Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J.Syahban: Analisis Sosiologi sastra

(1)

NILAI-NILAI SOSIOLOGI DALAM NOVEL

ASA, MALAIKAT MUNGILKU KARYA ASTUTI J. SYAHBAN

ANALISIS SOSIOSASTRA

SKRIPSI

Oleh :

Reza Fadlansyah

NIM : 070701016

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS IlMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Mei 2012

Reza Fadlansyah Nim 070701016


(3)

Novel Asa, Malaikat mungilku

Karya Astuti J. Syahban Analisis Sosiosastra

Abstrak

Karya sastra yang tercipta merupakan proses kreatifitas dari seorang pengarang terhadap kenyataan hidup social pengarangnya. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat melalui proses kreatifitas pengarang terhadap realita kehidupan social. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk proses sosial yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis telah menelaah novel tersebut dan telah menerapkan teori structural dan teori sosiologi sastra untuk mencari hubungan antara struktur karya sastra dengan bentuk proses sosial yang meliputi kerja sama, komunikasi sosial dan kontak sosial. Dan struktur pembangun krya sastra yang meliputi penokohan, alur, latar dan tema. Manfaat pengkajian ini untuk memperkaya pengapresiasian karya sastra Indonesia. Dapat memahami bentuk-bentuk proses sosial yang terdapat dalam novel tersebut. Metode yang digunakan adalah metode membaca heuristik dan hernmeneutik. Kerja sama dalam novel Asa, Malaikat Mungilku dapat kita lihat usaha yang dilakukan para keluarga dan sahabat untuk membantu proses penyembuhan penyakit yang diderita Asa, yaitu penyakit lupus. Penyakit ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya.


(4)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT karena atas kasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari dari awal sampai akhir penyelesaian skripsi ini mengalami kesulitan-kesulitan yang luar biasa disebabkan kurangnya kemampuan, pengetahuan, pengalaman dan bahan penulis.

Skripsi ini berjudul Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. syahban: Analisis Sosiologi sastra. Skripsi ini diajukan guna memenuhi salah satu syarat dalam mendapat gelar sarjana bidang ilmu sastra di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. kedua orangtuaku, dan abangku terima kasih penulis ucapkan buat setiap doanya, materi, semangat, nasehat dan kasih sayang yang selalu penulis dapatkan.

2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si. Sebagai ketua jurusan Departemen Sastra Indonesia.

4. Bapak Drs. D. Syahrial Isa, SU. sebagai dosen pembimbing I dan Bapak Drs. Gustaf Sitepu, M.hum. sebagai dosen pembimbing II, terimakasih penulis ucapkan karena banyak memberi petunjuk dan masukan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh dosen pengajar, khususnya bapak Haris Sutan Lubis yang mau menjadi sahabat sekaligus dosen favorit di Fakultas Ilmu Budaya.


(5)

karena namanya tidak dapat dituliskan di sini karena takut kebanyakan, tapi percayalah kalau nama kalian selalu ada di hatiku.

7. Untuk stambuk 2008, 2009 terima kasih penulis ucapkan yang senantiasa memberi sindiran motivasi agar penulis cepat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada panitia olahraga futsal Sasindo beserta para anggota-anggotanya. Terima kasih penulis ucapkan karena sudah rela membagi waktu untuk bermain futsal bersama-sama dengan penulis. Untuk menjaga kesehatan dan stamina penulis sehinnga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Muda-mudahan skripsi ini berguna bagi pembaca dan dapat membangkitkan minat untuk membicarakan ilmu sastra lebih dalam lagi.


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………. i

Daftar Isi ……….. iii

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang dan Masalah ………. 1

1.1.1 Latar Belakang ………... 1

1.1.2 Masalah ……….. 6

1.2 Batasan Masalah ………... 6

1.3 Tujuan dan manfaat penelitian ……….. 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ………. 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep ……….. 8

2.2 Landasan Teori ………. 11

2.3 Tinjauan Pustaka ……….. 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Pengumpulan Data ……….. 17

3.11 Metode Penelitian ………... 17

3.1.2 Bahan Analisis ………... 18

3.2 Sinopsis ………. 19

BAB IV PROSES SOSIAL DALAM NOVEL ASA,MALAIKAT MUNGILKU 4.1 Pendekatan Struktural ………... 22


(7)

4.13 Latar ………... 35 4.1.4 Tema ……….. 37 4.2 Bentuk – bentuk Proses sosial dalam novel Asa, Malaikat Mungilku ….. 39 4.2.1 Kerjasama ……….. 39 4.2.2 Komunikasi Sosial ………. 41 4.2.3 Kontak Sosial ………. 43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ………. 46 5.2 Saran ……… 47 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Novel Asa, Malaikat mungilku

Karya Astuti J. Syahban Analisis Sosiosastra

Abstrak

Karya sastra yang tercipta merupakan proses kreatifitas dari seorang pengarang terhadap kenyataan hidup social pengarangnya. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat mencerminkan zaman serta situasi yang berlaku dalam masyarakat melalui proses kreatifitas pengarang terhadap realita kehidupan social. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan tujuan memperoleh gambaran bagaimana bentuk-bentuk proses sosial yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis telah menelaah novel tersebut dan telah menerapkan teori structural dan teori sosiologi sastra untuk mencari hubungan antara struktur karya sastra dengan bentuk proses sosial yang meliputi kerja sama, komunikasi sosial dan kontak sosial. Dan struktur pembangun krya sastra yang meliputi penokohan, alur, latar dan tema. Manfaat pengkajian ini untuk memperkaya pengapresiasian karya sastra Indonesia. Dapat memahami bentuk-bentuk proses sosial yang terdapat dalam novel tersebut. Metode yang digunakan adalah metode membaca heuristik dan hernmeneutik. Kerja sama dalam novel Asa, Malaikat Mungilku dapat kita lihat usaha yang dilakukan para keluarga dan sahabat untuk membantu proses penyembuhan penyakit yang diderita Asa, yaitu penyakit lupus. Penyakit ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkannya.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan gambaran dari kehidupan sosial masyarakat. Karya sastra yang baik menpunyai sifat yang memuat kebenaran-kebenaran hakiki yang selalu ada (Sumardjo dan Saini K.M, 1991:9). Suatu kecenderungan dalam perkembangan karya sastra Indonesia adalah nilai budaya daerah, bahasa daerah, maupun bahasa asing dalam karya sastra. Ilmu sastra menunjukkan keistimewaan, mungkin juga keanehan yang tidak dapat kita lihat pada banyak cabang ilmu pengeyahuan lain, yaitu bahwa objek utama penelitiannya tidak tentu, malahan tidak karuan. Banyak usaha yang dilakukan sejauh ini untuk mengetahui sastra secara hakiki, hal ini terlihat dari usaha dalam memberi batasan dengan pendekatan yang berbeda-beda. Tetapi batasan apapun yang diberikan ilmuwan ternyata diserang, ditentang dan diasingkan karena terbukti tidak kesampaian karena hanya menekankan satu atu beberapa aspek saja, dan ternyata hanya berlaku untuk sastra tertentu.

Damono (2002 : 1) menyatakan bahwa karya sastra diciptakan sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah masyarakat, dia terikat oleh stasus sosial tertentu. Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Bagaimanapun juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang, yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau masyarakat.


(10)

kemudian dituangkanya ke dalam sebuah karya sastra. Pada dasarnya, karya sastra mengungkapkan persoalan kehidupan manusia. Dalam hal ini, seorang pengarang sangat membutuhkan pengetahuan tentang sosiologi untuk memecahkan masalah yang ada di dalam karyanya. Sastra dan sosiologi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena memiliki objek yang sama yaitu masyarakat.

Albrecht (dalam Ratna, 2003: 82) mengatakan bahwa karya sastra cara komunikasi antarperson. Aparatus interaksi sosial, yang keberadaannya harus dinilai melalui sistem antar hubungan peranan. Variasi memainkan peranan yang penting dan khas dalam hal sastra lisan, yang biasanya tidak diselamatkan dalam bentuk tulisan. Barangkali sastra bukanlah komunikasi yang biasa, dan mempunyai banyak segi yang aneh dan luar biasa kalau di bandingkan dengan tindak komunikasi lain. Tetapi pemahaman gejala ini yang sesuai dan tepat tidak mungkin tanpa memperhatikan aspek komunikatifnya.

Salah satu karya sastra yang paling terkenal adalah novel. Novel merupakan hasil cipta seorang pengarang akan pengalaman kehidupannya dan juga bentuk-bentuk kehidupan masyarakat. Berbagai aspek kehidupan masyarakat yang mengungkapkan berbagai perasaan di dalamnya misalnya latar belakang kehidupan masyarakat menjadi dasar dalam penciptaan sebuah karya sastra. Pengarang dapat menimbulkan respon emosi yang dapat berasal dari diri pengarang sendiri tetapi bisa juga dari pembaca berupa kekecewaan, kemarahan, dan sebagainya yang merupakan penilaian pembaca terhadap cerita yang disuguhkan oleh pengarang.

Sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakatnya,sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala-gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.Perbedaanya, apabila sosiolog melukiskan kehidupan manusia dan


(11)

secara subjektif dan evaluatif.sastra juga memanfaatkan pikiran, intelektualitas, tetapi tetap didominasi oleh emosionalitas. Sampai saat ini, penelitian sosiologi lebih banyak memberikan perhatian pada sastra nasional, sastra modern, khususnya mengenai novel. Dikaitkan dengan masyarakat sebagai latar belakang proses kreatif, masalah yang menarik adalah kenyataan bahwa masyarakat berada dalam kondisi yang berubah dinamis.

Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi di sekitarnya.

Kenyataan yang ada dalam sosiologi bukanlah kenyataan objektif, tetapi kenyataan yang sudah ditafsirkan, kenyataan sebagai konstruksi sosial. Alat utama dalam menafsirkan kenyataan adalah bahasa sebab bahasa merupakan milik bersama, di dalamnya terkandung persediaan pengetahuan sosial. Apalagi dalam sastra, kenyataan interpretatif subjektif sebagai kenyataan yang di ciptakan. Kesusasteraan Indonesia saat ini tidak sedikit yang membicarakan tentang proses sosial, karena proses sosial merupakan bagian dari kehidupan dalam bermasyarakat. Baik itu kerja sama, komunikasi, kontak sosial dan sebagainya.

Objek kajian penelitian ini adalah novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban yang diterbitkan pada 2009. banyak novel yang telah dicetak lalu diterbitkan karena minat pembaca yang begitu besar akan novel tersebut. Astuti J. Syahban lahir di Solo 12 Agustus 1971.Dalam novel Asa, Malaikat Mungilku, Astuti J. Syahban berhasil meenunjukkan kepada pembaca bahwa seorang anak perempuan yang masih kecil begitu mempunyai semangat yang kuat meskipun anak itu terkena penyakit yang mematikan, dia


(12)

dapat menyembuhkannya. Lupus diartikan dalam ilmu medis adalah srigala, dan penyakit lupus ini secara perlahan-lahan menghancurkan tubuh Asa. Tapi karena keluarga sangat menginginkan si anak(Asa) untuk sembuh maka mereka bertanya-tanya kepada siapa saja dan kepada dokter atau orang yang tahu tentang penyakit lupus. Pada akhirnya keluarga mereka mendapat informasi bahwa ada seorang dokter khusus untuk penyakit lupus yang berada di Yogyakarta dan mereka pun berangkat ke sana. Kemudian Dokter memberi obat berupa Prednison kepada Asa dengan dosis yang telah ditentukannya. Betapa mengerikannya penyakit ini hingga semua organ tubuh Asa nyaris diserang. Dia hanya bisa menaruh harap di atas kebesaran Tuhan untuk kesembuhannya. Namun takdir menunjukkan kekuasaanya bahwa Asa harus meninggal dunia di usianya yang masih tujuh tahun.

