cerita rakyat tersebut maka dianggap perlu untuk menelaah terlebih dahulu aspek-aspek pembangun dari cerita rakyat tersebut atau unsur-unsur pembentuk dalam cerita (unsur intrinsik) rakyat Keramat Kuda.

Adapun masalah yang akan dibahas dalam proposal adalah :

1. Struktur intrinsik yang membangun cerita rakyat Keramat Kuda yang terdiri dari tema, alur, latar, dan perwatakan.


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah maka kajian sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda secara khusus bertujuan untuk :

1. Mengetahui struktur intrinsik cerita rakyat Keramat Kuda yang terdiri atas tema, alur, latar, dan perwatakan.

2. Mengetahui nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda sebagai karya sastra Melayu.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan oleh peneliti adalah :

1. Membantu pembaca untuk memahami unsur-unsur yang membangun cerita rakyat Keramat Kuda.

2. Membantu pembaca untuk memahami nilai-nilai sosiologis dalam cerita rakyat Keramat Kuda.

3. Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat diwariskan pada generasi yang akan datang.

4. Menjadi sumber informasi tentang kebudayaan Melayu, khususnya tentang cerita rakyat Keramat Kuda pada masyarakat di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.5 Anggapan Dasar

Suatu penelitian memerlukan anggapan dasar yang dapat memberikan gambaran arah pengumpulan data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Anggapan dasar adalah titik tolak pemikiran untuk penyelidikan tertentu,


(22)

titik tolak yang dapat diterima kebenarannya. Maka penulis memiliki anggapan dasar bahwa dalam cerita rakyat Keramat Kuda terkandung nilai-nilai sosiologis dari masyarakat pemilik cerita tersebut.

1.6 Lokasi Penelitian

Kabupaten Serdang Bedagai adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan luas Kabupaten 1.900.22 Km2 yang terletak pada koordinat 03040’31 - 2230” LU 98056’37 - 9830” BT. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki 17 Kecamatan diantaranya adalah Kecamatan Kotarih, Silinda, Bintang Bayu, Dolok Masihul, Serba Jadi, Sipis-Pis, Dolok Merawan, Tebing Tinggi, Tebing Sei Bandar, Bandar Kalipah, Tanjung Beringin, Sei Rampah, Sei Bamban, Teluk Mengkudu, Perbaungan, Pegajahan dan Pantai Cermin. Kecamatan Teluk Mengkudu adalah daerah yang menjadi tempat penelitian, tepatnya di Desa Mata Pao.

Kecamatan Teluk Mengkudu memiliki beberapa Desa diantaranya adalah Desa Liberia, Sei Buluh, Pematang Setrak, Mata Pao, Makmur, Pasar Baru, Sialang Buah, Pekan Sialang Buah, Pematang Guntung, Sentong, Bogak Besar Dan Pematang Kualah.

Keadaan Penduduk

Penduduk Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan data Biro pusat Statistik pada tahun 2010 berjumlah 594.383 jiwa dengan komposisi yang berimbang antara laki-laki dan perempuan.


(23)

Masyarakat yang tinggal di Desa Mata Pao terdiri dari berbagai macam suku, seperti Melayu, Jawa, dan Batak.

Penduduk yang berada di desa Mata Pao rata- rata mata pencariannya adalah berkebun. Produk perkebunan unggulan di desa ini adalah kelapa sawit. Namun sebagian masyarakat ada juga yang bekerja sebagai buruh pabrik dan membuka warung makan dan bekerja di instansi Pemerintah.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sosiologi dan Sastra

Membicarakan sosiologi dan sastra adalah membicarakan sampai di mana hubungan antara sosiologi dan sastra. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala-gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Perbedaannya, apabila sosiologi melukiskan kehidupan manusia dan masyarakat melalui analisis ilmiah dan objektif, sastrawan mengungkapkan melalui emosi, secara subjektif dan evaluatif. Sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosionalitas.

Karena itu, Damono (1978: 6-8), mengatakan,

“Apabila ada dua orang sosiolog yang melakukan penelitian terhadap suatu masalah masyarakat yang sama, maka kedua penelitiannya cendrung sama. Sebaliknya, apabila dua orang seniman menulis mengenai masalah masyarakat yang sama, maka hasil karyanya pasti berbeda. Hakikat sosiologi adalah objektivitas,sedangkan hakikat karya sastra adalah subjektivitas dan kreativitas, sesuai pandangan masing-masing pengarang. Karya sastra yang sama dianggap plagiat”.

Sastra begitu dekat dengan manusia. Sastra tercipta untuk dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan manusia dalam suatu masyarakat. sebagai sesuatu yang perlu dinikmati karya sastra harus mengandung keindahan yang berasal dari keoriginalitas sehingga dapat memenuhi dan memuaskan kehausan estetika masyarakat penikmatnya. Sebagai sesuatu yang perlu dipahami, karya sastra memendam kompleksitas yang hanya dapat dimengerti dengan usaha yang


(25)

sungguh-sungguh dan teliti oleh masyarakat pembacanya. Dengan demikian, untuk mengungkap kandungan karya sastra dibutuhkan kepekaan luar biasa. Sebagai sesuatu perlu dimanfaatkan, karya sastra mengandung nilai berharga yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan manusia.

Banyak kenyataan sosial yang dihadapi manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Kenyataan sosial itu dapat berupa tantangan untuk mempertahankan hidup, kebahagian dalam situasi keberhasilan, frustasi dalam situasi kegagalan, kesedihan dalam situasi kemalangan, dan lain sebagainya. Kenyataan sosial tersebut muncul sebagai akibat hubungan antar manusia, hubungan antar masyarakat dan hubugan antar peristiwa dalam batin seseorang.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Damono (1984 : 4-5), Bahwa,

“Kenyataan sosial tersebut mendapatkan perhatian sang pengarang,baik karena dia menyaksikan maupun dia mengalami sendiri. Dengan demikian, sastra, melalui ramuan pengarang, merefleksikan gambaran kehidupan. Namun,tujuan utama sang pengarang bukanlah menampilkan kenyataan sosial atau gambaran kehidupan,melainkan dia hendak menjadikan sastra sebagai resep kehidupan yang mampu menangkal penyakit dan manjur sebagai obat penyembuh. Sastra menjadi peralatan kehidupan manusia. Sastra dengan demikian berperan sebagai : 1. Pelipur lara, 2. Ungkapan kekesalan, 3. Kritik sosial, 4. Nasihat, 5. Teguran, 6. Pemasyarakatan manusia yang menderita”.

Secara sosiologi, sastra adalah strategi untuk menghadapi situasi yang dialami manusia demi mengembangkan kemasyarakatan. Situasi yang dialami manusia itu sendiri sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, pengarang merupakan ahlu strategi.

Pengarang harus mampu menilai sesuatu dengan tepat dan teliti. Apabila dia tidak mengetahui keadaan sesuatu dengan jelas. Dengan demikian, seorang


(26)

ahli strategi yang bijaksana tidak akan puas dengan strategi yang hanya memuaskan dirinya sendiri. Pengarang akan waspada terhadap ancaman atau bahaya yang sewaktu-waktu dapat menghadang.

Dengan ini dapat dilihat tiga aspek yang saling berhubungan yaitu hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Hubungan ini bersifat sosial dan tertuang dalam suatu karya sastra sebagai sarana penghubung antar sastrawan dan masyarakat pembaca. Dengan demikian, pembicaraan ini bersifat sosiologis yang disebut sosiologi sastra.

Dalam pembicaraan ini terdapat dua istilah ilmu yang perlu dijelaskan untuk memberikan pengertian yang lebih dalam yaitu istilah sosiologi dan sastra. Sosiologi (Soekanto, 1989 : 15-16), mengatakan,

“Suatu telaah atau studi yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama ; keluarga dengan moral ; hukum dengan ekonomi ; gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya), mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala nonsosial (misalnya gejala geografis, geologis dan sebagainya), dan mempelajari ciri-ciri umum semua jenis-jenis gejala sosial”.

