100.00 ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI

96 strategis dalam mewujudkan ketahanan pangan keluarga terkait pengaturan dan pemanfaatan konsumsi pangan, pengeluaran pangan, serta sebagai pencari nafkah tambahan keluarga selain suami. Pengaturan konsumsi pangan akan menentukan diversifikasi pangan keluarga. Pada usia yang masih produktif memungkinkan seorang ibu dapat mewujudkan ketahanan pangan melalui upaya diversifikasi pangan untuk ketercukupan gizi keluarga dengan ditunjang oleh pendapatan rumah tangga yang memadai. Koefisien logit variabel pendapatan usahatani jagung dan pendapatan total rumah tangga keluarga bernilai positif. Ini berarti meningkatnya pendapatan usahatani jagung dan pendapatan total rumah tangga akan meningkatkan probabilitas ketahanan pangan rumah tangga. Nilai odds ratio pendapatan usahatani jagung sebesar 1.492 berarti apabila terjadi peningkatan pendapatan usahatani jagung maka akan meningkatkan probabilitas tingkat ketahanan pangan rumah tangga sebesar nilai odds rationya. Sedangkan nilai odds ratio pendapatan total rumah tangga sebesar 3.180 mempunyai arti peningkatan probabilitas ketahanan pangan rumah tangga akan meningkat sebesar 3.180 kali bila terjadi peningkatan pendapatan total rumah tangga. Pendapatan total rumah tangga dapat berasal dari pendapatan usahatani jagung, pendapatan usahatani selain jagung, dan pendapatan-pendapatan lainnya di luar usahatani off farm seperti pegawaikaryawanburuh pabrik, pedagang, buruh bangunan, pengrajin, dan lain-lain. Pendapatan rumah tangga merupakan variabel ekonomi yang berpengaruh terhadap ketahanan rumah tangga. Dengan meningkatnya pendapatan akan meningkatkan pula daya beli dan akses rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pangan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Hutapea 2014, January 2014 dan Abu 2014 yang melaporkan peningkatan pendapatan rumah tangga akan meningkatkan tingkat ketahanan pangan rumah tangga. Koefisien logit variabel tingkat efisiensi teknis produksi jagung bernilai positip sebesar 1.102 dengan nilai odds ratio sebesar 3.010. Ini berarti apabila terjadi peningkatan efisiensi teknis produksi jagung maka akan meningkatkan tingkat ketahanan pangan rumah tangga sebesar 3.010 kali. Selanjutnya koefisien logit dummy petani juga bernilai positif sebesar 0.755 dengan nilai odds ratio 2.128. Ini juga berarti peluang rumah tangga petani PTT jagung untuk meningkatkan tingkat ketahanan pangan rumah tangga adalah sebesar 2.128 kali lebih tinggi dibandingkan dengan peluang rumah tangga petani bukan PTT jagung. Dengan keikutsertaan petani dalam PTT jagung, petani mendapatkan pengetahuan tentang teknik budidaya jagung yang baik sesuai prinsip-prinsip PTT jagung. Dalam kegiatan budidaya jagung pengetahuan tersebut diterapkan oleh petani sehingga dapat menghasilkan tingkat produktivitas yang lebih tinggi tinggi dibandingkan petani bukan PTT jagung. Tingkat produktivitas yang tinggi akan meningkatkan tingkat efisiensi teknis produksi jagung. Produksi jagung yang diperoleh kemudian dijual petani yang pada akhirnya menghasilkan pendapatan rumah tangga. Pendapatan rumah tangga petani digunakan untuk meningkatkan daya beli dan akses terhadap kebutuhan pangan rumah tangga. Pengaruh PTT Jagung terhadap KetahananPanganRumah Tangga 97 Untuk menjelaskan bagaimana PTT jagung mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani jagung, dapat diuraikan dari karakteristik rumah tangga petani, analisis usahatani jagung, struktur pendapatan rumah tangga, kelayakan