Pembaca yang membaca novel tersebut akan merasakan bagaimana penderitaan si anak (Asa) memiliki penyakit seperti lupus tersebut. Apalagi diketahui bahwa penyakit itu belum ada obat yang dapat menyembuhkannya.

Bukan pertama kali ditemukan novel yang bercerita tentang penyakit, tetapi dari zaman sebelum orde baru sudah dikisahkan bahwa ada jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Penyakit dalam novel Orang-Orang Buangan karya Subagio Sastrowardayo yang berkisah tentang penyakit Sampar di tahun 60-an yang belum dapat diobati. Apalagi jenis penyakit dalam novel Orang-Orang Buangan itu menular dan telah banyak merenggut nyawa masa itu. Penyakit tersebut di zaman sekarang dikenal dengan diare yang berakibat muntaber (muntah berak).

Berdasarkan uraian tersebut, jelas bahwa novel berkisah tentang pengalaman manusia yang ada di dalam kehidupannya. Novel merupakan cerminan masyarakat zamannya. Oleh karena itu, Penelitian ini menitikberatkan pada gambaran proses sosial yang terdapat dalam


(13)

Oleh karena itu, kisah ini sangat menarik untuk diteliti dan dianalisis secara sosiologi sastra dengan memandang unsur intrinsik dan ekstrinsik, maupun nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat dalam novel tersebut. Penelitian ini akan sangat menarik mengingat perjuangan dan semangat seorang anak kecil yang menderita penyakit mematikan untuk terus bertahan melanjutkan hidup dan proses sosial sosial yang terdapat dalam novel tersebut. Hal inilah yang membuat peneliti merasa yakin bahwa penelitian ini layak diangkat.

1.1.2 Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian ini maka pokok permasalahan yang akan dibicarakan adalah:

1) Bagaimanakah struktur yang membangun karya sastra yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku.?

2) Bagaimanakah bentuk proses sosial yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku.?

1.2 Batasan Masalah

Pembahasan sebuah karya sastra akan mengalami kesulitan jika tanpa batasan masalah karena dikhawatirkan peneliti akan menyimpang dari tujuan yang yang akan dicapai. Batasan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk-bentuk proses sosial yang meliputi kerjasama, komunikasi sosial dan kontak sosial dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban.


(14)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Menjelaskan struktur pembangun karya sastra yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku.

2) Menjelaskan bentuk-bentuk proses sosial yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitiaan ini:

1) Untuk menambah wawasan pembaca, khususnya pembaca sastra, tentang bentuk-bentuk proses sosial dalam novel Asa, Malaikat Mungilku.

2) Memberi pemahaman terhadap pembaca struktur pembentuk karya sastra yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku.


(15)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Pada subbab ini akan dijelaskan preposisi-preposisi penelitian agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisi tersebut, maka. Menurut Malo dkk. (1985: 47) ”konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu sosial walaupun kadang-kadang istilahnya sama dengan yang dipergunakan sehari-hari, namun makna dan pengertiannya dapat berubah”.

Konsep memiliki arti sebagai berikut: 1).Rancangan atau buram surat, 2) ide yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, ketiga. Gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang dipergunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Di samping adanya perbedaan mengenai ilmu makna dan pengertian suatu konsep dalam bahasa sehari- hari, sering juga terdapat perbedaan di antara para ahli atau peneliti sendiri mengenai makna dan pengertian istilah yang sama yang mereka pergunakan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan menjabarkan atau mendefenisikan istilah yang dianggap sama dari beberapa ahli karena banyaknya arti atu defenisi yang dipakai dalam penelitian ini. Istilah- istilah tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.


(16)

a. Sosiologi

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat atau ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan, hubungan antar manusia dalam masyarakat (Ratna, 2003: 1).

b. Sastra

Sastra adalah hasil karya manusia berdasarkan kreatifitas dalam mengungkapkan apa yang dialami, dan direnungkan dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Seperti yang dinyatakan Ratna (2003 :1).

c. Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra menurut pendapat Ratna (2003: 1) adalah pendekatan sastra yang dengan mempertimbangkan segi- segi kemasyarakatan yang ada dalam karaya sastra. Segi kemasyarakatan yang berhubungan dengan masyarakat, baik penciptanya, masyarakat yang diceritakan dalam karya sastra itu dan pembacanya. Dalam penciptaan karya sastra seorang pengarang membutuhkan pengetahuan tentang sosiologi guna mengungkap masalah dalam karya yang akan diciptakannya. Pengarang juga dapat menjadikan pengalamannya sendiri dan pengalaman orang bermasyarakat yang dapat menjadi objek karya yang akan dihasilkannya.


(17)

d. Interaksi Sosial

Menurut Basrowi (2005: 138) interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang. Kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia.Bentuknya tidak hanya bersifat kerjasama, tapi bisa juga bentuk persaingan, pertikaian,dan sejenisnya. Interaksi dapat dikatatakan berhasil apabila adanya komunikasi dua arah yang saling memberi respon yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Interaksi dapat terjadi dimana saja seperti dalam pertemuan dan organisasi-organisasi lainnya.

e. Proses Sosial

Proses sosial menurut Basrowi (2005: 136) merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. Interaksi sosial yang dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara kedua belah pihak, yaitu anatara individu yang satu dengan individu yang lainnya untuk mencapai tujuan tertentu.

f. Kerja Sama

Hendropuspito (1989: 236) mengatakan bahwa kerja sama adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan guna mencapai tujuan yang sama. Kegiatan kerja sama yang dilakukan oleh dua kelompok atau lebih tentu untuk memperoleh hasil yang diinginkan sesuai dengan kesepakatan dari awal sebelum melakukan kegiatan kerja sama.


(18)

g. Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial menurut Basrowi (2005: 143) adalah suatu proses sosial yang saling memberikan tafsiran kepada atau dari perilaku pihak lain. Melalui tafsiran perilaku pihak lain, seseorang mewujudkan perilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan oleh pihak lain itu. Dalam hidup bermasyarakat komunikasi adalah hal yang sangat penting untuk mewujudkan hubungan yang baik dalam keakraban dan kerja sama guna mencapai tujuan yang diharapkan.

h. Kontak Sosial

Menurut Dirdjosisworo (1985: 273) kontak sosial mengandung arti bersama-sama menyentuh secara fisik (persinggungan adani). Maka kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan melalui percakapan satu dengan yang lain.

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian, dibutuhkan landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Pertama analisis struktural. Analisis ini melihat unsur-unsur yang terdapat dalam suatu karya sastra (unsur intrinsik ) seperti penokohan, alur, perwatakan, latar, sudut pandang, dan tema. Kemudian membongkar dan meneliti karya sastra berdasarkan teks untuk melihat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra ( Teeuw, 1988 : 135 ). Analisis struktural dapat dijadikan titik tumpu proses penelitian. Selanjutnya analisis struktural merupakan penelitian yang menganalisis suatu karya sastra secara keseluruhan, baik unsur-unsur di dalam karya sastra, muapun unsur-unsur di luar karya sastra tersebut. Teeuw ( 1988 : 154 ) berpendapat


(19)

”analisis struktural merupakan langkah awal dalam proses pemberian makna, tetapi tidak boleh dimutlakkan dan juga tidak boleh ditiadakan. ”

Unsur-unsur pembangun yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku yang pertama adalah penokohan. Penokohan dalam novel ini dapat kita lihat melalui tokoh-tokoh yang digambarkan oleh Astuti J Syahban yaitu Asa, Joko Syahban, Astuti J syahban, Brita, Reh, dokter Suma, Kris dan Ulie. Perwatakan Asa dalam novel ini digambarkan pengarang merupakan gadis kecil yang baik hati, taat beribadah dan selalu ceria. Joko Syahban yang merupakan ayah Asa memiliki watak yang lembut dan juga baik, Joko adalah seorang ustadz di mesjid yang berada dekat dari rumah mereka. Astuti J Syahban merupakan seorang ibu, dia memiliki perwatakan yang lembut juga penyayang terhadap keluarga, terutama kepada Asa yang menderita penyakit.

Selanjutnya tokoh Brita yang merupakan kakak Asa, dia memiliki watak yang suka bercanda kepada Asa tapi terkesan dingin dalam keluarga. Brita memilki satu orang adik lagi yang berjenis kelamin laki-laki bernama Reh. Perwatakan Reh dalam novel ini tidak begitu menonjol karena Reh baru saja lahir. Sedangkan dokter Suma merupakan tokoh yang ramah dan sopan kepada pasien-pasiennya, Kris adalah paman Asa yang memilki watak suka bercanda kepada orang namun sangat sayang kepada Asa, bahkan dia mengganggap Asa sebagai anaknya sendiri. Sedangkan Ulie adalah tante Asa yang merupakan istri dari Kris memiliki watak yang bijak, dia dapat memberikan semangat kepada ibu Asa dan juga keluarga untuk terus tetap berjuang menyembuhkan Asa.

Alur dalam novel ini adalah alur maju. Peristiwa yang dialami oleh keluarga Asa dapat dijadikan sebagai pelajaran atau pengetahuan bagi kehidupan yang akan datang untuk mengenal gejala atau penyembuhan penyakit lupus seperti yang diderita oleh Asa. Latar


(20)

bahwa tema dalam novel tersebut adalah perjuangan, semangat dan doa adalah hal yang membuat kita terus bertahan untuk menjalani kehidupan.

Kedua, analisis sosiologi sastra. Dengan menggabungkan dua disiplin ilmu yang berbeda, sosiologi dan sastra, secara harfiah harus di topang oleh dua teori yang berbeda, yaitu teori-teori sosiologi dan teori-teori sastra. Masalah yang perlu dipertimbangkan adalah dominasinya dalam analisis sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat tercapai secara maksimal.

Sosiologi dan sastra memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Menurut Damono (1984: 3-4) mengungkapkan bahwa pendekatan sosiologi ini pengertiannya mencakup berbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu, namun semua pendekatan ini menunjukkan satu ciri kesamaan, yaitu mempunyai perhatian terhadap sastra sebagai institusi sosial yang diciptakan oleh sastrawan sebagai anggota masyarakat.

Dalam sosiologi sastra yang mendominasi jelas teori-teori yang berkaitan dengan sastra, sedangkan teori-teori yang berkaitan dengan sosiologi berfungsi sebagai komplementer.

