S ITI ZULAIKHA S ITANGGANG

SKRIPSI SARJANA OLEH: S ITI ZULAIKHA S ITANGGANG

NIM : 030707008

UNIVERSITAS SUM ATERA UTARA FAKULTAS SASTRA DEPARTEM EN ETNOMUSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah dan Alasan Pemilihan Judul

Kesenian tidak pernah berdiri sendiri dan lepas dari kondisi sosiobudaya masyarakat pendukungnya. Sebagai salah satu unsur kebudayaan yang penting, kesenian merupakan ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. M asyarakat yang menyangga kebudayaan dan kesenian, menciptakan, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkannya untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru. Akan tetapi, masyarakat adalah suatu perserikatan manusia, yang mana kreativitas masyarakat berasal dari manusia-manusia yang mendukungnya (Umar Kayam, 1981:38-39). M anusia-manusia dalam suatu kebudayaan, bekerja dalam bidang-bidang seperti ekonomi, bahasa, agama, teknologi, sosial, pendidikan, dan kesenian. Pekerjaannya ini ada yang bersifat sebagai pekerjaan utama, dan tak jarang pula yang menyertainya dengan pekerjaan sambilan atau tambahan, yang tujuannya adalah untuk memperkuat ekonominya.

Dalam bidang kesenian pula, manusia-manusia di dalamnya terdiri dari para manejer, seniman, pencipta atau pengkreasi seni seperti komposer dan pencipta tari, koreografer, pelukis, pematung, pemahat, dan lain-lainnya. Dalam konteks sejarah dan kemanusiaan, di antara mereka ini ada yang begitu menonjol dalam berbagai strata kelompok manusia. M isalnya manusia di dunia mengenal seniman Salvador

Dali, Leonardo Davinci, M ichael Jackson, Whitney Houston, Jhon Travolta, dan masih banyak lagi yang lainnya. Di Nusantara kita mengenal Titik Puspa, Bing Slamet, P. Ramlee, S.M . Salim, Rafeh Buang, Gesang, Cornell Simanjuntak, Kusbini, Said Effendi, dan lainnya. Untuk kawasan Sumatera Utara, kita mengenal Guru Sauti, Tilhang Gultom, Jaga Depari, Lily Suheiri, Nahum Situmorang, dan lain- lainnya. M ereka menyumbangkan karya dan fikirannya untuk bidang kesenian dan menjadi bahagian dari pembangunan dan enkulturasi budaya masyarakatnya. Dengan demikian sejarah hidup tokoh-tokoh kesenian ini perlu ditulis untuk menjadi bahan perenungan, transmisi nilai-nilai, dan bahan-bahan asas untuk mencipta bagi generasi-generasi selanjutnya

M engambil nilai pelajaran dari pengalaman hidup seseorang adalah penting, baik yang positif maupun yang negatif. Khususnya bila pelajaran itu dipetik dari seseorang yang dalam hidupnya menurut ukuran masyarakat dianggap sukses. Dari nilai positif kita dapat menemukan arahan dan panduan dalam menjalani kehidupan ini agar dapat terus meningkatkan potensi yang dimiliki sehingga dapat terus menjadi penerang bagi diri sendiri dan orang lain. Sebaliknya dari nilai-nilai negatif dapat dipetik pelajaran yang memberi arahan agar tidak terperangkap dalam kekeliruan yang sama seperti yang telah dilakukan mereka.

Berdasarkan pengamatan penulis, didalam kajian-kajian M elayu, terutama yang ada di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara, jarang sekali didapati kajian tentang biografi pemusik tradisi. Oleh karena itu, penulis akan membahas tentang biografi pemusik M elayu Ahmad Setia dan gaya melodis permainan akordion yang digunakannya sebagai bahasan di dalam skripsi.

Ahmad Setia (pada tahun 2007 sekarang ini berusia 68 tahun) adalah salah seorang seniman M elayu kota M edan yang sangat handal dalam memainkan alat musik akordion, yang awalnya ia mulai dari bermain alat musik gendang, kemudian ia bermain akordion, menari, menyanyi, dan membuat gendang. Hingga saat ini ia dikenal banyak orang sebagai pemain akordion meskipun membuat gendang juga merupakan pekerjaan pokoknya disamping profesinya sebagai pemusik akordion.

Ahmad Setia lahir di Perbaungan, 12 Desember tahun 1939. Perjalannya sebagai seorang pemusik dimulai sejak tahun 1959 yang mana pada saat itu ia sedang berusia 21 tahun. Pada awalnya ia belajar gendang yang kemudian belajar akordion dari seorang temannya yaitu (Almarhum) Datuk M uhammad Nur yang merupakan seorang pemain akordion handal yang terkenal pada saat itu. Ia sering diajak mendampingi beliau setiap mengisi acara-acara yang dilakukan oleh masyarakat M elayu di seputar Sumatera Utara ini. Awal pertama kali berkesenian secara kelompok ia bergabung dengan grup Orkes Hitam M anis pimpinan Datuk M uhammad Nur di Kota M edan.

Penampilan perdana dari seorang Ahmad Setia adalah pada tahun 1959. Pada pertunjukan ronggeng M elayu di sebuah pasar malam di lapangan merdeka M edan, ia diminta naik ke atas pentas oleh Karim, seorang pemain akordion yang juga dikenal sebagai seorang pelawak yang sedang tampil pada saat itu. Ia meminta Ahmad Setia menggantikannya bermain akordion. Padahal saat itu Ahmad Setia hanya berniat untuk menonton pertunjukannya saja, akan tetapi Karim tetap memaksa hingga akhirnya tawaran itu di terima oleh Ahmad Setia. Ternyata, sampai acara ronggeng Penampilan perdana dari seorang Ahmad Setia adalah pada tahun 1959. Pada pertunjukan ronggeng M elayu di sebuah pasar malam di lapangan merdeka M edan, ia diminta naik ke atas pentas oleh Karim, seorang pemain akordion yang juga dikenal sebagai seorang pelawak yang sedang tampil pada saat itu. Ia meminta Ahmad Setia menggantikannya bermain akordion. Padahal saat itu Ahmad Setia hanya berniat untuk menonton pertunjukannya saja, akan tetapi Karim tetap memaksa hingga akhirnya tawaran itu di terima oleh Ahmad Setia. Ternyata, sampai acara ronggeng

Pada tanggal 16 April 1961, ia bersama rombongan grup Hitam M anis mulai mendapat tawaran untuk tampil di luar kota yaitu di Sigambal dan Rantau Prapat, Kabupaten Labuhanbatu, dan itu merupakan pengalaman pertamanya tampil di luar kota M edan.

