KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN SUMBER K

KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) DI KOTA CILEGON BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA CILEGON

KAJIAN PENGEMBANGAN POTENSI DAN SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) DI KOTA CILEGON

Tim Peneliti: Dr. Indra Suhendra, SE., M.Si. Cepjandi Anwar, SE., M.Si.

KATA PENGANTAR

Kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial di Kota Cilegon, dilakukan dalam rangka menggali, mengidentifikasi, dan mengoptimalkan fungsi PMKS, sehingga keberadaanya bisa lebih di rasakan oleh masyarakat di dalam meningkatkan kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial di Kota Cilegon.

Tujuan umum dari kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) ini adalah untuk mengetahui mengenai sistem pola pengembangan lembaga-lembaga organisasi sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon agar peran dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses pembangunan pelayanan sosial di Kota Cilegon. Sasaran pelaksanaan kegiatan ini difokuskan pada lembaga-lembaga sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon..

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa membimbing dan memberkahi kita sekalian dalam melaksanakan tugas. Akhirnya kami berharap, semoga hasil kajian ini dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Serang, Desember 2013

Tim Peneliti

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman

3.1. Luas Daerah dan Pembagian Wilayah Administrasi di Kota Cilegon Tahun 2012 ....................................................................................

38

3.2. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Berdasarkan Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja di Kota Cilegon Tahun 2010 – 2012 .......... 40

3.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kota Cilegon Tahun 2010 – 2012 .............. 40

3.4. PDRB Kota Cilegon Menurut Lapangan Usaha Tahun 2011-2012 Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 (Rp Juta) ...................

42

3.5. Jumlah Perusahaan Perdagangan Nasional di Kota Cilegon Tahun 2012 ...............................................................................................

45

3.6. Jumlah Pasar, Luas Bangunan dan Jumlah Pedagang Pada Toko Swalayan Menurut Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2012 ................

45

3.7. Jumlah Hotel Menurut Klasifikasi dan Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2012 ....................................................................................

46

47

4.1. Jumlah Keterlantaran di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 ....................

4.2. Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Tidak Miskin di Kota Cilegon Tahun 2011 dan 2012 ............................................................................

51

4.3. Jumlah Keluarga Nonmiskin dan Miskin Berdasarkan Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2012 ......................................................................

52

4.4. Jumlah Keluarga Nonmiskin dan Miskin Berdasarkan Kecamatan di Kota Cilegon Tahun 2011 ......................................................................

53

54

4.5. Jumlah Anak Nakal di Kota Cilegon Tahun 20011-2012 .......................

55

4.6. Jumlah Anak Jalanan di Kota Cilegon Tahun 20011-2012....................

4.7. Jumlah Wanita Rawan Sosial Ekonomi di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ..............................................................................................

57

58

4.8. Jumlah Korban Tindak Kekerasan di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ..

60

4.9. Jumlah Penyandang Cacat di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 .............

4.10. Jumlah Jenis Ketunaan Sosial dan Penyimpangan Perilaku di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 .....................................................................

61

4.11. Jumlah Gelandangan dan Pengemis di Kota Cilegon Tahun 2011-2012 ..............................................................................................

64

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Gambar Halaman

1.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon ................

41

3.1. Jumlah Sekolah Menurut Tingkatan di Kota Cilegon ............................

46

4.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon ................

7.1. Strategi Pengembangan PSKS dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ............................................................................ 129

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks dewasa ini ditandai dengan kemajuan teknologi, industrialisasi, urbanisasi dan berbagai gejolak kemasyarakatan menimbulkan banyak masalah sosial. Apabila tidak segera ditangani, maka masalah ini akan semakin menyebar dan semakin berdampak pada masyarakat. untuk itu diperlukan suatu upaya yang terintegrasi dan terorganisasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Masalah sosial timbul dari berbagai sebab, baik faktor pelaku ( internal faktors ) maupun faktor lingkungan ( eksternal faktors ). Faktor-faktor internal dan eksternal saling berinteraksi dan berinterdependensi, sehingga masalah sosial biasanya kompleks dan tidak mudah dipecahkan. Masalah sosial mempunyai berbagai dimensi, baik ekonomi, sosial, budaya, biologis, psikologis, spiritual, hukum, maupun keamanan, sehingga masalah sosial hanya bisa didekati secara lintas sektor dan interdisipliner.

Perubahan dan perkembangan masyarakat terjadi secara bervariasi, artinya ada yang terjadi secara lambat ( evolusion ), namun ada yang terjadi secara cepat ( revolution ). Perubahan dan perkembangan masyarakat secara cepat, apalagi tidak direncanakan dengan baik ( unplanned ), biasanya menimbulkan masalah sosial. Masyarakat senantiasa berupaya menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan tersebut, namun biasanya ada sekelompok individu yang tidak mampu melakukannya, sehingga berada dalam kesulitan ( private troubles ) dan masalah ( private problems ).

