Buku Besar Peminum Kopi

Mozaik 23 Buku Besar Peminum Kopi

ORANG Melayu, meskipun tidak modern, paham benar kopi sebagai social drink. Maka, bagi kami, jika ada orang yang minum kopi untuk mengatasi rasa haus, ijazahnya harus diterawang di bawah sinar matahari. Besar kemungkinan ia telah menggelapkan wesel dari ibunya. Dikirimi duit untuk kuliah tapi dipakainya untuk berleha-leha saja di Jogja. Ijazah-ijazahnya pasti palsu.

Kopi mengatasi rasa haus dalam bentuk yang lain. Haus ingin bicara, haus ingin mendengar, dan ingin didengar. Karena itu, orang Melayu menyeduh kopi selalu dengan air mendidih. Adakalanya, air itu masih bergolak di dalam gelas, persis seperti tadi meluap di dalam panci. Tujuannya agar obrolan menjadi lama. Lantaran diperlukan waktu yang tak sebentar sampai kopi itu mencapai tingkat hangat yang wajar untuk diminum. Pernah seorang Belanda yang tak paham hal itu bertandang ke rumah seorang Melayu. Dihidangkan kopi, di seruput saja. Lidahnya melepuh. Ia melolong- lolong: hot hot hot hot hot. Konon ia sampai dilarikan ke rumah sakit.

Saat menunggu untuk minum kopi, secara teknis hal itu dapat dikatakan dengan cara seperti in: saat kopi yang mendidih tadi perlahan-lahan menjadi hangat, adalah saat kesusahan yang mendidih dibagi di antara mereka. Kesusahan itu lalu larut dalam setiap hirupan kopi yang menghangatkan hati, dan hidup menjadi lebih tertanggungkan.

Di warung kopi kesusahan tadi dibagi pada orang yang lebih banyak sehingga makin terasa ringan. Beragam kisah telah kudengar di warung kopi dan aku makin tertarik dengan hipotesis-hipotesisku sendiri.

Catatan pengalamanku di dalam Buku Besar Peminum Kopi semakin menggairahkan. Seiring dengan makin dalamnya penelitianku tentang tabiat orang, semakin aku menganggap buku itu bernilai. Mimpiku untuk buku itu tak kalah dengan mimpi Detektif untuk burung merpatinya. Buku itu kuanggap semacam topografi tabiat orang Melayu. Semacam cetak biru sosiologi mereka. Semacam cultural DNA yang memetakan watak masyarakat kami. Sehingga, jika sebuah meteor menghantam kampung kami dan orang Melayu punah seperti dulu meteor telah memunahkan dinosaurus, kuharap bukuku itu selamat dan dari buku itu generasi

mendatang dapat men-clone, menciptakan lagi masyarakat Melayu seperti adanya sekarang di kampungku. Hebat luar biasa, menjadi seorang pemimpi sungguh tak terperikan hebatnya.

Namun, mimpi itu hanya akan terwujud jika aku paham ilmu budaya. Maka, kubuka lagi buku-buku lamaku waktu kuliah dulu. Kubuka lembar-lembar teori Doktor

Hofstede, ilmuwan Belanda yang ciamik itu. Ketika membacanya, rasanya ada topi lucu dengan tali berjuntai-juntai di depan wajah, mirip kopiah pengantin Melayu.

Aku semakin bersemangat karena rupanya aku telah diajar oleh seorang profesor yang bermutu tinggi, dan aku telah membuat makalah-makalah yang mendapat nilai cukup memuaskan. Lalu, aku berpikir keras bagaimana memodifikasi model-model ciptaan Doktor Hofstede untuk membedah watak orang Melayu udik. Sebuah tantangan sains yang dahsyat.

Ternyata hasil dari modifikasi yang canggih itu sangat mengejutkan, yaitu kutemukan kesimpulan yang sangat ilmiah bahwa mereka yang memesan kopi sekaligus memesan teh---adalah mereka yang baru gajian. Mereka yang memesan kopi, tapi takut-takut menyentuhnya---uang di sakunya tinggal seribu lima ratus perak. Mereka yang tak menyentuh gelas kopi, tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung-- -pemain organ tunggal. Mereka yang minum dari gelas kosong, seolah-olah ada kopi di dalamnya---sakit gila nomor 27. Mereka yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya--- kuda lumping.

Mereka yang mau ke warung kopi, tapi gengsi---bupati. Mereka yang memandangi orang minum kopi---ajudan bupati. Mereka yang membuka warung kopi, tapi tidak laku---mantan bupati. Mereka yang tidak membelikan polisi kopi---bukan kawan polisi. Tentara yang datang ke warung kopi---dapat izin menginap dari komandan. Mereka yang senang kopi yang dingin---tak punya bulu hidung.

Mereka yang minum kopi dengan sedotan---bukan pacar biduan. Mereka yang menjual kopi dengan harga lebih dari sepuluh ribu rupiah---pemuja setan. Anak yang disuruh ibunya membeli kopi, tapi pulang membawa terasi---waktu kecil pernah kena sawan.

Mereka yang mencuri gelas milik warung kopi---pernah bersalaman dengan presiden. Mereka yang mengembalikan lagi gelas yang dicuri itu ke warung kopi--- bodoh sekali. Mereka yang minum kopi merek ayam beranak---tidak ada karena tidak ada kopi merek ayam beranak. Mereka yang minum lima gelas kopi---peragu. Mereka yang minum tujuh gelas kopi---pemalu. Mereka yang berpura-pura suka kopi---penerbit buku. Mereka yang minum kopi, tapi tidak habis---penerjemah novel ke dalam bahasa Inggris.

Lelaki (30), bujangan, yang minum kopi sambil tersenyum simpul---bujang lapuk karena sengaja. Lelaki (30), bujangan, yang minum kopi dengan waswas---bujang lapuk karena tak laku-laku. Mereka yang minum kopi dan uangnya dapat berubah menjadi daun---hantu. Mereka yang minum kopi sambil marah-marah---rokoknya terbalik. Mereka yang minum kopi sambil menyingsingkan lengan baju---baru membeli arloji.

Mereka yang minum kopi sebelum main pingpong---kembung. Mereka yang minum kopi setelah main pingpong---kalah. Mereka yang minum kopi sambil waspada--

-memelihara istri muda. Mereka yang minum kopi sambil gembira---dipelihara istri muda. Mereka yang minum kopi habis sekali teguk---memelihara tuyul.

Perempuan yang minum kopi bersama perempuan---banyak utang. Perempuan yang minum kopi bersama orang-orang dari partai bergambar benda-benda langit--- bayar sendiri-sendiri. Mereka yang bisa minum kopi sambil menulis---juling. Mereka yang minum kopi tengah malam Jumat Kliwon---sudah bisa membaca sejak berumur 11 bulan. Mereka yang minum obat cacing dengan kopi---tak bisa membaca. Mereka yang suka ngebut naik motor di depan warung kopi---tidak bisa bahasa Mandarin. Mereka yang minum kopi waktu magrib---PSSI vs Argentina, PSSI 5, Argentina 0. Mereka yang mandi pagi tidak pakai sabun---tidak hafal Pancasila.