Apabila kita berbicara tentang gejala sosial maka perhatian kita tertuju pada hubungan manusia dalam suatu kelompok sosial atau masyarakat dengan lingkungannya, baik yang bersifat sosial budaya maupun tidak. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan yang lainl-lain, kita mendapat tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan, serta proses pembudayaannya.


(27)

Menurut Damono (1984 : 7) Sastra sebagaimana halnya sosiologi seperti yang disebutkan di atas, “Berurusan dengan manusia dengan masyarakat yakni usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dalam hal ini, sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi hasil atau masalah yang sama”.

Sosiologi sastra juga mempunyai cakupan yang cukup luas sebagaimana halnya dengan cakupan sastra seperti yang diuraikan diatas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra adalah studi sosiologi terhadap karya sastra yang membicarakan hubungan dan pengaruh timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat ( masyarakat pembaca dan kenyataan nilai-nilai sosiologis dalam masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut), dengan menitik beratkan pada realitas dan gejala nilai-nilai sosiologis yang ada diantara ketiganya. Dengan batasan seperti itu tampaklah kecendrungan ke arah penyelidikan atau relasi antara kenyataan yang hidup antara masyarakat yang dirujuk karya sastra tersebut serta sikap budaya dan kreativitas pengarang sebagai anggota masyarakat.

Danandjaya (1999 : 414) mengatakan bahwa

“Berbagai alasan dapat mendorong seseorang untuk menganalisis keadaan sosial suatu masyarakat melalui karya sosial suatu masyarakat melalui karya sastra. Misalnya dengan membaca karangan Ranggawarsito maka ia dapat menemukan suatu khazanah nasihat-nasihat bijaksana mengenai sikap dan prilaku seseorang dalam masyarakat. Bahkan untuk karya sastra yang semacam itu, sangat relevan untuk mengerti kode etika dan harapan-harapan yang berlaku dalam masyarakat”.

Untuk mengetahui sikap dan prilaku seseorang di dalam suatu masyarakat tertentu, apabila di daerah yang belum dikenal seseorang maka seseorang itu dapat membaca atau menganalisis karya sastra. Sebab, katya sastra akan membicarakan suatu gambaran tentang sikap prilaku masyarakat yang berlaku di daerah tersebut.


(28)

Dengan demikian, karya sastra melukiskan sikap dan prilaku suatu masyarakat pada zamannya.

2.1.1 Sosiologi Sebagai Pendekatan Sastra

Berbagai cara dapat dilakukan untuk mendekati sebuah karya sastra, misalnya melalui aspresiasi. Apresiasi adalah penghargaan dan pemahaman atas hasil seni atau budaya. Natawijaya (1980 : 3), mengatakan,

“Membuat tingkat aspresiasi dalam sosiologi sebagai pendekatan sastra. Tingkat aspresiasi sastra itu di bagi lima yaitu:

Tingkat penikmatan, tingkat penghargaan, tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan tingkat implikasi. Tingkat penikmatan dan penghargaan berdasarkan tingkat oprasionalnya masih bersifat monoton atau merasa senang serta bersifat pemilikan atau merasa kagum. Sedangkan tingkat pemahaman, tingkat penghayatan dan implikasi berdasarkan tindakan oprasionalnya telah bersifat studi dan meyakini akan karya sastra yang diapresiasi. Selain itu, pendekatan sastra dapat juga dilakukan melalui kritik. Kritik adalah upaya menentukan nilai hakiki pada sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan melalui pemahaman dan penafsiran yang tepat”.

Di samping tingkat apresiasi, ada pula cara lain yang dilakukan dalam upaya mendekati sebuah karya sastra. Karya sastra terbagi atas dua yakni berdasarkan bentuk dan isi. Maka cara lain yang penulis maksud adalah berdasarkan isi karya sastra, yang misalnya nengandung nilai agama, psikologi, filsapat dan lain-lain.

Meskipun bentuk pendekatan melalui salah satu tingkatan apresiasi atau melalui satu jenis kritik, akan tetapi terkandung pendekatan tetap mengutamakan isi karya sastra tersebut. Artinya, mendekati karya sastra itu melalui isi yang dalam hal ini adalah sosiologi. Hanya yang menjadi masalah sekarang, apakah sosiologi dapat mendekati sastra atau sebaliknya sastra bagaimana hubungan


(29)

Salleh (1980 : 64), juga mengatakan bahwa,

“Sosiologi menerima sumbangan dari sastra begitu pula sastra menerima sumbangan dari sosiologi. Hemat penulis, sumbangan yang dimaksud itu adalah sumbangan sosiologi pada sastra yakni masalah-masalah sosiologi dapat dijadikan sebagai saran pengembangan sosiologi kepada karya sastra, yakni masalah-masalah sosiologi dapat dijadikan sebagai sarana sosiologi”.

Dengan demikian, jelaslah sosiologi dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan sastra, sebab antar sosiologi dan sastra saling menguntungkan. Hanya perlu disadari bahwa karya sastra bukanlah merupakan cermin yang mendahului pikiran masyarakat zamannya, melainkan karya sastra hanyalah cerminan masyarakat zamannya.

2.2 Teori yang Digunakan

Penulis membahas penelitian ini berdasarkan teori struktur dari segi intrinsik dan teori sosiologi sastra yang sesuai sehingga tidak menyimpang dari apa yang diharapkan.

Pengertian teori menurut Pradopo, dkk (2001 : 35) ialah “Seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan, atau menjelaskan suatu fenomena. Teori juga dapat dilepaskan dari fakta atau menjelaskan suatu fenomena”.

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud dalam bentuk dan berlaku secara umum yang akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapi. Teori yang diperlukan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis. Teori yang digunakan dalam pembahasan yaitu teori sruktur dari segi intrinsik yakni menjelaskan sinopsis, tema, alur, latar, dan watak dalam cerita


(30)

rakyat keramat kuda dan sosiologi sastra dalam buku karangan Sapardi Djoko Damono.

2.2.1 Teori Struktural

Untuk melihat unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra diterapkan teori struktural. Teori struktural diharapkan mendapatkan suatu hasil yang optimal dari karya sastra yang akan dianalisis.

Teeuw (1984 : 135) berpendapat, “Analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh”.

Berdasarkan pedapat diatas, teori struktural adalah pendekatan yang bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut dalam suatu hubungan antara unsur pembentuknya.

Pada dasarnya penelitian struktur, yaitu suatu penelitian yang membahas unsur-unsur karya sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema, alur, latar dan penokohan.

1. Tema

Stanton (1965 : 88), tema adalah “Makna yang dikandung sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung didalamnya menyangkut persamaan dan perbedaan. Tema disaring dalam motif-motif yang terdapat dalam karya sastra”.


(31)

Kemudian Fananie (2000 : 84) mengatakan, “Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra”. Selanjutnya Sudjiman (1978 : 74), “Tema adalah gagasan, ide atau pemikiran utama didalam karya sastra yang terungkap ataupun yang tak terungkap”.

Dari pendapat di atas, jelas terungkap bahwa tema adalah suatu hal yang penting dalam sebuah karya sastra. Tema adalah apa yang ingin diungkapkan pengarang.

2. Alur atau Plot

Semi (1984 : 45), “Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai buah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi”.

Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa-peristiwa yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan konflik atau masalah.

Alur dalam cerita dapat dibagi atas beberapa bagian, seperti yang dikemukakan oleh Lubis (1981 : 17), yaitu :

“1. Situation ( pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

2. GeneratingCircumtances ( peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)

3. Rising Action ( keadaan mulai memuncak) 4. Climax ( peristiwa mencapai puncak)

5. Denowment ( pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua

peristiwa)”

3. Latar atau Setting

Daryanto ( 1997 : 35 ), “Latar atau setting adalah jalan (aturan, adap) memanjang rangkaian peristiwa yang berlangsung dalam karya fiksi”.


