Penanda Kohesi Gramatikal

A. Penanda Kohesi Gramatikal

Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan dalam wacana novel Jaring Kalamangga karya Suparto Brata berupa pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis) dan perangkaian (konjungsi).

1. Pengacuan (Referensi)

Referensi merupakan pengacuan terhadap sesuatu hal yang sedang dibicarakan atau ditulis sebelumnya atau sesudahnya baik di dalam atau di luar satuan gramatikal. Referensi ini diwujudkan dalam bentuk pronomina. Dalam penelitian ini ditemukan tiga jenis bentuk pronomina, yaitu pronomina persona (kata ganti orang), pronomina demonstratif (kata ganti penunjuk), dan pronomina komparatif (kata perbandingan).

a. Pronomina Persona Pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona pertama (persona I), kedua (persona II), dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal, dan III tunggal ada yang berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan ada pula yang terikat (morfem terikat).

Kalamangga adalah sebagai berikut. (24) ”Kulanuwun. Kula sowan mriki [...].(JK/7).

’Permisi. Saya datang ke sini [...].’ Pronomina yang terdapat pada data (23) adalah kata kula ‘saya’ yang merupakan pronomina I tunggal bentuk bebas mengacu pada Handaka, seperti tampak pada lampiran paragraf pertama halaman tujuh novel Jaring Kalamangga yakni kalimat “Kulanuwun. Kula sowan mriki perlu kepanggih Pak Sanggar,” uluksalame Handaka terus nggepok rembug pisan anggone teka mrono . Dengan ciri-ciri tersebut maka kula ‘saya’ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora yang kataforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kanannya atau mengacu pada unsur yang telah disebutkan sesudahnya yaitu Handaka.

Kemudian data (24) diuji dengan teknik lesap dan teknik ganti akan menjadi sebagai berikut. (24a) “Kulanuwun. Ø sowan mriki [...].(JK/7).

’Permisi. Ø datang ke sini [...].’

Hasil analisis data (24a) dengan tehnik lesap ternyata pronomina persona kula ’saya’ wajib hadir, Jika pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Berarti pronomina persona orang pertama kula 'saya' sangat diperlukan.

Data (24) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama kula ‘saya’, menjadi sebagai berikut.

*dalem *ingsun

‘Permisi.

Saya datang ke sini untuk, [...].’ *saya *saya

Dari data (24b) di atas, pronomina persona I tunggal bebas kula ‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti dalem ‘saya’dan ingsun ‘saya’karena pronomina tersebut tidak dalam tingkat tutur yang sama.

(25) “Aku durung ketemu blas.” (JK/68) ‘Saya belum bertemu sekalipun.’

Pronomina yang terdapat pada data (25) adalah kata aku ‘saya’ yang merupakan pronomina I tunggal bentuk bebas mengacu pada salah satu tokoh dalam novel tersebut yaitu Tinuk. Dengan ciri-ciri tersebut maka aku ‘saya’ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks).

Kemudian data (25) setelah diuji dengan teknik lesap dan teknik ganti akan menjadi sebagai berikut. (25a) “Ø durung ketemu blas.” (JK/68)

‘Ø belum bertemu sekalipun.’

Hasil analisis data (25a) dengan tehnik lesap ternyata pronomina persona aku ’saya’ wajib hadir karena setelah pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.

orang pertama aku ‘saya’, menjadi sebagai berikut. (25b) “ Aku

durung ketemu blas .” (JK/68)

*Kula *Dalem *Ingsun

‘ Saya

belum bertemu sekalipun.’

*Saya *Saya *Saya

Dari data (25b) di atas, pronomina persona I tunggal bebas aku ‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti kula ‘saya’, dalem ‘saya’, dan ingsun ‘saya’ karena pronomina tersebut tidak dalam tingkat tutur yang sama, aku ‘saya’ termasuk ragam ngoko, sedangkan kula ‘saya’, dalem ‘saya’, dan ingsun ‘saya’ termasuk ragam krama.

(26) “Aku ya ngreti apa kuwi arit pancor [...]. (JK/36). ‘Saya juga tahu apa itu sabit pancor [...]’

Pronomina yang terdapat pada data (26) adalah kata aku ‘saya’ yang merupakan pronomina I tunggal bentuk bebas mengacu pada salah satu tokoh dalam novel tersebut yaitu Sanggar Padmanaba. Dengan ciri- ciri tersebut maka aku ‘saya’ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (karena acuannya berada di dalam teks).

Kemudian data (26) setelah diuji dengan teknik lesap dan teknik ganti akan menjadi sebagai berikut. (26a) “Ø ya ngreti apa kuwi arit pancor [...].(JK/36).

persona aku ’saya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Berarti pronomina persona orang pertama aku 'saya' mutlak diperlukan.

Data (26) diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama aku ‘saya’, menjadi sebagai berikut. (26b) “ Aku

ya ngreti apa kuwi arit pancor [...].(JK/36).

*Kula *Dalem *Ingsun

‘ Saya

juga tahu apa itu sabit pancor [...].’

*Saya *Saya *Saya

Dari data (26b) di atas, pronomina persona I tunggal bebas aku ‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti kula ‘saya’, dalem ‘saya’, dan ingsun ‘saya’ karena pronomina persona aku ‘saya’ yang termasuk ragam ngoko berbeda dengan kula ‘saya’, dalem ‘saya’, dan ingsun ‘saya’ yang termasuk ragam krama.

(27) “Priye mas, awakku kaya ngene rasane?” (JK/142). ‘Bagaimana mas, badanku rasanya seperti ini.’

Pada data (27) di atas menunjukkan pronomina persona I tunggal lekat kanan, yai tu enklitik -ku yang melekat pada kata awakku ‘badanku’. Kata awakku ‘badanku’ merupakan pengacuan endofora yang kataforis yang mengacu pada Pitrin.

ganti akan menjadi sebagai berikut. (27a) “Priye mas, awak Ø kaya ngene rasane?” (JK/142).

‘Bagaimana mas, badan Ø rasanya seperti ini.’

Hasil analisis data (27a) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona -ku ‘saya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan maka makna kalimatnya menjadi tidak jelas. Berarti pronomina persona orang pertama -ku 'saya' mempunyai tingkat keintian yang tinggi.

Data (27) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama -ku ‘saya’, menjadi sebagai berikut. (27b) “Priye mas, awak -ku

kaya ngene rasane?” (JK/142).

*kula *dalem

‘Bagaimana mas, badan saya rasanya seperti ini.’

*saya *saya

Dari data (26b) di atas, pronomina persona I tunggal -ku ‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti kula ‘saya’dan dalem ‘saya’ karena pronomina tersebut tidak dalam tingkat tutur yang sama, pronomina persona –ku ‘saya’ termasuk ragam ngoko, sedangkan kula ‘saya’ dan dalem ‘saya’ termasuk ragam krama.

(28) “Jenengku Sanggar.” ucape serak.(JK/7). “Nama saya Sanggar.” ucapnya serak.’

Pada data (28) di atas menunjukkan pronomina persona I tunggal lekat kanan, yaitu enklitik -ku yang melekat pada kata jenengku ‘namaku’.

mengacu pada Sanggar Padmanaba. Kemudian data (28) setelah diuji dengan teknik lesap dan teknik ganti akan menjadi sebagai berikut. (28a) “Jeneng Ø Sanggar.,” ucape serak.(JK/7).

“Nama Ø Sanggar.” ucapnya serak’

Hasil analisis data (28a) dengan tehnik lesap ternyata pronomina persona -ku ’saya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan maka makna kalimatnya menjadi tidak jelas. Hal ini menunjukkan bahwa pronomina persona orang pertama -ku 'saya' sangat diperlukan.