Salah satu agenda pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota Cilegon dan masyarakat. Masyarakat berperan sebagai pelaksana utama, sedangkan pemerintah adalah menetapkan regulasi dan memberikan fasilitas guna untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial dari pengertian di atas kita dapat mengetahui diperlukan peran serta masyarakat dalam menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), khususnya di kota cilegon .

Dalam usaha memberikan pelayanan sosial untuk mengatasi masalah PMKS diperlukan sumber yang dapat dipergunakan dan mendukung, sehingga masalah atau kebutuhan yang didapat oleh PMKS dapat teratasi. Dalam penanganan masalah yang muncul tersebut diperlukan adanya kerjasama dari berbagai sumber yang ada kelembagaan sosial dan potensi kesejahteraan sosial di Kota Cilegon.

Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) merupakan bentuk keterlibatan dari masyarakat dan dunia usaha untuk membantu dalam penanggulangan masalah kesejahteraan sosial. Dimana peran masyarakat dalam pelayanan kesejahteraan sosial meliputi peran perorangan, kelompok, keluarga, organisasi sosial, yayasan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi.

Diharapkan keberadaan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dapat dioptimalkan fungsinya, sehingga keberadaanya bisa lebih di rasakan oleh masyarakat di dalam meningkatkan kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial, maka dari itu di butuhkannya pola atau strategi suatu kajian di dalam Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Cilegon.

1.2. Landasan Hukum

a. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak

b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan

c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat

d. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia

e. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia

f. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

g. Undang-undang RI Nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

h. Undang-undang RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin

i. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan j. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1986 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor; 8 tentang Organisasi Kemasyarakatan

k. Peraturan Pemerintah RI Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. l. Keputusan Menteri Sosial Nomor. 24/HUK/1996 tentang Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional.

m. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 08 tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial.

1.3. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Maksud dari kegiatan ini adalah supaya lembaga-lembaga sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon dapat bersinergi untuk memberikan pelayanan sosial terhadap masyarakat Kota Cilegon.

Tujuan umum dari kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) ini adalah untuk mengetahui mengenai sistem pola pengembangan lembaga-lembaga organisasi sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon agar peran dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses pembangunan pelayanan sosial di Kota Cilegon. Sasaran pelaksanaan kegiatan ini difokuskan pada lembaga-lembaga sosial dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon.

1.4. Outcome (Keluaran)

Adapun keluaran yang hendak dicapai dari kegiatan ini adalah:

1. Tersedianya data-data penyandang masalah kesejahteraan sosial yang lengkap, akurat dan mutahir ( up to date ) dan menampilkan peta berdasarkan setiap kecamatan.

2. Tersedianya kondisi existing pelayanan sosial terhadap masyarakat Kota Cilegon.

3. Tersedianya alternatif pemecahan permasalahan bagi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon.

dan Pedoman Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Cilegon.

4. Terumuskannya Rekomendasi

Arahan Kebijakan

1.5. Ruang Lingkup Kajian

Kajian Pengembangan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kota Cilegon ini memiliki ruang lingkup kegiatan, sebagai berikut:

1. Menginventarisasi data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial Kota Cilegon tahun 2013 serta memetakan kawasan di setiap kecamatan.

2. Mengevaluasi kondisi eksisting sejauh mana pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial terhadap masyarakat Kota Cilegon.

3. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon dan membuat alternatif-alternatif pemecahannya.

4. Merumuskan tahapan-tahapan dan strategi di dalam upaya meningkatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang ada di Kota Cilegon.

5.1. Kerangka Kerja

Sesuai dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai dalam kajian ini yaitu; untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengetahui mengenai pola pengembangan lembaga-lembaga organisasi social dan dunia usaha yang ada di Kota Cilegon, agar peran dan fungsinya dapat lebih berperan aktif di dalam proses pembangunan pelayanan sosial di Kota Cilegon. Dengan demikian langkah kerja pelaksanaan kajian digambarkan sebagai berikut:

Peran dan Kontribusi PSKS yang diharapkan dalam Pembangunan Pelayanan Sosial

Analisis Potensi dan Sumber Kesejahteraan

Perumusan HASIL

Sosial

Hasil Analisis AKHIR

Survey dan

Keinginan agar

Identifikasi

Tersedianya Data PMKS terhadap

lembaga-lembaga

Organisasi Sosial dan

Kondisi PMKS GAP

Dunia Usaha, agar berperan dan berfungsi

ASI

AL

EG Terlaksananya Evaluasi PS

dalam proses AN

SI

pembangunan sosial R JAKAN

I SASI

Tersedianya Peta Masalah

dan Solusi

AT

SI I AKSAN

MASAAH

SI

KEBI I

Peran dan Kontribusi

PSKS yang dirasakan

I PER

D Tersedianya Strategi dan

dalam Pembangunan AN PEL Kebijakan Pengembangan Pelayanan Sosial

AN

PMKS

Gambar 1.1. Kerangka Kerja Kajian Pengembangan PSKS Kota Cilegon

Berdasarkan kerangka kerja sebagaimana Gambar 1.1. tersebut, maka Kajian Pengembangan PMKS Kota Cilegon, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Menginventarisasi data jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial Kota Cilegon tahun 2013 serta memetakan kawasan di setiap kecamatan.