(32)

Selanjutnya, Sumarjo dan Saini ( 1991 : 76 ), menjelaskan bahwa “Latar bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat suatu cerita menjadi logis. Latar juga memiliki unsur psikologis sehingga latar mampu menuansakan makna tertentu serta mampu menciptakan suasana tertentu yang menggerakan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya”.

Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkrit dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah ada dan terjadi. Pembaca, dengan demikian merasa dipermudah untuk mengoprasikan daya imajinasi-nya, disamping dimungkinkan untuk berperan serta secara kritis sehubungan dengan pengetahuan tentang latar. Pembaca dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang di ceritakan sehingga merasa lebih akrab. Hal ini dapat terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat , warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam cerita.

Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

4. Perwatakan atau Penokohan

Perwatakan atau karakter kadang-kadang disebut juga penokohan. Dalam sebuah karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan alur meyakinkan watak-watak atau tokoh-tokoh beraksi dan bereaksi.


(33)

Hubungan perwatakan dan alur mejadi penting karena perwatakan adalah sifat menyeluruh manusia yang disorot, termasuk perasaan, keinginan, cara berfikir dan cara bertindak.

Bangun, dkk (1993 : 32), “Perwatakan atau tokoh dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu aspek psikologis, visiologis dan sosiologis”.

Perwatakan adalah karakter dari tokoh. Dalam hal ini pengertian sifat atau ciri khas yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan yang lainnya. Gambaran watak tokoh dapat diketahui melalui apa yang diperankan dalam cerita tersebut, kemudian jalan pikirannya serta bagaimana penggambaran fisik tokoh.

Aspek perwatakan (karakter) merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalita tertentu dalam sebuah karya sastra. Pengarang sebuah karya sastra harus mampu menggambarkan diri seseorang tokoh yang ada dalam karyanya.

2.2.2 Teori Sosiologi Sastra

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan sosiologi sastra sebagai landasan teori dalam menganalisis cerita rakyat Keramat Kuda. Menurut teori ini, karya sastra dilihat hubungannya dan kenyataan, di mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan-kenyataan yang mengandung arti luas, yakni segala sesuatu yang berada diluar karya sastra dan yang diacu oleh sosiologi sastra.

Abrams (Damono, 1981 : 179), mengatakan bahwa “Sosiologi sastra diaplikasikan pada tulisan-tulisan para kritikus sejarawan sastra yang menaruh


(34)

prihatin utama pada cara atau keadaan seseorang pengarang dipengaruhi kelas sosialnya, ideologi sosialnya, kondisi ekonominya, profesinya, dan pembaca”.

Welleek dan Warren dalam (Damono,1999 : 84),

“Mengklasifikasikan sosiologi sastra menjadi : pertama, sosiologi pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yanag memasalahka karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra”.

Adapun nilai-nilai sosiologis menurut pendapat Welleek dan Werren adalah sistem politik, ekonomi dan sosial. Hal ini untuk melihat pengaruh masyarakat terhadap sastra dan kedudukan sastra dalam masyarakat.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dan bersifat deskriptif, yang oleh Nawawi (1987 : 63) diartikan “Sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya”.

Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendeskripsikan data-data fakta yang terdapat didalam cerita sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk ceritanya dan nilai-nilai sosiologisnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di desa Mata Pao kecamatan Teluk Mengkudu kabupaten Serdang Bedagai. Penulis memilih lokasi ini karena masih banyak masyarakat yang melakukan ritual di Keramat Kuda tetapi tidak mengetahui benar cerita Keramat Kuda yang sebenarnya, penulis juga mengetahui lokasi ini karena penulis tinggal di kabupaten yang sama. Maka penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang cerita rakyat Keramat Kuda tersebut agar nanti nya cerita ini dapat diketahui masyarakat dan generasi muda yang membacanya.


(36)

3.3 Jenis Sumber Data

Jenis sumber data dalam penelitian ini adalah lisan, yang diambil langsung kelapangan dengan mengambil data dari beberapa informan di desa Mata Pao Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai.

3.4 Instrumen Penelitian

Alat instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah alat perekam, alat tulis, buku catatan, dan kamera.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Metode observasi, yaitu dimana penulis langsung melakukan pengamatan pada objek penelitian.

2. Metode wawancara tidak berstruktur, yaitu melakukan wawancara terhadap informan yang dianggap dapat memberikan informasi atau data-data tentang objek yang diteliti tanpa memberikan daftar pertanyaan, dengan menggunakan teknik :

a. Teknik rekam, yaitu merekam informasi atau data yang diberikan informan.

b. Teknik catat, mencatat semua keterangan yang diperoleh dari informan.


(37)

3. Metode kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian.

3.6 Metode Analisis Data

Tahap untuk menyelesaikan sebuah data yang terkumpul adalah menganalisisnya. Penulis menggunakan metode kualitatif dan bersifat deskriptif yaitu penelitian yang menentukan, dan menganalisis melalui studi pustaka, seperti berikut :

a. Mengadakan penyeleksian terhadap data yang diperoleh, data yang dianggap kurang mendekati akan dieleminasi dan data yang mendekati akan menjadi prioritas utama dalam menyeleksi data.

b. Menetapkan langkah-langkah pendekatan analisis struktur dari segi intrinsik berdasarkan data yang telah diklasifikasikan.

c. Menganalisis data dan menginterprestasikan data dengan pendekatan sosiologi.


(38)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Unsur Intrinsik Cerita Rakyat Keramat Kuda

4.1.1 Tema

Tema dalam cerita Keramat Kuda menggambarkan tentang kesombongan seorang Datok Pao terhadap penduduk atau masyarakat setempat. Unsur-unsur kesombongan yang dijumpai dalam cerita Keramat Kuda dapat dilihat dari kutipan berikut :

“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil".

Hal ini mengingatkan kita agar tidak sombong karena kekayaan yang dimiliki. Diceritakan pula bahwa Datok Pao sebagai orang yang kaya sangat sombong dan angkuh ketika menunggangi kuda miliknya, terlihat jelas pada kutipan berikut :

“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai Siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli oraang itu anak-anak atau pu yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan Siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung Mengkudu sangat membencinya, dan bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.


(39)

Hal ini melihatkan begitu sombong dan agkuhnya Datok Pao ketika menunggangi kuda miliknya tanpa memperdulikan penduduk lain yang melitas atau sekedar berpapasan dengannya.

Dalam bagian cerita ini diceritakan bahwa kesombongan dan keangkuhan Datok Pao tidak terlepas dari kekuatan yang dimilikinya, kekuatan itu terletak pada kaca mata hitam yang dikenakannya, hal itu menyebabkan dalam perkelahiannya Datok Pao tidak sekalipun terkalahkan.

Akan tetapi sesombong dan sekuat apapun Datok Pao, iya akhirnya meninggal dunia akibat kesombongan dan keangkuhanya sendiri, ia meninggal akibat terjangan kaki kuda nya (Siputih) sendiri yang tidak terima orang yang selalu merawatnya aka ditebas lehernya oleh Datok Pao.

Dari cerita Keramat Kuda tampak unsur-unsur kesombongan yang dimilki oleh Datok Pao sebagai orang kaya pada zamannya. Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tema dari Keramar Kuda adalah kesombongan dan keangkuhan dapat merugikan diri sendiri.

4.1.2 Alur atau Plot

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan)

Situation merupakan tahap awal dari bagian sebuah cerita dan

memperkenalkan terlebih dahulu tentang permulaan terjadinya sebuah kisah atau dapat disebut pengantar cerita.


(40)

Cerita Keramat Kuda ini mengisahkan tentang seorang anak yang bernama Ramli, yang terpaksa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Hal ini didukung oleh kutipan cerita berikut :

“Dikampung mengkudu, tinggal seorang anak bernama Ramli, Ramli sejak kecil sudah mejadi yatim piatu, ia terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai pengurus kuda juragan kaya Datok Pao namanya”.