Kesusastraan Indonesia saat ini tidak sedikit yang membicarakan masalah proses sosial, karena proses sosial merupakan segala bentuk proses yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, baik itu proses komunikasi sosial, kontak sosial maupun kerja sama. Sastra tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena sastra menceritakan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Masalah-maslah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat merupakan proses dalam berlangsungnya kehidupan masyarakat sosial.


(21)

sosiologi menurut Nyoman Kutha Ratna (2003 :18) bahwa teori sosiologi yang dapat menopang analisis sosiologis adalah teori-teori yang dapat menjelaskan hakikat fakta-fakta sosial, karya sastra sebagai sistem komunikasi, khususnya dalam kaitannya dengan aspek-aspek ekstrinsik, seperti: kelompok sosial, kelas sosial, interaksi sosial, kontak sosial dan sebagainya. Selain sosiologi sastra penulis juga akan membicarakan tentang proses sosial, karena dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang proses sosial yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban. Berbicara tentang proses sosial berarti membicarakan proses-proses yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Basrowi (2005 : 136) proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat, di dalamnya terdapat suatu proses hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.

Beberapa masalah sosiologi sastra menurut Umar Junus dan Wellek dan Warren (dalam Harahap, 2006: 33) ada tiga hal yaitu: (1) pengarang atau pencipta karya sastra dengan latar belakang kehidupannya dihubungkan dengan karya sastra yang dihasilkannya, (2) karya sastra sebagai cermin masyarakat tempat karya sastra tersebut dihasilkan, jadi sebagai dokumen sosiobudaya, dan (3) pembaca karya sastra, bagaimana pengaruh sebuah karya sastra terhadap masyarakat pembacanya.

2.3 Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian hendaklah memiliki objek, karena objek adalah unsur yang paling utama dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini objek yang akan dikaji adalah novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban. Berdasarkan pengamatan penulis novel ini belum pernah diteliti oleh mahasiswa di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera


(22)

Muhamadiyah Surakarta kajian sosiologi sastra sudah pernah dikaji oleh Sutri dengan judul Dimensi Sosial Dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirat sosiologi sastra pada karya tulis).

Pada penelitian yang dilakukan Sutri dalam skipsinya yang berjudul Dimensi Sosial Dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata menggunakan teori sosiologi sastra yang mendeskripsikan unsur-unsur karya sastra sebagai unsur-unsur pembangun yang terdiri dari tema, fakta cerita dan sarana sastra. Sutri menelaah dimensi social yang meliputi: 1) Menampilkan tokoh anak-anak sekolah yang serba kekurangan tetapi memilki sumber imajinasi kuat yang terjelma dari guru-gurunya. Inspirasi ini menjadi motivasi membentuk pribadi yang mandiri dan mencapai cita-citanya. 2) Menganalisis pendekatan sosiologi sastra terutama berhubungan dengan dimensi social perekonomian dan kemiskinan. PPada kesempatan ini dilakukan analisis terhadap novel Asa, Malaikat Mungilku dari segi sosiosastra, karena karya ini tidak terlepas dari unsur kemanusiaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, dengan melihat unsur kemanusiaan dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban. Unsur kemanusiaan itu meliputi: lingkungan, kerja sama dan komunikasi sosial.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan pengumpulan data melalui metode membaca heuristik dan hermeneutik. Membaca karya sastra sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffaterre (dalam Jabrohim, 2001: 12), dimulai dengan langkah-langkah heuristik, yaitu membaca dengan jalan meneliti tataran gramatikalnya dari segi mimetisnya dan dilanjutkan dengan pembacaan retroaktif, yaitu bolak-balik sebagaimana yang terjadi pada metode hermeneutik untuk menangkap maknanya.”

Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur kebahasaanya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi tingkat pertama. Pembacaan heuristik adalah pembacaan tata bahasanya ceritanya yaitu pembacaan dari awal sampai akhir secara beruntun. Hasilnya adalah sinopsis cerita. Pembacaan hermeneutik adalah pembacaan ulang atau retroaktif sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan konvensi sastranya. Konvensi sastra yang dimaksud adalah memberikan makna dari cerita. Perntaan tersebut dikemukakan oleh pradopo (2001).

3.1.1 Metode penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik kualitatif, yaitu penelitian yang sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor kontekstual (Moleong dalam Jabrohim, 2001 : 42). Penelitian ini tidak dihubungkan dengan angka-angka atau penjumlahan. Semua data-data tersebut akan


(24)

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi perpustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan diruang perpustakaan. Penelitian ini akan diperoleh data dan informasi tentang objek penelitian melalui buku-buku (Semi, 1988: 8). Kemudian dari teknik tersebut pengumpulan data dicari yang berhubungan dengan proses sosialnya.

3.1.2 Bahan Analisis

Data dikumpulkan dari novel,yaitu: Judul : Asa, Malaikat Mungilku

Tahun terbit : 2009 Penerbit : Hikmah Jenis : Novel Cetakan : Pertama

Ukuran : Tiga belas kali duapuluh sentimeter Tebal : 400 halaman

Gambar : Gambar seorang ibu yang sedang memeluk anaknya Warna Kulit : Hitam dengan judul berwrna putih

3.2 Sinopsis novel Asa, Malaikat Mungilku

Cerita ini dimulai oleh tokoh utama yaitu Asa. Seorang anak kecil yang menderita penyakit lupus akan tetapi mempunyai semangat yang begitu besar untuk sembuh. Keluarga ini adalah keluarga yang mempunyai ekonomi pas-pasan. Kedua orang tua Asa tidak


(25)

yang pernah berprofesi sebagai jurnalis meneruskan kegiatan menulisnya untuk tambahan biaya berobat di samping sebagai seorang penceramah di sebuah mushola yang menjadi kerja utamanya sekarang, sedangkan ibu Asa yang hanya sebagai ibu rumah tangga hanya mengurus keluarganya dan memberi kasih sayang kepada ketiga anaknya sambil terus memberi semangat untuk Asa. Perhatian ibu Asa diarasakan tidak adil oleh Brita yang lebih kepada adiknya itu, setelah diberi pengertian oleh ayahnya Brita pun mengerti kondisi yang sedang dialami oleh adiknya.

Asa yang masih duduk di bangku SD harus menjalani kewajibannya sebagai siswa. Asa mempunyai cita-cita untuk menghapal Al-Quran, dia adalah anak yang taat beribadah suka berzikir. Bahkan dia pernah mengikuti lomba adzan dan menjadi juara. Guru sekolah Asa mengetahui kalau Asa menderita sakit parah, sehingga guru-guru Asa di sekolah memperlakukan Asa berbeda dengan murid-murid lainnya, tapi Asa tidak ingin dia diperlakukan berbeda dari temannya, Asa mengatakan kalau dia tidak ingin diremehkan, ketika sekolah mengadakan ujian Asa tidak dapat mengikutinya karena dia jatuh sakit. Dia bersama teman-temannya yang ada disekolah tetap bermain seperti anak-anak yang lainnya tanpa ada diskriminasi. Ketika dirumah Asa juga sering bermain dengan kakaknya dan juga adiknya Reh, mereka sangat kompak sehingga tetangga mereka sangat senang melihat keluarga Syahban.

Atas penyakit yang diderita Asa, maka orang tuanya membawa ke Yogyakarta untuk berobat, dokter yang menangani Asa bernama dokter Suma. Dokter Suma adalah dokter yang ramah dan baik. Asa dianjurkan untuk meminum obat prednison, pada awalnya kedua orang tua Asa tidak setuju jika anak mereka harus minum obat yang keras secara terus-menerus, setelah dokter menjelaskan fungsi obat ini diberi untuk menghilangkan rasa sakit jika sakit


(26)

Suatu malam dia pernah melihat sosok laki-laki tua datang dihadpannya melihat Asa, dia pun memberitahukan pada ibunya siapa laki-laki tua itu akan tetapi ibunya tidak melihat apapun dan hanya menyuruh Asa untuk tidur dan membaca doa.

Rumah sakit yang di Yogyakarta memberi saran kepada orang tua Asa untuk pergi ke rumah sakit yang ada di Solo karena peralatan yang lebih lengkap. Banyak dokter yang belum dapat mengetahui penyakit Asa sebenarnya, Mulai dari dokter spesialis jantung, dokter spesialis saraf tetap juga penyakit Asa tidak diketahui.Akhirnya rumah sakit di Solo meminta Asa untuk dirawat inap. Asa sempat menolak untuk dirawat karena alasan harus sekolah karena ujian, tapi ibunya memberi pengertian hingga akhirnya Asa mau untuk dirawat. Lebih dari satu bulan Asa dirawat di rumah sakit karena harus cuci setiap hari.

Selama dirawat di rumah sakit Asa ditemani ibunya yang senantiasa menjaganya tanpa istirahat, di rumah sakit Asa mempunyai banyak teman baik itu pasien maupun suster dan juga dokter, Selain pintar bergaul dia juga ramah kepada setiap orang. ayah Asa harus bolak-balik Yogyakarta ke Solo untuk mencari tambahan uang biaya perobatan. Ternyata Allah membantu keluarga Asa lewat teman-teman dari ayahnya yang datang menjenguk dan memberi bantuan untuk biaya perobatan. Lumayan untuk mengurangi beban orang tuanya. Untuk orang yang sudah membantu biaya perobatannya, Asa selalu memberikan hadiah Al-Fatiha untuk mereka yang sudah membantu. Sekali-kali ketika libur sekolah Brita yang merupakan kakak kandung Asa datang menjenguk untuk melihat keadaan adiknya, Brita sangat sayang kepada adiknya itu sehingga tiap kali dia melihat adiknya itu terbaring dalam keadaan sakit Brita Selalu menangis, Asa adalah anak yang kuat maka dia melarang kakaknya untuk menangis.


(27)

besok hari. Asa merasa tubuhnya tidak kuat lagi menahan rasa sakitnya kemudian dia pingsan, ibu Asa mulai merasa sesuatu akan terjadi kepada Asa, Perasaan ibunya benar, Alat Ventilator yang dipasang di tubuh Asa tidak juga dapat membantunya. Begitu napasnya hilang tadi jantungnya pun berhenti. Asa ternyata telah meninggal setelah para dokter memeriksa keadaan Asa setelah pingsan. Ibu Asa tidak kuasa menahan tangis karena mendengar anak kesayangannya telah pergi untuk selamanya, akan tetapi ibunya teringat janjinya pada Asa tidak menangis jika suatu saat nanti meninggal dunia.


(28)

BAB IV

PROSES SOSIAL DALAM NOVEL ASA, MALAIKAT MUNGILKU KARYA ASTUTI J. SYAHBAN

4.1 pendekatan Struktural dalam Novel Asa, Malaikat Mungilku 4. 1. 1 Penokohan

Penokohan atau karakteristik adalah gambaran atau karakter tokoh yang diciptakan pengarang untuk mendukung cerita. Penggambaran watak untuk penciptaan dalam suatu karya sastra sangat tergantung pada cara pengarang menggambarkan tokoh tersebut.

