Posisi Kasus Perkara No. 9PENBPSK-Mdn2009: Wilastri vs PT Bintang Angkasa Megantara PT BAM

2. Perkara No. 9PENBPSK-Mdn2009: Wilastri vs PT Bintang Angkasa Megantara PT BAM

a. Posisi Kasus

Wilastri sebagai konsumen telah membeli 1 satu petak rumah dan tanah tipe 45147 yang terletak di Komplek Denas Asri Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang dengan luas masing-masing tanah dan bangunan 10,5 x 14 m dari PT BAM. Dalam usaha memasarkan perumahan tersebut PT BAM telah mengeluarkan brosur-brosur yang diberikan kepada konsumen dengan harga terjangkau dan fasilitas yang memadai lainnya. Wilastri tertarik dan kemudian menyetujui pembelian rumah dan tanah tersebut seharga Rp.97.500.000 Sembilan Ratus Tujuh Puluh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah. Tanggal 1 Maret 2007, Wilastri membayar Rp.2.000.000 Dua Juta Rupiah sebagai uang muka. Kemudian berturut-turut pada tanggal 11 April 2007 dibayar lagi sebesar Rp.38.000.000 Tiga Puluh Delapan Juta Rupiah, tanggal 24 April 2007 dibayar Rp. 10.000.000 Sepuluh Juta Rupiah, tanggal 10 Oktober 2007 dibayar Rp. 10.000.000 Sepuluh Juta Rupiah dan kemudian pada tanggal 26 November 2007 dibayar lagi Rp.10.000.000 Sepuluh Juta Rupiah. Maka jumlah yang telah dibayarkan seluruhnya adalah Rp. 90.000.000 Sembilan Puluh Juta Rupiah, maka sisanya tinggal sebesar Rp. 7.500.000 Tujuh Juta Lima Ratus Ribu Rupiah. Hampir 32 tiga puluh dua bulan sejak pembayaran pertama, akte jual beli yang dijanjikan tidak juga dibuat oleh PT BAM. Wilastri merasa tidak aman karena tidak mempunyai perjanjian apapun kecuali kwitansi cicilan Universitas Sumatera Utara pembayaran kepada pelaku usaha. Oleh karena itu, Wilastri merasa ragu untuk melunaskan rumah tersebut karena pelaku usaha tidak dapat atau tidak bersedia mengeluarkan sertifikat hak milik rumah tersebut. PT BAM selalu menghindar jika ditagih soal ini. Tanggal 10 Pebruari 2009, pihak Bank Danamon menyatakan bahwa rumah konsumen tersebut kreditnya telah macet dan bila tidak dilunasi rumahnya akan dijual kepada pihak lain. Bagi Wilastri hal ini dirasakan aneh karena ia tidak pernah meminjam uang kepada Bank Danamon dan selama inipun ia telah hampir melunasi harga rumah tersebut sisa tunggakannya hanya sebesar Rp.7.500.000 tujuh juta lima ratus ribu rupiah lagi. Menurut Wilastri, PT BAM juga tidak menjalankan kewajibannya seperti yang tertuang dalam brosur yakni pengadaan fasilitas: Taman penghijauansarana umum, air bersih dimana diperjanjikan satu rumah mendapat satu sumur bor, tetapi kenyataannya dua rumah satu sumur bor, jalan komplek tidak sesuai dengan standar yang diperjanjikan yaitu konblok tetapi yang ada adalah semen biasa, keamanan komplek 24 jam, atap bocor dan dinding retak dan penerangan komplek harus ditanggung konsumen sendiri. Hal yang paling tidak bisa diterima Wilastri adalah bila beliau hendak melunasi sisa hutang pembelian rumah dan tanahnya tersebut, antara direktur utama dan direktur lainnya tidak sejalan dan malahan kepada beliau PT BAM meminta tambahan 20 dari harga jual. Berulang kali Wilastri berusaha Universitas Sumatera Utara menyelesaikan ini dan bahkan juga sudah melibatkan lembaga konsumen namun tidak pernah digubris oleh PT BAM. b . Pertimbangan dan Putusan Hakim Majelis Hakim Arbitrase BPSK Medan menjadikan brosuriklan yang dipublikasikan oleh PT BAM sebagai dasar awal untuk memeriksa dan mempertimbangkan putusan yang dibuatnya. Ditemukan bahwa PT BAM telah membuat iklanbrosur yang diedarkan di masyarakat