21.67 ANALISIS KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI

97 Untuk menjelaskan bagaimana PTT jagung mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani jagung, dapat diuraikan dari karakteristik rumah tangga petani, analisis usahatani jagung, struktur pendapatan rumah tangga, kelayakan teknologi PTT, produksi dan efisiensi usahatani jagung, serta tingkat ketahanan pangan rumah tangga yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya. Pada karakteristik rumah tangga petani menunjukkan tidak terdapat perbedaan significan pada rata-rata umur petani 50 tahun, rata-rata tingkat pendidikan formal 7 tahun. Perbedaan signifikan terdapat pada rata-rata tingkat pendidikan formal mengikuti kegiatan penyuluhan dalam setahun petani PTT sebanyak 11 kali sedangkan petani bukan PTT hanya 5 kali, dan rata rata pengalaman usahatani jagung petani PTT 18 tahun dan petani bukan PTT 13 tahun. Perbedaan tingkat pendidikan formal disebabkan sebanyak 100 persen petani PTT adalah anggota kelompok tani dan dapat mengakses penyuluhan, sedangkan petani bukan PTT hanya 58.7 persen ikut kelompok tani dan hanya 67.39 persen mengakses penyuluhan. Pada kelompok tani terdapat program rutin tiap bulan mengadakan kegiatan penyuluhan pertanian. Rata-rata luasan lahan usahatani jagung petani PTT sebesar 0.41 ha sedangkan petani bukan PTT sebesar 0.26 ha. Sebanyak 42.52 persen petani PTT memiliki kisaran luasan lahan 0.1 – 0.25 ha dan petani bukan PTT luasan lahan antara 0.1 – 0.25 ha sebanyak 59.42 ha. Berdasarkan status kepemilikan lahan sebanyak 19.14 persen petani PTT 31 petani berstatus bagi hasilsewa, dan petani bukan PTT sebesar 21.01 persen 29 petani berstatus bagi hasilsewa. Rata-rata produksi jagung sebesar 6.458 kgha pada petani PTT dan petani bukan PTT sebesar 5.295 kgha. Tingginya produksi jagung di tingkat petani PTT disebabkan dalam penggunaan input produksi seperti benih dan urea telah sesuai rekomendasi PTT jagung, penggunaan pupuk organik yaitu pupuk kandang juga telah dilakukan walaupun belum sesuai rekomendasi. Demikian juga halnya dengan penggunaan pestisida untuk PHT. Pada petani bukan PTT walaupun memiliki luas lahan yang relatif lebih kecil sebesar 0.26 ha namun terdapat insentif penggunaan input produksi yang lebih tinggi dibandingkan petani PTT tenaga kerja, benih, urea, phonska. Perubahan teknologi dengan tidak menerapkan PTT jagung menjadi menerapkan PTT jagung menghasilkan tambahan keuntungan dari sisi output sebesar Rp. 3.161.934,-hamusim tanam dan keuntungan dari sisi input penghematan biaya sebesar Rp. 320.749,-hamusim tanam. Marginal Benefit CostRatio MBCR perubahan penerapan PTT sebesar 7.74 yang berarti penambahan biaya sebesar Rp.1,- akan menghasilkan tambahan keuntungan sebesar Rp. 7.74,-. Penerapan teknologi PTT jagung layak dilakukan karena mempunyai nilai MBCR yang lebih besar dari 1.Dari struktur pendapatan rata-rata rumah tangga petani jagung PTT menunjukkan kontribusi pendapatan usahatani jagung terhadap total pendapatan rumah tangga sebesar 39 persen, kontribusi ini tidak terlalu berbeda dengan petani bukan PTT sebesar 33 persen terhadap total pendapatan rumah tangga. Secara gabungan kontribusi pendapatan usahatani jagung terhadap total pendapatan rumah tangga adalah sebesar 36 persen. Hasil analisis efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomis juga menunjukkan perbedaan baik pada petani PTT maupun petani bukan PTT. Efisiensi teknis petani PTT berkisar antara 46 – 97 persen dengan rata-rata 88 persen sementara petani bukan PTT berkisar antara 37 – 97 persen dengan rata-rata 78 persen. Pada efisiensi alokatif rata-rata petani PTT sebesar 52 persen dan petani bukan PTT sebesar 38 persen. Demikian juga halnya pada rata-rata efisiensi ekonomi petani PTT sebesar 46 persen sedangkan petani bukan PTT hanya sebesar 29 persen. Indikasi ini dapat