Penokohan itu adalah perwatakan yaitu mengenai sifat, tabiat atau perangai tokoh yang terdapat dalam cerita. Watak digambarkan dengan berbagai cara dan diterangkan satu persatu, baik keadaan jasmani maupun rohani tokoh. Sesuai dengan mekanisme interaksi dalam struktur komunikatif, maka perkembangan kejadian-kejadian dalam karya sastra didasarkan atas perkembangan peranan tokoh-tokoh, baik peranan sosial maupun kekeluargaan (Ratna, 2003 : 170).

Penokohan memiliki kaitan dari masyarakat di mana tokoh berada. Berdasarkan di atas penokohan dapat dilihat melalui keadaan jasmani dan rohani yaitu tokoh, dialog, dan latar. Dalam kaitannya dengan penokohan, latar dianggap sebagai kerangka kerja moral bagi pengarang dalam menangani tokoh dan penokohan. Dengan demikian pengarang harus menciptakan penokohan yang selaras dengan latar agar dapat diterima dengan wajar.

Dilihat dari urutan tokoh dalam cerita, dikenal adanya tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama atau protagonist adalah tokoh yang memegang peran penting atau mendominasi dalam sebuah cerita. Sedangkan tokoh pembantu tokoh yang mendukung


(29)

Di bawah ini akan dideskripsikan penokohan dari tokoh-tokoh yang ada dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karya Astuti J. Syahban sebagai berikut:

a. Asa

Asa adalah tokoh utama dalam novel ini. Dia adalah seorang gadis kecil yang ramah dan mudah bergaul kepada setiap orang dan selalu ceria, selain itu Asa adalah gadis yang kuat dan tegar karena dia mengidap penyakit lupus. Asa merupakan siswa yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Ketika berada di Jakarta dia memang anak yang cepat akrab dengan orang lain, baru beberapa jam tiba di pondok adik iparku, ternyata Asa punya sahabat baru. Aku sempat memperhatikan perkenalan mereka.

”Hai!! Sapa namamu?

Asa tersenyum sambil mengulurkan tangan sambil mengajak bersalaman sebelum memperkenalkan dirinya.

”Asa.”

”Aku Tika. Main yuk!!” (Hal. 46)

Karena Asa dikenal sebagai anak yang ramah dia sampai dijuluki sebagai anak yang mempunyai banyak ibu. Semua teman-teman mamanya dia panggil dengan sebutan ibu, sangat sedikit yang dia panggil tante.

Dia satu-satunya anak yang terkadang memanggilku dengan panggilan kesayangannya, ”Mommy”. Meski dia hanya punya satu mama, dia punya banyak ibu. Semua teman mamanya dia panggil ibu, hanya beberapa yang dia panggil tante yakni mereka yang belum menikah.(Hal 91).

Meskipun Asa terserang penyakit yang parah kemauan Asa untuk tetap bersekolah sangat kuat, bahkan dokter sudah menganjurkannya agar banyak beristirahat. Karena kemauan Asa yang sangat kuat akhirnya ibu dan ayahnya pun mengizinkan Asa untuk sekolah.

Pagi itu aku sudah mengingatkan Asa untuk tidak masuk sekolah, dia bergeming sampai papa berbicara keras padanya.


(30)

”Mama, Asa pengen sekolah, janji kalau nanti Asa pusing. Asa langsung telepon mama biar mama jemput.”

Pukul sebelas siang, telepon di rumah berdering. Aku berlari untuk segera mengangkat gagang pesawat telepon itu.

”Assalamualaikum, Ma. Asa gak enak badan jemput sekarang ya.! Kayaknya sakitnya mau datang lagi. (Hal. 126-127)

Asa yang menderita penyakit lupus sangat ikhlas, pasrah dan sabar menerima keadaanya, begitu juga dengan keluarganya. Meskipun sedih tetapi mereka tidak akan menunjukkan kesedihan itu di depan Asa

”Sudahlah, Pa, Ma, serahkan semua kepada Allah.”

Mendengar kata-kata Asa, aku tak mampu membendung air mataku. Papa pun langsung mengelus kepala putrinya itu. Ya, semenjak mendapat penjelasan panjan dari dokter jantung, banyak perasaan berkecamuk dan seperti menghantui saja. Artinya adalah anak itu tidak boleh kecapaian barang sedikit pun. (Hal, 177). Asa juga suka menuliskan kejadian atau peristiwa yang dialaminya ke dalam catatan harian. Begitu juga perasaannya, dia selalu menuliskan semuanya di buku catatannya.

Aku merasakan kadang sedih kadang gembira, aku jadi ingin putus asa. Aku senang kalau ada berita baik, kalau berita baik dari penyakitku ini akan tambah senang, tapi aku kurang yakin kalau penyakitku ini bisa sembuh. Semoga aja ini cepat berakhir!

Aku gak bisa begini terus, aku kan harus mewujudkan impian mama dan cita-citaku yang ingin menghapal Al-Quran dan sekolah di UGM, aku pengen jadi dokter biar bisa ngobati pasien. Semoga saja penyakit ini bisa cepat sembuh. Ya Allah aku ingin sembuh.. Amin.... (Hal. 284)

Ketika ibunya mempunyai rencana untuk memindahkan Asa dari sekolah lamanya ke sekolah baru dia pun menulis keluh kesahnya ke buku hariannya. Suatu saat ibunya membaca buku harian milik Asa sehingga ibunya merasa kasihan karena jika hal itu terjadi maka Asa


(31)

Aku hanya tidak ingin pisah dari teman-temanku, tapim ku harus pindah sekolah mungkin ini cobaan dari Allah. Tapi walaupun apa nama sakitku... entah itu berbahaya atau tidak aku menerima dengan ikhlas bila Allah memberi cobaan ini. Aku ingin pisah dengan teman-temanku yang berada di SD-AL ISLAM, walaupun itu aku harus pindah sekolah yang berada di dekat rumah. Ya Allah maapkan dosaku dan dosa kedua orang tuaku, bukalah lebar-lebar pintu surgamu. Amin...(Hal. 285)

Aku tidak tahu mau sekolah dimana tapi mamaku sudah mendaftarkan ku di SD Tegalrejo. Tapi disana sudah kebanyakan murid, mama dan Papa bingung akupun ikut bingung. Tapi mama berkata kepada Papa: Asa hanya pindah kelas saja 4a-4d kan lantai 2 bukan lantai tiga. Mamaku juga hari ini datang ke SD AL-ISLAM dan bilang sama guruku, semoga saja aku tidak jadi pindah, kalauhanya pindah kelas saja nggak apa-apa. Kan masih bisa ketemu sama teman-teman. Aku belum tahu sih tapi kalau aku gak bisa juga ya di SD Semanggi. Ya Allah semoga aku tidak jadi pindah, Amin

b. Astuti (ibu)

Astuti adalah ibu Asa, ia merupakan seorang ibu rumah tangga yang baik. Sangat sayang terhadap tiga orang anaknya, Astuti sangat perhatian kepada Asa yang menderita sakit, segala upaya dilakukannya untuk kesembuhan putrinya itu.

”Aku berusaha mencari-cari informasi tentang penyakit lupus, dan cara penyembuhannya. Aku ingin melihat anakku sehat kembali seperti anak-anak yang lainnya. Gumamku dalam hati. (Hal. 81)

Karena putri yang keduanya itu sakit parah maka perhatian dan kasih sayang ibunya itu lebih banyak tercurahkan kepada Asa. Meskipun begitu kakak Asa tidak pernah


(32)

mempermasalahkan hal tersebut karena dia mengerti keadaan yang sedang dialami oleh adiknya.

Dalam hati. Aku berucap kepada Asa, ”Kamulah harta yang terpendam itu, yang dahulu pernah mama impikan. Dalam mimpi mama itu, mama seakan tercebur ke dalam laut yang dalam dan luas. Mama menemukan sebuah kerang yang di dalamnya tersimpan mutiara yang berkilauan.(Hal. 29)

Selain itu Astuti juga sebagai penenang di dalam keluarga, karena dia pernah melihat suaminya ”protes” kepada Allah yang memberi cobaan berat ini untuk keluarganya. Tetapi Astuti berhasil menenangkan suaminya untuk cepat meminta ampun kepada Allah.

Duh, Gusti Allah! Nikmat apalagi yang engkau berikan kepadaku. Aku memang masih sangat banyak dosa, ketika aku mendekati-Mu dengan berusaha seikhlas mungkin menjalani semua perintah-Mu, sepertinya Engkau justru menimpakan sebuah beban yang amat berat kusandang. Jika Engkau tidak ridha terhadap mushala ini, Tuhan, robohkan saja surau kami ini!” teriak suamiku seusai menjalankan shalat malam di mushala.

Mendengar jeritan itu, aku buru-buru mendekat untuk menyadarkan agar dia segera memohon ampunan Allah,

”Papa ! jangan seperti itu berontak kepada Allah! Kita justru harus semakin menambah frekuensi minta pengampunan kepada-Nya. Istigfar! Istigfar, Pa!” Alhamdulillah! Suamiku mendengar kata-kata yang kuucapkan. Dia bisa mengendalikan dirinya. Dia seakan menemukan kekuatannya lagi untuk menyerahkan sepenuhnya jalan hidup keluarga kami kepada Allah.(Hal. 28)

c. joko(ayah)

joko merupakan kepala keluarga, ayah Asa merupakan seorang yang lembut dan taat beribadah. Mereka mendirikan mushala untuk tempat beribadah keluarga dan warga sekitar

Setelah pembangunan mushala selesai, suamiku diminta untuk menjadi imam sekaligus sebagai tukang bersih-bersih mushala. (Hal 19)

Selain berprofesi sebagai penjaga mushala, joko juga seorang penulis. Banyak pengusaha yang meminta jasanya untuk menulis biografi orang. Sekali-sekali dia juga menawarkan barang atau tanah kepada orang dan hasilnya ada juga barang yang laku .


(33)

membantu membuatkan buku biografi ataupun buku dengan tema bisnis yang dioplos dengan sikap religius.

Job baru yang datang tanpa diduga itu tidak menggangu aktivitas rutinnya sebagai seorang penjaga musala. Pasalnya , dia dapat mengerjakan penulisan buku-buku itu di rumah. Tentu,ongkos yang diberikan lumayan besar. Praktis berdampak positif pada perekonomian rumah tangga kami .(Hal 27)

Setelah berubah profesi dari seorang jurnalis menjdi seorang penjaga musala, kehidupannya sendiri berubah karena dia dipercayai orang atau tetangganya untuk mendoakan orang yang sedang ada masalah.

”Pa, kok seperti dukun saja sekarang ini,”kataku suatu ketika. Mengomentari keadaan suamiku yang mendadak didatangi banyak orang untuk diminta doa. ”Apa perlu promosi ada dukun tiba-tiba.”ledekku

”weleh-weleh, repot nanti terima pasiennya. Katanya sambil tertawa.(Hal 21) d. Brita

Brita merupakan kakak kandung Asa yang sangat sayang kepada Asa, mereka sering bercanda ketika berada di rumah. Dia adalah gadis yang cantik dan cuek apalagi dalam berpenampilan. Brita memiliki sifat pelupa.

Sifat pelupa Brita tampak lebih parah semenjak duduk di bangku SMP. Ada saja barang yang tertinggal di rumah, kalau sudah begitu, dia akan menelepon ke rumah dan minta tolong ke papa untuk mengantarkannya ke sekolah.