2. Generating Circumtances (peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak)

Peristiwa selanjutnya mulai terjadi setelah melihat sifat Datok Pao yang kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan cerita berikut :

“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil”.

3. Rising Action (keadaan mulai memuncak)

Keadaan mulai memuncak ketika Datok Pao dengan sombong dan angkuh menunggangi kuda putihnya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai Siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli orang itu anak-anak atau pun yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan Siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung mengkudu sangat membencinya, da bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.

Rising Action terus meningkat saat Datok Pao melempar keluar Ramli dari


(41)

“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh Ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.

“Datok Pao terkejut melihat keadaan Siputih, langkahnya lamban, matanya merah berair, hidungnya mengeluarkan lendir dan tubuhnya panas tinggi”. “Hei, budak celaka, kenapa siputih?”, bentaknya dengan suara kasar. Ramli menjawab dengan ketakutan, “Siputih, siputih sakit Datok.” “Sakit? Kenapa dia sakit, apa tidak kau urus?” sergahnya kasar, sambil mendekati ramli dan melayangkan tangannya yang besar ke pipi Ramli”.

“Menerima tamparan itu Ramli tersungkur, pipinya merah, bibirnya pecah berdarah. “Ampun, ampunkan hamba Datok,” mohon Ramli dengan suara kesakitan”.

“Tanpa merasa kesihan, dengan barangnya Datok Pao menendang Ramli, kemudian melemparkannya keluar Istana. Ramli pingsan, melihat itu Datok Pao meninggalkannya, kemudian dia membawa Siputih ke tabib hewan yang ada di kampung Mengkudu”.

4. Climax (peristiwa mencapai puncak)

Peristiwa mencapai puncak setelah Datok Pao melihat dua pria tak mau menepi ketika iya ingin lewat, kebetulan dua pria itu adalah Ramli dan gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi yang baru pulang dari menyiarkan ajaran Rasulullah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Dari jauh pun Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang berbaju putih itu untuk menabraknya”.

“Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat kedepan menghadang kuda, jangan sampai menabrak gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi yang sangat dicintai dan dihormatinya”.

“Disaat akan terjadi benturan, tiba-tiba Siputih yang tidak pernah melupakan Ramli memutar arah 180 derajat kebelakang, mengakibatkan kaca mata Datok Pao tercampak jatuh dan pecah mengenai batu”.

“Menerima keadaan itu Datok Pao marah, iya melompat dari punggung siputih sembari mencabut pedang dan menebaskannya kearah leher Ramli,


(42)

untuk menghindarkan Ramli dari sabetan pedang Datok Pao, Siputih mengangkat kedua kaki depannya dan menerkam Datok Pao”.

“Pedang Datok Pao mengoyak perut Siputih, hingga mengakibatkan Siputih tewas dan Datok Pao meninggal dengan kepala pecah terkena terjangan Siputih. Melihat kejadian itu Ramli melompat memeluk tubuh Siputih dan menangis sekuat-kuatnya”.

5. Denoument (pengarang memberikan pemecahan soal dalam sebuah

peristiwa)

Pada tahapan ini Tuan Syekh Maulana Maghribi memberikan wajangan kepada masyarakat yang melihat kejadian tersebut. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Orang yang tadinya menjauh, berdatangan dengan wajah sedih dan penuh simpati kepada siputih. Orang tua bijak Tuan Syekh Maulana Maghribi menatap kejadian itu dengan wajah penuh kasih sayang dan berwibawa sembari mengucapkan, “Innalillahi Wa Inna lllahi Raji’un. Dari Allah kembali kepada Allah. Binatang tahu balas budi mudah-mudahan dia menjadi binatang penghuni Surga kelak”.

“Kemudian orang tua bijak itu memberi wejangan kepada yang hadir bahwa, dalam hidup ini kita harus saling kasih mengasihi antara sesama makhluk hidup. Jalan merupakan transportasi umum, janganlah berbuat sesuka hati, misalnya dijalanan kita berkendara haruslah menghargai pemakain jalan lainnya, jangan berkendara sangat cepat karena dapat mengganggu orang lain”.

“Hargai yang lebih tua dari kita, misalnya walau kita mengendarai kendaraan super hebat, jangan sombong itu semua pinjaman dari tuhan, dari itu jika bertemu dengan orang tua dijalan hendaknya kita bertutur sapa, bersopan santun dengan cara memberi tumpangan atau bertegur sapa”.

“Setelah Tuan Syekh Maulana Maghribi memberikan wejangan, Ramli memohon izin padanya untuk membuka jubah putihnya sebagai pembalut tubuh kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli, orang tua bijak itu dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu menggali lubang untuk tempat peristirahatan siputih ditepi jalan dekat kejadian tragis itu. Selesai mengubur siputih mereka beramai-ramai membawa mayat Datok Pao untuk diserahkan kepada keluarganya di Istana duka”.


(43)

Tempat tewasnya Datok Pao dan Siputih sekarang disebut Desa Mata Pao, sementara kuburan Siputih binatang yang tahu membalas budi itu, sampai sekarang terawat bersih yang dinamakan masyarakat sekitar dengan sebuatan Keramat Kuda.

4.1.3 Latar atau Setting

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial.

Menurut Nurgiyantoro (2001 : 227) “Unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur ini walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri , pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya”. Ketiga unsur latar tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Latar tempat, latar ini menyarankan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur tempat yang digunakan berupa tempat dengan nama-nama tertentu, inisial tertentu maupun lokasi tertentu tanpa nama jelas. Tempat-tempat yang bernama adalah nama-nama yang dijumpai dalam dunia nyata misalnya hutan, pantai, desa dan lain-lain.

b. Latar waktu, latar ini berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang


(44)

ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah. Pengetahuan dan persepsi pembaca terhadap waktu sejarah itu kemudian dipergunakan untuk mencoba masuk ke dalam suasana cerita. Pembaca berusaha memahami dan menikmati cerita berdasarkan acuan waktu yang diketahuinya yang berasal dari luar cerita yang bersangkutan. Adanya persamaan perkembangan atau kesejalanan waktu tersebut juga dimanfaatkan untuk mengesani pembaca seolah-olah cerita itu sungguh-sungguh ada dan terjadi.

c. Latar sosial, latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubugan dengan prilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya sastra. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Dia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap dan lain-lain.

Setelah penulis membaca dan memahami cerita rakyat Keramat Kuda maka latar yang terdapat dalam cerita tersebut adalah sebagai berikut :

1. Latar tempat, latar tempat yang ada pada cerita Keramat Kuda yaitu : a. Di kampung Mengkudu, tempat tinggal Ramli yang bekerja untuk

Datok Pao sebagai pengurus kuda. Kutipan cerita yang menegaskannya adalah :

“Dikampung mengkudu, tinggal seorang anak bernama Ramli, Ramli sejak kecil sudah mejadi yatim piatu, ia terpaksa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai pengurus kuda juragan kaya Datok Pao


(45)

b. Di instal besar (kandang besar), tempat Datok Pao memelihara kudanya, disini juga tempat ramli merawat kuda Datok Pao. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Datok Pao memiliki ribuan ekor kuda terawat sehat dan kuat. Kuda itu ditempatkannya pada istal besar (kandang besar) dibelakang istananya. Diantara ribuan ekor kuda itu, ada seekor kuda berwarna”. putih yang menjadi kuda kesayangan Datok Pao. Tidak seorang pun boleh memberi makan, memandikan atau menyentuh kuda putih itu kecuali Ramli.

c. Di pondok beratap nipah, tempat ramli sadar setelah beberapa lama pingsan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Entah berapa lama ramli pigsan, ketika dia sadar, dia telah berbaring disebuah dipah kayu beralaskan kain putih di pondok beratap nipah di tepi muara sungai yang banyak tumbuh pohon nipah. (Mungkin disebabkan banyaknya pohon nipah sekarang tempat itu disebut orang kampung nipah dekat pantai kelang)”.

d. Di tepi jalan, tempat Siputih di kuburkan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Setelah Tuan Syekh Maulana Maghribi memberikan wejangan, Ramli memohon izin padanya untuk membuka jubah putihnya sebagai pembalut tubuh kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli, orang tua bijak itu dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu menggali lubang untuk tempat peristirahatan Siputih ditepi jalan dekat kejadian tragis itu”

e. Di Istana Datok, masyarakat menyerahkan mayat Datok Pao. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

.”Selesai mengubur Siputih mereka beramai-ramai membawa mayat Datok Pao untuk diserahkan kepada keluarganya di Istana duka”.