sebagaimana dalam bukti K2 tentang penawaran rumah yaitu rumah murah hanya seharga Rp.60.000.000 Enam Puluh Juta Rupiah sehingga Wilastri tertarik untuk membelinya. Dalam praktiknya, setelah ditempati, segala fasilitas-fasilitas yang ada dalam brosur tersebut tidak dilaksanakanditepati oleh pelaku usaha sehingga konsumen kecewa dan dirugikan. Dalam sidang lapangan yang dilakukan oleh Majelis Hakim, terbukti secara benar apa yang dikatakan Wilastri dalam persidangan bahwa PT BAM tidak ada membangun taman penghijauansarana umum, yang kondisinya masih semak belukar dan penuh dengan bebatuan yang besar serta rumput-rumput liar. Selain itu jalan komplek perumahan tersebut tidak standar dan cocok dengan apa yang tertuang dalam brosuriklan, yakni konblok. Menimbang bahwa masalah sertifikat atau jual-beli yang pada mulanya belum terselesaikan dan kemudian telah terselesaikan selama proses persidangan, dan Wilastri tidak mempersoalkannya lagi maka Majelis Hakim berpendapat tidak perlu dipertimbangkan lagi. Demikian juga halnya dengan fasilitas- fasilitas lain yang ternyata telah diselesaikan oleh konsumen seperti, Universitas Sumatera Utara airsumur bor, kemanann 24 jam, penerangan komplek, maka Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkannya lagi. Di luar dari apa yang disebutkan di atas, tekait janji-janji atas fasilitas lainnya, Majelis Hakim berpendapat bahwa PT BAM telah melanggar Pasal 8 ayat 1 huruf a dan f UU No.8 Tahun 1999 yang berbunyi: Pelaku Usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang disyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ayat f mengatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, iklan atau promosi penjualan barang dan atau jasa tersebut. 2 dua pertimbangan lainnya yang dipakai Majelis Hakim BPSK dalam perkara ini adalah: 1. Pasal 4 huruf c dan d UU No.8 Tahun 1999 yang berbunyi: konsumen adalah berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan atas barang dan jasa. Kemudia ayat d-nya konsumen mempunyai hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang digunakan bahwa untuk itu pelaku usaha yang tidak menepati janji yang tertera dalam brosurnya maka telah melanggar hak-hak konsumen untuk itu pelaku usaha harus mentaatinya. 2. Pelaku Usaha dalam hal ini PT BAM dalam menjalankan kegiatan usahanya adalah tidak sesuai dengan yang diamanatkan UU Perlindungan Konsumen yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapatkan Universitas Sumatera Utara atas barang dan atau jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Majelis Hakim menyatakan menerima pengaduan konsumen untuk sebagian, menghukum PT BAM untuk memperbaiki jalan komplek Denai Asri yang terletak di Desa Amplas, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang sepanjang 120 meter mulai dari gerbang pintu masuk atau Blok H sepanjang 70 meter dan jalan di depan rumah Nizamuddin atau Blok C sepanjang 30 meter kemudian sepanjang 20 meter di depan rumah Ibu Sri atau Blok E. Selanjutnya Menghukum PT BAM untuk menyelesaikan taman penghijauansarana umum di komplek tersebut. Menurut pendapat penulis, tindakan pelaku usaha merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkannya. Hal ini bertentangan dengan Pasal 7 UUPK berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha di mana pelaku usaha beritikad baik dalam menjalankan usahanya dan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa yang dihasilkannya.

3. Perkara No.22PENBPSK-Mdn2010: H.Salman Parsi BA vs PT. Berdikari Indonesia