”tolong antar ke sekolah ya, Pa! Titipin aja sama pak Sentot, satpam sekolah. Nanti jam istirahat kuambil. Makasih ya, Pa.(Hal. 70)

Yang paling disesalkan brita kepada sifat pelupanya itu ketika hendak memberikan surat kepada adiknya yang sedang dirawat di rumah sakit, karena sampai selamanya surat tersebut tidak akan pernah dibaca oleh adiknya yang sudah meninggal.

Assalamualaikum Wr..wb....

Sorry ya Sa....mb.brita lancang buka-buka bukumu...hehehehe Semangat yah.... ini ujian dari Rabb kita,

Ingat!! Allah menguji orang-orang yang kuat, jadi kamu harus kuat dan sabar menghadapinya.


(34)

semaleman nemenin kamu sakit, nyiapin baju, nyiapin air anget.... itu namanya sayang.

Oya ... mb. Brita mau minta maaf kalau punya salah sama Asa, itu paling Cuma gojek, nngak mungkin mbak gak sayang sama Asa, pasti sayanglah orang adiknya sendiri....

Tetap sabar dan tawakal yah dik...

Ini semua cobaan dari Allah, kamu pasti bisa menghadapinya.

Ngga papa.... semua orang ada di sekeliling kamu buat mendukung dan mendoakan...(Hal 292)

e. Reh

Reh merupakan anak ketiga dari pasangan Joko dan Astuti. Penokohan Reh dalam novel ini tidak begitu ditunjukkan. Tapi peran dari munculnya tokoh Reh sangat mendukung keseluruhan cerita dalam novel.

Kehadiran Reh semakin menebarkan kebahagiaan seiring dengan bergulirnya waktu. Papa tambah semangat bekerja. Dia seperti tak pernah merasakan lelah untuk sepekan sekali pulang Jakarta-Solo. Bayi lelakiku seperti menjadi penawar kepenatan Papa setelah lima hari berkutat dengan pekerjaan. Reh juga menjadi pereda bila ketegangan muncul antara aku dan Papa.

Lebih dari itu, secara langsung Reh seakan-akan berhikmah dengan mengucurnya rezeki. Sedikit demi sedikit tingkat ekonomi keluarga kami mulai membaik. (Hal. 44)

f. Dokter Suma

dokter suma adalah dokter yang ramah kepada pasien-pasiennya, apalagi kepada Asa, Asa yang mudah bergaul sudah akrab dengan dokter Suma. Keduanya seolah sudah kenal sejak lama, padahal pertemuan keduanya terjadi ketika Asa masuk rumah sakit yang ada di Yogyakarta. Ketika keduanya bertemu mereka juga sering untuk bercanda.

Pada malam hari sebelum berangkat ke Yogya, Asa tidak dapat tidur nyenyak. Dia terus-menerus mengeluh akan rasa sakitnya hingga pukul tiga pagi. Ada waktu tiga jam menunggu hingga berani memutuskan untuk pergi ke Yogya,\.

”Dirawat di sini aja ya Asa?”

”nggak mau! Aku maunya dirawat di Yogya aja...” ’di sini juga bagus”


(35)

Aku juga sempat berseloroh kepadanya. Aku bilang sekarang gantian lengannya yang tampak seperti popeye si pelaut. Si penggemar sayur bayam, tokoh kartun kesukaannya. ”Hai, Popeye!”

Dan dia tidak marah ketika aku bilang begitu.

Dokter Suma menggenggam tangan Asa dan bersalaman, Asa membalasnya dengan senyuman.

”bagaimana? Apakah ada kendala, Bu?” ”Alhamdulillah. Selama ini tidak ada, Pak.” ”ya. Sudah. Terima kasih.” (Hal 200)

Karena sikap dokter Suma yang begitu peduli dan perhatian kepada keluarga Asa, ibu Asa tersebut hampir saja tergoda dan jatuh cinta kepadanya. Tapi dengan cepat ibu Asa menghilangkan perasaannya yang sedang dalam keadaan yang rapuh.

Aku duduk dilantai dengan kaki terbujur lemas, pikiran melayang dan tangan masih memegang handphone, satu-satunya sahabatku saat itu. Pintu lift terbuka. Ternyata pak Dokter Suma. Beliau berjalan mendekat dan berhenti tepat di sampingku, kemudian duduk berjongkok.

Ia sangat dekat. Hampir-hampir tubuh kami saling bersentuhan.

Aku menunduk sambil tetap memainkan telepon genggamku. Aku merasa bahwa dokter Suma terus memandangku. Tiba-tiba dadaku berdegup lebih kencang. Tak pernah aku dekat dengan laki-laki yang bukan muhrim sedekat aku dengan dokter Suma seperti itu. Aku sedang bersedih, dan di tempat itu hanya ada aku dengan dokter Suma.

Ya, Allah! Jangan biarkan setan datang menggoda pikiranku.

Tak kuasa aku menatap matanya, akhirnya kupaksa untuk menatapnya, suatu penghormatanku kepada dokter Suma.(Hal. 312)

g. Om Kris

Om Kris adalah paman Asa, dia merupakan adik dari Papa Asa. Kris sangat sayang kepada Asa diantara tiga keponakannya karena Kris juga merawat Asa ketika masih bayi, Jadi keduanya sangat lengket. Kris sangat suka menemani Asa bermain sepak bola dan menjadi pelatihnya sekaligus mengajari supaya bisa mengendarai sepeda.

Ketika Kris memperoleh pekerjaan mapan sebagai pegawai negeri, apapun yang diinginkan Asa, Kris selalu berusaha untuk memenuhinya. Hanya ada satu permintaan yang belum terlaksana hingga kini, yakni ketika Asa minta piknik ke Bukit tinggi.


(36)

liburan ke Bukit tinggi. Justru Asa yang memilki watak penyabar itu melontarkan doa kepada Tuhan.

”Ya, Allah! Semoga Om Kris gajinya cepat naik, biar janjinya untuk mengajakku ke Bukit tinggi terlaksana.”(Hal. 55)

Ketika Asa sakit dan harus dirawat di rumah sakit Om Kris juga sangat membantu keluarga Asa untuk membiayai pengobatan Asa.

”Kamu berdoa saja ya, sayang. Ini mama dan Papa lagi berusaha.” ”Ya, deh! Telepon aja Om Kris, dia pasti kirim uang lagi!”

Benar juga usul Asa. Aku harus hubungi Kris sekarang dengan kirim SMS, Juga kepada istrinya.

”Tadi aku udah ke admin. Masih ada kekurangan 5jt. Bisa kau bantulagi? IniAsa masih saja nangis minta segera pulang.” demikian bunyi pesanku.

Kris tidak menjawab, tapi ada sambutan dari Ulie.

”ini ada uang,bisa dipake dulu. Bisa ku transfer sekarang? Minta nomor rekening nya.”(Hal. 310)

h. Ulie

Ulie merupakan tante Asa, istri dari omnya. Ulie adalah perempuan yang cantik dan baik hati dan sangat sayang kepada keluarga.

”Bros mawarnya buat aku aja ya, Tante?” pinta Asa. ”Boleh kalau Asa mau.”

”Benar... Bros mawar sebagai tanda cinta untuk Asa.” ”Yes! Akan kusimpan sampai aku besar nanti.” ”Pakai saja sekarang.”

”nggak, ah! Kupakai saja nanti saat aku menikah.(Hal. 56)

4. 1. 2 Alur

Alur tidak dapat diarahkan dalam cerita rekaan(fiksi). Dalam cerita sesungguhnya tidak mungkin tidak ada alur. Alur dibagi menjadi dua, yaitu alur maju dan alur mundur. Dikatakan alur maju apabila suatu cerita berawal dari antiklimaks dan diakhiri dengan klimaks. Sedangkan alur mundur adalah suatu cerita dimulai dengan konflik yang besar, kemudian diceritakan penyebab konflik tersebut.


(37)

Menurut pandangan Aristoteles(Dalam A. Teeuw) bahwa dalam tragedi action,tindakan bukan character,watak, yang terpenting. Efek tragedi dihasilkan oleh aksi plotnya. Dan untuk menghasilkan efek yang baik plot atau alur caerita harus mempunyai keseluruhan, untuk itu harus dipenuhi empat syarat utama yang di dalam terjemahan Inggris disebut order, amplitude, unity dan coherence.

Order berarti urutan dan aturan. Urutan aksi harus teratur, harus menunjukkan konsekuensi dan konsistensi yang masuk akal, terutama harus ada awal, pertengahan dan akhir yang tidak sembarangan.

Amplitude berarti bahwa luasnya ruang lingkup dan kekomplekan karya harus cukup memungkinkan perkembangan peristiwa yang masuk akal atau yang harus ada untuk menghasilkan peredaran dari nasib baik ke nasib yang buruk atau sebaliknya.

Unity berarti bahwa semua unsur dalam plot harus ada, tidak mungkin tiada dan tidak bisa bertukar tempat tanpa mengacaukan keseluruhannya.

Coherence berarti bahwa hal-hal yang mungkin atau harus terjadi dalam rangka keseluruhan plot itu.

Menurut Boulton (1975: 47-48) fungsi alur di bagi atas fungsi dan pengarang dan pembaca. Bagi pengarang, Alur adalah arah supaya penulis tetap jelas. Sedangkan bagi pembaca, alur membawa pembaca bergerak maju meskipun tidak setiap hal kecil dapat ditangkapnya.

Berdasrkan uraian di atas, penulis memberi kesimpulan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa dalam cerita berdasrkan sebab-akibat yang logis. Sebagai pegangan tentang kriteria pembangunan alur, penulis mengambil pembagian dari Aristoteles.


(38)

a. Order

pada bagian ini pengarang harus menunjukkan konsekuensi atau konsistensi yang masuk akal, karena harus ada awal, pertengahan, dan akhir.

Berawal dari munculnya tanda kalau asa terkena penyakit lupus, dia sering merasakan kalau tubuhnya sangat lelah dan sering demam. Kemudian beberapa hari berikutnya, penyakit itu mulai menyerang pada bagian tenggorokan yang menyebabkan Asa sulit menelan makanan jika sedang makan. Jari-jari tangannya juga kejang-kejang disertai dengan kakinya yang tidak bisa digerakkan karena kesemutan.

Pada tanggal 16 sampai 19 Oktober 2006, Asa menjalani opname di rumah sakit Islam Kusstati Solo, yang jaraknya dekat dengan rumah. Beberapa tes darah menujukkan hasil tidak bagus dan samapai dilakukan transfusi darah. Setelah beberapa hari dirawat, Asa diperbolehkan untuk pulang dan dokter mengingatkan agar dirinya tidak terlalu kecapaian. Namun penyakit yang diderita Asa mulai menyerang tubuhnya sehingga membuat Asa harus bolak-balik menjalani perawatan di rumah sakit yang terletak di Solo. Puncak penyakit itu ketika saluran pernapasan Asa pun di gerogoti sampai akhirnya Asa tidak mampu lagi melawan penyakitnya dan meninggal dunia pada tanggal 14 Agustus 2007.

b. amplitude

luasnya ruang linkup dan kekomplekan karya harus memungkinkan peristiwa yang masuk akal dan harus ada menghasilkan peredaran dari nasb baik ke nasib buruk dan sebaliknya.


