KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
57
Kab Sumedang 9479
7.47 69526
7.24 Kab Indramayu
89 0.07
609 0.06
Kab Subang 113
0.09 517
0.05 Kab Purwakarta
833 0.66
4520 0.47
Kab Karawang 22
0.02 118
0.01 Kab Bekasi
3 0.00
18 0.00
Kab Bandung Barat 3046
2.40 13516
1.41 Kab Pangandaran
61 0.05
209 0.02
Kota Bogor 16
0.01 103
0.01 Kota Sukabumi
26 0.02
179 0.02
Kota Bandung 0.00
0.00 Kota Cirebon
1 0.00
2 0.00
Kota Bekasi 33
0.03 106
0.01 Kota Depok
0.00 0.00
Kota Cimahi 0.00
0.00 Kota Tasikmalaya
12 0.01
54 0.01
Kota Banjar 21
0.02 106
0.01 Total
126 828 100
959 932 100
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2016
Tabel 9 menunjukkan berdasarkan luas panen dan produksi jagung terlihat sentra-sentra produksi jagung di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Garut, Majalengka,
Sumedang, Bandung dan Sukabumi. Dari besaran persentase terhadap produksi total, Kabupaten Garut memberikan kontribusi terbesar 54.77 persen, diikuti Kabupaten
Majalengka 12.30 persen, Kabupaten Sumedang 7,47 persen, Kabupaten Bandung 5.23 persen dan Kabupaten Sukabumi 4.86 persen. Sementara dari produksi total
Kabupaten Garut tetap memberikan kontribusi terbesar yaitu 60.07 persen diikuti Kabupaten Majalengka, Sumedang, dan Sukabumi masing-masing sebesar 12.34 persen,
7.24 persen, dan 4.04 persen.
Gambaran Umum Rumah Tangga Petani Jagung
Karakteristik Rumah Tangga Petani Jagung
Tabel 10 menunjukkan rata-rata umur petani PTT dan bukan PTT adalah sama yaitu 50 tahun. Pada kisaran umur menunjukkan kisaran umur 41-50 tahun memiliki
nilai persentase terbesar yaitu 32.7 persen pada petani PTT dan 32.6 pada petani bukan PTT, disamping itu terdapat juga petani yang telah berumur lebih dari 60 tahun
sebanyak 36 orang petani PTT dan 26 orang petani bukan PTT. Faktor usia merupakan salah satu indikator bagi keberhasilan suatu usahatani, dengan usia yang lebih
mudaumur produktif akan memacu petani berusaha dengan daya juang optimal untuk mendapatkan hasil dan keuntungan yang lebih tinggi dan lebih mau menerima
perubahan. Meskipun petani masih berada pada usia produktif, namun jika dilihat rata- rata umur menunjukkan sudah hampir memasuki umur yang tidak produktif lagi. Hal ini
menunjukkan indikasi bahwa sektor pertanian tanaman pangan khususnya usahatani jagung kurang banyak diminati dan memberikan insentif bagi penduduk pedesaan usia
produktif.
58
Pendidikan petani diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh petani melalui
keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan, pelatihan, kursus budidaya usahatani jagung dalam satu tahun. Rata-rata tingkat pendidikan formal petani PTT dan
petani bukan PTT adalah tidak tamat SMP 7 tahun, dengan persentase pendidikan terbesar setingkat SD 4-6 tahun masing-masing 63 persen pada petani PTT dan 65
persen pada petani bukan PTT. Selain itu, terdapat petani yang berpendidikan setingkat diplomasarjana walaupun relatif kecil jumlahnya 2,5 persen pada petani PTT dan 2,3
persen pada petani bukan PTT. Secara keseluruhan rata-rata tingkat pendidikan formal petani adalah tidak tamat SMP 7.14 tahun.
Selanjutnya rata-rata keikutsertaan petani dalam pendidikan non formal secara keseluruhan sebanyak 8 kali, dengan rata-rata petani PTT sebanyak 11 kali dan petani
bukan PTT sebanyak 5 kali. Rendahnya keikutsertaan pendidikan non formal pada petani bukan PTT diduga salah satu faktor disebabkan hampir 41 persen petani tidak
menjadi anggota kelompok tani, dibandingkan dengan petani PTT yang 100 persenmenjadi anggota kelompok tani.