Data (28) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama -ku ‘saya’, menjadi sebagai berikut. (28b) “Jeneng -ku Sanggar.” ucape serak.(JK/7).

*kula *dalem

‘Nama saya Sanggar.” ucapnya serak.’ *saya *saya

Dari data (28b) di atas, pronomina persona I tunggal -ku ‘saya’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti kula ‘saya’dan dalem ‘saya’ karena pronomina –ku ‘saya’ termasuk ragam ngoko, sedangkan kula ‘saya’ dan dalem ‘saya’ termasuk ragam krama.

(29) “Kita ki sapa kok rembuganmu kaya ngono?” (JK/143).

‘Kita ini siapa kok membahas hal seperti itu?’ ‘Kita ini siapa kok membahas hal seperti itu?’

Kemudian data (29) diuji dengan teknik lesap akan menjadi sebagai berikut. (29a) “ Ø ki sapa kok rembuganmu kaya ngono?” (JK/143).

‘Ø ini siapa kok membahas hal seperti itu?’

Hasil analisis data (29a) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona kita ‘kita’ sangat diperlukan. Setelah pronomina persona kita ‘kita’ dilesapkan maka makna kalimatnya menjadi rancu karena subjek yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut tidak jelas.

Selanjutnya data (29) diuji dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (29b) “ Kita ki sapa kok rembuganmu kaya ngono?” (JK/143)

Awake dhewe Aku lan kowe

‘ Kita ini siapa kok membahas hal seperti itu?’

Diri kita Aku dan kamu

Hasil analisis dengan teknik ganti pada data (29b) ternyata kata kita ‘kita’ dapat diganti dengan frasa awake dhewe ‘diri kita’ dan frasa aku

lan kowe ‘aku dan kamu’ karena ragam bahasa yang digunakan sama yaitu ragam ngoko.

‘Kita semua mengenal Tashudin [...].’

Pronomina yang terdapat pada data (30) adalah kita sedaya ‘kita semua’ yang merupakan pronomina I jamak mengacu pada Aip Cahyadiwangga, Brigpol Harlan, dan Sampun Prayitno. Dengan ciri-ciri tersebut maka kita sedaya ‘kita semua’ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora yang anaforis karena mengacu pada anteseden yang berada di sebelah kirinya atau mengacu pada unsur yang telah disebutkan sebelumnya.

Kemudian data (30) diuji dengan teknik lesap akan menjadi sebagai berikut. (30a) “ Ø tepang kalian Tashudin [...]. (JK/119).

‘Ø mengenal Tashudin [...].’

Hasil analisis data (30a) setelah dianalisis dengan teknik lesap ternyata pronomina persona kita sedaya ‘kita sedaya’ wajib hadir. Jika pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.

Data (30) diuji dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (30b) “ Kita sedaya tepang kalian Tashudin [...].

Kula lan panjenengan sedaya *Aku lan kowe kabeh

‘ Kita semua mengenal Tashudin [...]. Saya dan kalian *Saya dan kalian ‘ Kita semua mengenal Tashudin [...]. Saya dan kalian *Saya dan kalian

(31) “Menawi ngaten sampeyan sing kedah kula panggihi.” (JK/7)

‘Kalau begitu kamu yang harus saya temui.’

Pronomina yang terdapat pada data (31) adalah sampeyan ‘kamu’ yang merupakan pronomina II tunggal bentuk bebas mengacu pada Sanggar Padmanaba. Dengan ciri-ciri tersebut maka sampeyan ‘kamu’ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (acuan di dalam teks) yang mengacu pada Sanggar Padmanaba.

Kemudian data (31) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (31a) ”Menawi ngaten Ø sing kedah kula panggihi.” (JK/7)

‘Kalau begitu Ø yang harus saya temui.’

Setelah mengalami teknik lesap, data (31a) di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima karena maksud kalimat tersebut menjadi tidak jelas. Jadi pronomina persona sampeyan ’kamu’ wajib hadir dan mutlak diperlukan.

Data (31) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang kedua sampeyan ’kamu’ menjadi sebagai berikut. (31b) ”Menawi ngaten sampeyan sing kedah kula panggihi.” (JK/7)

*kowe

‘Kalau begitu kamu

yang harus saya temui.’

*kamu *kamu

Dari data (31b) di atas, pronomina persona II tunggal bebas persona sampeyan ’kamu’ ternyata dapat diganti dengan pronomina persona panjenengan ‘kamu’ karena sama-sama termasuk ragam krama sehingga masih berterima. Akan tetapi, pronomina persona II tunggal bebas persona sampeyan ‘kamu’ tidak dapat diganti dengan kowe ‘kamu’ karena berbeda tingkat tutur karena kowe ‘kamu’ termasuk ragam ngoko. (32) Kowe isa ngetik, ta? (JK/8).

‘Kamu bisa mengetik kan?’

Pronomina yang terdapat pada data (32) adalah kowe ‘kamu’ yang merupakan pronomina II tunggal bentuk bebas mengacu pada Handaka. Dengan ciri-ciri tersebut maka kowe ‘kamu’ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora.

Kemudian data (32) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (32a) Ø isa ngetik, ta? (JK/8).

‘Ø mengetik kan?’

Setelah mengalami teknik lesap, data (32a) di atas masih berterima tetapi tidak gramatikal dan subjek kalimat tersebut menjadi tidak jelas. Jadi pronomina persona kowe ’kamu’ mempunyai kadar keintian yang tinggi.

orang kedua kowe ’kamu’ menjadi sebagai berikut. (32b) Kowe

isa ngetik, ta? (JK/8).

sampeyan *panjenengan

‘ Kamu

bisa mengetik kan?’

*kamu *kamu

Dari data (32b) di atas, pronomina persona II tunggal bebas persona kowe ’kamu’ ternyata dapat diganti dengan pronomina persona sampeyan ‘kamu’ karena sampeyan ‘kamu’ bersifat netral sehingga masih berterima, tetapi pronomina persona kowe ‘kamu’ tidak dapat diganti dengan panjenengan ‘kamu’ sebab kowe ‘kamu’ yang termasuk ragam ngoko berbeda dengan panjenengan ‘kamu’ yang termasuk ragam krama.

(33) “Apa kowe, apa kene, wani […].” (JK/160). ‘Apa kamu, apa di sini, berani […].’

Pronomina yang terdapat pada data (33) adalah kowe ‘kamu’ yang merupakan pronomina II tunggal bentuk bebas mengacu pada Abdulazis. Dengan ciri-ciri tersebut maka kowe ‘kamu’ merupakan jenis kohesi gramatikal pengacuan endofora (mengacu di dalam teks).

Kemudian data (33) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (33a) “Apa Ø, apa kene, wani […].” (JK/160).

‘Apa Ø, apa di sini, berani […].’ ‘Apa Ø, apa di sini, berani […].’

Data (33) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang kedua kowe ’kamu’, menjadi sebagai berikut. (33b) “Apa kowe

apa kene, wani […].” (JK/160).

sampeyan *panjenengan

‘ Apa kamu

, apa di sini, berani […].’

kamu *kamu

Dari data (33b) di atas, pronomina persona II tunggal bebas persona kowe ’kamu’ dapat digantikan dengan pronomina persona sampeyan ‘kamu’ karena sampeyan ‘kamu’ bersifat netral, tetapi ketika pronomina persona kowe ‘kamu’ diganti dengan pronomina persona panjenengan ‘kamu’ menjadi tidak berterima karena berbeda tingkat tuturnya.