teknologi PTT, produksi dan efisiensi usahatani jagung, serta tingkat ketahanan pangan rumah tangga yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Pada karakteristik rumah tangga petani menunjukkan tidak terdapat perbedaan significan pada rata-rata umur petani 50 tahun, rata-rata tingkat pendidikan formal 7 tahun. Perbedaan signifikan terdapat pada rata-rata tingkat pendidikan formal mengikuti kegiatan penyuluhan dalam setahun petani PTT sebanyak 11 kali sedangkan petani bukan PTT hanya 5 kali, dan rata rata pengalaman usahatani jagung petani PTT 18 tahun dan petani bukan PTT 13 tahun. Perbedaan tingkat pendidikan formal disebabkan sebanyak 100 persen petani PTT adalah anggota kelompok tani dan dapat mengakses penyuluhan, sedangkan petani bukan PTT hanya 58.7 persen ikut kelompok tani dan hanya 67.39 persen mengakses penyuluhan. Pada kelompok tani terdapat program rutin tiap bulan mengadakan kegiatan penyuluhan pertanian. Rata-rata luasan lahan usahatani jagung petani PTT sebesar 0.41 ha sedangkan petani bukan PTT sebesar 0.26 ha. Sebanyak 42.52 persen petani PTT memiliki kisaran luasan lahan 0.1 – 0.25 ha dan petani bukan PTT luasan lahan antara 0.1 – 0.25 ha sebanyak 59.42 ha. Berdasarkan status kepemilikan lahan sebanyak 19.14 persen petani PTT 31 petani berstatus bagi hasilsewa, dan petani bukan PTT sebesar 21.01 persen 29 petani berstatus bagi hasilsewa. Rata-rata produksi jagung sebesar 6.458 kgha pada petani PTT dan petani bukan PTT sebesar 5.295 kgha. Tingginya produksi jagung di tingkat petani PTT disebabkan dalam penggunaan input produksi seperti benih dan urea telah sesuai rekomendasi PTT jagung, penggunaan pupuk organik yaitu pupuk kandang juga telah dilakukan walaupun belum sesuai rekomendasi. Demikian juga halnya dengan penggunaan pestisida untuk PHT. Pada petani bukan PTT walaupun memiliki luas lahan yang relatif lebih kecil sebesar 0.26 ha namun terdapat insentif penggunaan input produksi yang lebih tinggi dibandingkan petani PTT tenaga kerja, benih, urea, phonska. Perubahan teknologi dengan tidak menerapkan PTT jagung menjadi menerapkan PTT jagung menghasilkan tambahan keuntungan dari sisi output sebesar Rp. 3.161.934,-hamusim tanam dan keuntungan dari sisi input penghematan biaya sebesar Rp. 320.749,-hamusim tanam. Marginal Benefit CostRatio MBCR perubahan penerapan PTT sebesar 7.74 yang berarti penambahan biaya sebesar Rp.1,- akan menghasilkan tambahan keuntungan sebesar Rp. 7.74,-. Penerapan teknologi PTT jagung layak dilakukan karena mempunyai nilai MBCR yang lebih besar dari 1.Dari struktur pendapatan rata-rata rumah tangga petani jagung PTT menunjukkan kontribusi pendapatan usahatani jagung terhadap total pendapatan rumah tangga sebesar 39 persen, kontribusi ini tidak terlalu berbeda dengan petani bukan PTT sebesar 33 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Secara gabungan kontribusi pendapatan usahatani jagung terhadap total pendapatan rumah tangga adalah sebesar 36 persen. Hasil analisis efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis juga menunjukkan perbedaan baik pada petani PTT maupun petani bukan PTT. Efisiensi teknis petani PTT berkisar antara 46 – 97 persen dengan rata-rata 88 persen sementara petani bukan PTT berkisar antara 37 – 97 persen dengan rata-rata 78 persen. Pada efisiensi alokatif rata-rata petani PTT sebesar 52 persen dan petani bukan PTT sebesar 38 persen. Demikian juga halnya pada rata-rata efisiensi ekonomi petani PTT sebesar 46 persen sedangkan petani bukan PTT hanya sebesar 29 persen. Indikasi ini dapat