(46)

2. Latar waktu, dalam cerita Keramat Kuda ini seperti yang biasa pada sebuah karya sastra lama klasik lainnya. Dalam cerita Keramat Kuda ini waktu yang diceritakan sebagian besar tidak dinyatakan dengan tepat dan jelas. Misalnya pada zaman dahulu, pada suatu hari, sore harinya, setelah beberapa minggu, setelah beberapa tahun, seminggu, beberapa minggu, setelah dua bulan, akhirnya mereka sampai, entah berapa lama, lebih kurang, sepekan lamanya, baru kembali dan sebagainya. Dan tidak jarang juga disebutkan jangka waktunya, satu malam, dua malam, minggu berganti bulan, dua bulan berlayar dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

a. Suatu hari, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Suatu hari ramli diserang sakit demam dan flu, walaupun dalam keadaan sakit ia tidak pernah melupakan tugasnya mengurus Siputih. Sambil batuk dan bersin, dikeluarkannya siputih dari istal, kemudian digosok- gosoknya kepala Siputih seperti biasanya”.

b. Sore harinya, dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh Ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.

c. Entah berapa lama, dapat dilihat pada kutipan berikut :

“Entah berapa lama Ramli pigsan, ketika dia sadar, dia telah berbaring disebuah dipah kayu beralaskan kain putihdi pondok beratap nipah di tepi muara sungai yang banyak tumbuh pohon nipah. (Mungkin disebabkan banyaknya pohon nipah sekarang tempat itu disebut orang kampung nipah dekat pantai kelang)”.


(47)

d. Baru kembali, dapat dilihat pada kutipan berikut :

“Alhamdulillah, hamba baru kembali menyiarkan ajaran Rasulullah dikerajaan Bedagai, dengan izin Allah hamba melintas didepan Istana Datok Pao, dengan mata hati, hamba melihat keadaanmu yang penuh penderitaan, rindu sentuhan kasih sayang, kita berjodoh, maka hamba memutuskan membawa engkau ke gubuk hamba yang buruk ini”.

e. Sejak hari itu, dapat dilihat pada kutipan berikut :

“Sejak hari itu Ramli belajar dan mengurus kebutuhan orang tua agung dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Iya selalu dibawa orang tua bijak itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu Negeri ke Negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.

3. Latar sosial, dalam cerita Keramat Kuda adalah keadaan sosial secara keseluruhan yang ada di dalam cerita. Latar sosial mengarah kepada hal – hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks yaitu berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, spiritual, dan lain sebagainya. Dalam cerita ini Datok Pao dianggap sebagai orang kaya yang memiliki banyak kuda atau disebut sebagai juragan kuda dan memiliki istananya sendiri, dalam hal ini gelar datok juga tersemat pada namanya yang bila ditinjau dari segi kemasyarakatannya akan adanya sikap masyarakat melayu terhadap datuk. Dengan adanya gelar dan kelas sosial yang berbeda ini jelas dapat terlihat bahwa kelas sosial Datok Pao dengan masyarakat jauh berbeda.


(48)

Dalam cerita ini juga dapat dilihat kelas sosial yang dimiliki Ramli, dimana Ramli hanya seorang yatim piatu yang harus bekerja sebagai pengurus kuda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada cerita ini sangat jelas terlihat latar sosial yang berbeda antara Datok Pao dan Ramli, yang secara kelas sosial mereka sangat jauh berbeda.

Suasana umum tokoh cerita yang termasuk di dalam latar ini dimaksudkan untuk memudahkan tanggapan terhadap masalah yang akan timbul kemudian. Dalam kesempata ini, latar yang membawa sebagian perwatakan atau tokoh akan dibahas pada penokohan.

4.1.4 Perwatakan

Dalam pembicaraan sebuah karya sastra, sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan perwatakan atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk pengertian yang hampir sama.

Perwatakan dapat disebut juga sebagai penokohan. Pada karya sastra, alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, hal ini dikarenakan alur meyakinkan kita tentang watak dan tokoh – tokoh yang beraksi dan bereaksi.

Istilah tokoh menunjukan pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama cerita rakyat itu?”, atau “ada berapa orang pelaku dalam cerita rakyat itu?”, atau siapakah tokoh pratagonis dan antagonis dalam cerita itu?”, dan sebagainya. Watak, perwatakan dan karakter, menunjukan pada sikap dan sifat para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Penokohan


(49)

dan karakterisasi, kareakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita.

Tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya sastra dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan tinjauan, seorang tokoh dapat saja dikategorikan ke dalam beberapa jenis penamaan sekaligus, misalnya sebagai tokoh utama-protagonis- berkembang-tipikal, adapun jenis-jenis tokoh cerita tersebut adalah :

a. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus menerus sehingga terus mendominasi sebagai besar cerita, dan sebaliknya, ada tokoh yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun mungkin dalam porsi penceritaan yang relatif pendek. Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama (central character, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita yang bersangkutan.

b. Tokoh Protagonis dan Antagonis

Jika dilihat dari peran tokoh-tokoh dalam perkembangan plot dapat dibedakan adanya tokoh utama dan tokoh tambahan, dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh protagonis dan


(50)

antagonis. Membaca sebuah karya sastra , pembaca sering mengidentifikasikan diri dengan tokoh tertentu, memberikan simpati dan simpati melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh tersebut. Tokoh yang disikapi demikian oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis (alterband dan lewis dalam nurgiyantoro, 2001 : 178).

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang mendahulukan norma-norma, nilai-nilai yang ideal bagi kita. Demikian pula sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang menampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan pandangan kita, tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang tidak ideal bagi kita.

c. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat

Berdasarkan perwatakannya, tokoh cerita dapat dibedakan ke dalam tokoh sederhana (simple atau flat character)dan tokoh kompleks atau tokoh bulat(complex atau round character). Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak yang tertentu saja. Sebagai seorang tokoh manusia, ia tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya. Dan tokoh bulat atau komleks adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya.

Setelah membaca dan memahami cerita rakyat Keramat Kuda dapat diketahui watak dan perwatakan sebagai berikut :


(51)

1. Watak atau Tokoh Cerita

Tokoh utama dari cerita rakyat Keramat Kuda adalah Ramli karena tokoh ini adalah tokoh yang paling banyak diceritakan dalam cerita rakyat tersebut. Mulai dari awal cerita sampai akhir cerita, fokus cerita lebih banyak ditujukan pada Ramli.

Sedangkan tokoh sederhana dalam cerita rakyat Keramat Kuda adalah tokoh Tuan Syekh Maulana Maghribi. Tokoh ini merupkan tokoh yang tidak diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya.

Dan tokoh bulat dalam cerita rakyat Keramat Kuda adalah Datok Pao. Tokoh ini memiliki kapasitas yang hampir sama dengan tokoh Ramli, namun porsinya lebih sedikit dibandingkan dengan tokoh Ramli, tokoh ini juga merupakan tokoh yang banyak diceritakan dalam cerita rakyat tersebut, namun fokus cerita lebih ditunjukan pada Ramli, tokoh ini lebih banyak mengungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya.