Rata-rata pengalaman dalam berusahatani jagung secara keseluruhan sudah cukup lama yaitu 15,5 tahun. Pada petani PTT pengalaman terendah 4 tahun dan
tertinggi 45 tahun dengan rata-rata pengalaman 18 tahun. Sedangkan pada petani bukan PTT pengalaman usahatani terendah 2 tahun dan tertinggi 28 tahun dengan rata-rata
pengalaman 13 tahun. Cukup lamanya rata-rata pengalaman usahatani jagung yang lebih dari 15 tahun menunjukkan kegiatan usahatani telah dimulai pada usia yang relatif
muda dan diwariskan oleh orang tua secara turun-temurun. Pengalaman-pengalaman empiris yang diperoleh petani dalam berusahatani merupakan guru terbaik dalam proses
belajar di lapang, serta dengan bekal pengalaman yang cukup akan memudahkan petani untuk menerima dan memilih teknologi-teknologi yang lebih sesuai,tepat guna, dan
efisien.
Tabel 10.Jumlah petani jagung responden berdasarkan umur, pendidikan dan pengalaman usahatani jagung di Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Kisaran Petani jagung
PTT Petani jagung
bukan PTT Total
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Umur Petani tahun
20 – 30
3 1.85
2 1.45
5 1.67
31 – 40
30 18.52
28 20.29
58 19.33
41 – 50
53 32.72
45 32.61
98 32.67
51 – 60
45 27.78
37 26.81
82 27.33
60 31
19.14 26
18.84 57
19.00 Rata-rata Umur
162 50 100
138 50 100
300 50.4 100
Pendidikan Formal tahun – 3
7 4.32
3 2.17
10 3.33
4 – 6
102 62.96
93 67.39
195 65.00
7 – 9
31 19.14
27 19.57
58 19.33
10 – 12
18 11.11
12 8.70
30 10.00
12 4
2.47 3
2.17 7
2.33 Rata-rata Pendidikan Formal
162 7 100
138 7 100
300 7.2 100
Pendidikan Non Formal kali 1
– 4 7
4.32 74
53.62 81
27.00 5
– 8 46
28.40 41
29.71 87
29.00
59
9 – 12
60 37.04
14 10.14
74 24.67
12 49
30.25 9
6.52 58
19.33 Rata-rata Pendidikan Non Formal
162 11 100
138 5 100
300 8 100
Pengalaman Usahatani tahun 2
– 10 54
33.33 67
48.55 121
40.33 11
– 20 63
38.89 47
34.06 110
36.67 21
– 30 24
14.81 14
10.14 38
12.67 31
– 40 20
12.35 10
7.25 30
10.00 40
1 0.62
0.00 1
0.33 Rata-rata Pengalaman Usahatani
162 18 100
138 13 100
300 15.5 100
Sumber : Analisis data primer, 2015
Tabel 11 menunjukkan rata-rata tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga pada petani PTT dan petani bukan PTT adalah tamat SD 6 tahun. Secara keseluruhan
rata-rata tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga petani PTT dan bukan PTT adalah tidak tamat SMP 6.6 tahun. Tingkat pendidikan ibu rumah tangga akan terkait dengan
tingkat pengetahuannya terhadap jumlah dan alokasi konsumsi pangan rumah tangga. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu rumah tangga diharapkan pengetahuan tentang
makanan yang bergizi akan meningkat yang pada akhirnya dapat meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga. Tabel 10 memperlihatkan karakteristik ibu
rumahtangga dan anggota keluarga petani responden.