(34) Apa pitakonmu? [...].(JK/8).

‘Apa pertanyaanmu? [...].’

Pada data (34) terdapat enklitik –mu ‘mu’ yang merupakan pronomina persona II terikat lekat kanan mengacu pada Handaka, maka enklitik –mu ‘mu’ merupakan jenis pengacuan eksofora.

Kemudian data (34) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (34a) Apa pitakon Ø? [...].(JK/8).

‘Apa pertanyaan Ø? [...].’ ‘Apa pertanyaan Ø? [...].’

Data (34) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang kedua -mu ‘kamu’, menjadi sebagai berikut.

(34b) Apa pitakon -mu

? [...]. (JK/8).

*kowe sampeyan *panjenengan

‘Apa pertanyaan -mu

*kamu kamu *kamu

Dari data (34b) di atas, pronomina persona II tunggal bebas -mu ‘kamu’ ternyata hanya dapat diganti dengan sampeyan ‘kamu’ karena selain sampeyan ‘kamu’ bersifat netral, kalimat tersebut juga masih gramatikal. Akan tetapi, -mu ‘kamu’ tidak dapat digantikan dengan pronomina persona kowe ‘kamu’ dan panjenengan ‘kamu’ karena kalimatnya menjadi tidak gramatikal.

(35) “Aku wis ngreti panerkamu.” (JK/103) ‘Saya sudah tahu terkaanmu.’

Pada data (35) terdapat enklitik –mu ‘mu’ yang merupakan pronomina persona II terikat lekat kanan mengacu pada Handaka, maka enklitik –mu ‘mu’ merupakan jenis pengacuan eksofora.

Kemudian data (35) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut.

‘Saya sudah tahu terkaan Ø.’

Setelah mengalami teknik lesap data (35a) di atas tidak gramatikal dan tidak jelas maksud kalimatnya. Jadi pronomina persona – mu 'mu' wajib hadir.

Data (35) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang kedua -mu ‘kamu’, menjadi sebagai berikut. (35b) “Aku wis ngreti panerka -mu

.” (JK/103)

*kowe *sampeyan *panjenengan

‘Saya sudah tahu terkaan -mu .’ *kamu *kamu *kamu

Dari data (35b) di atas, pronomina persona II tunggal bebas -mu ‘kamu’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti kowe ‘kamu’, sampeyan ‘kamu’ dan panjenengan ‘kamu’ karena kalimatnya menjadi tidak gramatikal.

(36) Penggawean sing kudu kokgarap? (JK/8). ‘Pekerjaan yang harus kamu kerjakan?’

Pada data (36) terdapat enklitik kok- ‘kamu’ yang merupakan pronomina persona II terikat lekat kiri mengacu pada Handaka, maka enklitik kok- ‘mu’ merupakan jenis pengacuan eksofora.

Kemudian data (36) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (36a) Penggawean sing kudu Ø garap? (JK/8).

tidak gramatikal dan tidak jelas maksudnya. Jadi kehadiran pronomina persona kok- 'kamu' sangat diperlukan.

Data (36) setelah diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang kedua kok- ‘kamu’, menjadi sebagai berikut. (36b) Penggawean sing kudu kok-

garap? (JK/8).

kowe sampeyan

*panjenengan

’Pekerjaan yang harus kamu kerjakan?’ kamu kamu

*kamu

Dari data (36b) di atas, pronomina persona II terikat lekat kiri kok- ‘kamu’ ternyata dapat diganti dengan pronomina persona kowe ‘kamu’ dan sampeyan ‘kamu’ karena kowe ‘kamu’ juga termasuk ragam

ngoko dan sampeyan ‘kamu’ bersifat netral, tetapi kok- ‘kamu’ tidak dapat diganti dengan panjenengan ‘kamu’ karena pronomina tersebut tidak dalam tingkat tutur yang sama, panjenengan ‘kamu’ termasuk ragam krama.

(37) Dheweke durung tau weruh Tanah Jawa. (JK/10) ‘Dia belum pernah melihat Tanah Jawa.’

Pada data (37) menunjukkan pemakaian pronomina persona III tunggal bentuk bebas yang mengacu pada tokoh Tinuk yang ada pada novel Jaring Kalamangga.

ganti akan menjadi sebagai berikut. (37a) Ø durung tau weruh Tanah Jawa. (JK/10)

‘Ø belum pernah melihat Tanah Jawa.’

Hasil analisis data (37a) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona dheweke ’dia’ wajib hadir, Jika pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.

Data (37) diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama dheweke ‘dia’, menjadi sebagai berikut. (37b) Dheweke

durung tau weruh Tanah Jawa. (JK/10)

*Piyambake *Piyambakipun

‘ Dia belum pernah melihat Tanah Jawa.’ *Dia *Dia

Dari data (37b) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas dheweke ‘dia’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti piyambake ‘dia’ dan piyambakipun ‘dia’ karena pronomina tersebut tidak dalam ragam bahasa yang sama, dheweke ‘dia’ termasuk ragam ngoko, sedangkan piyambake ‘dia’ dan piyambakipun ‘dia’ termasuk ragam krama.

(38) Dheweke mung mesem lingsem. (JK/67) ‘Dia hanya tersenyum.’ (38) Dheweke mung mesem lingsem. (JK/67) ‘Dia hanya tersenyum.’

Kemudian data (38) setelah diuji dengan teknik lesap dan teknik ganti akan menjadi sebagai berikut. (38a) Ø mung mesem lingsem. (JK/67)

‘Ø hanya tersenyum.’

Hasil analisis data (38a) dengan teknik lesap ternyata kehadiran pronomina persona dheweke ’dia’ mutlak diperlukan karena setelah pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.

Data (38) diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama dheweke ‘dia’, menjadi sebagai berikut. (38b) Dheweke

mung mesem lingsem. (JK/67)

hanya tersenyum.’

*Dia *Dia

Dari data (38b) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas dheweke ‘dia’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti piyambake ‘dia’ dan piyambakipun ‘dia’ karena pronomina tersebut tidak dalam ragam bahasa yang sama.

(39) Saben dina piyambake lunga. (JK/33).

tunggal bentuk bebas yang mengacu pada Adib Darwan.

Kemudian data (39) diuji dengan teknik lesap dan teknik ganti akan menjadi sebagai berikut. (39a) Saben dina Ø lunga. (JK/33).

‘Setiap hari Ø pergi.’

Hasil analisis data (39a) setelah diuji dengan teknik lesap ternyata pronomina persona piyambake ’dia’ wajib hadir karena setelah pronomina tersebut dilesapkan maka makna kalimatnya menjadi rancu dan subjek yang dimaksudkan juga tidak jelas.

Data (39) diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama piyambake ‘dia’, menjadi sebagai berikut. (39b) Saben dina piyambake lunga. (JK/33).

*dheweke

’Setiap hari dia pergi.’

*dia

Dari data (39b) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas piyambake ‘dia’ ternyata dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti dheweke ‘dia’ karena pronomina sehingga masih berterima.

(40) “Kula kajibah madosi piyambakipun.” (JK/117).

‘Saya berkewajiban mencari dia.’

Pada data (40) menunjukkan pemakaian pronomina persona III tunggal bentuk bebas yang mengacu pada Tashudin.

menjadi sebagai berikut. (40a) “Kula kajibah madosi Ø.” (JK/117).

‘Saya berkewajiban mencari Ø.’

Hasil analisis data (40a) setelah diuji dengan teknik lesap ternyata kehadiran pronomina persona piyambakipun ’dia’ sangat diperlukan karena jika pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima sebab objek yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut menjadi tidak jelas.

