Strategi Peningkatan Kualitas SDM Kesejahteraan Sosial

7.1. Strategi Peningkatan Kualitas SDM Kesejahteraan Sosial

Semua profesi dituntut professional di bidangnya. Artinya bekerja menurut kaidah profesi. Tuntutan tersebut sebuah keniscayaan dalam birokrasi, ketika tuntutan pelayanan birokrasi semakin meningkat dalam kerangka good governance . Profesionalitas bekerja dituntut harus ada dan berkembang pada instansi sosial tingkat pusat dan daerah, yang melaksakanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Hal yang sama dituntut dari SDM kesejahteraan sosial di Dinas Sosial Kota Cilegon, yang perlu memiliki kompetensi professional untuk bisa melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial secara baik di Kota Cilegon.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012, disebutkan sumberdaya manusia (SDM) penyelenggara kesejahteraan sosial, terdiri atas: (a). Tenaga Kesejahteraan Sosial; (b). Pekerja Sosial Profesional; (c). Relawan Sosial; dan (d). Penyuluh sosial. Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud, dapat terdiri dari unsur pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Dalam kasus ini, peningkatan SDM kesejahteraan sosial, dibedakan menjadi dua, yaitu SDM kesejahteraan sosial yang PNS di Dinas Sosial dan SDM kesejahteraan sosial dari unsur masyarakat.

Dengan demikian, peningkatan SDM kesejahteraan sosial baik yang PNS maupun non PNS, diperlukan untuk menghasilkan tenaga-tenaga penyelenggara kesejahteraan sosial yang profesional dan memiliki kompetensi tinggi dalam upaya memberikan pelayanan yang optimal dan berkualitas di bidang kesejahteraan sosial sehingga mampu mendukung tujuan pembangunan kesejahteraan sosial.

Strategi peningkatan SDM kesejahteraan sosial PNS, dapat dilaksanakan melalui tiga hal, yakni: pertama, peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui kediklatan, kedua, optimalisasi SDM kesejahteraan sosial melalui kebijakan mutasi dan promosi, dan; ketiga membuka kesempatan yang seluas- luasnya bagi pegawai untuk bisa meningkatkan ketrampilan, keahlian dan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Sedangkan, peningkatan SDM kesejahteraan sosial non-PNS dilaksanakan melalui pembinaan dan penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Sosial maupun lembaga lain melalui kediklatan.

Selama ini, profesionalitas SDM kesejahteraan sosial dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial seringkali dipersoalkan. Disamping jumlahnya yang terbatas, keberadaan SDM kesejahteraan sosial kerap dipandang kapasitasnya belum cukup memadai sesuai dengan pengalaman, keahlian, serta bidang tugasnya. Hal tersebut disebabkan ketidaksesuaian latar belakang pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki SDM tersebut, maupun ketidaksesuaian penugasan mereka untuk bekerja pada berbagai instansi sosial.

Sementara itu, untuk penambahan tenaga fungsional pekerja sosial bukan merupakan langkah yang mudah. Mutasi tenaga fungsional antar lembaga, banyak memerlukan pertimbangan menyangkut domisili maupun hal-hal lain terkait dengan keluarga pegawai. Untuk alih fungsi/tugas pegawai yang ada ke fungsional pekerja sosial, masih terkendala pada minat pegawai, karena fungsional pekerja sosial dianggap bukan jabatan yang menarik sebagai jalur karir. Sedangkan untuk jalur penerimaan pegawai baru terkendala pada keterbatasan formasi yang tersedia.

Para pegawai yang sama sekali “nol” dalam pengetahuan, ketrampilan, pengalaman pada bidang kesejahteraan sosial, kerapkali disangsikan dapat berperan dan menjalankan tugasnya secara memadai dalam pembangunan kesejahteraan sosial di daerah kerja mereka. Padahal, keberadaan SDM dari segi jumlah maupun kualitas merupakan salah satu perangkat yang penting bagi operasional penyelenggara kesejahteraan sosial.

Dalam konteks ini, yang perlu disikapi oleh Pemerintah Kota Cilegon, idealnya adalah upaya meningkatkan kualitas SDM Kesejahteraan Sosial pada berbagai level supaya berada dalam kualitas yang baik, khususnya kualitas kinerja SDM kesos pada instansi pemerintah daerah mulai dari tingkat kota hingga, kecamatan dan kelurahan. Perhatian dimaksud sebagai pemberdayaan, pembenahan ke arah lebih baik dan professional dalam pelayanan sosial. Artinya perlu memberdayakan SDM kessos (tingkat kota, kecamatan, kelurahan, para kader PSM, Karang Taruna, Tagana, Organisasi Sosial). Kegiatan pendidikan dan pelatihan ditujukan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) kesejahteraan sosial, sehingga diharapkan tercipta profesionalisme dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Jika kualitas pengetahuan, ketrampilan, penguasaan pengelolaan masalah serta pembangunan kesejahteraan sosial mencapai kondisi “relatif sama” antar

SDM penyelenggaran kesejahteraan sosial, maka berbagai kebijakan sosial yang dihasilkan akan diimplementasi dengan baik di lapangan. Jika tidak, maka alih-alih bukannya dapat menuntaskan berbagai masalah kesejahteraan sosial dengan benar sehingga penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) hidupnya makin sejahtera, malah terjadi hal yang sebaliknya.

Peningkatan SDM kesejahteraan sosial bagi Aparatur PNS, dapat dilakukan dengan mengikuti berbagai diklat, seperti; diklat manajemen pekerjaan sosial bagi aparatur, Diklat Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, Diklat Kepemimpinan Tingkat III dan IV di lingkungan Kementerian Sosial, atau juga mengikuti pendidikan kedinasan program D-3, D-4, Sp-1, dan S-2 yang diselenggarakan STKS Bandung.

Melalui pendidikan formal SDM Kesejahteraan Sosial, dididik ilmu pekerjaan sosial melalui status tugas belajar (TB) dan izin belajar yang dibiayai oleh instansi asal peserta didik. Program ini dibuka untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) kesejahteraan sosial yang berkompeten, bermoral, dan memiliki integritas sebagai pemikir, perencana, dan pelaksana penyelenggaraan kesejahteraan sosial melalui panti maupun luar panti.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kesejahteraan sosial yang berkompeten dan profesional dengan melakukan pendidikan dan pelatihan jabatan dan prajabatan aparatur pemerintah dalam lingkup pengembangan SDM kesejahteraan sosial. Upaya yang dilakukan meliputi: (1) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan struktural dan fungsional

pekerja sosial; (2) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan prajabatan golongan II dan III; (3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan calon tenaga pelatih ( trainning of

trainner ); (4) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknis pekerjaan sosial. (5) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan teknologi serta metodologi

pekerjaan sosial.

(6) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang pelayanan pembangunan kesejahteraan sosial. (7) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga organic pembangunan

kesejahteraan sosial (8) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan skala nasional dan internasional bidang kesejahteraan sosial; Sedangkan bagi SDM kesejahteraan sosial bagi Non-Aparatur PNS, peningkatan SDM dapat dilakukan melalui diklat manajemen pekerjaan sosial maupun berbagai diklat dan penyuluhan lainnya yang dilakukan oleh dinas sosial, dengan tujuannya untuk meningkatkan profesionalisme aparat penyelenggara kesejahteraan sosial (karang taruna, orsos, PSM, WKSBM, Kerjasama Kelembagaan Dunia Usaha (KKDU), Tagana, sakti peksos, dan TKSK) supaya berada pada suatu standar keahlian dan keterampilan teknis yang memadai serta didukung integritas pribadi yang matang dan independen.