Kepercayaan Masyarakat Melayu
2.3 Kepercayaan Masyarakat Melayu
M asyarakat M elayu, khususnya masyarakat M elayu desa pesisir, sebelum masuknya agama Islam menganut kepercayaan pada pal begu, yaitu takut kepada roh jahat (mambang) yang dapat mengganggu kebahagiaan dan kehidupan manusia di permuakaan bumi. Husny (1986:3) mengatakan bahwa kepercayaan orang M elayu pesisir Sumatera Timur sebelum masuknya agama Islam adalah pal begu atau animisme.
Kepercayaan animisme adalah kepercayaan adanya roh atau kekuatan pada semua benda, baik benda mati maupun benda yang hidup (Rizal dkk, 1994:45). Pemeluk animisme lebih tertarik kepada roh-roh dari benda-benda yang menimbulkan
perasaan hormat dan takut dalam diri pemeluknya, seperti laut, gunung, hutan, pohon kayu besar, dan peristiwa-peristiwa alam misalnya gempa bumi, gunung meletus, angin badai, petir, dan lain-lain. Selanjutnya menurut Hamid (1991:120) roh-roh tersebut memiliki kekuatan, dapat makan, dan memiliki usia. Roh juga memiliki kekuatan dan kehendak, bisa merasa senang maupun marah. Jika roh marah, maka ia dapat membahayakan hidup manusia. Oleh karena itu, agar roh tidak marah maka manusia harus memberi makan atau sesajen (atau mengadakan persembahan) dan mengadakan upacara-upacara khusus untuk roh tersebut guna meminta berkah atau keselamatan seperti yang terjadi pada masyarakat desa pesisir. Lebih lanjut Husny (1989:39) mengatakan bahwa pemujaan terhadap arwah atau roh nenek moyang tersebut serta alam gaib yang lain, dilakukan langsung atau melalui perantara pawang/bomoh/guru/dukun yaitu orang yang d apat berhubungan dengan yang di puja
atau dipercayai memiliki “mana” (tenaga hidup yang tidak berpribadi dan ada pada manusia, binatang, tumbuhan, hewan dan lain-lain).
Pemeluk animisme percaya bahwa orang yang telah meninggal dunia masih tetap mempunyai kekuasaan dan kekuatan terhadap manusia yang masih hidup, seperti mendatangkan bencana alam, memberikan kesehatan atau penyakit kepada orang yang telah melakukan kesalahan, memberikan kesaktian, memberikan rezeki dan lain-lain. Oleh sebab itu, arwah nenek moyang harus terus di puja oleh anak cucunya dengan tujuan agar roh tidak marah sehingga mereka dilindungi dari segala bencana. Untuk itulah mereka harus terus manjaga hubungan baik dengan para leluhurnya.
Untuk mengontrol eksistensi dan aktivitas roh-roh tersebut, maka dibutuhkan peran dukun/bomoh/pawang. Dukun atau bomoh dapat mengusir roh yang marah dari pesakit dan dapat mengupayakan agar roh jangan marah. Dengan demikian orang- orang atau masyarakat dapat diselamatkan dari bahaya seperti banjir, letusan gunung berapi, bencana penyakit, atau yang lainnya. Dukun atau bomoh juga memiliki kemampuan untuk menangkap roh-roh yang berkeliaran di alam ini dan membungkusnya untuk dijual kepada keluarga yang percaya bahwa orang yang jatuh sakit di dalam keluargany a adalah karena kehilangan semangat atau roh kehidupan. M elalui cara itu, kehidupan si pesakit akan kembali dan ia menjadi sembuh. Di samping itu dukun juga bisa menarik kembali roh-roh agar menempati benda-benda yang dianggap memiliki “kekuatan atau bertuan” yang di kenal dengan istilah fetish (tuah atau keramat), seperti batu, tanah kuburan, gigi binatang, patung-patung yang dibuat khusus untuk itu, senjata tajam, dan lain-lain. Selama roh tersebut diyakini masih berada didalam fetish, maka pemiliknya masih tetap menyembah, menghormati, dan menghargai fetish tersebut. Namun, apabila roh tersebut telah meninggalkan fetish, maka fetish tidak akan berharga lagi dan dapat saja dibuang atau dijadikan bahan kenangan (Rizal 1997:45).
Husny mengatakan bahwa selain menyembah roh nenek moyang dan fetish, pemeluk animisme juga mempercayai keberadaan dewa dan jin yang bukan berasal dari manusia. Adapun dewa dan jin tersebut adalah (1) Dang Empu Hiang, adalah dewa yang menciptakan dan memelihara seluruh alam dan merupakan dewa yang paling tinggi kedudukannya, (2) Sang Hiang, adalah dewa atau dewa-dewa yang berdiam di langit, bumi, gunung rimba, pohon kayu besar, matahari, dan bulan. Selain Husny mengatakan bahwa selain menyembah roh nenek moyang dan fetish, pemeluk animisme juga mempercayai keberadaan dewa dan jin yang bukan berasal dari manusia. Adapun dewa dan jin tersebut adalah (1) Dang Empu Hiang, adalah dewa yang menciptakan dan memelihara seluruh alam dan merupakan dewa yang paling tinggi kedudukannya, (2) Sang Hiang, adalah dewa atau dewa-dewa yang berdiam di langit, bumi, gunung rimba, pohon kayu besar, matahari, dan bulan. Selain
Pemeluk animisme juga memepercayai keberadaan hantu-hantu (hantu laut, air, rimba, kayu, gunung, dan lain-lain) tetapi tidak akan mengganggu kehidupan manusia kecuali jika manusia melanggar daerah kediaman mereka. Begitu juga dengan pemeluk animisme tetap menjaga hubungan baik dengan mereka melalui persembahan korban (sesajen) untuk men ghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Berdasarkan dari uraian diatas tentang kepercayaan animisme, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa :
1. Di dalam alam semesta (kosmos) ini, didiami oleh manusia, hewan, tumbuh- tumbuhan, benda-benda mati, roh-roh, jin-jin dan dewa-dewa.
2. dukun/bomoh/pawang berfungsi sebagai mediator antara alam nyata dengan alam tak nyata (alam gaib).
3. Dewa matahari dan bulan adalah penghubung segala sesuatu yang berhubungan dengan Dang Empu Hiang dan pengatur segala sesuatu yang terjadi di bumi.
4. Dukun/bomoh/pawang adalah pengontrol roh-roh yang berkeliaran di permukaan bumi dan dapat memindahkan roh-roh yang berkeliaran ke dalam Fetish.
5. Dukun /bomoh/pawang dan manusia memuja dewa matahari, dewa-dewa lain, arwah nenek moyang, dan Fetish.
6. M anusia memberi persembahan atau sesajen kepada hantu-hantu, arwah nenek moyang, dan Fetish.