Seiring perjalanannya sebagai pemain gendang, ia juga menyempatkan diri untuk belajar menari. Ia belajar menari dari M . Saini yaitu seorang pemenang tari serampang duabelas. Tarian yang pertama sekali di pelajarinya adalah Tari Kuala Deli. Kemudian tahun 1962, ia diajak bergabung bersama Grup Joget M odern untuk ikut tampil pada pertunjukan keliling ke kota-kota seperti Padang Sidempuan kearah Sumatera Barat, yaitu Kecamatan Rao, Tapus, Panti, Pekan Baru, Dumai, Pulau Rupad, Rengat, Kecamatan Basrah, Teluk Kuantan, Hilir, Kecamatan Sungai Salak, Kecamatan Enok, Tembilahan, dan Indragiri. Pada grup joget modern ini ia masih sebagai pemain gendang. Setelah selesai melakukan pertunjukan, Grup Joget M odern kembali ke kota M edan. Sedangkan Ahmad Setia tetap tinggal di Riau dan ikut bergabung bersama rombongan grup tari penyambut kedatangan Persiden Soekarno saat itu yang berpusat di kota Rengat. Setelah itu ia sempat menetap di Riau selama beberapa tahun.

Pada tahun 1972, Ahmad Setia kembali ke M edan, dan memulai kembali kehidupan bermusiknya di tahun 1975. Ia bergabung dengan grup kesenian Himpunan Seni Budaya M elayu Dara M elati (HSBM ) pimpinan Tengku Razali Hafaz. Sejak saat itu tawaran untuk memintanya tampil semakin banyak. Seperti Pada tahun 1972, Ahmad Setia kembali ke M edan, dan memulai kembali kehidupan bermusiknya di tahun 1975. Ia bergabung dengan grup kesenian Himpunan Seni Budaya M elayu Dara M elati (HSBM ) pimpinan Tengku Razali Hafaz. Sejak saat itu tawaran untuk memintanya tampil semakin banyak. Seperti

Tahun 1976, Ahmad Setia mulai membeli akordion dari seorang temannya. Akordion yang pertama kali di dimilikinya adalah akordion merek Satimiosofrani, 48 bass, buatan Italia. Sejak saat itu ia pun mulai menekuni profesiny a sebagai pemain akordion untuk mengiringi orkes M elayu, ronggeng M elayu, dan joget modern. Berkat ketekunannya ia pun semakin diakui tingkat kesenimannya, dan sering diajak oleh berbagai grup kesenian di Sumatera Utara, untuk tampil di luar negeri seperti Singapura, M elaka, Kedah, Kuching, Alor Setar, Pulau Pinang, Langkawi, dan Sabah.

Tahun 1994, ia mendapat perhatian dari walikota M edan yang dipimpin oleh Bapak Bachtiar Jafar dan mempercayakannya untuk tampil di Ichikawa, Jepang bersama rombongan Ria Grup pimpinan Drs. Monang Butar-butar.

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap beberapa pemusik M elayu lainnya, yang ada di kota M edan atau Sumatera Utara secara lebih luas, mereka tampaknya sepakat mengakui keberadaan dari Ahmad Setia dalam memainkan alat musik M elayu terutama akordion. Bahkan ia dianggap sebagai pemusik akordion yang “paling bagus” di antara pemusik lainnya, khususnya dalam mengiringi tari serampang dua belas.

Hal tersebut didukung oleh karena ia pandai menari serampang duabelas, membuat ia sangat menguasai benar musik yang dibawakannya dan menyesuaikannya dengan tari. Jadi, apabila terjadi kesalahan pada tarian tersebut, ia mampu mengimprovisasikan permainan musiknya sehingga kesalahan tersebut seakan tidak terlihat dan penarinya pun merasa tidak di permalukan meski telah Hal tersebut didukung oleh karena ia pandai menari serampang duabelas, membuat ia sangat menguasai benar musik yang dibawakannya dan menyesuaikannya dengan tari. Jadi, apabila terjadi kesalahan pada tarian tersebut, ia mampu mengimprovisasikan permainan musiknya sehingga kesalahan tersebut seakan tidak terlihat dan penarinya pun merasa tidak di permalukan meski telah

Di antara pemusik lainnya, Ahmad Setia dianggap sebagai “ensiklopedi musik M elayu,” karena ia bisa membedakan mana musik M elayu yang benar dan mana musik yang salah. Selain itu, permainan musiknya juga sangat mirip dengan Bapak Ahmad Dahlan Siregar yaitu tokoh kesenian M elayu yang cukup dikenal sebagai pemain akordion pertama di M edan. Hal itu dapat dilihat ketika Ahmad Setia bermain akordion yang mana pada setiap akhir permainannya pada lagu serampang dua belas selalu ditutup dengan rangakian nada-nada pada tangga nada minor, sehingga memberikan kesan tempo yang semakin melambat, meskipun temponya tidak diperlambat. Hal itulah yang membuat ia mernjadi sesuatu yang kuat dan dipilih orang untuk dijadikan panutan (wawancara dengan Fadlin, 14 Agustus 2007).

Kemudian pada tahun 1977, merupakan awal dari Ahmad Setia belajar membuat gendang M elayu. Karena sudah terbiasa bekerja sebagai buruh bangunan, ia pun belajar sendiri dalam membuat gendang. Untuk pertama kalinya ia berhasil membuat dua buah gendang yang terbuat dari batang kelapa dan membuatnya masih menggunakan alat bantu parang. Sampai saat ini ia masih membuat gendang untuk di jual. Gendang buatannya juga sering mendapat pesanan dari dari Kuala Lumpur, M elaka, Pekan Baru, Rengat, Padang, Jambi, Palembang, dan kota-kota lainnya.

