2.23 ANALISIS USAHATANI DAN STRUKTUR PENDAPATANRUMAH

77 hasil wawancara petani diperoleh informasi tingginya penggunaan pupuk phonska disebabkan petani menghendaki pertumbuhan tanaman yang baik, sehingga pemberian pupuk urea harus juga dilengkapi dengan pupuk phonska yang mengandung unsur hara makro seperti nitrogen, phosphor, kalium dan sulfur. Beberapa alasan pupuk phonska digunakan petani adalah a memacu pertumbuhan vegetatif dan generatif, b menguatkan batang tanaman sehingga tidak mudah rebah, c meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan dan penyakit, dan d membantu memperbesar biji dan kandungan protein. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kusnadi et al. 2011, Fadwiwati 2013, dan Naqvi 2013 namun kontradiktif dengan Boundeth et al. 2012 dan Nurwahidah et al. 2015 bahwa pupuk phonska tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung bahkan nilai elastisitas produksi frontiernya negatif. Variabel pupuk kandang nilai elastisitas produksi frontier positif 0.0047 dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Angka ini berarti penambahan jumlah pupuk kandang sebesar 1 persen dengan jumlah input lainnya tetap, masih dapat meningkatkan produksi jagung dengan penambahan produksi sebesar 0.0047 persen. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mignounaet al. 2010 bahwa pupuk kandang berpengaruh terhadap produksi jagung namun kontradiktif dengan hasil penelitian Kibaara 2012 bahwa pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi jagung. Pestisida mempunyai nilai koefisien dugaan bertanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf 1 persen serta mempunyai nilai elastisitas produksi frontiersebesar 0.0049. Pestisida merupakan sarana produksi dengan harga yang sangat mahal, sehingga penggunaanya harus seefisien dan setepat mungkin, baik dari segi jenis, dosis pestisida, maupun cara dan waktu pemakaiannya. Pemakaian pestisida yang tidak tepat jenis, dosis, cara, dan waktu selain tidak efisien terhadap biaya produksi, juga dapat menimbulkan dampak sampingan yang merugikan antara lain a pencemaran air dan tanah, b matinya musuh alami yang dapat mengakibatkan terjadinya resurgensi hama, dan c timbulnya kekebalan organisme pengganggu tanaman terhadap pestisida. Penggunaan pestisida di tingkat petani jagung dilokasi penelitian rata-rata 450 ml per hektar. Penggunaan pestisida dimaksudkan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman selama proses pertumbuhan tanaman. Petani dilokasi penelitian belum mengantisipasi pertanaman dengan cara menggunakan benih yang telah diberi metalaksil untuk mencegah terjadinya penyakit bulai pada tanaman jagung yang biasanya menyerang jagung pada umur muda. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fadwiwati 2013 dan Memon et al. 2016, bahwa pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman jagung dan hasil penelitian Suharyanto 2014 bahwa pestisida berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman padi. Variabel dummy petani berpengaruh nyata terhadap produksi jagung dengan nilai koefisien dugaan bertanda positip. Hal ini bermakna peningkatan produksi usahatani jagung pada petani PTT berpeluang 0.09 lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan produksi usahatani jagung pada petani bukan PTT. Proses adopsi teknologi budidaya jagung melalui sekolah lapang PTT jagung terbukti dapat meningkatkan produksi di tingkat petani. Dengan mengikuti berbagai penyuluhan, pelatihan, pendampingan oleh petugas penyuluh pertanian lapangan, maka petani memperoleh tambahan pengetahuan dalam budidaya jagung dan menerapkannnya dalam usahatani jagung. Permasalahnnya adalah tidak semua komponen teknologi PTT jagung dapat diterapkan oleh petani karena kendala finansial. 78 Selanjutnya variabel dummy varietas mempunyai nilai koefisien dugaan bertanda positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung artinya bahwa petani yang dalam usahatani jagung menggunakan varietas hibrida mempunyai peluang peningkatan produksi jagung 0.24 lebih tinggidibandingkan dengan petani yang menggunakan varietas lokalkomposit. Nilai koefisien dummy varietas adalah terbesar kedua setelah nilai koefisien lahan. Hal ini berarti bahwa produksi jagung dilokasi penelitian sangat dipengaruhi oleh penggunaan varietas hibrida. Implikasi kebijakan adalah varietas jagung hibrida yang bermutu dan berlabel sangat dibutuhkan petani untuk meningkatkan produksi jagung. Ketersediaan benih hibrida saat musim tanam tiba perlu dijamin ketersediaannya dengan kualitas benih yang baik serta harga beli yangterjangkau oleh petani. Pada dasarnya varietas jagung digolongkan atas dua varietas, yaitu varietas lokal bersari bebas dan hibrida. Varietas lokal biasanya menunjukkan hasil dengan variasi fenotif yang cukup tinggi. Di antara varietas lokal dan hibrida terdapat varietas komposit dan sintetik yang merupakan perbaikan varietas bersari bebas yang memiliki daya adaptasi dan produksi yang lebih tinggi dari varietas bersari bebas lokal.Varietas yang banyak digunakan petani jagung di Provinsi Jawa Barat adalah varietas hibrida Pioner, NK 22, NK 33, dan Bisi 2 yang mempunyai beberapa keunggulan. Potensi hasil Pioner sebesar 13.9 ton per hektar pipilan kering dengan rata-rata hasil 9.4 ton per hektar pipilan kering, sementara potensi hasil NK 22 dan NK 33 masing-masing 10.48 dan 10.12 ton per hektar pipilan kering dengan rata-rata hasil masing-masing 8.7 dan 8.1 ton per hektar pipilan kering. Untuk Bisi 2 mempunyai potensi hasil sebesar 13 ton per hektar pipilan kering dengan rata-rata hasil 8.9 ton per hektar pipilan kering. Secara genetis varietas hibrida memiliki potensi produktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan benih varietas lokalkomposit. Hasil ini konsisten dengan yang dilaporkan oleh Muhaimin 2011 dan Khaerizal 2008 bahwa varietas jagung hibrida di Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar mempunyai tingkat produksi lebih tinggi sebesar 5.868 kg per hektar pipilan kering dibandingkan dengan produksi jagung varietas lokal yang hanya sebesar 3.057 kg per hektar pipilan kering di Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil pendugaan parameter diatas menunjukkan lahan, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dummy petani, dan dummyvarietas mempunyai pengaruh terhadap produksi jagung. Hal ini dapat dikatakan bahwa lahan, dummy varietas, dummy petani, dan pupuk adalah merupakan input produksi penggeser fungsi produksi kearah frontiernya. Implikasinya kebijakan adalah a peningkatan pemanfaatan luasan lahan kering yang optimal bagi pertanaman jagung agar dapat meningkatkan produksi yang lebih tinggi, ini dimungkinkan dengan masih terdapatnya ketersediaan luasan lahan kering di Provinsi Jawa Barat; b ketersediaan dan penggunaan benih varietas hibridadi tingkat petani yang memiliki hasil tinggi serta spesifik lokasi; c penyuluhan, pelatihan, dan partisipasi petani melalui PTT jagung perlu dilanjutkan dan dikembangkan; d implementasi rekomendasi pemupukan perlu diperhatikan agar memperoleh produksi yang lebih tinggi. Efisiensi Teknis dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Teknis Petani Jagung di Provinsi Jawa Barat