Data (40) diuji dengan teknik ganti pada pronomina persona orang pertama piyambakipun ‘dia’, menjadi sebagai berikut. (40b) ”Kula kajibah madosi piyambakipun . ” (JK/117).

*dheweke

’Saya berkewajiban mencari dia .’

*dia

Dari data (40b) di atas, pronomina persona III tunggal bentuk bebas piyambakipun ‘dia’ ternyata tidak dapat digantikan dengan pronomina persona lainnya seperti dheweke ‘dia’ karena pronomina tersebut tidak dalam tingkat tutur yang sama.

(41) Gupuh ngenepake jendhela ing pernah mburine [...]. (JK/7).

‘Segera menutup jendela di belakangnya [...].’

Pada data (41) terdapat enklitik –ne ‘nya’ yang merupakan pronomina persona III bentuk tunggal yang mengacu pada Sanggar Padmanaba. Pengacuan tersebut merupakan pengacuan endofora yang Pada data (41) terdapat enklitik –ne ‘nya’ yang merupakan pronomina persona III bentuk tunggal yang mengacu pada Sanggar Padmanaba. Pengacuan tersebut merupakan pengacuan endofora yang

‘Segera menutup jendela di belakang Ø [...].’

Hasil analisis data (41a) dengan teknik lesap ternyata pronomina persona -ne ’nya’ wajib hadir karena setelah pronomina tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan maksudnya menjadi tidak jelas.

b. Pronomina Demonstratif Pengacuan demonstratif meliputi pengacuan demonstratif waktu (temporal) dan pengacuan demonstratif tempat (lokasional). Pengacuan demonstratif waktu (temporal) yang ditemukan dalam penelitian ada empat, yaitu pengacuan demonstratif waktu kini ‘saiki’, waktu lampau ‘biyen’, waktu yang akan datang ‘sesuk’ dan waktu netral ‘awan’. Adapun pengacuan demonstratif tempat (lokasional) yang ditemukan ada tiga, yaitu: pengacuan demonstratif tempat yang menunjuk tempat dekat ‘kene’, tempat agak dekat ‘iku’ dan secara eksplisit ‘mrika’. Contoh penerapan metode analisis sebagai berikut.

(42) “Sesuk kowe bisa mrene aweh katetepan.” (JK/13).

‘Besok kamu bisa datang kemari memberi keputusan.’

Pada data (42) terdapat pengacuan demonstratif waktu yang akan datang sesuk ’besok’ dan pengacuan demonstratif tempat mrene ‘kemari’. Pengacuan demikian termasuk jenis pengacuan endofora karena acuannya Pada data (42) terdapat pengacuan demonstratif waktu yang akan datang sesuk ’besok’ dan pengacuan demonstratif tempat mrene ‘kemari’. Pengacuan demikian termasuk jenis pengacuan endofora karena acuannya

‘Besok kamu bisa datang kemari (42b) [...] aweh katetepan.”

‘[...] memberi keputusan.” Kemudian data (42) akan dianalisis dengan teknik lesap akan menjadi sebagai berikut. (42c) “ Ø kowe bisa Ø aweh katetepan.” (JK/13).

‘Ø kamu bisa Ø memberi keputusan.’

Setelah data (42c) mengalami teknik lesap, kehadiran pengacuan demonstratif waktu lampau sesuk ‘besok’ dan demonstratif tempat mrene ‘kemari’ sangat diperlukan karena setelah sesuk ‘besok’ dan mrene ‘kemari’ dilesapkan, keterangan waktu dan keterangan tempat dalam kalimat tersebut menjadi tidak jelas.

Selanjutnya data (42) akan dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (42d) “ Sesuk

kowe bisa mrene aweh katetepan.” (JK/13).

*Mbenjing *mrana

‘ Besok kamu bisa kemari memberi keputusan.’

*Besok *ke sana Data (42d) setelah dianalisis dengan teknik ganti, tampak bahwa bentuk sesuk ’besok’ tidak dapat digantikan mbenjing ’besok’. Apabila *Besok *ke sana Data (42d) setelah dianalisis dengan teknik ganti, tampak bahwa bentuk sesuk ’besok’ tidak dapat digantikan mbenjing ’besok’. Apabila

(43) Mula mantep karepe, sesuk esuk nemoni [...]. (JK/19)

‘Oleh karena itu kemauannya kuat, besok pagi menemui [...].

Pada data (43) terdapat pengacuan demonstratif waktu yang akan datang sesuk esuk ‘besok pagi’. Pengacuan demikian termasuk jenis pengacuan endofora karena acuannya berada di dalam teks.

Data (43) dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi sebagai berikut. (43a) Mula mantep karepe,

‘Oleh karena itu, kemauannya kuat, (43b) [...], sesuk esuk nemoni [...].

‘[...], besok pagi menemui [...].’ Kemudian data (43) akan dianalisis dengan teknik lesap akan

menjadi sebagai berikut. (43c) Mula mantep karepe, Ø nemoni [...]. (JK/19)

‘Oleh karena itu kemauannya kuat, Ø menemui [...].

Setelah data (43c) mengalami teknik lesap pada pengacuan demonstratif waktu lampau sesuk esuk ‘besok pagi’ kehadirannya sangat diperlukan karena setelah frasa sesuk esuk ‘besok pagi’ dilesapkan, keterangan waktu dalam kalimat tersebut menjadi tidak jelas.

Selanjutnya data (43) akan dianalisis dengan teknik ganti menjadi

*mbenjing enjing

‘Oleh karena itu kemauannya kuat, besok pagi menemui [...].’

*besok pagi

Data (43d) setelah dianalisis dengan teknik ganti, tampak bahwa bentuk frasa sesuk esuk ‘besok pagi’ tidak dapat digantikan mbenjing

enjing ‘besok pagi’ karena berbeda tingkat tuturnya.

(44) “Alaah, wong kaet biyen nggih njembrung [...].” (JK/39). ‘Alaah, kan dari dulu memang lebat [...].’

Pada data (44) terdapat pengacuan demonstratif waktu lampau biyen ‘dahulu’. Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan eksofora, karena acuannya berada di luar teks dan mengacu pada zaman dahulu.

Kemudian data (44) akan dianalisis dengan teknik lesap akan menjadi sebagai berikut. (44a) ”Alaah, wong kaet Ø nggih njembrung [...].” (JK/39).

’Alaah, kan dari Ø memang lebat [...].’

Setelah data (44) mengalami teknik lesap pada pengacuan demonstratif waktu lampau biyen ’dahulu’, kalimatnya di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima sehingga kehadiran kata biyen ‘dahulu’ multak diperlukan.

Selanjutnya data (44) akan dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (44b) ”Alaah, wong kaet biyen nggih njembrung [...].” (JK/39).

* rumiyin

’Alaah, kan dari

dulu memang lebat [...].’

Data (44b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, terlihat bahwa bentuk biyen ’dahulu’ tidak dapat diganti dengan rumiyin ’dahulu’. Apabila diganti hasilnya tidak berterima karena dalam tuturan di atas menggunakan bahasa ngoko, sedangkan rumiyin ‘dahulu’ termasuk ragam krama.

(45) “Yen mupakat kula kedah sowan mriki dinten Senen tanggal 31 Januari

1996, [...].” (JK/7)

“Kalau setuju saya akan datang kemari hari Senin tanggal 31 Januari 1996 [...].”

Pada data (45) terdapat pengacuan demonstratif tempat mriki ‘kemari’ dan demonstratif waktu dinten Senin tanggal 31 Januari 1996 ‘hari Senin tanggal 31 Januari 1996’ yang bersifat netral.

