Adat-Istiadat Masyarakat Melayu
2. 6 Adat-Istiadat Masyarakat Melayu
Setiap suku bangsa (etnis) pasti mempunyai peraturan adat yang berbeda dengan suku bangsa yang lainnya. sesuai dengan pegangan dan pandangan hidup mereka masing-masing. Adat-istiadat ini selalu berkaitan erat dengan sistem dan tata nilai dari budaya mereka masing-masing yang dijadikan panduan dalam bertingkah laku dan berprilaku sosial terhadap masyarakatnya.
M asyarakat M elayu seperti halnya kelompok masyarakat yang lainnya, memiliki adat-istiadat yang berhubungan dengan alam kehidupan mereka yang dikenal dengan istilah Rites the passage (Ritus peralihan). Rites de passage adalah ritus peralihan atau upacara adat-istiadat dalam mengahadapi perubahan kehidupan M asyarakat M elayu seperti halnya kelompok masyarakat yang lainnya, memiliki adat-istiadat yang berhubungan dengan alam kehidupan mereka yang dikenal dengan istilah Rites the passage (Ritus peralihan). Rites de passage adalah ritus peralihan atau upacara adat-istiadat dalam mengahadapi perubahan kehidupan
Adapun beberapa upacara peralihan dalam kehidupan masyarakat M elayu adalah sebagai berikut :
1. Adat Melenggang Perut atau Mandi Tian . Upacara ini dilakukan ketika si ibu
ini dilakukan untuk membuang “kesialan” sekaligus untuk membetulkan kedudukan bayi dalam perut si ibu sehingga memudahkan proses kelahiran.
mengandung 7 (tujuh) bulan. Upacara
2. Adat Semasa Hamil . Ketika usia kandungan sudah berusia 9 (sembilan) bulan, dianjurkan agar si ibu memasukkan beras, kelapa 1 (satu) buah, benang merah, tepak sirih dan secawan air kedalam bakul. Kelapa dibenamkan separuh ke dalam beras yang ada di bakul dan kelapa tersebut dililitkan benang merah serta dipasang lilin di atas kelapa tersebut. Kemudian ketika si bayi lahir, urinya dimasukkan kedalam tempurung kelapa dan dicampurkan sedikit garam lalu di tanam di depan rumah.
3. Adat Bercukur . Setelah bayi berumur 44 hari, maka diadakan acara cukur rambut sebanyak lima atau tujuh helai rambut guna menghilangkan “kesialan” yang mungkin ada dalam diri si bayi, lalu dimandikan dengan air bunga di campur dengan limau purut. Setelah itu, bayi “ditepungtawari” guna mengusir hantu dan setan, kemudian barulah rambut si bayi di cukur.
4. Adat Menjejak Tanah . Ketika bayi berumur tujuh bulan, diadakan upacar a menjejak (memijak tanah) yang tujuannya agar si bayi terhindar dari gangguan hantu dan setan. Dalam upacara ini kaki si bayi “dicecahkan” atau dipijakkan kedalam piring-piring kecil yang berisi padi, beras kunyit, tanah, dan lain-lain. Setelah itu barulah kaki si bayi dijejakkan diatas tanah yang berada di depan rumah.
5. Adat Berendoi atau Mengayun anak . Upacara ini biasa dilakukan ketika si bayi berumur satu tahun. Dalam upacara ini si bayi dinyanyi-nyanyikan lagu- lagu nasyid yang bertemakan ketuhanan dan pembelajaran hidup yang tujuannya agar si anak menjadi anak yang pandai dan berguna bagi orang tuanya.
6. Adat Bertindik . Jika si bayi adalah wanita, maka akan diadatkan adat bertindik. Dalam hal ini, tidak ada batasan umur pada umur ke berapa si anak akan d i tindik.
7. Adat Khitanan . Jika si bayi berjenis kelamin laki-laki, maka diadakan upacara adat khitanan atau sunat rasul. Dalam hal ini juga tidak ada batasan umur bagi si anak kapan akan di khitan.
8. Upacara Perkawinan dan Kematian . Apabila seorang anak sudah dewasa atau akil baligh, maka si anak wajib untuk menikah atau kawin. Upacara perkawinan M elayu sangat banyak prosesnya, mulai dari “merisik” sampai dengan naik pelaminan dan mandi berdimbar. Begitu pula apabila seseorang itu meninggal dunia, maka seluruh sanak famili, anak dan cucu, akan mengadakan upacara untuk yang meninggal dunia seperti mengadakan kenduri, meniga (tiga) hari, menujuh (tujuh) hari, empat puluh hari, seratus hari dan seribu hari.