Kemampuan lainnya dari Ahmad Setia adalah ia pandai menyanyi dan berpantun sambil bermain akordion. Hingga sampai sekarang ini, tawaran-tawaran dari masyarakat untuk meminta Ahmad Setia tampil masih sangat di butuhkan meskipun usianya sudah relatif tua.

Berdasarkan paparan dari latar belakang diatas, maka penulis akan mengangkat masalah kehidupan dan peranan dari Ahmad Setia yang cukup signifikan sebagai bahasan di dalam skripsi ini yang berjudul: Ahmad Setia Pemusik Melayu Sumatera Utara : Biografi dan Gaya Melodis Permainan Akordion. Penelitian dalam konteks ini akan lebih difokuskan kepada aspek biografi dan gaya permainan musiknya yang didukung dengan latar belakang kebudayaan yang melahirkan genre kesenian tradisi ini.

1. 2 Pokok Permasalahan

Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh M antle Hood dan Willi Apel (1969:298) tentang etnomusikologi, yaitu ilmu yang menggunakan suatu metode yang mempelajari musik apa pun, tidak hanya dari segi musiknya, tetapi juga melihat hubungan dengan konteks budaya, juga hubungannya dengan masyarakat. Oleh karena itu, yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah :

1. Bagaimana biografi Ahmad Setia yang dikenal sebagai pemusik akordion pada masyarakat M elayu. M encakup latar belakang keluarga, pendidikan, pekerjaan yang berhubungan dengan musik atau di luar musik, pengalaman kepemusikannya, serta tanggapan dan perannya terhadap kesenian M elayu Sumatera Utara.

2. Bagaimana ciri khas gaya melodis permainan akordion Ahmad Setia yang pencakup aspek melodis sepert ; tangga nada, wilayah nada, nada dasar, jumlah nada, formula malodi, penggunaan interval, pola kadensa, kontur dan dalam mengekspresikan tangga nada lagu-lagu M elayu yang mencakup gaya cengkok, patah lagu, dan gerenek pada lagu-lagu M elayu.

1. 3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. 3. 1. Tujuan

1. Secara akademis, adalah untuk memenuhi salah satu syarat ujian sarjana seni di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara.

2. M endeskripsikan biografi seorang pemusik M elayu yang dianggap penting oleh masyarakat M elayu Sumatera Utara.

3. M endeskripsikan ciri khas gaya melodis permainan Akordion oleh Ahmad Setia dalam memainkan lagu-lagu M elayu.

1. 3. 2. Manfaat

1. M enambah literatur tentang biodata pemusik M elayu yang di dalam kajian Etnomusikologi.

2. M emperkenalkan Ahmad Setia Ahmad Setia sebagai seorang pemusik M elayu yang banyak melaksanakan pertunjukan musik,

tidak hanya di Sumatera Utara, tetapi juga di luar Sumatera utara. 1

3. M engetahui gaya melodis yang dimainkan Ahmad Setia pada lagu- lagu M elayu dengan menggunakan instrumen akordion.

1. 4 Kerangka Konsep

Pada bagian kerangka konsep ini, penulis akan menerangkan kata-kata kunci (key word) pada judul tulisan, karena konsep merupakan defenisi dari apa yang diamati yaitu: akordion, M elayu, biografi, gaya dan melodis, kepada para pembaca agar mengetahui apa yang dimaksudkan oleh judul tulisan ini.

Berdasarkan terjemahan yang di kutip dari Wikipedia, The Free Encyclopedia, menyatakan bahwa akordion adalah alat musik aerofon yang di bunyikan dengan menggerakan hembusan dengan tekanan tangan. Akordion dimainkan dengan mengkompresi dan mengembangkan hembusan yang menghasilkan aliran udara melalui buluh ; keyboard atau tombol kontrol yang menerima aliran udara dari buluh dan kemudian menghasilkan nada.

Lukman Sinar Basyaryah II, mengemukakan bahwa defenisi M elayu sejak pengIslamannya di abad ke 15 M , adalah etnis secara kultural (budaya), seseorang disebut M elayu apabila ia beragama Islam, berbahasa M elayu sehari-hari dan beradat- istiadat M elayu.

1 Sebagai contoh ; sampai saat ini Ahmad Setia telah melanglang buana sempai ke Singapura, Melaka, Kedah, Kuching, Alor Setar, Pulau Pinang, Langkawi, sabah, Sarawak, dan Jepang.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2003:145), disebutkan bahwa biografi adalah riwayat hidup seseorang yang di tulis oleh orang lain. Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang.

Gaya (style) adalah ciri-ciri struktural yang terdapat dalam berbagai bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia. Gaya dalam musik mencakup aspek- aspek seperti melodi, harmoni, ritme, tangga nada, wilayah nada, nada dasar, improvisasi. Dalam tulisan ini gaya yang dimaksud juga mengandung makna seperti yang terdapat dalam kebudayaan M elayu yaitu mencakup: gerenek, patah lagu, dan cengkok—sebagai ciri utama musik M elayu dan kemahiran seseorang pemusik atau penyanyi dalam menyajikan musik.

Kemudian yang dimaksud dengan melodi atau melodis adalah adalah rangkaian nada-nada dalam suatu lagu (Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2003). Aspek melodis yang dimasudkan dalam tulisan ini mencakup unsur- unsur seperti: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, penggunaan interval, kontur—seperti yang dikemukakan oleh M alm (1977:8). Selain itu juga pengertian melodi dalam tulisan ini mengikut konsep etnosains seniman tradisional M elayu, yang mencakup peristilahan: cengkok, gerenek, dan patah lagu. Dalam penelitian ini difokuskan pada melodi yang dihasilkan oleh permainan akordion Ahmad Setia.

1. 5 Teori

Dalam pembahasan ini, penulis akan menggunakan teori-teori yang relevan dengan etnomusikologi untuk dijadikan sebagai kerangka teoritis pada tulisan mengenai biografi dan gaya permainan akordion Ahmad Setia.