Kemudian data (45) dianalisis dengan teknik lesap menjadi sebagai berikut. (45a) “Yen mupakat kula kedah sowan Ø Ø, [...].”

“Kalau setuju saya akan datang Ø Ø, [...].” Pada data (45a) setelah pengacuan demonstratif tempat mriki ‘kemari’ dan demonstratif waktu dinten Senin tanggal 31 Januari 1996 ‘hari senin tanggal 31 Januari 1996’ dilesapkan tenyata kalimat tersebut menjadi tidak jelas maksudnya sehingga kehadiran kedua pronomina demonstratif itu mutlak diperlukan.

Selanjutnya data (45) di atas diuji dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (45b) “Yen mupakat kula kedah sowan mriki

* mrika

“Kalau setuju saya akan datang kemari

*kesana

(45c) [...] dinten Senin tanggal 31 Januari 1996 .”

*dinten Selasa tanggal 30 Maret 1996

‘[...] hari Senin tanggal 31 Januari 1996 .”

*hari Selasa tanggal 30 Maret 1996

Dari data (45b) terlihat bahwa pronomina demonstratif tempat mriki ‘kemari’ tidak dapat diganti dengan kata mrika ‘ke sana’ karena kedua kata tersebut berlawanan maknanya, mriki ‘kemari’ menunjuk tempat yang dekat, sedangkan mrika ‘ke sana’ menunjuk tempat yang jauh.

Data (45c) menunjukkan bahwa pronomina demonstratif waktu dinten Senin tanggal 31 Januari 1996 ‘hari Senin tanggal 31 Januari 1996’ tidak dapat diganti dengan klausa dinten Selasa tanggal 30 Maret 1996 ‘hari Selasa tanggal 30 Maret 1996’ karena kedua klausa tersebut berbeda maknanya.

(46) Nganti awan Adib Darwan omong-omong [...]. (JK/23).

‘Sampai siang Adib Darwan berbincang [...].’

Pada data (46) terdapat pengacuan demonstratif waktu netral awan ‘siang’. Data tersebut termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya terdapat di luar teks.

Kemudian untuk mengetahui kadar keintiannya data (46) akan

’Sampai Ø Adib Darwan berbincang [...].’

Data (46a) di atas setelah mengalami lesapan pada pengacuan demonstratif waktu netral awan ’siang’, kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima karena keterangan waktu dalam kalimat tersebut menjadi tidak jelas sehingga kehadiran kata awan ‘siang’ sangat diperlukan.

Selanjutnya data (46) akan dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (46b) Nganti awan Adib Darwan omong-omong [...].(JK/23).

*siang

’Sampai siang Adib Darwan berbincang [...].’ *siang

Data (46b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, bentuk awan ’siang’ dapat diganti dengan kata siang ’siang’, hasilnya tetap gramatikal dan dapat berterima, serta tidak mengubah makna kalimat tersebut.

(47) [...] sing dienggo esuk mau. (JK/88)

‘[...] yang dipakai tadi pagi.’

Pada data (47) terdapat pengacuan demonstratif waktu netral esuk ‘pagi’. Pengacuan tersebut termasuk jenis pengacuan eksofora karena acuannya terdapat di luar teks.

Kemudian untuk mengetahui kadar keintiannya data (47) akan dianalisis dengan teknik lesap menjadi sebagai berikut. (47a) [...] sing dienggo Ø mau. (JK/88)

‘[...] yang dipakai tadi Ø.’ ‘[...] yang dipakai tadi Ø.’

Selanjutnya data (47) akan dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (47b) [...] sing dienggo esuk mau. (JK/88)

*enjing

’[...] yang dipakai tadi pagi .’ *pagi

Data (47b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, bentuk esuk ’pagi’ tidak dapat diganti dengan kata enjing ’pagi’ karena tuturan di atas menggunakan ragan bahasa ngoko, sedangkan kata enjing ‘pagi’ termasuk ragam krama.

(48) Karo sapa kowe saiki? (JK/45).

‘Dengan siapa kamu sekarang?’

Pada data (48) terdapat pengacuan demonstratif waktu kini saiki ‘sekarang’ dan yang dimaksudkan sekarang dalam kalimat tersebut adalah waktu ketika Tinuk datang ke Wisma Kalamangga.

Kemudian dianalisis dengan teknik lesap menjadi sebagai berikut. (48a) Karo sapa kowe Ø? (JK/45).

’Dengan siapa kamu Ø?’ ’Dengan siapa kamu Ø?’

Selanjutnya data (48) dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (48b) Karo sapa kowe

saiki

? (JK/45).

*sakniki *sakmenika

’Dengan siapa kamu

sekarang ?’ *sekarang *sekarang

Data (48b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, maka tampak bahwa bentuk saiki ‘sekarang’ tidak dapat digantikan dengan sakniki ‘sekarang’ dan sakmenika ‘sekarang’, karena dalam tuturan di atas menggunakan bahasa ngoko, sedangkan sakniki ‘sekarang’ dan sakmenika ‘sekarang’ termasuk ragam bahasa krama.

(49) “Kena apa lagi saiki ora saguh?” (JK/142)

‘Mengapa baru sekarang tidak sanggup?’

Pada data (49) terdapat pengacuan demonstratif waktu kini saiki ‘sekarang’ dan yang dimaksud sekarang dalam kalimat di atas adalah ketika Adib Darwan dan Pitrin bercakap-cakap.

Kemudian dianalisis dengan teknik lesap menjadi sebagai berikut. (49a) “Kena apa lagi Ø ora saguh?” (JK/142)

‘Mengapa baru Ø tidak sanggup?’

Hasil analisis data (49a) setelah mengalami lesapan pada

‘sekarang’ sangat diperlukan. Selanjutnya data (49) dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (49b) “Kena apa lagi

saiki

ora saguh? ” (JK/142)

*sakniki *sakmenika

‘Mengapa baru sekarang tidak sanggup?’’ *sekarang *sekarang

Data (49b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, maka tampak bahwa bentuk saiki ‘sekarang’ tidak dapat digantikan dengan sakniki ‘sekarang’ dan sakmenika ‘sekarang’ karena berbeda tingkat tuturnya.

(50) Nanging ing wisma kene [...]. (JK/35)

‘Tetapi di wisma sini [...].’

Pada data (50) tersebut juga ditemukan penanda kohesi berupa pengacuan demonstratif tempat yang mengacu pada tempat dekat, yaitu kene ‘sini’. Pengacuan tempat kene ‘sini’ mengacu secara endofora yang bersifat kataforis yang menunjuk pada Wisma Kalamangga.

Kemudian data (50) dianalisis dengan teknik lanjutan yaitu teknik lesap untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. (50a) Nanging ing wisma Ø [...]. (JK/35)

’Tetapi di wisma Ø [...].’

Data (50a) setelah mengalami pelesapan menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima sehingga kehadiran kene ‘sini’ sangat diperlukan.

(50b) Nanging ing wisma kene [...]. (JK/35)

mriki *

’Tetapi di wisma sini [...].’

*sini

Data (50b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, tampak bahwa bentuk kene ‘sini’ tidak dapat digantikan dengan mriki ‘sini’ karena kene ‘sini’ termasuk ragam bahasa ngoko, sedangkan mriki ‘sini’ termasuk ragam krama. (51) […] ing wilayah mriki, ingkang ngatos-atos. (JK/120)

‘[…] di wilayah sini, yang hati-hati.’