2. Perwatakan atau Penokohan

Tokoh cerita dalam cerita rakyat Keramat Kuda terdiri dari tiga yaitu Ramli, Datok Pao dan Tuan Syekh Maulana Maghribi. Adapun perwatakan dari ketiga tokoh ini adalah :


(52)

a. Ramli

Ramli adalah tokoh yang memiliki sifat penyayang. Hal ini terlihat ketika ia mengurus kuda putih milik Datok Pao yang penuh kasih sayang dalam mengurus kuda putih tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Ramli sangat sayang pada Siputih (panggilan kuda putih), setiap pagi ia menggosok-gosok dan mengelus-elus Siputih dan mengajaknya berbicara seperti manusia. Sepertinya Siputih mengerti semua perkataan Ramli, kuda itu tersenyum dan menggoyang- goyangkan kepalanya penuh menja mendengar ucapan Ramli. Sebagai tanda sayang dan cintanya kepada ramli putih selalu menjilat-jilat wajah Ramli”.

Selain penyayang, Ramli juga adalah seorang pemuda yang tahu cara berterima kasih dan rasa hormat yang tinggi pada Gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi. Dimana iya mengurus kebutuhan orang tua agung itu dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Sejak hari itu Ramli belajar dan mengurus kebutuhan orang tua agung dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Iya selalu dibawa orang tua bijak itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu negeri ke negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.

Rasa cinta dan hormat itu juga ditunjukan ramli pada kutipan cerita berikut :

“Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat kedepan menghadang kuda, jangan sampai menabrak gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi yang sangat dicintai dan dihormatinya”.


(53)

b. Datok Pao

Datok Pao adalah tokoh yang memilki sifat kikir dan kejam. Sifat kikir dan kejamnya itu terlihat ketika ia memperlakukan para pembantunya dengan sangat tidak selayaknya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil”.

Selain sifat kikir dan kejam, tokoh Datuk Pao juga digambarkan sebagai tokoh yang sombong dan angkuh. Kesombongan dan keangkuhannya dapat dilihat ketika ia menunggang kuda putih miliknya itu, dengan rasa sombong dan angkuh dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dan tidak mau minggir ketika ia ingin lewat. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli oraang itu anak-anak atau pu yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan Siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung mengkudu sangat membencinya, da bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.

c. Tuan Syekh Maulana Maghribi

Tuan Syekh Maulana Maghribi adalah tokoh yang memiliki sifat penuh kasih sayang dan rendah hati. Kasih sayang dan kerendahan hatinya itu terlihat ketika ia menolong ramli. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :


(54)

“Ramli berteriak minta ampun,” ampun hamba Datok, hamba bersalah, sebab kesalahan hamba siputih sakit, ampunkan hamba Datok.”

“Mendengar teriakan itu seorang tua bertubuh tinggi semampai memiliki wajah lembut putih bersih penuh kasih sayang, berpakaian jubah putih keluar dari dapur membawa setempurung air”.

“Dengan suara lembut penuh kasih sayang orang tua bijak itu berkata, ”sudahlah anakku, engkau aman disini, sekarang minumlah air putih ini, baru engkau bercerita apa sebabnya engkau sampai seperti ini”.

“Sebelum meminum air putih pemberian orang tua bijak itu, ramli mengucapkan terima kasih terlebih dahulu, kemudian dia membaca bismillah barulah dia minum air itu sampai habis”.

“Ramli menceritakan kejadian yang dialaminya pagi tadi, kemudian bertanya kepada orang tua bijak tersebut, mengapa dia sampai ada dipondok ini”.

“Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan orang tua bijak menceritakan bahwa allah telah mengatur pertemuan Ramli dengannya”. “Alhamdulillah, hamba baru kembali menyiarkan ajaran Rasulullah dikerajaan Bedagai, dengan izin Allah hamba melintas didepan Istana Datok Pao, dengan mata hati, hamba melihat keadaanmu yang penuh penderitaan, rindu sentuhan kasih sayang, kita berjodoh, maka hamba memutuskan membawa engkau ke gubuk hamba yang buruk ini”.

“Mendengar tutur lembut penuh kasih sayang dan tatapan mata penuh wibawa orang tua itu, tahulah ramli bahwa ia berhadapan dengan orang tua bijak yang sangat terkenal, Tuan Syekh Mulana Maghribi yang berhati lembut penuh kasih sayang, hampir semua orang merindukan pertemuan dengan mengharapkan bimbingan serta petunjuk dari beliau”.

Selain memiliki sifat penuh kasih sayang dan sabar, Tuan Syekh Maulana Maghribi juga memiliki sifat pembimbing, sifat itu ditunjukan kepada Ramli, dimana Ramli dibimbing untuk mejadi orang yang kelak dikasihi Allah. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Tuan Syekh Maulana Maghribi tersenyum penuh kasih sayang, dibangkitkannya ramli dan mengajak ramli mengangkat tangan sembari berdoa memohon Ridho Allah”.


(55)

itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu negeri ke negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing Ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.

Demikian lah paparan watak dan perwatakan dalam cerita rakyat keramat kuda. Berdasarkan paparan tersebut terlihat bahwa watak atau tokohnya hanya tiga orang. Yaitu Ramli, Datok Pao dan Tuan Syekh Maulana Maghribi yang digambarkan dengan baik karena watak ketiga tokoh tersebut sangat hidup layaknya manusia dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pula dengan perwatakannya yang digambarkan oleh pengarang seperti sifat dan prilaku manusia dalam kehidupan yang nyata pada zamannya.

4.2 Nilai-Nilai Sosiologis Cerita Keramat Kuda

4.2.1 Sifat Kikir dan Kejam

Dalam cerita Keramat Kuda, sifat kikir dan kejam Datok Pao kepada pembantu dan penduduk desa mengkudu begitu jelas, akibatnya pembantu dan penduduk sekitar sangat membenci Datok Pao. Hal ini dapat terlihat pada kutipan cerita berikut :

“Walaupun Datok Pao sangat kaya namun dia memiliki sifat kikir, sombong, kejam dan angkuh. Hampir setiap hari ada saja pembantunya berhenti, disebabkan tidak tahan menerima caci maki serta pukulan Datok Pao yang ringan mulut dan ringan tangan, sementara upah yang diberikan sangat kecil”.


(56)

Kekejaman Datok Pao juga terlihat pada ramli pengurus kuda milik Datok Pao, Datok Pao tak segan-segan menendang ramli kerana sifat ringan tangan Datok Pao. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.

“Datok Pao terkejut melihat keadaan siputih, langkahnya lamban, matanya merah berair, hidungnya mengeluarkan lendir dan tubuhnya panas tinggi. “Hei, budak celaka, kenapa Siputih?”, bentaknya dengan suara kasar. Ramli menjawab dengan ketakutan, “Siputih, siputih sakit Datok.” “Sakit? Kenapa dia sakit, apa tak kau urus?” sergahnya kasar, sambil mendekati Ramli dan melayangkan tangannya yang besar ke pipi ramli”.

“Menerima tamparan itu ramli tersungkur, pipinya merah, bibirnya pecah berdarah. “Ampun, ampunkan hamba Datok,” mohon Ramli dengan suara kesakitan”.

“Tanpa merasa kasihan, dengan barangnya Datok Pao menendang Ramli, kemudian melemparkannya keluar istana. Ramli pingsan, melihat itu Datok Pao meninggalkannya”.

4.2.2 Sifat Sombong dan Angkuh

Dalam cerita Keramat Kuda ini, sifat sombong dan angkuh juga dimiliki Datok Pao, sifat ini terlihat ketika Datok Pao berkendara atau menunggangi kuda putih miliknya itu. Hal ini dapat terlihat pada kutipan cerita berikut :

“Salah satu perbuatan Datok Pao yang sangat dibenci masyarakat adalah jika Datok Pao sedang mengendarai Siputih, dia akan menabrak siapa saja yang berpapasan dengannya, tak peduli oraang itu anak-anak atau pu yang sudah lanjut usia. Bila orang yang ditabraknya itu melawan, tak urung ia akan mengentikan siputih dan langsung mengajak orang itu berkelahi, itu sebabnya maka penduduk kampung mengkudu sangat membencinya, da bila mereka berpapasan dengan nya, maka akan segera menghindar atau menjauh”.