Dalam tulisan ini, penulis menggunakan dua teori utama, masing-masing untuk mengkaji dua pokok permasalahan seperti yang telah diuraikan di atas. Adapun untuk mengkaji biografi Ahmad Setia dipergunakan teori biografi yang lazim digunakan dalam ilmu sejarah. Sedangkan untuk mengkaji gaya permainan akordion Ahmad Setia dipergunakan teori weighted scale (bobot tangga nada)—dibantu oleh sistem estetika dalam musik M elayu Sumatera Utara, yaitu mencakup : gerenek, cengkok, dan patah lagu.

1.5.1 Teori Biografi

Teori biografi dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam bidang sastra misalnya melalui buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia (1999:3-

4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dip ergunakan untuk mendeskripsikan hidup pengarang atau sastrawan. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat tiga aspek yaitu:

1. Latar belakang, meliputi (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan ( orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tertinggi jika ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan 1. Latar belakang, meliputi (a) keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan ( orang tua, saudara dan anak); (b) pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tertinggi jika ada; (c) pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung kepengarangannya maupun pekerjaan

2. Karya-karya pengarang itu yang didaftar menurut jenisnya, baik yang berupa buku maupun yang berupa karya yang diterbitkan secara terlepas, bahkan yang masih berbentuk naskah karena kadang-kadang ada pengarang yang mempunyai naskah karyanya yang belum diterbitkan sampai ia meninggal.

3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang kepada pengarang itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang menanggapi.

Karena biografi termasuk salah satu kajian dari sastra, maka teori di atas juga dapat digunakan dalam bahasan ini, dan mengganti objek bahasan yang diteliti yang mana sebelumnya membahas tentang pengarang, kemudian diubah objeknya menjadi pemusik.

Dalam ilmu sejarah pula, biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta dari kehidupan seseorang dan peran pentingnya, sementara biografi yang panjang meliputi, tentunya, informasi-informasi penting, namun dikisahkan dengan lebih mendetail dan tentunya dituliskan dengan gaya bercerita yang baik.

Biografi menganalisis dan menerangkan kejadian-kejadian dalam hidup seseorang. M elalui biografi, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan tertentu atau misteri yang melingkupi hidup seseorang, serta penjelasan mengenai tindakan dan perilaku hidupnya. Biografi biasanya dapat bercerita tentang kehidupan seorang tokoh terkenal atau tidak terkenal, namun demikian, biografi tentang orang biasa akan menceritakan mengenai satu atau lebih tempat atau masa tertentu.

Biografi seringkali bercerita mengenai seorang tokoh sejarah, namun tak jarang juga tentang orang yang masih hidup. Banyak biografi ditulis secara kronologis. Beberapa periode waktu tersebut dapat dikelompokkan berdasar tema- tema utama tertentu (misalnya "masa-masa awal yang susah" atau "ambisi dan pencapaian"). Walaupun demikian, beberapa hal yang lain berfokus pada topik-topik atau pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan-bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memaparkan peranan subyek biografi itu. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu; (d) pikirkan, apa lagi yang perlu anda ketahui mengenai orang itu, bagian mana dari hidupnya yang ingin lebih banyak anda tuliskan.

Beberapa pertanyaan yang mungkin dapat dijadikan partimbangan misalnya: (a) apa yang membuat orang ini istimewa atau menarik; (b) dampak apa yang telah ia lakukan bagi dunia atau orang lain; (c) atau sifat apa yang mungkin akan sering peneliti gunakan untuk menggambarkan orang ini; (d) contoh apa yang dapat dilihat dari hidupnya yang menggambarkan sifat tersebut; (e) kejadian apa yang membentuk atau mengubah kehidupan orang itu; (f) apakah ia mampu mengatasi rintangan tersebut; (g) apakah ia mengatasinya dengan mengambil resiko, atau dengan keberuntungan; (h) apakah dunia akan menjadi lebih baik atau lebih buruk jika orang ini tidak pernah hidup, bagaimana bisa, dan mengapa.

Lakukan juga penelitian lebih lanjut dengan bahan-bahan dari perpustakaan atau internet untuk membantu anda menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas serta supaya cerita peneliti lebih menarik (terjemahan Ary (2007) dari situs: http://www.infoplease.com/homework/wsbiography.html).

Dalam tulisan ini, biografi yang penulis maksud adalah kisah riwayat hidup Ahmad Setia sebagai pemusik M elayu Sumatera Utara. Adapun bentuknya bukan berupa biografi singkat tetapi adalah biografi panjang. Adapun sejak awal penulis ingin mengemukakan secara rinci dan selengkap -lengkapnya tentang kisah kehidupan Ahmad Setia, tentu saja ditulis dalam gaya bercerita yang baik seperti yang dikemukan dalam teori biografi di atas.

Seperti dikemukakan sebelumnya, melalui biogafi ini, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan Ahmad Setia, serta rahasia-rahasia (misteri) yang melingkupi hidupnya selama ini, serta tindakan dan perilaku hidupnya sebagai seniman (musik dan tari) M elayu. Biografi yang penulis kaji ini termasuk kepada Seperti dikemukakan sebelumnya, melalui biogafi ini, akan ditemukan hubungan, keterangan arti dari tindakan Ahmad Setia, serta rahasia-rahasia (misteri) yang melingkupi hidupnya selama ini, serta tindakan dan perilaku hidupnya sebagai seniman (musik dan tari) M elayu. Biografi yang penulis kaji ini termasuk kepada

1.5.2 Teori Weighted Scale

Untuk mengkaji gaya permainan akordion Ahmad Setia, yang berkaitan erat dengan aplikasi estetika musik M elayu dan kreativitas individunya sekaligus, maka teori yang penulis gunakan adalah teori weighted scale. M enurut penulis teori ini relevan mengkaji melodi yang dihasilkan dalam permainan akordion yang dilakukan Ahmad Setia. Sebelum menganalisis gaya permainan itu terlebih dahulu dilakukan transkripsi, yaitu menuliskan apa yang didengar dalam bentuk visual (notasi).

M enurut Nettl (1963:98) ada dua pendekatan di dalam mendeskripsikan musik yaitu: (1) kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan (2) kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.