Pada data (51) tersebut juga ditemukan penanda kohesi berupa pengacuan demonstratif tempat yang mengacu pada tempat dekat, yaitu mriki ‘sini’. Pengacuan demonstratif tempat mriki ‘sini’ mengacu secara endofora yang bersifat kataforis yang menunjuk pada daerah sekitar Wisma Kalamangga.

Kemudian data (51) dianalisis dengan teknik lanjutan yaitu teknik lesap untuk mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. (51a) […] ing wilayah Ø , ingkang ngatos-atos. (JK/120)

‘[…] di wilayah Ø , yang hati-hati.’

Data (51a) setelah mengalami pelesapan menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima sehingga kata mriki ‘sini’ wajib hadir.

Selanjutnya data (51) dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (51b) […] ing wilayah mriki , ingkang ngatos-atos. (JK/120)

kene *

*sini

Data (51b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, tampak bahwa bentuk mriki ‘sini’ tidak dapat diganti dengan kene ‘sini’ maupun sebaliknya karena data (51) termasuk tuturan krama, sedangkan kata kene ‘sini’ termasuk ragam bahasa ngoko.

(52) Omah sing diparani Handaka iku gedhe njeganggrang. (JK/5). ‘Rumah yang didatangi oleh Handaka itu besar sekali.’

Pada data (52) terdapat pengacuan demonstratif tempat yang mengacu pada tempat agak dekat, yaitu iku ’itu’ yang merujuk pada rumah yang didatangi Handaka. Pengacuan tersebut merupakan pengacuan endofora yang bersifat anaforis.

Kemudian dianalisis dengan teknik lesap menjadi berikut. (52a) [...] omah sing diparani Handaka Ø gedhe njeganggrang.

’[...] rumah yang didatangi Ø besar sekali.’

Data (52a) gramatikal, walaupun penanda kohesi pengacuan demonstratif tempat iku ’itu’ dilesapkan, tetapi akan lebih baik jika pengacuan demonstratif tersebut hadir.

Kemudian data (52) diuji dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut.

iku

(52b) [ ... ] omah sing diparani Handaka

*kae *punika

’rumah yang didatangi Handaka *itu *itu

Penanda kohesi pengacuan demonstratif tempat iku ’itu’ apabila diganti dengan kae ‘itu’ dapat berterima karena berada pada tingkat tutur yang sama, sedangkan apabila diganti dengan punika ’ini’ tidak bisa berterima dengan baik karena berbeda tingkat tuturnya, iku ‘itu’ termasuk ragam ngoko, sedangkan punika ‘itu’ termasuk ragam krama meskipun kalimatnya tetap gramatikal dan tidak merubah maksud yang dikehendaki.

(53) “Nggih medal margi ageng mrika.” (JK/43). ‘Ya lewat jalan raya sana.’

Pada data (53) tersebut ditemukan penanda kohesi berupa pengacuan demonstratif tempat yang mengacu pada tempat yang jauh, yaitu mrika ‘sana’. Pronomina tempat mrika ‘sana’ mengacu secara endofora yang bersifat anaforis yang menunjuk pada jalan raya.

Kemudian data (53) akan dianalisis dengan teknik lesap akan menjadi sebagai berikut. (53a) ”Nggih medal margi ageng Ø.” (JK/43).

’Ya lewat jalan raya Ø.’

Data (53a) setelah mengalami teknik lesap, masih gramatikal tetapi makna kalimat tersebut tidak begitu jelas. Maka pronomina demontratif mrika ’sana’ wajib hadir.

Selanjutnya data (53) dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (53b) ”Nggih medal margi ageng mrika .” (JK/43).

’Ya lewat jalan raya

sana .’

*sana

Data (53b) setelah dianalisis dengan teknik ganti, tampak bahwa bentuk mrika ’sana’ tidak dapat diganti dengan kana ’sana’ karena data (53b) di atas menggunakan tuturan krama, sedangkan kana ‘sana’ termasuk ragam bahasa ngoko.

(54) [...] neng wisma kana!” (JK/140)

‘[...] di wisma sana!’

Pada data (54) tersebut ditemukan penanda kohesi berupa pengacuan demonstratif tempat yang mengacu pada tempat yang jauh, yaitu kana ‘sana’. Pronomina tempat kana ‘sana’ mengacu secara endofora anaforis yang menunjuk pada Wisma Kalamangga.

Kemudian data (54) akan dianalisis dengan teknik lesap akan menjadi sebagai berikut. (54a) “[...] neng wisma Ø!” (JK/140)

‘[...] di wisma Ø!’

Data (54a) setelah mengalami teknik lesap menjadi tidak gramatikal karena maksud kalimat tersebut menjadi tidak jelas. Maka pronomina demontratif kana ’sana’ wajib hadir.

Selanjutnya data (54) dianalisis dengan teknik ganti menjadi berikut. (54b) ”[...] neng wisma

kana ! ” (JK/140) *mrika

’[...] di wisma

sana !’

*sana *sana

c. Pronomina Komparatif Pronomina komparatif (perbandingan) membandingkan dua hal yang setara (sama persis) atau hal yang berbeda. Pronomina komparatif yang ditemukan pada data yaitu, kaya-kaya ‘seperti’ seperti halnya nampak pada wacana sebagai berikut.

(55) Suwasana ganti kaya sing saiki. (JK/29). ‘Suasana berganti seperti sekarang.’

Data (55) yaitu kata kaya ‘seperti’ termasuk referensi perbandingan yang membandingkan antara suasana waktu dahulu dengan sekarang. Selanjutnya data (55) diuji dengan teknik lesap pada pronomina komparatif kaya 'seperti' menjadi sebagai berikut. (55a) Suwasana ganti Ø sing saiki. (JK/29)

‘Suasana berganti Ø sekarang.’

Wacana (55a) di atas setelah dianalisis dengan teknik lesap, terlihat bahwa pronomina komparatif kaya 'seperti' wajib hadir. Bila pronomina komparatif kaya ‘seperti’ tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak jelas dan tidak berterima sebab hubungan kalimat pertama dan kedua menjadi tidak jelas.

Setelah dianalisis dengan teknik lesap, selanjutnya dilanjutkan

(55b) Suwasana ganti kaya sing saiki. (JK/29)

*kados

‘Suasana berganti seperti sekarang.’ *seperti

Hasil analisis pada data (55b) dengan teknik ganti, pronomina komparatif kaya 'seperti', apabila diganti dengan pronomina komparatif kados 'seperti', kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima karena berbeda tingkat tuturnya, kaya 'seperti' dipakai dalam tingkat tutur ngoko, sedangkan kados 'seperti' dipakai dalam tingkat tutur krama. (56) Kae kaya ana unine montor [...]. (JK/180)

‘Waktu itu seperti ada bunyi mobil [...].’

Data (56) yaitu kata kaya ‘seperti’ termasuk referensi perbandingan yang membandingkan kesamaan seperti ada suara mobil.

Selanjutnya data (56) di atas diuji dengan teknik lesap pada pronomina komparatif kaya 'seperti' menjadi sebagai berikut. (56a) Kae Ø ana unine montor [...]. (JK/180)

’Waktu itu Ø ada bunyi mobil [...].’

Data (55a) setelah dianalisis dengan teknik lesap, terlihat bahwa pronomina komparatif kaya 'seperti' wajib hadir. Bila kata tersebut dilesapkan maka kalimatnya menjadi tidak jelas dan tidak berterima. Hubungan kalimat pertama dan kedua juga menjadi tidak jelas.