Dari jumlah anggota rumahtangga yang masih menjadi tanggung jawab kepala keluarga petani bervariasi antara 1 hingga 8 orang dengan rata-rata jumlah anggota
rumah tangga petani PTT dan bukan PTT sebanyak 4 orang. Anggota rumahtangga yang bekerja sebagai tulang punggung keluarga rata-rata berjumlah 1 orang yaitu kepala
keluarga, sedangkan ibu rumahtangga selain bekerja membantu mengurusi keperluan keluarga, juga turut membantu kepala keluarga guna mendapatkan upah dengan bekerja
sebagai buruh tani pada usahatani jagung saat penanaman, pemeliharaan pemupukan dan penyemprotan sertapemanenan. Sedangkan jika dalam rumahtangga terdapat anak
yang sudah dewasa dan belum berumahtangga maka anak tersebut ikut serta bekerja sebagai buruh tani maupun buruh di luar pertanian. Besarnya anggota rumah tangga
secara langsung tidak mencerminkan keterlibatan langsung berkerja pada sektor pertanian. Kuatnya faktor pendorong berupa insentif di luar sektor pertanian
menyebabkan pemanfaatan anggota rumah tangga dalam kegiatan usahatani juga sangat terbatas.
Tabel 11.Karakteristik anggota rumah tangga petani jagung responden di Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Uraian Petani jagung PTT
Petani jagung bukan PTT Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Ibu rumah tangga
162 138
Rata-rata umur tahun 45
30.25 44
39.13 Rata-rata pendidikan tahun
6 68.90
6 78.26
Anggota rumah tangga 498
413 Rata-rata jumlah anggota keluarga
3 64.81
3 70.29
Rata-rata jumlah yang bekerja 2
19.11 1
12.34 Rata-rata jumlah anak sekolah
2 38.29
2 29.50
Sumber : Analisis data primer, 2015
60
Lahan merupakan faktor produksi utama dalam pertanian dan memiliki peranan strategis dalam peningkatan produksi dan pendapatan. Rata-rata penguasahaan
lahan petani pada usahatani jagung relatif kecil yaitu sebesar 0,34 ha. Rata-rata penguasahan lahan petani PTT seluas 0,41 ha dengan penguasahaan lahan terkecil 0,04
ha dan terluas 1 ha. Sementara itu pada petani bukan PTT rata-rata penguasahaan lahan seluas 0,26 ha dengan penguasahaan lahan terluas 1 ha dan terkecil 0,013 ha.
Dari sisi penguasaan lahan garapan untuk usahatani jagung sebagian besar lahan adalah pemilik penggarap 80.00 persen hanya sedikit petani yang berstatus
sebagai penyakap atau penggarap dengan bagi hasilsewa 20.00 persen. Pada petani PTT status penguasaan lahan masih didominasi pemilik penggarap 80.86 persen dan
sisanya 19.14 persen berstatus bagi hasilsewa. Sedangkan pada petani bukan PTT penguasaan lahan sebagian besar berstatus pemilik penggarap 78.99 persen dan
sisanya berstatus bagi hasilsewa 21.01 persen.
Luas dan status kepemilikan lahan petani jagung responden di provinsi Jawa Barat terdapat pada Tabel 12.
Tabel 12.Luas dan status kepemilikan lahan petani jagung responden di Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Kisaran Petani jagung
PTT Petani jagung
bukan PTT Total
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Luas Lahan ha
0.10 - 0.25 69
42.59 82
59.42 151
50.33 0.26 - 0.50
42 25.93
44 31.88
86 28.67
0.51 - 0.75 28
17.28 5
3.62 33
11.00 0.76 - 1.00
22 13.58
7 5.07
29 9.67
1.00 1
0.62 0.00
1 0.33
Rata-rata Luas Lahan 162
0.41 100
138 0.26
100 300
0.34 100
Kepemilikan Lahan Pemilik Penggarap
131 80.86
109 78.99
240 80.00
Bagi HasilSewa 31
19.14 29
21.01 60
20.00 Jumlah
162 100
138 100
300 100
Sumber : Analisis data primer, 2015
Keanggotaan dalam kelompok tani
Menurut Purwantoet al. 2007 kelompoktani adalah kumpulan petani-nelayan yang didasarkan atas kesamaan, keserasian satu lingkungan sosial budaya untuk
mencapai tujuan yang sama. Sedangkan Hermantoet al. 2011 menyatakan kelompok tani merupakan kelembagaan di tingkat petani yang dibentuk untuk secara langsung
mengorganisir para petani dalam berusahatani.Kementerian Pertanian mendefinisikan kelompok tani sebagai kumpulan petanipeternakpekebun yang dibentuk atas dasar
kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, sumber daya dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Kelompok tani
dibentuk oleh dan untuk petani, guna mengatasi masalah bersama dalam usahatani serta
61
menguatkan posisi tawar petani, baik dalam pasar sarana maupun pasar produk pertanian.