(57)

Sifat sombong dan angkuhnya ini tidak terlepas dari kekutan atau ilmu yang dimilki Datok Pao, sehingga penduduk sekitar tidak ingin berurusan dengan Datok Pao. Kekuatan datok pao terdapat pada kaca mata hitam nya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Datok Pao belum pernah terkalahkan dalam perkelahiannya, konon kekuatan terletak pada kaca mata hitam yang selalu dikenakannya, bila ia menggunakan kaca mata itu, dia akan menjadi sakti mendera guna, tidak dapat ditembus oleh senjata apapun”.

4.2.3 Kasih Sayang

Dalam cerita Keramat Kuda ini, kasih sayang yang diberikan oleh Ramli kepada Kuda Putih begitu tampak jelas. Kasih sayangnya terlihat dari bagaimana Ramli merawat Kuda Putih tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut:

“Ramli sangat sayang pada Siputih (panggilan kuda putih), setiap pagi ia menggosok-gosok dan mengelus-elus Siputih dan mengajaknya berbicara seperti manusia. Sepertinya Siputih mengerti semua perkataan Ramli, kuda itu tersenyum dan menggoyang- goyangkan kepalanya penuh menja mendengar ucapan Ramli. Sebagai tanda sayang dan cintanya kepada Ramli putih selalu menjilat-jilat wajah Ramli”.

Kasih sayang itu juga diperlihatkan oleh Kuda Putih kepada Ramli ketika Ramli sedang sakit. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Putih tau bahwa Ramli sedang sakit, dengan kasih naluri binatangnya, dijilatnya kening dan seluruh tubuh Ramli, Ramli merasakan kehangatan mengalir dari lidah Siputih yang menawarkan rasa sakit serta mengalirkan rasa cinta kasih sayang dari seorang sahabat yang selama ini tak pernah diperolehnya dari siapapun”.

“Kasih sayang yang ditunjukan Siputih, merupakan obat penawar penyakit Ramli, dengan seketika Ramli merasa dirinya telah sembuh, sebagai ungkapan terima kasihnya kepada Siputih, dipeluknya kepala Siputih sembari mencium Siputih sambil menangis haru”.


(58)

Melihat cerita diatas dapat diketahui bahwa Ramli dan Kuda Putih saling menyayangi.

4.2.4 Nasihat

Dalam cerita Keramat Kuda ini, rasa patuh akan nasehat orang yang lebih tua ditunjukkan oleh Ramli kepada Gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Tuan Syekh Maulana Maghribi tersenyum penuh kasih sayang, dibangkitkannya Ramli dan mengajak Ramli mengangkat tangan sembari berdoa memohon Ridho Allah”.

“Sejak hari itu ramli belajar dan mengurus kebutuhan orang tua agung dengan tulus ikhlas penuh pengabdian. Iya selalu dibawa orang tua bijak itu, untuk menyiarkan ajaran Rasulullah dari satu negeri ke negeri lain. Orang tua bijak itu membimbing ramli agar bersikap rendah hati, jangan sombong, menghormati adat istiadat yang berlaku dinegeri orang, bersikap welas asih, yang tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah”.

Nasehat juga diberikan orang tua bijak kepada penduduk sekitar yang melihat kejadian dimana Datok Pao dan Kuda Putih tewas. Hal ini dapat dilihat pada kutipan cerita berikut :

“Kemudian orang tua bijak itu memberi wejangan kepada yang hadir bahwa, dalam hidup ini kita harus saling kasih mengasihi antara sesama makhluk hidup. Jalan merupakan transportasi umum, janganlah berbuat sesuka hati, misalnya dijalanan kita berkendara haruslah menghargai pemakain jalan lainnya, jangan berkendara sangat cepat karena dapat mengganggu orang lain”.

“Hargai yang lebih tua dari kita, misalnya walau kita mengendarai kendaraan super hebat, jangan sombong itu semua pinjaman dari Tuhan, dari itu jika bertemu dengan orang tua dijalan hendaknya kita bertutur sapa, bersopan santun dengan cara memberi tumpangan atau bertegur sapa”.


(59)

4.2.5 Balas Budi

Dalam cerita Keramat Kuda, Ramli dengan rasa hormatnya ingin membalas budi kepada Tuan Syekh Maulana Maghribi yang mana dengan rela membahayakan dirinya sendiri demi menyelamatkan gurunya. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Dari jauh Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang berbaju putih itu untuk menabraknya”.

“Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat kedepan menghadang kuda, jangan sampai menabrak gurunya Tuan Syekh Maulana maghribi yang sangat dicintai dan dihormatinya”.

4.2.6 Sabar dan Tabah

Dalam cerita keramat kuda, ramli juga memiliki sifat penyabar dan tabah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan cerita berikut :

“Sore harinya ketika Datok Pao mau melakukan kegiatan berjalan keliling kampung, dia menyuruh ramli mengeluarkan putih. Ramli ke istal mengeluarkan putih dan membawanya ke Datok Pao”.

Datok Pao terkejut melihat keadaan siputih, langkahnya lamban, matanya merah berair, hidungnya mengeluarkan lendir dan tubuhnya panas tinggi”. “Hei, budak celaka, kenapa siputih?”, bentaknya dengan suara kasar. Ramli menjawab dengan ketakutan, “Siputih, siputih sakit datok.” “Sakit? Kenapa dia sakit, apa tak kau urus?” sergahnya kasar, sambil mendekati Ramli dan melayangkan tangannya yang besar ke pipi ramli”.

“Menerima tamparan itu Ramli tersungkur, pipinya merah, bibirnya pecah berdarah. “Ampun, ampunkan hamba Datok,” mohon Ramli dengan suara kesakitan”.

Tanpa merasa kesihan, dengan barangnya Datok Pao menendang Ramli, kemudian melemparkannya keluar Istana. Ramli pingsan, melihat itu Datok Pao meninggalkannya”.


(60)

Dari kutipan – kutipan cerita diatas, kita dapat mengambil banyak pelajaran bagi kehidupan bermasyarakat. Dimana sifat buruk dari cerita tersebut harus dapat dipahami dan dijadikan pembelajaran dalam ruang lingkup kehidupan.


(61)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Sesuai dengan permasalahan yang telah disampaikan pada cerita Keramat Kuda, dimana pada cerita ini menggambarkan prilaku atau watak Datok Pao sebagai tokoh sombong dan angkuh yang tidak disukai masyarakat mengkudu karena kesombongannya tersebut. Cerita ini banyak mengandung nilai-nilai sosiologis yang masih diingat oleh masyarakat desa Mata Pao.

Keramat Kuda sebagai warisan budaya yang disampaikan dari mulut ke mulut, masih diingat sampai sekarang di daerah Mata Pao kabupaten Serdang Bedagai dan telah dijadikan sebagai cagar budaya oleh pemerintah karena masih memiliki hubungan yang erat pada masyarakat Serdang Bedagai.

Setelah menganalisis cerita rakyat Keramat Kuda, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hubungan sastra dengan sosiologi sangat erat, karena sastra lahir dari masyarakat dan untuk masyarakat. sosiologi dan sastra mempunyai objek yang sama, yakni sastra dan sosiologi berurusan dengan masyarakat.

2. Menganalisis hubungan karya sastra dengan menggunakan pendekatan diluar karya sastra (dari sudut ekstrinsik), maka tidak terlepas dari unsur – unsur intrinsiknya. Setidaknya membahas unsur – unsur yang dianggap dominan sebagai tolak dasar tinjauan.