Berkaitan dengan kajian terhadap analisis gaya ini, penulis menggunakan teori weighted scale dari M alm (1977:8) mengatakan bahwa ada delapan karakteristik yang harus diperhatikan ketika mendeskripsikan melodi, yaitu: (1) scale (tangga nada), (2) pitch center (nada dasar), (3) range (wilayah nada), (4) frequency of notes (jumlah nada-nada), (5) prevalents intervals (interval yang dipakai), (6) cadence patterns (pola-pola kadensa), (7) melodic formulas (formula-formula melodis), dan (8) contour (kontur).

Dalam rangka mengkaji gaya permainan akordion Ahmad Setia ini, selain menggunakan teori weighted scale, penulis juga menggunakan teori etnosains, terutama untuk mendeskripsikan gaya melodi musik M elayu Sumatera Utara, yang terangkum dalam konsep estetika: gerenek, cengkok, dan patah lagu. Teori etnosains adalah teori yang mengaplikasikan pandangan dan konsep -konsep masyarakat pendukung kebudayaan yang diselidiki. Pada prinsipnya teori ini mencoba merumuskan aturan-aturan mengenai pola pikir yang mungkin melatarbelakangi suatu kebudayaan, meskipunpun aturan-aturan itu hanya dikemukakan secara intuisi. Dengan demikian aturan-aturan itu akan dirumuskan berdasarkan analisis logis terhadap data-data etnografis, dan kemungkinan bahwa analisis itu diwarnai penilaian sepihak dari peneliti sejauh mungkin dihindari (Ihromi 1981:67). Dalam penelitian ini teori etnosains diaplikasikan untuk menganalisis bagaimana sistem estetika musik M elayu, dan bagaimana terapannya dalam permainan akordion.

Selain dari dua teori utama tersebut, tentu saja digunakan juga teori-teori lain untuk mendukung kajian permasalahn di atas. Adapun teori-teori itu tidak penulis Selain dari dua teori utama tersebut, tentu saja digunakan juga teori-teori lain untuk mendukung kajian permasalahn di atas. Adapun teori-teori itu tidak penulis

1. 6. Metode Penelitian

Di dalam menyimpulkan data yang berhubungan dengan Ahmad Setia ini penulis melakukan penelitian lapangan, yang mana penelitian ini akan dipaparkan ke dalam beberapa tahapan.

1.6.1 Metode Penelitian Kulitatif

Ada dua pengartian metode yang menjadi rujukan dalam penelitian ini, yaitu metode dan teknis. M etode penelitian lapangan mempunyai arti dan cakupan yang lebih luas, meliputi dasar-dasar teoritis yang menjadi asas bagi teknik penelitian lapangan. Teknis menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi hari, sedangkan metode mencakup teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah sebagai kerangka kerja dalam penelitian lapangan.

M etode penelitian yang digunakan untuk mengkaji biografi dan gaya permainan akordion Ahmad Setia dalam konteks ini adalah metode kualitatif. Teknik penyajian dalam bentuk tulisan adalah deskriptif analitis. Dengan menggunakan metode ini hasil penelitian akan dideskripsikan dan dianalisis.

Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit mengenai penelitian kualitatif ini adalah seperti berikut ini.

Qualitative research has long and distinguished history in human disciplines. In sociology the work of the “Chichago school” in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for Qualitative research has long and distinguished history in human disciplines. In sociology the work of the “Chichago school” in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for

M enurutnya penelitian kualitatif telah lama berkembang dalam sejarah ilmu pengetahuan dalam peradaban manusia. Dalam disiplin sosiologi metode ini didirikan dalam aliran Chicago dalam dasawarsa 1920-an dan 1930-an, yang dipergunakan untuk mengkaji kehidupan kelompok-kelompok manusia. Dalam disiplin antropologi pula, dalam periode yang sama pendekatan ini digunakan untuk mengkaji adat-istiadat dan kelompok manusia yang berbeda.

Lebih jauh lagi kedudukan penelitian kualitatif ini dan hubungannya secara keilmuan dan politik dijelaskan oleh Nelson dan Grossberg seperti dalam kalimat- kalimat berikut ini.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciencies. Qualitative research in many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political position (Nelson dan Grossberg 1992:4).

M etode penelitian kualitatif sifatnya adalah interdisiplin, transdisiplin, dan kadang-kadang kounterdisiplin. Ia melibatkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan fisika. Fokusnya multiparadigma, dan para penganutnya selalu menggunakan M etode penelitian kualitatif sifatnya adalah interdisiplin, transdisiplin, dan kadang-kadang kounterdisiplin. Ia melibatkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan fisika. Fokusnya multiparadigma, dan para penganutnya selalu menggunakan

Dalam konteks penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengkaji keberadaan hidup dan kehidupan Ahmad Setia menurut perspektif berbagai disiplin seperti: sejarah (biografi), kesenimanan, gaya permainan, pandangan sosiobudaya masyarakat, dan lainnya.

Namun demikian, penelitian ini juga melibatkan data-data yang bersifat kuantitatif, dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution bahwa setiap penelitian (kuantitatif atau kualitatif) harus dir encanakan. Untuk itu diperlukan desain penelitian. Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis dengan tujuan penelitian itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b) metode sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g) cara mengambil kesimpulan dan sebagainya (S. Nasution 1982:31).