Kelompok tani berfungsi sebagai wadah belajar-mengajar bagi para anggota untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta tumbuh dan
berkembangnya kemandirian dalam berusahatani dengan produktivitas yang meningkat, pendapatan yang bertambah, dan kehidupan lebih sejahtera. Adapun fungsi kelompok
tani adalah a sebagai wahana kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok tani dan antar kelompok tani, serta dengan pihak lain. Diharapkan melalui kerjasama ini
usahataninya akan lebih efisien serta lebih mampu menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan; b sebagai unit produksi, yang dilaksanakan oleh masing-
masing anggota kelompok tani secara keseluruhan sebagai satu kesatuan usaha yang dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi, baik dipandang dari segi kuantitas,
kualitas maupun kontinuitas.
Dari keanggotaan kelompok tani menunjukkan keseluruhan petani PTT 100 persen menjadi anggota kelompok tani, sedangkan pada petani bukan PTT terdapat 81
orang 58.70 persen menjadi anggota kelompok tani serta sisanya 41.30 persen 57 orang tidak menjadi anggota kelompok tani. Dengan demikian persentase petani jagung
yang menjadi anggota kelompok tani lebih banyak dibandingkan petani yang tidak ikut dalam kelompok tani.
Alasan-alasan yang dikemukakan petani untuk menjadi anggota kelompok tani sebagai berikut a meningkatkan pengetahuan pendidikan non formal; b
meningkatkan aksesibilitas terhadap teknologi dan inovasi baru; c meningkatkan aksesibilitas terhadap bantuan kredit dan bantuan-bantuan lainnya, karena umumnya
disalurkan melalui kelompok tani; d meningkatkan kemampuan manajerial petani; e mempererat persaudaran diantara petani. Namun ada juga petani yang belum merasakan
manfaat berkelompok sehingga memutuskan untuk tidak menjadi anggota kelompok tani.
Tabel 13. Keanggotaan dalam kelompok petani jagung responden di Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Uraian Petani jagung
PTT Petani jagung
bukan PTT Total
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Tidak ikut dalam keanggotaan
- 57
41.30 57
19.00 Ikut dalam keanggotaan
162 100
81 58.70
243 81.00
Total 162
100 138
100 300
100 Sumber : Analisis data primer, 2015
Terkait akses petani terhadap kegiatan penyuluhan menunjukkan pada petani PTT sebanyak 100 persen mengakses penyuluhan dengan 60 petani 37.04 persen
mengikuti penyuluhan sebanyak 9-12 kali pertahun dan 49 petani 30.25 persen mengikuti penyuluhan lebih dari 12 kali pertahun. Untuk petani bukan PTT sebanyak
45 petani 32.61 persen tidak mengakses penyuluhan dan sisanya 93 petani 67.39 persen mengakses penyuluhan. Kisaran banyaknya penyuluhan yang diikuti petani
bukan PTT dalam setahun adalah sebanyak 1-4 kali 53.62 persen dan 5-8 kali 29.71 persen.
Kelembagaan penyuluhan yang ada di lokasi penelitian sudah terbentuk dengan adanya BP4K Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
62
Kehutanan di tingkat kabupaten dan BP3K Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan di tingkat kecamatan baik. Kelemahan yang ada selain materi penyuluhan
yang belum beragam, juga jumlah sumberdaya manusia penyuluh pertanian lapangan PPL yang relatif masih kurang bila dibandingkan dengan luas daerah suluh yang
menjadi tanggungjawabnya, serta infra struktur yang menunjang pekerjaan PPL. Di lokasi penelitian 1 orang petugas penyuluh bertanggungjawab terhadap 4 sampai 5 desa
suluh, padahal pada UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani mensyaratkan untuk meningkatkan kinerja lembaga penyuluhan
pertanian maka idealnya 1 orang penyuluh bertanggungjawab terhadap 1 desa suluh.Umumnya kegiatan penyuluhan di kelompok tani dilaksanakan 1 sampai dengan 2
kali dalam sebulanbertempat di masing-masing kelompok tani. Materi penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan anggota kelompok tani terkait budidaya
teknis, program dinaspemerintah daerah, dan lain-lain.