Setelah dianalisis dengan teknik lesap, dilanjutkan dengan teknik ganti sebagai berikut

(56b) Kae kaya ana unine montor [...]. (JK/180)

*kados

‘Waktu itu

seperti

ada bunyi mobil [...].’

*seperti

Hasil analisis pada data (56b) di atas dengan teknik ganti, apabila pronomina komparatif kaya 'seperti' diganti dengan pronomina komparatif kados 'seperti', kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima karena berbeda tingkat tuturnya, kaya 'seperti' dipakai dalam tingkat tutur ngoko, sedangkan kados 'seperti' dipakai dalam tingkat tutur krama.

2. Penyulihan (Substitusi)

Substitusi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu, dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoeh unsur pembeda. Substitusi dibedakan menjadi tiga yaitu substitusi nominal, verbal, substitusi klausal. Pada novel bahasa Jawa Jaring Kalamangga karya Suparto Brata ini ditemukan substitusi sebagai berikut.

a. Substitusi nominal Substitusi nominal, satuan lingual yang mengalami penggantian berupa nominal (kata benda) pada wacana berikut terdapat penanda kohesi substitusi nominal.

(57) Oleh kamar lan mangan ing kene. Kantor iki reksanen sing temenan .(JK/22) ‘Mendapatkan kamar dan makan di sini. Rawatlah kantor ini dengan

Data di atas menunjukkan adanya subtitusi nominal, yaitu kantor ‘di kantor’ yang merupakan unsur terganti, sedangkan ing kene ‘di sini’ merupakan unsur penggantinya dalam subtitusi dari nominal ke nominal.

Kemudian data (57) di atas dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi sebagai berikut. (57a) Oleh kamar lan mangan ing kene.

‘Mendapatkan kamar dan makan di sini.’ (57b) Kantor iki reksanen sing temenan.

‘Rawatlah kantor ini dengan baik.’ Selanjutnya data (57a) dan data (57b) tersebut diuji dengan teknik lesap yang hasilnya menjadi sebagai berikut. (57c) Oleh kamar lan mangan Ǿ.

‘Mendapatkan kamar dan makan Ø.’ (57d) Ø iki reksanen sing temenan.

‘Rawatlah Ø ini dengan baik.’

Setelah dianalisis dengan teknik lesap, data (57c) dan data (57d) di atas terlihat adanya subtitusi nominal ing kene ‘di sini’ dan kantor ‘kantor’. Bila substitusi tersebut dilesapkan, kalimatnya menjadi tidak berterima dan hubungan antarkalimat pertama dan kalimat kedua menjadi tidak jelas sehingga kehadiran frasa ing kene ‘di sini’ dan kata kantor ‘kantor’ mutlak diperlukan. Analisis dengan teknik ganti tidak diperlukan karena frasa ing kene ‘di sini’ dan kata kantor ‘kantor’ sudah saling menggantikan.

Substitusi verbal merupakan substitusi yang unsur tergantinya dan unsur penggantinya berupa verbal tampak pada wacana berikut. (58) Riyin griya niku rak pun bobrok dienggeni Jepang. Jaman semanten

kathah griya pesanggrahan dhaerah mriki ditinggal Welandi sing gadhah, risak […]. (JK/42). ‘Dahulu rumah itu sudah rusak dipakai Jepang. Waktu itu banyak rumah pesanggrahan di daerah sini ditinggalkan oleh pemiliknya yakni Belanda, rusak […]’

Pada data tersebut terdapat penyulihan (substitusi) yaitu satuan lingual bobrok ‘rusak’ yang telah disebut terdahulu digantikan oleh satuan lingual risak ‘rusak’ yang disebutkan kemudian.

Data di atas dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi seperti berikut. (58a) Riyin griya niku rak pun bobrok dienggeni Jepang.

‘Dahulu rumah itu sudah rusak ditempati Jepang.’ (58b) Jaman semanten kathah griya pesanggrahan dhaerah mriki

ditinggal Welandi sing gadhah, risak […].

‘Waktu itu banyak rumah pesanggrahan di daerah sini ditinggalkan oleh pemiliknya yakni Belanda, rusak […].’

Kemudian data (58a) dan (58b) dianalisis teknik lesap menjadi sebagai berikut. (58c) Riyin griya niku rak pun Ǿ dienggeni Jepang. Jaman semanten

kathah griya pesanggrahan dhaerah mriki ditinggal Welandi sing gadhah, Ǿ […]

‘Dahulu rumah sudah Ǿ ditempati Jepang. Waktu itu banyak rumah pesanggrahan di daerah sini yang ditinggalkan pemiliknya yakni Belanda, Ǿ […]’

Pada data (58c) satuan lingual bobrok ‘rusak’ dan risak ‘rusak’ tidak dapat dilesapkan karena kalimatnya menjadi tidak gramatikal. Hal ini

‘rusak’ mutlak diperlukan dan memiliki tingkat keintian tinggi. Analisis dengan teknik ganti sudah tidak diperlukan lagi karena kata bobrok ‘rusak’ dan risak ‘rusak’ sudah saling menggantikan.

c. Substitusi Klausal Substitusi klausal merupakan penggantian suatu unsur berupa klausa diganti dengan kata, frasa, dan kalimat. Adapun penanda kohesi berupa substitusi klausal terdapat pada wacana berikut. (59) “Kanthi maneh! Anggonku ngenteni wis wiwit srengenge durung

mlethek, wis wiwit dhek mau bengi dakangen-angen bakal ngajak kowe dolan-dolan mudhun kok .” (JK/135) ‘Jadi lagi! Saya sudah menuggu sejak matahari belum terbit, sudah sejak dari semalam berharap bisa mengajak kamu main-main di bawah.’

Pada data tersebut terdapat penyulihan (substitusi) yaitu klausa srengenge durung mlethek ‘matahari belum terbit’ yang telah disebut terdahulu digantikan oleh satuan lingual dhek mau bengi ‘tadi malam’ yang disebutkan kemudian.

Selanjutnya data (59) dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi sebagai berikut. (59a) “Kanthi maneh!”

“Jadi lagi!”

(59b) Anggonku ngenteni wis wiwit srengenge durung mlethek, wis wiwit dhek mau bengi dakangen-angen bakal ngajak kowe dolan-dolan mudhun kok .

‘Saya sudah menunggu sejak matahari belum terbit, sudah sejak dari semalam berharap bisa mengajak kamu bermain di bawah.’

(59c) “Anggonku ngenteni wis wiwit Ǿ , wis wiwit Ǿ dakangen-angen

bakal ngajak kowe dolan-dolan mudhun kok.” (JK/135) ‘Saya sudah menunggu sejak Ǿ, sudah sejak Ǿ berharap bisa mengajak kamu main-main di bawah.’

Pada data (59c) klausa srengenge durung mlethek ‘matahari belum terbit’ dan dhek mau bengi ‘tadi malam’ tidak dapat dilesapkan karena kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan makna kalimat tersebut menjadi tidak jelas. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran satuan lingual

srengenge durung mlethek ‘matahari belum terbit’ dan dhek mau bengi

‘tadi malam’ mutlak diperlukan dan memiliki tingkat keintian tinggi. Analisis dengan teknik ganti sudah tidal diperlukan lagi karena kedua klausa` tersebut sudah saling menggantikan.