1. 6. 1 Pemilihan Lokasi Penelitian

Pertama sekali penulis bertanya kepada M uhammad Takari salah seorang dosen di Departemen Etnomusikologi mengenai objek dari tulisan yang akan diteliti. Selanjutnya penulis meneruskan pencarian informasi dengan bertanya kepada Bapak Drs. Fadlin, yang juga salah satu dosen di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara mengenai sedikit gambaran tentang Ahmad Setia. Dalam penelitian Pertama sekali penulis bertanya kepada M uhammad Takari salah seorang dosen di Departemen Etnomusikologi mengenai objek dari tulisan yang akan diteliti. Selanjutnya penulis meneruskan pencarian informasi dengan bertanya kepada Bapak Drs. Fadlin, yang juga salah satu dosen di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara mengenai sedikit gambaran tentang Ahmad Setia. Dalam penelitian

Setelah mendapatkan informasi tersebut, kemudian penulis melanjutkan penelitiannya dengan menghubungi objek yang diteliti melalui media telepon, dan ternyata dalam beberapa hari kedepannya, Ahmad Setia akan tampil pada resepsi pernikahan Rini Sinaga dan Andi Sirait yang diselenggarakan dengan adat M elayu yaitu pada hari sabtu, 14 April 2007, pukul 09.15 wib di Kompleks Johor Katelia nomor 173 Johor Indah M edan. Dikarenakan oleh Ahmad Setia yang berperan sebagai informan pokok bertempat tinggal di Jalan Sutrisno Gang Cempaka Nomor

29 M edan, maka penulis memilih kota M edan sebagai lokasi penelitian, Khususnya pada pertunjukan dalam konteks kebudayaan M elayu. Namun demikian, sebenarnya Ahmad Setia bukan saja mewakili seniman M elayu M edan, tetapi juga Sumatera Utara dan Dunia M elayu.

1. 6. 2 S tudi Kepustakaan

Untuk mendukung tulisan pada skripsi ini, penulis menggunakan buku-buku yang cukup relevan tentang masalah yang dibahas. Baik buku-buku yang berhubungan dengan kajian-kajian sastra, maupun kajian-kajian etnomusikologi. Kemudian penulis juga mengambil beberapa kutipan-kutipan dari beberapa skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi yang kemudian dijadikan sebagai bahan perbandingan. Selain itu penulis juga mencari penjelasan dari internet yang mana dari literature tersebut diharapkan dapat membantu penyelesaian dari penulisan skripsi ini.

1. 6. 3 Penelitian Lapangan

Penulis memulai penelitian pada hari Sabtu, 14 April 2007, di Kompleks Johor Katelia, Nomor 173, Johor Indah, Kota M edan. Pada saat itu Ahmad Setia sedang turut sebagai pemain akordian bersama teman-teman pemusiknya pada suatu acara resepsi pernikahan Rini Sinaga dan Andi Sirait yang diselenggarakan dengan adat M elayu, tepatnya pada pukul 09.15 wib. Sebelum Ahmad Setia tampil, penulis menyempatkan diri untuk melakukan wawancara guna mendapatkan informasi. Dari wawancara tersebut, penulis mulai mendapatkan informasi mengenai latar belakang keluarganya, pendidikannya, pekerjaannya, maupun perjalanannya dalam mengembangkan kesenian M elayu, khususnya perjalanan musikny a, sebagai pemusik akordion. Tetapi penelitian tidak terhenti sampai di situ saja, tetapi peneliti tetap meneruskan pencarian data ke tempat tinggal Ahmad Setia yaitu di Jalan Sutrisno Gang Cempaka Nomor 29 M edan secara berulang-ulang.

Selama melakukan penelitian, penulis tidak begitu mendapatkan kesulitan yang cukup berarti. Khususnya dalam menyesuaikan diri dengan bahasa serta kebiasaan-kebiasaan yang ada di lingkungan objek yang diteliti. Penulis masih dapat menyesuaikan diri meskipun berasal dari etnis yang berbeda. Karena pada umumnya msyarakat M elayu yang ada di kota M edan masih sangat sering menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Hal tersebut membuat peneliti menjadi lebih mudah untuk mendapatkan informasi.

1. 6. 4 Wawancara

Untuk menyimpulkan informasi tentang Ahmad Setia ini, penulis menggunakan metode wawancara terancana (Koentjaraningrat,1983:174). M etode ini mengarahkan peneliti bahwa sebelum melakukan wawancara, penulis terlebih dahulu menyusun daftar pertanyaan (interview guide) sebagai pedoman untuk melakukan wawancara. Akan tetapi, setiap pertanyaan dari wawancara tersebut akan dikembangkan lagi dan tidak hanya terbatas pada pertanyaan yang telah disusun.

1. 6. 5 Rekaman

Untuk merekam wawancara, penulis menggunakan Tape Recorder Sony TCM -150. Kaset yang digunakan adalah Sony ZX C-60, yang digunakan untuk kepentingan tulisan pada tanggal 14 April 2007. dan pada penelitian selajutnya penulis juga menggunakan Tape Recorder Aiwa TP-VS450, dan kaset yang digunakan adalah M axell IEC-60. Di samping itu penulis juga menggunakan catatan- catatan untuk mencatat hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan Ahmad Setia, seperti perjalanan karirnya yang telah berhasil dicapai beliau hingga sampai ke luar negeri.

1. 6. 6 Kerja Laboratorium

Dari semua data yang di peroleh di lapangan, untuk selanjutnya diolah dalam kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan data ini, penulis dibimbing oleh dosen pembimbing yaitu bapak M uhammad Takari dan Kumalo Tarigan, yang juga mengarahkan penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang Dari semua data yang di peroleh di lapangan, untuk selanjutnya diolah dalam kerja laboratorium. Di dalam proses pengolahan data ini, penulis dibimbing oleh dosen pembimbing yaitu bapak M uhammad Takari dan Kumalo Tarigan, yang juga mengarahkan penulis melalui pendekatan-pendekatan etnomusikologi tentang

Untuk data yang di rekam, penulis akan mendengarkannya berulang-ulang dan kemudian dicocokkan dengan pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya. Hasil dari pertanyaan tersebut akan penulis buat ke dalam tulisan yang baru. Apabila ada pertanyaan lain yang muncul dalam rekaman tersebut, penulis akan mencatat kembali pertanyaan dan jawabannya dan kembali disesuaikan dengan data yang sudah ada sebelumnya. Setelah semua pertanyaan dan jawaban dari data tersebut sudah sesuai dan benar, maka penulis akan melampirkan data tersebut kedalam setiap bab pada tulisan ini. Demikianlah seterusnya yang penulis lakukan berulang-ulang disetiap penelitiannya.