Tabel 14. Akses terhadap penyuluhan petani jagung di Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Uraian Petani jagung
PTT Petani jagung
bukan PTT Total
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Tidak mengakses penyuluhan
45 32.61
45 15
Mengakses penyuluhan 162
100 93
67.39 255
85 Total
162 100
138 100
45 15
Sumber : Analisis data primer, 2015
Akses terhadap kredit
Keberadaan sumber kredit sangat penting dalam pengembangan produksi jagung terutama untuk petani berlahan sempit maupun petani yang tidak mempunyai
lahan. Kredit digunakan petani baik untuk tujuan produksi, kegiatan ekonomi lainnya, dan memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Berdasarkan organisasi lembaga penyalur
kredit dapat dikelompokan ke dalam tiga bagian, yaitu: a lembaga kredit formal seperti Koperasi Unit Desa KUD, Bank Perkreditan Rakyat BPR, Bank Rakyat
Indonesia BRI dan lembaga pegadaian; b lembaga kredit informal seperti pedagang hasil pertanian, tengkulak, pedagang sarana produksi; dan c kredit program
pemerintah seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KKPE, Kredit Usaha Tani KUT, Kredit Usaha Rakyat KUR dan lain-lain.
Petani mengakses kredit melalui lembaga formal maupun lembaga informal. Untuk mendapatkan kredit dari bank, petani harus memiliki jaminanagunan dan cara
pengembaliannya dengan pembayaran angsuran per bulan. Dengan adanya syarat jaminanagunan tersebut membuat petani kecil atau petani yang tidak mempunyai lahan
tidak dapat mengakses kredit ke perbankan. Lembaga kredit yang sudah lama terbentuk di lokasi penelitian adalah lembaga kredit informal dimana lembaga ini tidak dibangun
oleh pemerintah tetapi berdiri sendiri sejalan dengan tumbuhnya permintaan dari petani. Yang dijadikan pertimbangan dalam pemberian kredit lembaga ini adalah aspek
kepercayaan trust. Karena aspek administrasi tidak terlalu rumit dan proses pencairan
63
dana yang cepat menyebabkan petani lebih menyukai untuk mengakses kredit dari lembaga informal. Pelunasan kredit biasanya dilakukan petani saat panen sehingga
dikenal dengan istilah yarmen bayar setelah panen, dan setelah pelunasan maka pengambilan kredit dilakukan saat musim tanam berikutnya. Akses kredit petani jagung
terdapat pada Tabel 15.
Tabel 15. Akses terhadap kredit petani jagung responden di Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Uraian Petani jagung
PTT Petani jagung
bukan PTT Total
Jumlah orang
Persentase Jumlah
orang Persentase
Jumlah orang
Persentase Tidak mengakses kredit
148 91.36
136 98.55
284 94.67
Mengakses kredit 14
8.64 2
1.45 16
5.33 Total
162 100
138 100
300 100
Sumber : Analisis data primer, 2015
Dari hasil wawancara dengan petani responden menunjukkan secara keseluruhan jumlah petani PTT dan petani bukan PTT yang tidak mengakses kredit
sebanyak 284 petani 94.67 persen dan 16 petani 5.33 persen yang mengakses kredit. Beberapa alasan dikemukakan petani untuk tidak mengakses kredit adalah ; 1
kekhawatiran tidak dapat membayar atau melunasi kredit saat jatuh tempo; 2 masih mempunyai cukup modal guna pembelian sarana produksi pertanian; 3 kekhawatiran
jika lahannya diambil apabila tidak dapat melunasi kredit.