Agama Masyarakat Melayu

2.4 Agama Masyarakat Melayu

Agama resmi masyarakat M elayu pada umumnya adalah agama Islam. Kedatangan Islam membawa dampak yang besar dalam strruktur sosial dan kebudayaan masyarakat M elayu. Kepercayaan yang sebelumnya yakni memuja dewa- dewa, hantu-hantu, dan roh-roh berubah menjadi menyembah kepada Allah Subhanahuwata’ala (Tuhan Yang M aha Tunggal).

Puncak penerimaan Islam secara keseluruhan pada masyarakat M elayu ditandai dengan adanya falsafah masyarakat, yaitu adat yang berlandaskan kepada hukum Allah, yang dituangkan lewat firman-firman-Nya kedalam Al-qur’anulkarim melalui hadist-hadist serta perilaku Nabi M uhammad Saw. Atau yang lebih dikenal dengan falsafah : Adat ber-sendikan syarak (syari’at hukum Islam), syarak ber- sendikan Kitabullah (Kitab Allah atau Al-Qur’an).

Konsep di atas lahir karena ajaran mengandung norma-norma hubungan manusia dengan Allah SWT (hubungan vertikal atau “HablumminAllah”) dan hubungan sesama manusia serta manusia dengan alam (hubungan horizontal atau “Hablumminannas” ). M anusia dituntut agar dapat menjaga, mengharmoniskan dan melestarikan keseimbangan antara kedua hubungan tersebut.

M enurut Gazalba (1983:51-55), agama Islam yang dianut masyarakat M elayu dianggap mereka sebagai petunjuk, yang memadukan kepentingan agama dengan kebudayaan dalam bentuk peraturan yang tetap. Aturan tentang kebudayaan adalah mengenai prinsip-prinsip dasar kehidupan manusia dan cara pelaksanaannya. M isalnya, bagaimana seseorang mencari nafkah, membina hubungan antar manusia, melestarikan alam, menikah, melaksanakan shalat, serta fadhu kifayah, dan lain-lain.

Aturan tentang kebudayaan adalah mengenai prinsip -prinsip dasar saja, sedangkan cara pelaksanaannya dapat berubah sesuai dengan keinginan manusia sebagai pelaku budaya, tetapi tidak melanggar ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah SWT. M isalnya saja dalam berkesenian, dalam Islam dianjurkan untuk tidak membuat seni yang menimbulkan khay alan sensual yang dapat menjerumuskan manusia kedalam keasyikan sehingga melupakan kewajibannya dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Begitu pula dalam berpakaian. Islam telah menetapkan agar umat Islam memakai pakaian yang menutup segala auratnya sehingga terhindar dari dosa ; sedangkan bagaimana cara memakainya diserahkan kepada manusianya.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam tidak membenarkan penyembahan yang lain kecuali Allah SWT. Hal ini ditegaskan dengan dua kalimat syahadat apabila seseorang memeluk agama Islam yaitu : Assyhadualla illaha illallah, Wassyhaduanna Muhammadarrasulullah , yang artinya : Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul (utusan) Allah . Ini berarti bahwa manusia harus tunduk dan menyembah kepada Allah dan bukan tunduk kepada Alam atau kekuasaan apapun yang ada di muka bumi ini.

Setelah masuknya Islam dan dijadikan falsafah hidup oleh masyarakat M elayu. M aka kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut disesuaikan dengan ajaran Islam. Di dalam ajaran Islam juga di kenal konsep alam gaib, yakni percaya kepada makhluk gaib seperti malaikat, setan, jin, dan lain-lain. Inilah yang akhirnya dijadikan alasan masyarakat M elayu untuk tetap percaya kepada dunia gaib dan makhluk-makhluknya, yang dikenal dengan istilah “sinkretisme”. Sinkretisme adalah penggabungan dua ajaran antara kepercayaan dengan agama. Ini masih terus berlangsung pada masyarakat M elayu desa pesisir, baik dalam aktivitas kesenian mereka maupun dalam kehidupan sosial budaya mereka. Penggabungan itu terjadi karena pengaruh kepercayaan animisme begitu kuat melekat dalam diri masyarakat M elayu secara umum sehingga sulit dihilangkan. Walaupun dalam agama Islam sangat dilarang untuk menyembah kekuatan dan kekuasaan apapun di bumi selain kepada Allah SWT.

Seperti di ketahui bahwa, kepercayaan animisme sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat M elayu selama 1200 tahun, yaitu sejak abad I masehi sampai dengan abad XIII masehi. Ini juga disebabkan ketika pertama kali agama Islam masuk pada masyarakat M elayu, bukan berdasarkan pemaksaan ataupun kekerasan, melainkan terlebih dahulu disesuaikan dengan adat dan budaya pemeluknya. Kemudian perlahan-lahan di ubah kearah hukum dan tatanan norma Islam.