BAB II GAMBARAN UMUM SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MELAYU SUMATERA UTARA

Ahmad Setia adalah seorang seniman M elayu, khususnya ahli di dalam memainkan alat musik akordion. Selain itu ia juga dapat bermain gendang M elayu, gong, menari, menyanyi, berpantun dan juga membuat alat musik gendang. Ahmad Setia bukan hanya milik masyarakat M elayu M edan, tetapi ia juga milik masyarakat M elayu Sumatera Utara, dan lebih jauh lagi Dunia M elayu. Dalam konsep masyarakat M elayu dikenal Dunia M elayu, maka alangkah baiknya dideskripsikan lebih dahulu Dunia M elayu ini sebagai wilayah budaya yang luas yang juga merasa memiliki Ahmad Setia.

2.1 Dunia Melayu

Selama ini, pengertian dan pemahaman mengenai M elayu itu berbeda-beda, seperti yang dikemukakan oleh para ilmuwan ataupun masyarakat awam. Perbedaan itu menyebabkan makna M elayu dapat diperluas atau menyempit tergantung pada definisi dan konsep yang dipergunakan. Namun demikian, istilah M elayu memang wujud dan dipergunakan baik oleh masyarakat atau etnik yang disebut M elayu atau oleh para ilmuwan yang mengkaji kebudayaan M elayu. Dalam perkembangan Selama ini, pengertian dan pemahaman mengenai M elayu itu berbeda-beda, seperti yang dikemukakan oleh para ilmuwan ataupun masyarakat awam. Perbedaan itu menyebabkan makna M elayu dapat diperluas atau menyempit tergantung pada definisi dan konsep yang dipergunakan. Namun demikian, istilah M elayu memang wujud dan dipergunakan baik oleh masyarakat atau etnik yang disebut M elayu atau oleh para ilmuwan yang mengkaji kebudayaan M elayu. Dalam perkembangan

M enurut Islamil Hussein (1994) kata M elayu merupakan istilah yang meluas dan agak kabur. Istilah ini maknanya mencakup suku bangsa serumpun di Nusantara yang pada zaman dahulu dikenal oleh orang-orang Eropa sebagai bahasa dan suku bangsa dalam perdagangan dan perniagaan. M asyarakat M elayu adalah orang-orang yang terkenal dan mahir dalam ilmu pelayaran dan turut terlibat dalam aktivitas perdagangan dan pertukaran barang dagangan dan kesenian dari berbagai wilayah dunia.

Istilah M elayu, maknanya selalu merujuk kepada Kepulauan M elayu yang terangkum ke dalam kepulauan di Asia Tenggara. Perkataan ini juga bermakna sebagai etnik atau orang M elayu Sumatera dan Semenanjung Tanah M elayu dan tempat-tempat lain yang menggunakan bahasa M elayu (Salazar, 1989). M elayu juga selalu dihubungkan dengan kepulauan M elayu yang mencakup kepulauan Asia Tenggara dan ditafsirkan mengikut tempat dan kawasan yang berbeda seperti Sumatera. Ia dikaitkan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar Palembang ; dan di Borneo (Kalimantan). Perkataan M elayu dikaitkan dengan masyarakat yang beragama Islam—sementara di Semenanjung M alaysia arti M elayu dikaitkan dengan orang yang berkulit coklat atau sawo matang (Bellwood 1985). Istilah M elayu berasal dari bahasa Sanskerta yang dikenal sebagai M alaya, yaitu sebuah kawasan yang dikenali sebagai daratan yang dikelilingi lautan (Hall, 1994).

Kelompok ras M elayu dapat digolongkan kepada kumpulan M elayu Polinesia atau ras berkulit coklat yang mendiami Gugusan Kepuluan M elayu, Polinesia dan M adagaskar. Gathercole (1983) seorang pakar antropologi Inggris telah melihat bukti-bukti arkeologi, linguistik dan etnologi, yang menunjukkan bahwa bangsa M elayu-Polinesia ialah golongan pelaut yang pernah menguasai kawasan Samudera Pasifik dan Hindia. Ia menggambarkan bahwa ras M elayu-Polinesia sebagai kelompok penjajah yang dominan pada zaman dahulu, yang meliputi kawasan yang luas di sebelah barat hingga ke M adagaskar, di sebelah timur hingga ke Kepulauan Easter, di sebelah utara hingga ke Hawaii dan di sebelah selatan hingga ke Selandia Baru.

Sementara itu Wan Hasim (1991) mengemukakan bahwa M elayu dikaitkan dengan beberapa perkara seperti sistem ekonomi, politik, dan budaya. Dari sudut ekonomi, M elayu-Polinesia adalah masyarakat yang mengamalkan tradisi pertanian dan perikanan yang masih kekal hingga hari ini. Dari sudut ekonomi, orang M elayu adalah golongan pelaut dan pedagang yang pernah menjadi kuasa dominan di Lautan Hindia dan Pasifik sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa. Dari segi politik pula, sistem kerajaan M elayu berasaskan pemerintahan raja yang berpusat di Campa dan Funan, yaitu di Kamboja dan Vietnam Selatan pada awal kurun M asehi. Dari kerajaan M elayu tua ini telah berkembang pula kerajaan M elayu di Segenting Kra dan di sepanjang pantai timur Tanah M elayu, termasuk Kelantan dan Terengganu. Kerajaan M elayu Segenting Kra ini dikenal dengan nama Kerajaan Langkasuka kemudian menjadi Pattani (Wan Hashim, 1991).

Untuk menentukan kawasan kebudayaan M elayu dua perkara menjadi kriteria penjelasan, yaitu kawasan dan bahasa. Dari segi kawasan, Dunia M elayu tidak terbatas kepada Asia Tenggara saja, namun meliputi kawasan di sebelah barat mencakup Lautan Hindia ke M alagasi dan pantai timur benua Afrika; di sebelah timur mencakup Gugusan Kepulauan M elayu-M ikronesia dan Paskah di Lautan Pasifik, kira-kira 103,6 kilometer dari Amerika Selatan; di sebelah selatan meliputi Selandia Baru; dan di sebelah utara melingkupi kepulauan Taiwan dan Hokkaido, Jepang (Ensiklopedia Sejarah dan Kebudayaan Melayu 1994). Dari sudut bahasa, M elayu memiliki ciri-ciri persamaan dengan rumpun keluarga bahasa M elayu- Austronesia (menurut istilah arkeologi) atau keluarga M elayu-Polinesia (menurut istilah linguisik) (Haziyah Husein 2006:6).