2. Mengevaluasi kondisi eksisting sejauh mana pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial terhadap masyarakat kota cilegon.

3. Mengidentifikasi permasalahan yang di hadapi Dinas Sosial dan PSKS yang ada di Kota Cilegon dan membuat alternatif-alternatif pemecahannya.

4. Merumuskan tahapan-tahapan dan strategi di dalam upaya meningkatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang ada di Kota CIlegon.

5. Menyusun rekomendasi dan laporan hasil kajian.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1. Pekerja Sosial, Masalah Sosial, Dan Kesejahteraan Sosial

2.1.1. Pekerja Sosial

Pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang mempunyai bidang garapan tersendiri. Berbeda dan lain halnya dengan profesi lain seperti psikolog, dokter, dan sosiolog. Ada beberapa definisi pekerjaan sosial menurut para ahli, yaitu :

a. Pekerjaan Sosial didefinisikan sebagai metode yang bersifat sosial dan institusional untuk membantu seseorang mencegah dan memecahkan masalah- masalah sosial yang mereka hadapi, untuk memulihkan dan meningkatkan kemampuan menjalankan fungsi sosial mereka. Pekerjaan sosial juga dapat dikatakan sebagai institusi sosial, profesi pelayanan manusia serta seni praktek yang ilmiah dan teknis (Max Siporin dalam Dwi Heru Sukoco, 1995).

b. Pekerjaan sosial menekankan pada interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya yang mempengaruhi kemampuan orang untuk menyelesaikan tugas-tugas kehidupannya, meringankan stress, mewujudkan aspirasi dan nilai-nilainya (Allen Pincus dan Anne Minahan dalam Achlis, 1986).

c. Pekerjaan Sosial adalah suatu pelayanan profesional yang dilaksanakan pada ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam relasi kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu, baik secara perseorangan maupun kelompok untuk mencapai kepuasan dan ketidaktergantungan pribadi dan sosial (Walter A. Friedlander dalam Syarif Muhidin, 1982).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pekerjaan sosial adalah suatu profesi yang membantu meningkatkan keberfungsian sosial (social functioning) seseorang melalui pemecahan/intervensi masalah yang dihadapinya.

2.1.2. Masalah Sosial

Masalah atau problema adalah perbedaan antara das sollen (yang seharusnya, yang diinginkan, yang dicita-citakan, yang diharapkan) dengan das sein (yang nyata, yang terjadi). Dengan kata lain masalah adalah perbedaan antara yang ideal dan real (Abu Huraerah, 2008), menurut Horton dan Leslie dalam

Suharto (2000) ”masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirasakan banyak orang yang tidak menyenangkan serta menuntut pemecahan aksi sosial secara kolektif.”

Parillo yang dik utip Edi Suharto (2005) dalam ”Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial ,” empat komponen dalam memahami pengertian masalah sosial, yaitu :

a. Masalah itu bertahan untuk suatu periode tertentu.

b. Dirasakan dapat menyebabkan berbagai kerugian fisik atau mental, baik pada individu maupun masyarakat.

c. Merupakan pelanggaran terhadap nilai-nilai atau standar sosial dari satu atau beberapa sendi kehidupan masyarakat.

d. Menimbulkan kebutuhan akan pemecahan. Lebih lanjut dijelaskan tentang karakteristik dari masalah sosial, diantaranya antara lain :

a. Masalah adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan; suatu masalah sosial baru dikatakan masalah, apabila kondisi yang dirasakan tidak sesuai harapan masyarakat.

b. Kondisi sosial yang dinilai tidak menyenangkan ; penilaian masyarakat sangat penting dalam menentukan suatu kondisi sebagai masalah sosial, sementara ukuran baik buruk sangat tergantung pada nilai atau norma yang dianut

masyarakat.

c. Masalah sosial adalah perilaku atau keadaan kompleks yang akibatnya berpengaruh pada membahayakan kesejahteraan orang banyak (umum) serta dapat mengganggu kestabilan masyarakat, norma, adat istiadat, norma dan kepercayaan masyarakat.

d. Kondisi yang menuntut pemecahan. Bagaimana pun beratnya suatu masalah sosial, pasti membutuhkan pemecahan secara kolektif sesuai dengan kebutuhan permasalahan, atau pemecahan tersebut harus dilakukan melalui aksi sosial secara kolektif.