(39)

Dalam novel Asa, Malaikat Mungilku bagian ini terdapat pada tokoh joko yang merupakan Papa Asa. Profesi pertama joko adalah seorang jurnalis, dengan pekerjaannya ini kehidupan ekonomi keluarga jauh dari berkecukupan. Suatu ketika saat joko sedang tidur, dia menceritakan kepada istrinya tentang mimpi yang dialaminya. Dalam mimipinya dia mengatakan kalau ada orang yaitu abah dari istrinya yang menyuruh joko untuk mendirikan musala. Setelah membicarakan hal ini berdua dengan istrinya. Mereka sepakat untuk membangun musala dan Papa yang menjadi penjaga musala itu, sering juga dia menjadi imam dan penceramah di musala itu.

Dengan profesi barunya itu, sepertinya rezeki terus bertambah. Banyak teman pengusahanya yang minta jasa dari joko untuk menulis biografi temannya dalam bentuk buku. Selain itu joko juga menjadi perantara saat ada orang yang ingin menjual atau membeli barang. Tapi pekerjaan ini tidak aktif dilakukannya. Dengan begitu perekonomian mereka membaik.

c. unity

keseluruhan unsur dari alur atau plot harus ada, tidak mungkin tiada dan tidak bisa bertukar tempat tanpa mengacaukan keseluruhannya.

Pada bagian tersebut tentu terdapat dalam novel ini, keseluruhan unsur dari alur atau plot yaitu situasi, tempat, waktu, dan akhir cerita jelas digambarkan oleh pengarang. Sehingga membentuk karya yang utuh.

d. coherence

bahwa hal-hal yang mungkin dan harus terjadi dalam rangka keseluruhan plot.

Semua isi cerita dimulai dari tokoh dan perwatakan saling berkesinambungan, pengarang juga membangun konflik yang benar-benar dialaminya sendiri. Dan akhir cerita


(40)

dengan kenyataannya yang merupakan kisah nyata yang dialami oleh pengarang yang bernama Astuti J. Syahban.

4. 1. 3 Latar

Dalam sebuah novel latar sangat diperlukan. Latar merupakan tempat yang biasanya menerangkan berlangsungnya suatu kejadian di dalam cerita. Pengarang memberi secara fiktif tempat yang akan dijadikannya sebagai latar dalam karyanya sehingga pembaca merasa ikut bergerak ke dalam tempat kejadian. Menurut Panuti Sudjiman (1984: 46) latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan terjadinya lakuan dalam karya sastra.

Yang dimaksud latar material (material setting) bagi Brooks dan Werren (1959: 687) adalah latar belakang, fisik, unsur tempat dan ruang dalam suatu cerita.

Dari uaian di atas penulis menyimpulkan bahwa latar adalah tempat, waktu dan situasi yang mendukung terjadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Pengertian inilah yang dipakai penulis untuk menganalisis karya sastra dalam penelitian ini.

a. Tempat

latar tempat terjadinya di Solo, Jakarta, dan Yogyakarta.

Kami tinggal di pinggiran kota Solo dekat dengan sungai legendaris Bengawan Solo. Rumah yang kami tinggali adalah warisan dari kakek dan nenek Papa. Sebuah rumah yang bercorak arsitektur jawa, seluas kurang lebih 200 meter persegi. Di rumah ini aku tinggal bersama papa dan tiga anakku. Si sulung Brita Putri Utami, yang kedua Asa Putri Utami, dan si bungsu Muhammad Wulangreh. (Hal. 16-17)

Selama di Jakarta, kami menumpang di tempat indekos adik Papa. Secara kebetulan masih ada yang kosong sehingga kami sewa untuk beberapa hari selama berada di kota magametropolitan. (Hal. 45)


(41)

Rupanya beliau sedang praktik di apotek yang terletak di jalan Godean, papa segera muncul ke sana. (Hal. 175)

b. Waktu

Latar waktu terdapat dalam novel ini pada pagi hari, siang dan malam.

Pagi itu aku sudah mengingatkan Asa untuk tidak bersekolah, namun dia tetap mau sekolah dan aku mengizinkannya.

Pukul sebelas siang telepon rumah berdering dan dengan segera ku angkat gagang telepon.

”Assalamualaikum, Ma. Asa ga enak badan . jemput sekarang ya! Kayaknya sakitnya mau datang lagi.” (Hal. 127-128)

Begitulah sebagian dari rentetan ungkapan yang meluncur dari bibir suamiku ketika mengawali pengajian dan zikir bersama di musala, pada malam selasa kliwon. Ada kurang lebih dua puluh lima orang yang hadir. Kami menyebut hajatan rutin itu dengan istilah mujahaddan. (Hal.161)

c. Situasi

Latar situasi adalah tentang keadaan cara hidup dan lingkungan masyarakat. Latar situasi yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku ini merupakan kehidupan sosial di kota Solo. Kehidupan sosial yang masih mengutamakan sifat peduli terhadap sesama.

Saat Asa harus menjalani pengobatan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit. Banyak teman-teman dari Papa yang memberikan bantuan, tidak hanya itu. Dari pihak sekolah Asa juga memberi bantuan. Dan bagi mereka yang sudah membantu, Asa selalu menghadiahkan mereka surat AL-Fatiha. (Hal. 181)

Begitu juga ketika Asa berada di Yogya untuk menjalani pengobatan, tamu-tamu untuk menjenguk Asa berdatangan untuk melihat dan memberi Asa semangat agar cepat sembuh, aku tidak menyangka betapa pedulinya mereka kepada anakku. (Hal. 190)

4. 1. 4 Tema

Tema adalah pokok persoalan yang ingin disampaikan pengarang melalui karyanya. Atar semi (1984: 34) mengatakan, tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat


(42)

Menurut ( Sulastin, 1983: 129) untuk menafsirkan tema suatu karya sastra dapat digunakan kata kunci yaitu lewat judul suatu karya sastra. Tema dalam novel Asa, Malaikat Mungilku ini adalah kepasrahan dan usaha dalam menjalani hidup yang harus tetap terus bertahan dalam keadaan sakit yang berkepanjangan. Meskipun menderita sakit parah Asa selalu ceria dan menjalaninya seperti tidak terkena penyakit parah. Betapa mulianya hati seorang anak kecil yang mengatakan bahwa sakit yang dideritanya merupakan nikmat dari Allah.

Aku sebenarnya merasa kasihan kepada Asa, namun rasa kasihan dalam hatiku segera berubah menjadi syukur. Asa memang sudah mengerti kalau dirinya sakit, tapi semangatnya untuk berzikir telah mengalahkan kondisi tubuhnya yang sudah rapuh.

”Agar Allah memeberikan jalan terbaik bagi Asa, Ma. Ucap gadis kecil yang tubuhnya terlihat sangat kurus itu.

Biasanya, setelah acara zikir selesai dan Papa sudah menutup dengan doa, Asa nyeletuk kepada Papa untuk memanjatkan doanya.

”Ya Allah, limpakanlah kesejahteraan dan keselamatan yang sempurna atasa junjungan kami, Nabi Muhammad Saw. Semoga terurai dengan berkah dan dilepaskan dengan segala kesusahan dan tercapai segala keinginan dan khusnul khatimah dan curahkan rahmat oleh Allah atas pribadi yang mulia kanjeng Nabi Muhammad dan atas para keluarga dan sahabatnya. Setiap kedipan mata dan embusan napas bahkan sebanyakpengetahuan-Mu, ya Allah! Amin.”

Doa yang diucapakan Asa itu belum selesai, maka kontan para pserta zikir banyak yang mengucurkan air mata. Mereka mengetahui bahwa Asa sedang mengidap penyakit langka dan berat. Serta belum ada obat yang bisa menyembuhkannya. Semanagat Asa untuk melawan penyakitnya dan terus bertahan hidup sangat kuat. Bahkan dia tidak mengeluh dan protes kepada Tuhan. Asa menanyakan arti dari namanya kepada mama.

”Mama, Asa itu kan artinya semangat.” ”ya sayang.”

”Maka, Asa tidak boleh mati, Ma. Semangat enggak boleh mati. Asa harus hidup.”


(43)

Astuti tidak pernah sedikit pun merasa letih karena harus selalu mendampingi Asa saat sedang sakit. Dia sangat memperhatikan keadaan Asa dan seluruh kasih sayang diberikannya untuk Asa.

Belum usai kedua telapak tangan kuusapkan di wajah, tiba-tiba dari dalam rumah terdengar teriakan Asa memecahkan kesunyian dini hari.

”Mama! Mama.... sini! Kakiku sakit! Sakit, Ma”

”Ya Allah! Ada apa dengan buah hatiku?” gumamku lirih, sambil bergegas menuju kamar Asa.

”Astaghfirullah1 kenapa kakiku ini? Mama... kakiku. Ma, nggak bisa digerakkan ...”rintih Asa.

Sempat sejenak aku gugup melihatnya, namun buru-buru kupegangi kakinyha dan aku pijat-pijat.

”sudah, nanti akan sembuh, Asa lanjutkan aja bobonya ya.” biar mama kompres dulu ya?

Kuambil air hangat dari termos, lalu kutuangkan ke dalam baskom, kukompres dahi Asa. Tak lupa juga dada dan kakinya.

Sebenarnya Asa sudah ikhlas dengan keadaanya seperti itu, tetapi dia selalu mengatakan kepada Mamanya ingin cepat sembuh karena dia masih ingin meraih cita-citanya.

”Mama, aku benar-benar ingin sembuh. Aku masih ingin sekolah, ngin menghafal Al-Qur’an. Aku berdoa terus. Aku minta terus sama Allah, Ma.” ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

Aku hendak menahan diri untuk tidak menanyakan sesuatu yang menggumpal di hati, tapi akhirnya tak bisa kutahan.

”Asa, bagaimana kalau Allah berkehendak lain, sayang? Kamu ikhlas?”

”Aku ikhlas, Ma.”jawab Asa tanpa ragu.”Dan bila Allah berkehendak lain Mama juga harus ikhlas sebab Asa sudah ikhlas.”

”Mama ikhlas sayang.”

”Mama, aku minta maaf atas kesalahan dan dosa-dosaku selama ini.’

”Pasti sayang, Mama maafkan, nduk. Sebaliknya, Mama juga minta maaf ya.”(Hal. 328)

4. 2 Bentuk-Bentuk Proses Sosial Dalam Novel Asa, Malaikat Mungilku Proses sosial menurut Basrowi (2003: 136)


(44)

menerus. Interaksi sosial yang dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara kedua belah pihak, yaitu antara individu yang satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai sesuatu atau tujuan tertentu.

Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerja sama tetapi bisa juga berbentuk tindakan persaingan, pertikaian dan sejenisnya. Pendapat Basrowi (2005: 138).