Demikian pula keberadaan masyarakat M elayu di Sumatera Utara, mereka menyadari bahwa mereka adalah berada di negara Indonesia, menjadi bagian dari pada Dunia M elayu, dan merasa saling memiliki kebudayaan M elayu. M ereka merasa bersaudara secara etnik dengan masyarakat M elayu di berbagai tempat seperti yang disebutkan sebelumnya. Secara budaya, persamaan bahasa dan kawasan, memiliki alur budaya yang sama, namun tetap memiliki varian-varian yang menjadi ciri khas atau identitas setiap kawasan budaya M elayu.

Secara geopolitik pula, Dunia M elayu umumnya dihubungkaitkan dengan negara-negara bangsa yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan alur utama budaya M elayu, di antaranya adalah: M alaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Thailand Selatan, Filipina Selatan, sebahagian etnik M elayu di Kamboja dan Vietnam, dan lain-lain tempat. Berikut ini akan dihuraikan beberapa kawasan tersebut, terutama Secara geopolitik pula, Dunia M elayu umumnya dihubungkaitkan dengan negara-negara bangsa yang ada di kawasan Asia Tenggara dengan alur utama budaya M elayu, di antaranya adalah: M alaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Thailand Selatan, Filipina Selatan, sebahagian etnik M elayu di Kamboja dan Vietnam, dan lain-lain tempat. Berikut ini akan dihuraikan beberapa kawasan tersebut, terutama

2.2 Etnik Melayu di S umatera Utara

2.2.1 Definisi Etnik

Lagu M elayu yang dihasilkan dari permainan akordion Ahmad Setia adalah cerminan dari identitas etnik M elayu. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, di dalam seni persembahan M elayu terdapat unsur heterogenitas budaya, akulturasi, fungsi pada segenap strata sosial (awam dan bangsawan), dan lain-lain. Keberadaan seni M elayu ini didasari oleh identitas etnik M elayu. Untuk dapat memahami siapakah orang M elayu, yang menjadi pendukung seni ronggeng M elayu, maka sebelumnya dijelaskan pengertian kelompok etnik (ethnic group). Naroll (1965) memberikan pengertian kelompok etnik sebagai suatu populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (Naroll 1965:32).

Selain itu, pendekatan untuk menentukan sebuah kelompok etnik harus melibatkan beberapa faktor: etnosains, yaitu pendapat yang berasal dari masyarakatnya; bantuan ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmuwan dari beberapa Selain itu, pendekatan untuk menentukan sebuah kelompok etnik harus melibatkan beberapa faktor: etnosains, yaitu pendapat yang berasal dari masyarakatnya; bantuan ilmu-ilmu pengetahuan dan ilmuwan dari beberapa

Kelompok etnik (suku bangsa) merupakan golongan sosial yang dibedakan dari golongan-golongan sosial lainnya, karena mempunyai ciri-ciri yang paling mendasar dan umum berkaitan dengan asal-usul, tempat, serta budayanya. Kelompok etnik adalah segolongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitasnya yang diperkuat oleh kesamaan bahasa. Kesamaan dalam kesenian, adat-istiadat, dan nenek moyang merupakan ciri-ciri sebuah kelompok etnik. Jika ras lebih dilihat dari sudut perbedaan fisik, maka etnik lebih dilihat dari perbedaan kebudayaan dalam arti yang luas. Suatu ras dapat terdiri dari berbagai macam kelompok etnik yang berbeda.

Di dalam sebuah kelompok etnik bisa saja terjadi diferensiasi sosial. Sebuah kelompok etnik terbentuk dari sejumlah orang yang menghendaki hidup bersama, dalam waktu yang lama, dan di suatu tempat yang sama. M ereka mengadakan interaksi yang tetap, memiliki sistem nilai, norma, dan kebudayaan yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan. Dengan adanya berbagai kesamaan yang mereka miliki, mereka menjadi satu kesatuan dalam masyarakat. Namun, di dalam suatu masyarakat ada pemisahan dan pembagian karena adanya perbedaan tertentu, seperti: jenis kelamin, klen, pekerjaan, politik, dan lainnya. Perbedaan-perbedaan sosial ini menyebabkan masyarakat terbagi dalam kelompok-kelompok tertentu, namun tidak berarti terpisah dari masyarakatnya. Keadaan ini disebut diferensiasi sosial, yang dapat diartikan sebagai suatu Di dalam sebuah kelompok etnik bisa saja terjadi diferensiasi sosial. Sebuah kelompok etnik terbentuk dari sejumlah orang yang menghendaki hidup bersama, dalam waktu yang lama, dan di suatu tempat yang sama. M ereka mengadakan interaksi yang tetap, memiliki sistem nilai, norma, dan kebudayaan yang mengikat mereka menjadi satu kesatuan. Dengan adanya berbagai kesamaan yang mereka miliki, mereka menjadi satu kesatuan dalam masyarakat. Namun, di dalam suatu masyarakat ada pemisahan dan pembagian karena adanya perbedaan tertentu, seperti: jenis kelamin, klen, pekerjaan, politik, dan lainnya. Perbedaan-perbedaan sosial ini menyebabkan masyarakat terbagi dalam kelompok-kelompok tertentu, namun tidak berarti terpisah dari masyarakatnya. Keadaan ini disebut diferensiasi sosial, yang dapat diartikan sebagai suatu

2.2.2 Pengertian Melayu Sebagai Kelompok Etnik

Sampai sekarang ini, definisi M elayu kiranya belum disepakati oleh para ilmuwan, karena pengertian M elayu itu maknanya dapat berbeda-beda sesuai dengan konteksnya. Untuk dapat memahami pengertian M elayu sebagai kelompok etnik, biasanya selalu ditelusuri melalui munculny a istilah M elayu, yaitu sebuah kerajaan di daerah Jambi, dan yang ada pada masa Kerajaan Sriwijaya.

2.2.2.1 Asal-Usul Istilah Melayu pada Kerajaan Melayu di Jambi