Masalah sosial merupakan gejala-gejala sosial yang tidak diinginkan akibat ketidakberfungsian dari unsur-unsur masyarakat yang menyebabkan kekecewaan dan penderitaan. Masalah masyarakat dan problema sosial adalah dua macam persoalan dalam masalah sosial. Timbulnya masalah sosial adalah dari kekurangan dalam diri manusia kelompok sosial yang bersumber pada faktor ekonomis, biologis dan kebudayaan. Sehingga setiap masyarakat mempunyai norma yang berhubungan dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, mental serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial.

2.1.3. Kesejahteraan Sosial

Ada beberapa definisi kesejahteraan sosial menurut para ahli, yaitu :

a. Menurut Walter A. Friedlander, 1961 dalam Pengantar Kesejahteraan Sosial oleh Drs. Syarif Muhidin, Msc. “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang a. Menurut Walter A. Friedlander, 1961 dalam Pengantar Kesejahteraan Sosial oleh Drs. Syarif Muhidin, Msc. “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang

b. Menurut Dwi Heru Sukoco, 1995 dari buku Introduction to Social Work Practice oleh Max Siporin. “Kesejahteraan sosial mencakup semua bentuk intervensi sosial yang secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan yang baik antara individu dan masyarakat secara keseluruan. Kesejahteraan sosial mencakup semua tindakan dan proses secara langsung yang mencakup tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia dan peningk atan kualitas hidup.”

c. Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat (Zastrow, 2000).

d. Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang betujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005).

Berdasarkan beberapa definisi tentang kesejahteraan sosial di atas di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu tindakan yang mengarah kepada kondisi sosial masyarakat yang menjamin kehidupan masyarakat dalam lingkungan untuk hidup dengan rasa nyaman, aman, dan tentram untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

2.2. Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Pembangunan pun merupakan suatu konsep yang relevan dengan pemecahan permasalahan sosial. Pembangunan juga harus memperhatikan berbagai aspek-aspek sosial dan ekonomi penduduk, pemanfaatan sumber daya alam maupun pengelolaan lingkungan. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2003) dalam Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial, yaitu;

Hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, keluarga, kelompok dan komunitas yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan.

Pembangunan kesejahteraan sosial pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat sebaik-baiknya dalam upaya menciptakan suatu kondisi tata kehidupan sosial yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga memungkinkan setiap warga masyarakat memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosialnya secara layak bagi individu, keluarga maupun masyarakat.

Arah pembangunan kesejahteraan sosial adalah seperti yang tertuang di bawah ini, yaitu:

a. Pencegahan, mencakup kegiatan mencegah timbul, meluas serta kambuhnya permasalahan baik dalam kehidupan perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.

b. Rehabilitasi, merupakan proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

c. Pengembangan, merupakan upaya pemeliharaan dan peningkatan taraf kesejahteraan sosial para PMKS melalui penggalian dan pendayagunaan potensi dirinya.

d. Penunjang, merupakan fungsi pendorong dan pendukung yang turut menentukan keberhasilan pembangunan.

Pembangunan kesejahteraan sosial dirancang guna memenuhi kebutuhan publik yang luas, target utamanya adalah pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS), yaitu mereka yang mengalami hambatan dalam menjalani fungsi sosialnya, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan yang paling mendasar dan karenanya memerlukan pelayanan sosial.

Tujuan Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:

a. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok-kelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial.

b. Peningkatan keberdayaan melalui penepatan sistem dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan.

c. Penyempurnaan kebebasan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan-pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan.

2.3. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS)

Menurut PUSDATIN Depsos RI tahun 2008 merujuk pada Buku Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tahun 2008. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) adalah seseorang, keluarga atau Menurut PUSDATIN Depsos RI tahun 2008 merujuk pada Buku Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Tahun 2008. Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) adalah seseorang, keluarga atau

Menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 8 Tahun 2012, saat ini terdapat

26 jenis Penyandang Masalah Keejahteraan Sosial (PMKS) yang memerlukan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), yaitu sebagai berikut:

1. Anak Balita Telantar

Anak balita telantar adalah seorang anak berusia 5 (lima) tahun ke bawah yang ditelantarkan orang tuanya dan/atau berada di dalam keluarga tidak mampu oleh orang tua/keluarga yang tidak memberikan pengasuhan, perawatan, pembinaan dan perlindungan bagi anak sehingga hak-hak dasarnya semakin tidak terpenuhi serta anak dieksploitasi untuk tujuan tertentu. Kriterianya adalah:

a. terlantar/ tanpa asuhan yang layak;

b. berasal dari keluarga sangat miskin / miskin;

c. kehilangan hak asuh dari orangtua/ keluarga;

d. Anak balita yang mengalami perlakuan salah dan diterlantarkan oleh orang tua/keluarga;

e. Anak balita yang dieksploitasi secara ekonomi seperti anak balita yang disalahgunakan orang tua menjadi pengemis di jalanan; dan

f. Anak balita yang menderita gizi buruk atau kurang.