4. 2. 1 Kerja Sama

Menurut Hendropuspito (1989: 236) mengatakan bahwa kerja sama adalah suatu bentuk proses sosial dimana dua atau lebih perorangan atau kelompok mengadakan kegiatan guna mencapai tujuan yang sama. Dalam hidup bermasyarakat kegiatan kerja sama sangat diperlukan untuk memperoleh atau menghasilkan kesepakatan yang telah disetujui sebelum mengadakan kerja sama.

Kerja sama menurut Dirdjosisworo (1985: 276) adalah suatu kegiatan dalam proses sosial untuk mencapai tujuan yang sama dengan cara saling membantu dan saling menolong dengan komunikasi yang efektif.

Dalam novel tersebut pengarang juga menggambarkan keadaan sosial lingkungan di kota Solo tempat lahirnya karya ini. Masyarakat yang begitu peduli kepada sesama dan suka menolong tanpa meminta balasan apapun. Dalam novel Asa, Malaikat Mungilku terdapat kerja sama dalam pengobatan Asa sampai ke proses penguburannya. Hal ini dapat di lihat dari beberapa contoh yang tertera berikut ini.


(45)

Begitu juga ketika Asa berada di Yogya untuk menjalani pengobatan, teman, tetangga dan keluarga yang datang untuk menjenguk Asa berdatangan untuk melihat dan memberi Asa semangat agar cepat sembuh, aku tidak menyangka betapa pedulinya mereka kepada anakku. (Hal. 190)

”Kamu berdoa saja ya, sayang. Ini mama dan Papa lagi berusaha.” ”Ya, deh! Telepon aja Om Kris, dia pasti kirim uang lagi!”

Benar juga usul Asa. Aku harus hubungi Kris sekarang dengan kirim SMS, Juga kepada istrinya.

”Tadi aku udah ke admin. Masih ada kekurangan 5jt. Bisa kau bantulagi? IniAsa masih saja nangis minta segera pulang.” demikian bunyi pesanku.

Kris tidak menjawab, tapi ada sambutan dari Ulie.

”ini ada uang,bisa dipake dulu. Bisa ku transfer sekarang? Minta nomor rekening nya.”(Hal. 310)

Ketika jenazah Asa akan di bawa ke kubur, tanpa ada yang mengetahui dan mengenal banyak para pemuda yang datang untuk melihat dan mengantarkan jenazah Asa. Masyarakat heran karena mereka merasa tidak mengenal para pemuda itu.

Nah, pada waktu jenazah diangkat oleh beberapa orang, mendadak dari arah barat berjalan ke timur serombongan anak remaja yang kebanyakan laki-laki, mungkin jumlahnya seratusan orang, melantunkan kalimat thoyyibah,

”La illaha illallah... La illaha illallah.. La illaha illallah” suara mereka bergemuru sangat syahdu sehingga semua orang hampir tampak terkesima.

Anak-anak muda itu berjalan beriringan menerobos para tamu yang berdiri di sepanjang jalan depan rumah, para pelayat tampak terdiam. Pasangan mata mereka hanya menatap ke arah rombongan tersebut. (Hal. 11)

Dari kutipan di atas dapat kita lihat bahwa adanya kerja sama dalam novel tersebut. Kerja sama yang dilakukan oleh teman-teman dan keluarga untuk penyembuhan Asa dari penyakitnya sampai mengantarkan jenazahnya ke kubur. Ketika kita melakukan hal baik dengan membantu orang yang sedang kesusahan dengan ikhlas maka perasaan bahagia dapat kita rasakan. Selain itu sifat suka menolong juga akan menimbulkan rasa kekeluargaan yang erat.


(46)

4. 2. 2 Komonikasi Sosial

Komunikasi Sosial menurut Basrowi (2005: 143) adalah suatu proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari prilaku pihak lain.melalui tafsiran pada prilaku pihak lain, seseorang mewujudkan prilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan pihak lain. Dalam kehidupan bermasyarakat komunikasi sangat diperlukan untuk menjalin hubungan atau berinteraksi dengan pihak lain.

Komunikasi sosial dalam novel Asa, Malaikat Mungilku dapat di lihat dari kutipan berikut ini:

Ketika berada di Jakarta dia memang anak yang cepat akrab dengan orang lain, baru beberapa jam tiba di pondok adik iparku, ternyata Asa punya sahabat baru. Aku sempat memperhatikan perkenalan mereka.

”Hai!! Sapa namamu?

Asa tersenyum sambil mengulurkan tangan sambil mengajak bersalaman sebelum memperkenalkan dirinya.

”Asa.”

”Aku Tika. Main yuk!!” (Hal. 46)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Asa adalah anak yang ramah dan suka bergaul kepada siapa saja. Oleh sebab itu Asa memiliki teman yang banyak, baru saja dia berada di jakarta untuk liburan langsung dia mencari teman yaitu Tika. Asa mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan dirinya, dan Tika memberi reaksi kepada uluran tangan Asa dengan saling berjabat tangan. Dari tindakan keduanya telah terjadi komunikasi.

”Bagus tante, sudah tobat, ya? Istikamah ya, tante?

Tante kelihatan bertambah cantik memakai jilbab,” Asa meledek tapi juga memujinya.

”Asa juga cantik.”

”tidak. Aku sekarang jelek.”

”Asa tetap cantik, kok. Percayalah!”

Kata Asa yang mengatakan kepada tantenya kalau tantenya sudah tobat merupakan sindiran yang mempunyai maksud agar tantenya mulai memakai jilbab seterusnya, karena selama


(47)

memakai jilbab. Perubahan itu terjadi saat Asa sakit-sakitan dan ketika tantenya pulang dari menjenguk Asa untuk pertama kalinya.

Komunikasi dengan Allah senantiasa dilakukan Asa lewat zikir di saat Asa sedang tiduran tanpa kegiatan. Ini adalah salah satu caranya untuk melawan penyakit yang dideritanya sambil memohon kesembuhan kepada Allah.

4. 2. 3 Kontak Sosial

Kontak sosial menurut Dirdjosisworo (1985: 273) mengandung arti bersama-sama menyentuh secara fisik (persinggungan badani). Maka kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan melalui percakapan satu orang dengan orang lain.

Dalam novel ini banyak terdapat kontak sosial yang terjadi dalam setiap cerita yang disampaikan oleh pengarang. Tetapi dalam penelitian ini penulis membatasi gambaran tentang kontak sosial yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karena banyaknya bagian cerita yang merupakan kontak sosial. Jadi penulis hanya mengambil bagian-bagian yang dianggap sebagai pendorong cerita.

Dalam novel ini kontak sosial di dominasi oleh tokoh utama yaitu Asa.

Ketika berada di Jakarta dia memang anak yang cepat akrab dengan orang lain, baru beberapa jam tiba di pondok adik iparku, ternyata Asa punya sahabat baru. Aku sempat memperhatikan perkenalan mereka.

”Hai!! Sapa namamu?

Asa tersenyum sambil mengulurkan tangan sambil mengajak bersalaman sebelum memperkenalkan dirinya.

”Asa.”

”Aku Tika. Main yuk!!” (Hal. 46)


(48)

Aku juga sempat berseloroh kepadanya. Aku bilang sekarang gantian lengannya yang tampak seperti popeye si pelaut. Si penggemar sayur bayam, tokoh kartun kesukaannya. ”Hai, Popeye!”

Dan dia tidak marah ketika aku bilang begitu.

Dokter Suma menggenggam tangan Asa dan bersalaman, Asa membalasnya dengan senyuman.

”bagaimana? Apakah ada kendala, Bu?” ”Alhamdulillah. Selama ini tidak ada, Pak.” ”ya. Sudah. Terima kasih.” (Hal 200)

Tidak hanya dengan dokter dia berteman, tetapi dengan suster juga, namanya suster Lala. Seorang suster yang baru jaga menggantikan shift sore.

Suster Lala hafal dengan suara Asa. Maka dia tidak merasa heran ketika namanya dipanggil berulang-ulang oleh anak itu. Dia tak juga mendekat hingga anak itu mengeluarkan jurus jitu, memanggil suster Lala dengan panggilan kesayangannya.

”Suster Lala...Po...sini, dong!” ”Ya, Asa.”

”Suster, kesini, temani aku ngobrol!”

”Suster masih sibuk, sayang. Nanti sebentar lagi, Ya.” ”Sekarang saja, Sus!”

Suster Lala mendekati Asa. Mungkin tak tega juga dia mendengar anak itu memanggil-manggil seakan merengek kepadanya.

Antara Asa dan mamanya juga terlibat percakapan yang sangat serius dan memerlukan kekuatan mental untuk membicarakan ini. Pembicaraan mereka adalah tentang bagaimana seandainya Asa harus meninggal secepat ini.

”Mama, aku benar-benar ingin sembuh. Aku masih ingin sekolah, ngin menghafal Al-Qur’an. Aku berdoa terus. Aku minta terus sama Allah, Ma.” ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

Aku hendak menahan diri untuk tidak menanyakan sesuatu yang menggumpal di hati, tapi akhirnya tak bisa kutahan.

”Asa, bagaimana kalau Allah berkehendak lain, sayang? Kamu ikhlas?”

”Aku ikhlas, Ma.”jawab Asa tanpa ragu.”Dan bila Allah berkehendak lain Mama juga harus ikhlas sebab Asa sudah ikhlas.”

”Mama ikhlas sayang.”

”Mama, aku minta maaf atas kesalahan dan dosa-dosaku selama ini.’

”Pasti sayang, Mama maafkan, nduk. Sebaliknya, Mama juga minta maaf ya.” ”biarlah uangku yang mama pinjam tak usah dikembalikan. Aku ikhlas dan


(49)

Setelah memimpin jemaah shalat isya, Papa menghampiri Asa, diusapnya dengan lembut wajah anak itu. Asa terdiam, dia tak tampak memejamkan mata. Papa mengulanginya hingga tiga kali.


(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 KESIMPULAN

Setelah dilakukan penelitian terhadap novel Asa, Malaikat Mungilku maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan dari struktur pembangun karya sastra dapat kita lihat dapat kita lihat dari tema dalam novel ini adalah tetap berusaha dan menyerahkan semuanya kepada Allah merupakan sikap yang paling baik sebagai manusia, karena manusia adalah makhluk yang lemah tida memilki kekuatan apapun di hadapan Tuhan. Kemudian latar dalam novel ini berada di kota Solo, dengan kehidupan sosial yang yang mempunyai hubungan kekeluargaan antara satu kelompok dengan kelompok lain. Artinya sikap saling tolong menolong dan peduli kepada sesama masih sangat menonjol, sesuai dengan gambaran yang di buat pengarang dalam penceritaan novelnya. Latar juga membentuk watak masyarakatnya. Dan watak dari tokoh-tokoh dalam novel ini merupakan watak yang lembut, baik dan ramah tamah. Sesuai dengan konvensi masyarakat yang berada di luar tanah jawa.

2. kesimpulan dari proses sosial dalam bidang kerja sama kita lihat dalam proses penyembuhan penyakit yang di derita oleh Asa. Bahwa keluarga Asa adalah keluarga yang kehidupan ekonominya di bawah mencukupi. Akan tetapi karena banyaknya teman dan keluarga yang membantu biaya pengobatan maka Asa dapat menjalani pengobatan walau akhirnya meninggal dunia. Ini yang membuat ibunya mempunyai sedikit rasa bangga karena Asa masih beruntung dikelilingi orang-orang yang mendukung usaha kami dalam penyembuhan Asa. Ibunya sadar bahwa di luar sana


(51)

banyak anak-anak yang menderita penyakit parah tetapi tidak sempat mendapatkan pengobatan yang layak akibat tidak adanya biaya.

