2.2 Baut sebagai Alat Sambung
Alat alat sambung dapat digolongkan menjadi empat, yaitu a paku, baut, skrup kayu; b pasak pasak kayu keras; 3 alat alat sambung modern kokot,
buldog, cincin belah, dan lain lain; dan 4 perekat. Selanjutnya bila dilihat dari cara pembebanannya, alat alat sambung dibagi menjadi Wirjomartono, 1977:
1. Alat sambung untuk dibebani geseran, misalnya paku, baut, perekat dan pasak kayu.
2. Alat sambung untuk dibebani bengkokan atau lenturan, misalnya paku, baut dan pasak kayu.
3. Alat sambung untuk dibebani jungkitan, misalnya pasak kayu. 4. Alat sambung untuk dibebani desakan, misalnya kokot dan cincin belah.
Menurut Porteous 2007, baut sebagai alat sambung banyak digunakan dalam aplikasi sambungan kayu yang menerima beban besar. Sambungan baut ini
dapat digunakan untuk sambungan kayu dengan kayu, tetapi lebih cocok digunakan untuk sambungan kayu dengan baja dan sambungan kayu dengan
panel. Sambungan dengan baut telah banyak digunakan dalam konstruksi konstruksi kayu meskipun sebenarnya tidak begitu baik karena menyebabkan
efisiensi kecil dan deformasi besar Yap, 1964. Peraturan untuk sambungan baut di Indonesia telah ditetapkan dalam
Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia PKKI Pasal 14 yaitu sebagai berikut : 1. Lubang baut harus dibuat secukupnya dan kelonggaran tidak boleh melebihi
1,5 mm. 2. Penempatan baut harus memenuhi syarat, yaitu arah gaya searah serat kayu
Gambar 2 yang memiliki jarak minimum antara sumbu baut dan ujung kayu untuk kayu muka yang dibebani sebesar 7 dan lebih besar dari 10 cm.
Sedangkan untuk kayu muka yang tidak dibebani sebesar 3,5 . Jarak minimum antara sumbu baut dalam arah gaya adalah sebesar 5 , antara
sumbu baut tegak lurus arah gaya sebesar 3 dan jarak minimum antara sumbu baut dengan tepi kayu sebesar 2 , dimana nilai d adalah diameter
baut.
Gambar 2 Sambungan baut yang menerima beban searah serat.
Sumber: PKKI, 1961
Keterangan: d = diameter baut
3. Perlemahan luas tampang batang konstruksi rangka kayu dengan sambungan baut sebesar 20 – 25 .
Menurut Hoyle 1973, prinsip dasar dalam penggunaan baut adalah untuk menahan beban tegak lurus terhadap sumbu baut pada beban yang bersudut 0
o
hingga 90
o
terhadap arah serat kayu. Wirjomartono 1977 menjelaskan bahwa baut dengan cincin dan mur merupakan suatu konstruksi jepitan. Karena kurang
telitinya para pekerja dan adanya penyusutan kayu kayu setelah beberapa lama dalam konstruksi maka perhitungan perhitungan baut didasarkan atas keadaan
baut dengan mur dan cincin cincin tidak bekerja sama sekali. Kekuatan sambungan baut dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu a daya dukung baut itu
sendiri terhadap lenturan; b geseran pada kampuh kampuhnya titik hubung dan sesaran. Ini tergantung dari gaya tarik gaya normal yang timbul dalam baut itu
serta, c kekuatan kayu. Sambungan konstruksi kayu dengan baut diperlukan persyaratan karena
berkaitan dengan sifat sifat kayu dan sifat alat sambungnya antara lain 1 kadar air, dimana kestabilan kayu sangat besar pengaruhnya terhadap besarnya kadar air
2 lubang baut, dimana besarnya lubang baut dibuat secukupnya dan 3 jarak baut terhadap sisi sisi dan ujung kayu, karena adanya lubang baut sangat
mempengaruhi terhadap kekuatan kayunya.
2.3 Kekuatan Sambungan Kayu Geser Ganda