2. Anak Telantar

Anak terlantar adalah seorang anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua/keluarga atau anak kehilangan hak asuh dari orang tua/keluarga. Kriteria :

a. berasal dari keluarga fakir miskin;

b. anak yang dilalaikan oleh orang tuanya; dan

c. anak yang tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya.

3. Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Anak yang berhadapan dengan hukum adalah orang yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun, meliputi anak yang disangka, didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana dan anak yang menjadi korban tindak pidana atau yang melihat dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu tindak pidana. Kriteria :

a. disangka;

b. didakwa; atau

c. dijatuhi pidana

4. Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Kriterianya : Anak jalanan adalah anak yang rentan bekerja di jalanan, anak yang bekerja di jalanan, dan/atau anak yang bekerja dan hidup di jalanan yang menghasilkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari. Kriterianya :

b. mencari nafkah dan/atau berkeliaran di jalanan maupun ditempat-tempat umum.

5. Anak dengan Kedisabilitasan (ADK)

Anak dengan Kedisabilitasan (ADK) adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari anak dengan disabilitas fisik, anak dengan disabilitas mental dan anak dengan disabilitas fisik dan mental. Kriteria :

a. Anak dengan disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara b. Anak dengan disabilitas mental : mental retardasi dan eks

psikotik c. Anak dengan disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda d. Tidak mampu melaksanakan kehidupan sehari-hari.

6. Anak yang menjadi korban tindak kekerasan

Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah adalah anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Kriterianya: Anak yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah adalah anak yang terancam secara fisik dan nonfisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun sosial. Kriterianya:

b. sering mendapat perlakuan kasar dan kejam dan tindakan yang berakibat secara fisik dan/atau psikologis;

c. pernah dianiaya dan/atau diperkosa; dan

d. dipaksa bekerja (tidak atas kemauannya)

7. Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus

Anak yang memerlukan perlindungan khusus adalah anak yang berusia

6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dalam situasi darurat, dari kelompok minoritas dan terisolasi, dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, diperdagangkan, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), korban penculikan, penjualan, perdagangan, korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, yang menyandang disabilitas, dan korban perlakuan salah dan penelantaran. Kriterianya :

a. berusia 6 (enam) tahun sampai dengan 18 (delapan belas) tahun;

b. dalam situasi darurat dan berada dalam lingkungan yang buruk/diskriminasi;

c. korban perdagangan manusia;

d. korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental dan seksual;

e. korban eksploitasi, ekonomi atau seksual;

f. dari kelompok minoritas dan terisolasi, serta dari komunitas adat terpencil;

g. menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat

adiktif lainnya (NAPZA); dan

h. terinfeksi HIV/AIDS.

8. Lanjut Usia Terlantar

Lanjut usia telantar adalah seseorang yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya. Kriterianya :

a. tidak terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan; dan

b. terlantar secara psikis, dan sosial

9. Penyandang Disabilitas

Penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan hal ini dapat mengalami partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Kriterianya :

a. mengalami hambatan untuk melakukan suatu aktifitas sehari-hari;

b. mengalami hambatan dalam bekerja sehari-hari;

c. tidak mampu memecahkan masalah secara memadai;

d. penyandang disabilitas fisik : tubuh, netra, rungu wicara;

e. penyandang disabilitas mental : mental retardasi dan eks psikotik; dan

f. penyandang disabilitas fisik dan mental/disabilitas ganda.

10. Tuna Susila

Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. Kriterianya: Tuna Susila adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dengan sesama atau lawan jenis secara berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa. Kriterianya:

b. memperoleh imbalan uang, materi atau jasa.

11. Gelandangan

Gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum. Kriteria :

a. tanpa Kartu Tanda Penduduk (KTP);

b. tanpa tempat tinggal yang pasti/tetap;

c. tanpa penghasilan yang tetap; dan

d. tanpa rencana hari depan anak-anaknya maupun dirinya.

12. Pengemis

Pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta- minta ditempat umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain. Kriteria :

a. mata pencariannya tergantung pada belas kasihan orang lain;

b. berpakaian kumuh dan compang camping;

c. berada ditempat-tempat ramai/strategis; dan

d. memperalat sesama untuk merangsang belas kasihan orang lain

13. Pemulung

Pemulung adalah orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan cara memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas yang berada di berbagai tempat pemukiman pendudukan, pertokoan dan/atau pasar-pasar yang bermaksud untuk didaur ulang atau dijual kembali, sehingga memiliki nilai ekonomis. Kriteria :

a. tidak mempunyai pekerjaan tetap; dan

b. mengumpulkan barang bekas.