3. kesimpulan dari tokoh utama yaitu Asa, bagaimana dia terus sabar dan selalu bersemangat dalam menjalani hidup saat dia mengetahui bahwa dirinya diserang penyakit yang ganas. Itu semua tidak jadi penghalang buatnya karena dia menganggap penyakit yang di deritanya itu adalah nikmat dari Allah yang membuat hubungannya dengan Allah semakin dekat.

5. 2 Saran

Penulis telah melakukan penelitian terhadap novel Asa, Malaikat Mungilku karya Atuti J. Syahban dengan menggunakan analisis sosiologi sastra. Bagaimana kehidupan sosial yang digambarkan pengarang dalam novel tersebut adalah masyarakat yang suka membantu atau menolong. Sebab kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa ada komunikasi dan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. hal ini yang membuat penulis merasa tertarik untuk mengkaji novel Asa, Malaikat Mungilku. penulis menyarankan novel ini harus banyak di baca oleh masyarakat dan mahasiswa. Terutama mahasiswa sastra Indonesia USU.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia. Boulton, M. 1975. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Brooks, C. And R. P. Werren. 1959. Understanding Fiction. New York: Appleton Century Crofts, Inc

Dirdjosisworo, Soedjono. 1985. Asas-Asas Sosiolgi. Bandung: Armico Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta Pusat: Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Kebudayaan.

Harahap, Nurhayati. 2006. Ende Ungut-Ungut Angkola Mandailing Kajian Sosiologi Sastra. Widayati,(Ed). 2006. Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastra Logat. Medan: USU Press.

Faruk, 1994. Pengantar sosiologi sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI) Hendropuspito. 1989. Sosiologi Semantik. Kanisius: Yogyakarta.

Jabrohim, dkk. (Ed). 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Malo, Monase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa

Sudjiman, Panuti. 1984. Istilah Kamus Sastra. Ende-Flores: Nusa Indah.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia. Teeuw, A 1988.Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.


(1)

memakai jilbab. Perubahan itu terjadi saat Asa sakit-sakitan dan ketika tantenya pulang dari menjenguk Asa untuk pertama kalinya.

Komunikasi dengan Allah senantiasa dilakukan Asa lewat zikir di saat Asa sedang tiduran tanpa kegiatan. Ini adalah salah satu caranya untuk melawan penyakit yang dideritanya sambil memohon kesembuhan kepada Allah.

4. 2. 3 Kontak Sosial

Kontak sosial menurut Dirdjosisworo (1985: 273) mengandung arti bersama-sama menyentuh secara fisik (persinggungan badani). Maka kontak sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan melalui percakapan satu orang dengan orang lain.

Dalam novel ini banyak terdapat kontak sosial yang terjadi dalam setiap cerita yang disampaikan oleh pengarang. Tetapi dalam penelitian ini penulis membatasi gambaran tentang kontak sosial yang terdapat dalam novel Asa, Malaikat Mungilku karena banyaknya bagian cerita yang merupakan kontak sosial. Jadi penulis hanya mengambil bagian-bagian yang dianggap sebagai pendorong cerita.

Dalam novel ini kontak sosial di dominasi oleh tokoh utama yaitu Asa.

Ketika berada di Jakarta dia memang anak yang cepat akrab dengan orang lain, baru beberapa jam tiba di pondok adik iparku, ternyata Asa punya sahabat baru. Aku sempat memperhatikan perkenalan mereka.

”Hai!! Sapa namamu?

Asa tersenyum sambil mengulurkan tangan sambil mengajak bersalaman sebelum memperkenalkan dirinya.

”Asa.”

”Aku Tika. Main yuk!!” (Hal. 46)

Pada saat dirawat di rumah sakitpun Asa memiliki banyak teman karena dia anak yang suka berkomunikasi, semua dokter dan suster yang menaganinya menjadi temannya. Terutama dokter Suma, mereka berdua sering bercanda ketika bertemu.


(2)

47

Aku juga sempat berseloroh kepadanya. Aku bilang sekarang gantian lengannya yang tampak seperti popeye si pelaut. Si penggemar sayur bayam, tokoh kartun kesukaannya. ”Hai, Popeye!”

Dan dia tidak marah ketika aku bilang begitu.

Dokter Suma menggenggam tangan Asa dan bersalaman, Asa membalasnya dengan senyuman.

”bagaimana? Apakah ada kendala, Bu?” ”Alhamdulillah. Selama ini tidak ada, Pak.” ”ya. Sudah. Terima kasih.” (Hal 200)

Tidak hanya dengan dokter dia berteman, tetapi dengan suster juga, namanya suster Lala. Seorang suster yang baru jaga menggantikan shift sore.

Suster Lala hafal dengan suara Asa. Maka dia tidak merasa heran ketika namanya dipanggil berulang-ulang oleh anak itu. Dia tak juga mendekat hingga anak itu mengeluarkan jurus jitu, memanggil suster Lala dengan panggilan kesayangannya.

”Suster Lala...Po...sini, dong!” ”Ya, Asa.”

”Suster, kesini, temani aku ngobrol!”

”Suster masih sibuk, sayang. Nanti sebentar lagi, Ya.” ”Sekarang saja, Sus!”

Suster Lala mendekati Asa. Mungkin tak tega juga dia mendengar anak itu memanggil-manggil seakan merengek kepadanya.

Antara Asa dan mamanya juga terlibat percakapan yang sangat serius dan memerlukan kekuatan mental untuk membicarakan ini. Pembicaraan mereka adalah tentang bagaimana seandainya Asa harus meninggal secepat ini.

”Mama, aku benar-benar ingin sembuh. Aku masih ingin sekolah, ngin menghafal Al-Qur’an. Aku berdoa terus. Aku minta terus sama Allah, Ma.” ucapnya dengan napas tersengal-sengal.

Aku hendak menahan diri untuk tidak menanyakan sesuatu yang menggumpal di hati, tapi akhirnya tak bisa kutahan.

”Asa, bagaimana kalau Allah berkehendak lain, sayang? Kamu ikhlas?”

”Aku ikhlas, Ma.”jawab Asa tanpa ragu.”Dan bila Allah berkehendak lain Mama juga harus ikhlas sebab Asa sudah ikhlas.”

”Mama ikhlas sayang.”

”Mama, aku minta maaf atas kesalahan dan dosa-dosaku selama ini.’

”Pasti sayang, Mama maafkan, nduk. Sebaliknya, Mama juga minta maaf ya.” ”biarlah uangku yang mama pinjam tak usah dikembalikan. Aku ikhlas dan aku anggap sudah lunas. Aku tak jadi makan uang riba Ma....”

”Ya... Mama tahu Tuhan selalu menjagamu.”


(3)

Setelah memimpin jemaah shalat isya, Papa menghampiri Asa, diusapnya dengan lembut wajah anak itu. Asa terdiam, dia tak tampak memejamkan mata. Papa mengulanginya hingga tiga kali.


(4)

49 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 KESIMPULAN

Setelah dilakukan penelitian terhadap novel Asa, Malaikat Mungilku maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan dari struktur pembangun karya sastra dapat kita lihat dapat kita lihat dari tema dalam novel ini adalah tetap berusaha dan menyerahkan semuanya kepada Allah merupakan sikap yang paling baik sebagai manusia, karena manusia adalah makhluk yang lemah tida memilki kekuatan apapun di hadapan Tuhan. Kemudian latar dalam novel ini berada di kota Solo, dengan kehidupan sosial yang yang mempunyai hubungan kekeluargaan antara satu kelompok dengan kelompok lain. Artinya sikap saling tolong menolong dan peduli kepada sesama masih sangat menonjol, sesuai dengan gambaran yang di buat pengarang dalam penceritaan novelnya. Latar juga membentuk watak masyarakatnya. Dan watak dari tokoh-tokoh dalam novel ini merupakan watak yang lembut, baik dan ramah tamah. Sesuai dengan konvensi masyarakat yang berada di luar tanah jawa.

2. kesimpulan dari proses sosial dalam bidang kerja sama kita lihat dalam proses penyembuhan penyakit yang di derita oleh Asa. Bahwa keluarga Asa adalah keluarga yang kehidupan ekonominya di bawah mencukupi. Akan tetapi karena banyaknya teman dan keluarga yang membantu biaya pengobatan maka Asa dapat menjalani pengobatan walau akhirnya meninggal dunia. Ini yang membuat ibunya mempunyai sedikit rasa bangga karena Asa masih beruntung dikelilingi orang-orang yang mendukung usaha kami dalam penyembuhan Asa. Ibunya sadar bahwa di luar sana


(5)

banyak anak-anak yang menderita penyakit parah tetapi tidak sempat mendapatkan pengobatan yang layak akibat tidak adanya biaya.

3. kesimpulan dari tokoh utama yaitu Asa, bagaimana dia terus sabar dan selalu bersemangat dalam menjalani hidup saat dia mengetahui bahwa dirinya diserang penyakit yang ganas. Itu semua tidak jadi penghalang buatnya karena dia menganggap penyakit yang di deritanya itu adalah nikmat dari Allah yang membuat hubungannya dengan Allah semakin dekat.

5. 2 Saran

Penulis telah melakukan penelitian terhadap novel Asa, Malaikat Mungilku karya Atuti J. Syahban dengan menggunakan analisis sosiologi sastra. Bagaimana kehidupan sosial yang digambarkan pengarang dalam novel tersebut adalah masyarakat yang suka membantu atau menolong. Sebab kita sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri tanpa ada komunikasi dan interaksi dengan makhluk sosial lainnya. hal ini yang membuat penulis merasa tertarik untuk mengkaji novel Asa, Malaikat Mungilku. penulis menyarankan novel ini harus banyak di baca oleh masyarakat dan mahasiswa. Terutama mahasiswa sastra Indonesia USU.


(6)

51

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia. Boulton, M. 1975. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Brooks, C. And R. P. Werren. 1959. Understanding Fiction. New York: Appleton Century Crofts, Inc

Dirdjosisworo, Soedjono. 1985. Asas-Asas Sosiolgi. Bandung: Armico Damono, Sapardi Djoko. 1984. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta Pusat: Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Kebudayaan.

Harahap, Nurhayati. 2006. Ende Ungut-Ungut Angkola Mandailing Kajian Sosiologi Sastra. Widayati,(Ed). 2006. Jurnal Ilmu-Ilmu Bahasa dan Sastra Logat. Medan: USU Press.

Faruk, 1994. Pengantar sosiologi sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar (Anggota IKAPI) Hendropuspito. 1989. Sosiologi Semantik. Kanisius: Yogyakarta.

Jabrohim, dkk. (Ed). 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya. Malo, Monase. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa

Sudjiman, Panuti. 1984. Istilah Kamus Sastra. Ende-Flores: Nusa Indah.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1991. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia. Teeuw, A 1988.Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

.