(62)

3. Tema cerita rakyat Keramat Kuda ini adalah “kesombongan dan keangkuhan”.

4. Alur yang digunakan dalam cerita rakyat keramat kuda adalah alur maju yaitu pemaparan cerita dari awal sampai disajikan secara berurutan tanpa menggunakan sorot balik.

5. Latar yang digunakan dalam cerita rakyat Keramat Kuda adalah latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

6. Perwatakan dalam cerita ini terdiri dari tokoh utama yaitu Ramli sebagai tokoh utama, Datok Pao sebagai tokoh bulat dan Tuan Syekh Maulana Maghribi sebagai tokoh sederhana. Ramli digambarkan sebagai tokoh yang penyayang. Datok Pao digambarkan sebagai tokoh yang kikir, sombong, kejam dan angkuh. Dan Tuan Syekh Maulana Maghribi digambarkan sebagai tokoh yang penuh kasih sayang dan rendah hati. 7. Nilai- nilai sosiologis dalam cerita ini adalah sifat kikir dan kejam, sifat

sombong dan angkuh, kasih sayang, nasihat, balas budi, dan sabar dan tabah.

5.2 Saran

Banyak hal tidak terpikirkan oleh kita tentang eksistensi karya sastra lama terlebih – lebih sastra rakyat ditengah – tengah kehidupan masyarakat. boleh disebut hal – hal yang pernah terpikirkan itu adalah kesalahan pada diri kita secara disadari atau tidak disadari. Mengapa demikian? Karena kebanyakan orang beranggapan, karya sastra seperti cerita rakyat (mite, legenda dan dongeng) hanya


(63)

hiburan semata, penuh peristiwa yag irasional dan banyak lagi alasan yang maknanya setingkat dengan itu. Akibatnya kita tidak pernah ingin tahu dan mengetahui apa manfaat yang sebenarnya. Padahal sastra rakyat itu banyak yang bernilai kehidupan. Untuk itu, penulis menyarankan agar ditingkatkan upaya mengangkat kembali cerita – cerita rakyat yang menurut penulis dapat ditempuh melalui menuliskan kembali cerita rakyat tersebut ke dalam sebuah buku oleh orang yang mengetahuinya, membahas atau meninjau cerita itu dengan ilmu sastra ataupun diluar ilmu sastra guna mendapatkan nilai – nilai yang terkandung dalam karya tersebut.


(1)

tua dihormati yang muda disayangi, dan ringan tangan dalam memberi bantuan pada orang yang memerlukan bantuan, agar kelak Ramli dikasihi Allah.

Suatu hari diperjalanan, ketika mereka kembali dari menyiarkan ajaran Rasulullah, samar-samar diujung jalan mereka melihat seorang gemuk berkaca mata hitam, dipinggangnya tergantung pedang panjang mengendarai kuda putih dengan kecepatan luar biasa hingga menyebabkan banyak debu berterbangan diudara.

Biasanya setiap orang yang melihat pengendara kuda itu, mereka akan menepi, untuk menghindar dari pengendara kuda yang sangat mereka benci Datok Pao namanya. Datok Pao mempunyai sifat sombong, angkuh, kejam da tidak pernah menghargai orang lain.

Dari jauh Datok menatap heran pada dua orang berpakaian putih yang tidak mau menepi, dengan marah dia memacu kudanya kearah keduan orang berbaju putih itu untuk menabraknya.

Untuk menjaga keselamatan gurunya dengan sigap Ramli melompat kedepan menghadang kuda, jangan sampai menabrak gurunya Tuan Syekh Maulana Maghribi yang sangat dicintai dan dihormatinya.

Disaat akan terjadi benturan, tiba-tiba Siputih yang tidak pernah melupakan Ramli memutar arah 180 derajat kebelakang, mengakibatkan kaca mata Datok Pao tercampak jatuh dan pecah mengenai batu. Menerima keadaan itu Datok Pao marah, iya melompat dari punggung Siputih sembari mencabut pedang dan menebaskannya kearah leher Ramli, untuk menghindarkan Ramli dari sabetan


(2)

pedang Datok Pao, Siputih mengangkat kedua kaki depannya dan menerkam Datok Pao. Pedang Datok Pao mengoyak perut Siputih, hingga mengakibatkan Siputih tewas dan Datok Pao meninggal dengan kepala pecah terkena terjangan Siputih. Melihat kejadian itu ramli melompat memeluk tubuh Siputih dan menangis sekuat-kuatnya.

Orang yang tadinya menjauh, berdatangan dengan wajah sedih dan penuh simpati kepada Siputih. Orang tua bijak Tuan Syekh Maulana Maghribi menatap kejadian itu dengan wajah penuh kasih sayang dan berwibawa sembari mengucapkan, “Innalillahi Wa Inna lllahi Raji’un. Dari Allah kembali kepada Allah. Binatang tahu balas budi mudah-mudahan dia menjadi binatang penghuni surga kelak.”

Kemudian orang tua bijak itu memberi wejangan kepada yang hadir bahwa, dalam hidup ini kita harus saling kasih mengasihi antara sesama makhluk hidup. Jalan merupakan transportasi umum, janganlah berbuat sesuka hati, misalnya dijalanan kita berkendara haruslah menghargai pemakain jalan lainnya, jangan berkendara sangat cepat karena dapat mengganggu orang lain.

Hargai yang lebih tua dari kita, misalnya walau kita mengendarai kendaraan super hebat, jangan sombong itu semua pinjaman dari Tuhan, dari itu jika bertemu dengan orang tua dijalan hendaknya kita bertutur sapa, bersopan santun dengan cara memberi tumpangan atau bertegur sapa.


(3)

kuda putih yang kaku. Kemudian Ramli, orang tua bijak itu dan masyarakat yang menyaksikan kejadian itu menggali lubang untuk tempat peristirahatan Siputih ditepi jalan dekat kejadian tragis itu. Selesai mengubur siputih mereka beramai-ramai membawa mayat Datok Pao untuk diserahkan kepada keluarganya di Istana duka. Tempat tewasnya Datok Pao dan Siputih sekarang disebut desa Mata Pao, sementara kuburan Siputih binatang yang tahu membalas budi itu, sampai sekarang terawat bersih yang dinamakan masyarakat sekitar dengan sebuatan Keramat Kuda.

Saat sekarang ini masyarakat setempat masih mengenang kuda putih tersebut, dengan memperbaiki dan membesarkan area keramat kuda tersebut. Sampai saat ini Keramat Kuda tersebut telah direnovasi sebanyak lima kali, kebanyakan orang yang merenovasi keramat kuda tersebut adalah orang-orang yang memohon doa di Keramat Kuda tersebut, dan secara kebetulan atau tidak doa orang-orang tersebut terkabulkan, bukan hanya merenovasi Keramat Kuda itu saja, orang-orang yang doanya terkabul sering bernajar akan menyembelih kambing dan sapi untuk dibagi-bagi kan kepada masyarakat di lingkungan keramat kuda. Tidak hanya itu saja ritual yang dilakukan, ada pula ritual lempar koin yang masih sering dilakukan oleh pengemudi motor maupun mobil yang melintas didepan Keramat Kuda, tujuannya adalah agar sang pengemudi diberi keselamatan dan di jauhkan dari segala bahaya dalam perjalanannya.


(4)

Lampiran 2

Daftar nama – nama informan :

1. Nama : Karman Umur : 60 Tahun J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Petani

2. Nama : Tambunan Umur : 61 Tahun J. Kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Pedagang

3. Nama : Supriadi

Umur : 57 Tahun

J. Kelamin : Laki - laki

Pekerjaan : Petani dan Buruh


(5)

Pekerjaan : Pegawai Perkebunan

5. Nama : M. Syafei Hrp

Umur : 40 Tahupn

J. Kelamin : Laki – laki

Pekerjaan : PNS


(6)

Lampiran 3