14. Kelompok Minoritas

Kelompok Minoritas adalah kelompok yang mengalami gangguan keberfungsian sosialnya akibat diskriminasi dan marginalisasi yang diterimanya sehingga karena keterbatasannya menyebabkan dirinya rentan mengalami masalah sosial, seperti gay, waria, dan lesbian. Kriteria :

a. gangguan keberfungsian sosial;

b. diskriminasi;

c. marginalisasi; dan

d. berperilaku seks menyimpang.

15. Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP)

Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP) adalah seseorang yang telah selesai menjalani masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri Bekas Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (BWBLP) adalah seseorang yang telah selesai menjalani masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri

a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun;

b. telah selesai dan keluar dari lembaga pemasyarakatan karena masalah pidana;

c. kurang diterima/dijauhi atau diabaikan oleh keluarga dan masyarakat;

d. sulit mendapatkan pekerjaan yang tetap; dan

e. berperan sebagai kepala keluarga/pencari nafkah utama keluarga yang tidak dapat melaksanakan tugas dan fungsinya.

16. Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)

Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah seseorang yang telah dinyatakan terinfeksi HIV/AIDS dan membutuhkan pelayanan sosial, perawatan kesehatan, dukungan dan pengobatan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Kriterianya:

a. seseorang (laki-laki/perempuan) berusia diatas 18 (delapan belas) tahun; dan

b. telah terinfeksi HIV/AIDS.

17. Korban Penyalahgunaan NAPZA

Korban Penyalahgunaan NAPZA adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya diluar pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.

a. seseorang (laki-laki / perempuan) yang pernah menyalahgunakan narkotika, psikotropika, dan zat-zat adiktif lainnya baik dilakukan sekali, lebih dari sekali atau dalam taraf coba-coba;

b. secara medik sudah dinyatakan bebas dari ketergantungan obat oleh dokter yang berwenang; dan

c. tidak dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya.

18. Korban trafficking Korban trafficking adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi dan/atau sosial yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang. Kriteria :

a. mengalami tindak kekerasan;

b. mengalami eksploitasi seksual;

c. mengalami penelantaran;

d. mengalami pengusiran (deportasi); dan

e. ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara tempat bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu.

19. Korban Tindak Kekerasan

Korban tindak kekerasan adalah orang baik individu, keluarga, kelompok maupun kesatuan masyarakat tertentu yang mengalami tindak kekerasan, baik sebagai akibat perlakuan salah, eksploitasi, diskriminasi, bentuk-bentuk kekerasan lainnya ataupun dengan membiarkan orang berada dalam situasi berbahaya sehingga menyebabkan fungsi sosialnya terganggu. Kriteria : Korban tindak kekerasan adalah orang baik individu, keluarga, kelompok maupun kesatuan masyarakat tertentu yang mengalami tindak kekerasan, baik sebagai akibat perlakuan salah, eksploitasi, diskriminasi, bentuk-bentuk kekerasan lainnya ataupun dengan membiarkan orang berada dalam situasi berbahaya sehingga menyebabkan fungsi sosialnya terganggu. Kriteria :

b. mengalami penelantaran;

c. mengalami tindakan eksploitasi;

d. mengalami perlakuan diskriminasi; dan

e. dibiarkan dalam situasi berbahaya.

20. Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS)

Pekerja Migran Bermasalah Sosial (PMBS) adalah pekerja migran internal dan lintas negara yang mengalami masalah sosial, baik dalam bentuk tindak kekerasan, penelantaran, mengalami musibah (faktor alam dan sosial) maupun mengalami disharmoni sosial karena ketidakmampuan menyesuaikan diri di negara tempat bekerja sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu. Kriteria :

a. pekerja migran domestik;

b. pekerja migran lintas negara;

c. eks pekerja migran domestik dan lintas negara;

d. eks pekerja migran domestik dan lintas negara yang sakit, cacat dan meninggal dunia;

e. pekerja migran tidak berdokumen ( undocument );

f. pekerja migran miskin;

g. mengalami masalah sosial dalam bentuk :

1) tindak kekerasan;

2) eksploitasi;

3) penelantaran;

4) pengusiran (deportasi);

5) ketidakmampuan menyesuaikan diri di tempat kerja baru (negara tempat bekerja) sehingga mengakibatkan fungsi sosialnya terganggu;

6) mengalami traffiking.

21. Korban Bencana Alam

Korban bencana alam adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor terganggu fungsi sosialnya. Kriteria :

Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami:

a. korban terluka atau meninggal;

b. kerugian harta benda;

c. dampak psikologis; dan

d. terganggu dalam melaksanakan fungsi sosialnya.

22. Korban Bencana Sosial

Korban bencana sosial adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Kriteria : Seseorang atau sekelompok orang yang mengalami:

a. korban jiwa manusia;

b. kerugian harta benda; dan

c. dampak psikologis.

23. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Perempuan rawan sosial ekonomi adalah seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kriteria :

a. perempuan berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh sembilan) tahun;

b. istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan;

c. menjadi pencari nafkah utama keluarga; dan

d. berpenghasilan kurang atau tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak.

