BAB I PE DAHULUA
1.1 Latar Belakang
Indonesia mempunyai kekayaan jenis kayu yang melimpah baik dari segi jenis maupun jumlahnya. Pemanfaatan kayu di Indonesia terus meningkat seiring
dengan pembangunan dan kemajuan teknologi. Terbukti dengan berkembangnya industri perkayuan secara pesat yang membutuhkan banyak bahan baku kayu.
Menurut Masyarakat Perhutanan Indonesia MPI 2009 Anonim 2010,
kebutuhan bahan baku industri kayu mencapai 60.000.000 m
3
dan 40 hingga 50 dipasok dari hutan alam.
Penggunaan kayu untuk bahan konstruksi ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan bahan lain. Kayu mudah untuk dikerjakan walaupun dengan
alat sederhana, mudah untuk disambung, relatif kuat walaupun lebih ringan, cukup awet, lebih murah, dan memiliki nilai estetika yang tinggi. Kayu untuk
keperluan konstruksi selain harus memadai dalam hal keteguhan atau kekuatan memikul beban yang timbul, kayu juga harus memadai dalam hal bentangan.
Contohnya kayu untuk kuda kuda atap suatu bangunan. Kayu yang dijual di pasaran masih sangat terbatas ukuran panjangnya, maka untuk keperluan tersebut
perlu dilakukan penyambungan dengan berbagai alat sambung. Menurut Hoyle 1973 sambungan kayu pada suatu konstruksi merupakan
titik kritis atau terlemah yang terdapat pada titik hubung atau elemen dari suatu bangunan struktural. Titik kritis sambungan konstruksi harus mampu menerima
dan menahan beban yang terjadi. Salah satu beban pada sambungan yang harus diperhitungkan dengan baik adalah sambungan tarik. Hal ini dikarenakan
kekuatan kayu khususnya yang menerima gaya atau beban tarik belum banyak diteliti untuk menentukan kekuatan sambungan tarik pada suatu konstruksi.
Kekuatan sambungan kayu sangat dipengaruhi oleh komponen pembentuk sambungan. Menurut Suryokusumo 1984 komponen pembentuk sambungan
tersebut yaitu balok kayu yang akan disambung, alat sambung, dan bentuk sambungan yang akan dibuat. Balok kayu yang akan disambung dapat
mempengaruhi kekuatan sambungan karena terdapat perbedaan sifat fisis dan
mekanis dari setiap jenis kayu. Begitu juga dengan alat sambung yang digunakan, jumlah maupun ukuran alat sambung akan turut mempengaruhi kekuatan
sambungan. Alat sambung yang dapat digunakan dalam penyambungan dapat berupa
pelat sambung dan baut. Menurut Breyer . 2007, alat sambung tipe dowel
seperti paku dan baut relatif mudah diperoleh dan mudah dalam pengerjaannya sehingga banyak digunakan untuk bangunan di Indonesia. Penggunaan alat
sambung baut yang memiliki ukuran diameter lebih besar biasa digunakan untuk disain kekuatan yang lebih besar, namun masih terdapat kekurangan dari alat
sambung ini yaitu efisiensi rendah dan deformasi besar. Oleh karena itu diperlukan suatu metode yang mudah untuk mengetahui besar beban yang mampu
diterima oleh sambungan, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan memperkecil deformasi. Pelat sambung akan membentuk sambungan dengan
mudah dan diharapkan dapat meningkatkan kekuatan sambungan. Variabel yang dapat digunakan untuk melihat dan menduga besarnya
beban yang mampu ditahan oleh suatu sambungan adalah jumlah dan diameter alat sambung baut serta berat jenis kayu yang digunakan. Berdasarkan uraian
diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui kekuatan desain sambungan geser ganda balok kayu dengan pelat baja dari pengaruh jumlah dan diameter alat
sambung baut serta berat jenis kayu yang digunakan dalam sambungan terhadap beban tarik.
1.2 Tujuan Penelitian