24. Fakir Miskin

Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya. Kriteria :

a. tidak mempunyai sumber mata pencaharian; dan/atau

b. mempunyai sumber mata pencarian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/ atau keluarganya.

25. Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis

Keluarga bermasalah sosial psikologis adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami-istri, orang tua dengan anak kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar. Kriteria :

a. suami atau istri sering tidak saling memperhatikan atau anggota keluarga kurang berkomunikasi;

b. suami dan istri sering bertengkar, hidup sendiri-sendiri walaupun masih dalam ikatan keluarga;

c. hubungan dengan tetangga kurang baik, sering bertengkar tidak mau bergaul/berkomunikasi; dan

d. kebutuhan anak baik jasmani, rohani maupun sosial kurang terpenuhi.

26. Komunitas Adat Terpencil

Komunitas Adat Terpencil adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial ekonomi, maupun politik. Kriteria :

a. berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup dan homogen;

b. pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;

c. pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau;

d. pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem;

e. peralatan dan teknologinya sederhana; f. ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam

setempat relatif tinggi; dan g. terbatasnya akses pelayanan sosial ekonomi dan politik.

2.4. Kebijakan Penanganan Masalah Kesejahteraan Sosial

Kebijakan merupakan suatu prinsip atau tindakan yang diambil untuk dapat menyelesaikan suatu permasalahan, baik yang dialami oleh perorangan, kelompok maupun masyarakat. Kebijakan terkadang diambil karena suatu kondisi atau situasi masalah yang memerlukan suatu tindakan atau penanganan secepat mungkin.

Menurut Ealau dan Prewitt, kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan itu) (Suharto, 1997). Kamus Webster memberi pengertian kebijakan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Titmuss mendefinisikan kebijakan sebagai prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuan-tujuan tertentu (Suharto, 1997).

Kebijakan, menurut Titmuss, senantiasa berorientasi kepada masalah (problem-oriented) dan berorientasi kepada tindakan (action-oriented). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten dalam mencapai tujuan tertentu.

Kaitan kebijakan dengan program pelayanan sosial adalah kebijakan sosial harus dapat diterima oleh masyarakat, karena pada dasarnya kebijakan dibuat untuk dapat mengatasi masalah sosial yang ada pada masyarakat. Harus juga diingat bahwa kebijakan meliputi: kebijakan sosial, kebijakan kesejahteraan sosial, dan kebijakan publik.

2.4.1. Kebijakan Sosial

Dalam kaitannya dengan kebijakan sosial, maka kata sosial dapat diartikan baik secara luas maupun sempit (Kartasasmita, 1996). Secara luas kata sosial menunjuk pada pengertian umum mengenai bidang-bidang atau sektor- sektor pembangunan yang menyangkut aspek manusia dalam konteks masyarakat atau kolektifitas. Istilah sosial dalam pengertian ini mencakup antara lain bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, politik, hukum, budaya, atau pertanian.

Bruce. S Jansson mendefinisikan kebijakan sosial adalah mengendalikan sasaran pemecahan masalah yang menyangkut keuntungan orang banyak. Hal ini menekankan bahwa kebijakan sosial bertujuan untuk mengurangi masalah sosial seperti kelaparan, kemiskinan, dan guncangan jiwa. Atau kebijakan sosial dapat pula di definisikan sebagai kumpulan strategi untuk memusatkan perhatian pada problem sosial.

Schorr dan Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial yaitu suatu prinsip dan cara melakukan suatu tindakan kesepakatan di suatu tataran dengan individu dan juga menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan suatu pemikiran dalam melakukan intervensi (keterlibatan) dari peraturan yang berbeda dengan sistem sosial. Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah menunjukkan tata cara bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu fenomena sosial, hubungan sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan dalam suatu masyarakat.

Dalam perjalanan, penyusunan, perancangan, dan penerapannya, kebijakan sosial meliputi 4 (empat) tingkatan aktivitas profesi : Dalam perjalanan, penyusunan, perancangan, dan penerapannya, kebijakan sosial meliputi 4 (empat) tingkatan aktivitas profesi :

b. Melihat bentuk pelayanan dan sebagai penasihat secara teknis tentang suatu kebijakan, atau sebagai konsultan yang mengkhususkan dalam suatu lapangan yang berkepentingan. Bidang ini merupakan wewenang di tingkatan legislatif pada suatu negara demokrasi.

c. Meneliti dan menginvestigasi problema sosial dan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan kebijakan sosial. Bidang ini dilakukan oleh para pekerja sosial

d. Memberikan perlindungan atau advokasi secara khusus terhadap suatu kebijakan dasar yang berkepentingan dengan suatu bidang. Bidang ini merupakan kerja pihak LSM yang bergerak pada bidangnya misalkan LSM lingkungan, LSM ekonomi, LSM politik, dan lain-lain.

Sehingga kesimpulan ringkas yang dapat kita ambil dari adanya pembagian aktivitas yang secara tidak langsung dapat bekerjasama mengambil suatu ketetapan dalam penerapan kebijakan sosial, disini pihak pemerintah dapat dengan mudah menentukannya hal ini disebabkan karena masing-masing pihak dapat memantau kebijakan yang dibuat pemerintah dan mengawasi tindakan dalam penerapannya. Sehingga tingkat pelanggaran yang nantinya akan terjadi dapat terdeteksi dan transparan.

Selain adanya tingkatan aktivitas yang dilakukan pada bidangnya masing- masing, kebijakan sosial pun memiliki 3 (tiga) tingkatan intervensi, yang tak jauh berbeda dengan tingkatan aktivitas. Penjelasan ini menurut pembagian Bruce. S Jansson, di dalam Social Policy, from Theory to Practice di antaranya:

1) Direct-service practice , yang berkaitan dengan pekerjaan para pelaksana kebijakan

2) Community organization , yang membicarakan pada pengerahan kemampuan seperti menghimpun koalisi

3) Administrative social work , yang berkenaan dengan pokok persoalan. Suatu kebijakan yang telah disusun, dirancang, dan disepakati sebelumnya haruslah meliputi dua aspek yang harus diperhatikan, di antaranya ialah :

1) Mengaktualisasikan kebijakan dan program yang dibuat untuk kesejahteraan masyarakat

2) Menyingkap dan memperlihatkan lapangan akademis dalam penyelidikan yang

ditekankan dengan deskripsi, uraian, dan evaluasi terhadap suatu kebijakan.

Adanya aspek yang tertera di atas dimaksudkan agar masyarakat sebagai objek sasaran kesejahteraan dapat memahami dan menerapkannya dengan baik. Begitu juga dengan pemerintah dan semua perangkatnya haruslah memperhatikan bagaimana kinerja tersebut berlangsung. Sehingga kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan dengan baik.

Pemerintah dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan yang telah disusun dan diterapkan dapat ditempuh dengan 3 (tiga) langkah yang bila hal tersebut berjalan secara efektif maka penerapannya akan sempurna. Ketiga langkah tersebut antara lain seperti yang terdapat dalam The Handbook of Social Policy adalah :

1) Mereka (pemerintah) membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh : pemerintah mungkin dapat saja mencoba untuk memperbaiki kondisi sosial penduduknya dengan memperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru.

2) Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijakan sosial dengan melihatnya dari sisi ekonomi, lingkungan, atau kebijakan lainnya, walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial. Contoh : kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi perdagangan atau mengundang investor dari negara lain lalu menciptakan lapangan pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor perdagangan, dan lain-lain.

3) Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang lain.

2.4.2. Kebijakan Kesejahteraan Sosial

Menurut Neil Gilbert dan Harry Specht (K. Suhendra, 1985 : 5), menjelaskan bahwa : Kebijakan Kesejahteraan Sosial adalah keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan yang memberikan informasi berupa petunjuk perencanaan atau petunjuk kegiatan kepada pemerintah maupun lembaga sosial masyarakat.

Kebijakan Kesejahteraan sosial dapat dijabarkan sebagai berikut ini :

1) Meningkatkan dan meratakan pelayanan sosial yang lebih adil dalam arti bahwa setiap orang khususnya Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang sebaik-baiknya.

2) Meningkatkan profesionalisme pelayanan sosial baik yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat dan dunia usaha terhadap Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS), memantapkan manajemen pelayanan sosial yang mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan serta koordinasi atau masyarakat dalam pelayanan sosial dengan melibatkan satu unsur dan komponen masyarakat.

3) Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dengan mempertimbangkan keunikan nilai sosial budaya daerah serta mengedepankan potensi dan sumber sosial keluarga dan masyarakat setempat.

Beberapa tujuan dari kebijakan sosial, diantaranya untuk:

a. Membina, menyelamatkan, memulihkan dan mengentaskan para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) agar dapat hidup dan berkembang secara wajar.

b. Menggali dan memanfaatkan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dan peningkatan serta pemerataan pelayanan sosial.

c. Meningkatkan keberdayaan sosial dan ekonomi masyarakat rentan, guna mendukung pemulihan kehidupan ekonomi nasional.

d. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia dalam jajaran pembangunan kesejahteraan sosial.

e. Mengembangkan kepekaan, kepedulian, kesetiakawanan sosial, etika moral dan tanggung jawab moral masyarakat.

2.5. Sistem Sumber Kesejahteraan Sosial

Max Siporin D.S.W. mengatakan bahwa “ A resource any valuable thing, or recerve or at hand, that one can mobilie and put to instrumental use in order to function, meet a need resolve a problem” (Siporin, 1975 : 22). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa jenis sumber dapat dipandang dari beberapa hal, yaitu :