3. Perangkaian (Konjungsi)

Konjungsi atau kata hubung atau kata sambung merupakan kata yang menghubungkan antara satuan lingual dengan satuan lingual yang lain. Adapun berdasar dari maknanya terbagi menjadi enam, yaitu konjungsi adversatif , konjungsi kausal, konjungsi koordinatif, konjungsi korelatif, konjungsi subordinatif , dan konjungsi temporal.

a. Konjungsi adversatif (Pertentangan)

Konjungsi adversatif

yaitu konjungsi yang bersifat mempertentangkan atau saling berlawanan antar unsur yang dihubungkan. Adapun penanda kohesi konjugsi adversatif nampak pada wacana berikut.

katon cilik katandhing karo njenggerenge omah. (JK/ 5) ‘Pepohonan di halamannya besar-besar dan menyeramkan, tetapi masih terlihat kecil dibanding dengan besarnya rumah.’

Pada data (60) terdapat konjungsi pertentangan/adservatif yaitu kata nanging ’tetapi’ yang mempertentangkan antara klausa wit-witan ing platarane gedhe-gedhe lan singup ’pepohonan di halamannya besar-besar dan menyeramkan’ dengan klausa berikutnya yaitu meksa katon cilik katandhing karo njenggerenge omah ‘masih terlihat kecil dibanding dengan besarnya rumah’.

Data (60) di atas dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi seperti berikut. (60a) Wit-witan ing platarane gedhe-gedhe lan singup,

‘Pepohonandi halamannya besar-besar dan menyeramkan,

(60b) nanging meksa katon cilik katandhing karo njenggerenge omah. ‘tetapi masih terlihat kecil dibanding dengan besarnya rumah.’

Kemudian diuji dengan teknik lesap menjadi data (60c) sebagai berikut. (60c) Wit-witan ing platarane gedhe-gedhe lan singup, Ø meksa katon

cilik katandhing karo njenggerenge omah.

‘Pepohonan di halamannya besar-besar dan menyeramkan, Ø masih terlihat kecil dibanding dengan besarnya rumah.’

Pada data (60c) konjungsi nanging ‘tetapi’ dilesapkan sehingga kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan maknanya menjadi tidak jelas. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran nanging ‘tetapi’ mutlak diperlukan.

(60d) Wit-witan ing platarane gedhe-gedhe lan singup, nanging meksa [...] ewa semana *suwalike

‘Pepohonan di halamannya besar-besar dan menyeramkan,

tetapi

masih [...].’

*meski demikian sebaliknya

Hasil analisis pada data (60d) dengan teknik ganti. Konjungsi adversatif nanging ‘tetapi’ apabila diganti dengan konjungsi ewa semana ‘meski demikian’ masih bisa berterima, tetapi setelah diganti dengan suwalike ‘sebaliknya’ kalimat itu menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima.

(61) Wong tuwa iku dhisike mangu-mangu. Nanging wasana […].

(JK/165) ‘Orang tua itu awalnya ragu-ragu. Tetapi akhirnya […].’

Pada data (61) terdapat konjungsi pertentangan/adservatif yaitu kata nanging ’tetapi’ yang mempertentangkan antara klausa wong tuwa iku dhisike mangu-mangu ‘o rang tua itu awalnya ragu-ragu’ dengan klausa berikutnya yaitu wasana ya ngalah ‘akhirnya juga mengalah’.

Data (61) dibagi unsur langsungnya dengan tekinik BUL menjadi sebagai berikut. (61a) Wong tuwa iku dhisike mangu-mangu.

‘Orang tua itu awalnya ragu-ragu.’

(61b) Nanging wasana [...].

‘Tetapi akhirnya [...].’ ‘Tetapi akhirnya [...].’

‘Orang itu awalnya ragu-ragu. Ø akhirnya […].’

Pada data (61c) konjungsi nanging ’tetapi’ dilesapkan sehingga kalimatnya menjadi tidak gramatikal dan maknanya menjadi tidak jelas. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran nanging ‘tetapi’ mutlak diperlukan.

Data (61) dianalisis dengan teknik ganti sebagai berikut. (61d) Wong tuwa iku dhisike mangu-mangu.

nanging

wasana […]. (JK/165)

ewa semana *suwalike

‘Orang tua itu awalnya ragu-ragu.

tetapi

akhirnya […].’

meski demikian *sebaliknya

Hasil analisis pada data (61d) dengan teknik ganti ternyata konjungsi adversatif nanging ‘tetapi’ apabila diganti dengan konjungsi yang lain seperti ewa semana ‘meski demikian’ kalimatnya masih tetap gramatikal dan bisa berterima, tetapi tidak dapat diganti dengan suwalike ‘sebaliknya’ karena kalimatnya tidak bisa berterima.

b. Konjungsi Kausal Konjungsi kausal adalah konjungsi yang menyatakan hubungan sebab-akibat (kausal) antara dua preposisi yang dihubungkan tersebut.

konjungsi kausal adalah sebagai berikut. (62) Aku ngundange Pitrin, marga tepungku wis rumaket banget. (JK/8)

‘Saya memanggil Pitrin, karena saya sudah akrab sekali.’

Konjungsi kausal pada data (62) ditunjukkan dengan menggunakan kata marga ‘karena’. Konjungsi ini menunjukkan hubungan sebab-akibat antara aku ngundange Pitrin ‘saya memanggilnya Pitrin’ sebagai akibat dengan tepungku wis rumaket banget ‘saya sudah akrab sekali’ sebagai sebabnya.

Kemudian data (62) dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi sebagai berikut. (62a) Aku ngundange Pitrin,

‘Saya memanggilnya Pitrin,’

(62b) marga tepungku wis rumaket banget.

‘karena saya sudah akrab sekali.’

Selanjutnya data (62c) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (62c) Aku ngundange Pitrin, Ø tepungku wis rumaket banget. (JK/8)

‘Saya memanggil Pitrin, Ø saya sudah akrab sekali.’

Setelah mengalami teknik lesap, ternyata data (62c) menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, karena konjungsi marga 'karena' merupakan konjungsi yang menunjukkan hubungan sebab akibat sehingga wajib hadir.

Kemudian data (62) dianalisis dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut.

awit jalaran sebab

‘Saya memanggil Pitrin, karena saya sudah akrab sekali.’

karena karena karena

Hasil analisis pada data (62d) dengan teknik ganti ternyata saling menggantikan, sebab konjungsi kausal yang lain yaitu kata awit ‘karena’, jalaran ‘karena’ dan sebab ‘sebab’ dapat saling menggantikan tanpa mengubah makna sebelumnya.

(63) Aku dikunjara marga sekuthon karo Adib Darwan [...]. (JK/219) ‘Saya dipenjara karena berselisih dengan Adib Darwan [...].’

Konjungsi kausal pada data (63) ditunjukkan dengan menggunakan kata marga ‘karena’. Konjungsi ini menunjukkan hubungan sebab-akibat antara aku dikunjara ‘saya dipenjara’ sebagai akibat dengan sekuthon karo Adib Darwan ‘berselisih dengan Adib Darwan’ sebagai sebabnya.

Data (63) kemudian dibagi atas unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi seperti berikut. (63a) Aku dikunjara

‘Saya dipenjara

(63b) marga sekuthon karo Adib Darwan. ‘karena berselisih dengan Adib Darwan.’

Selanjutnya data (64) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi

‘Saya dipenjara Ø berselisih dengan Adib Darwan [...].’

Setelah mengalami teknik lesap, ternyata data (63c) tidak bisa berterima dan kalimatnya menjadi tidak gramatikal, serta makna kalimatnya pun menjadi tidak jelas karena konjungsi marga 'karena' merupakan konjungsi yang menunjukkan hubungan sebab akibat sehingga wajib hadir.

Kemudian data (63) dianalisis dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (63d) Aku dikunjara marga

sekuthon karo [...] . (JK/219)

awit jalaran sebab

‘Saya dipenjara karena berselisih dengan [...].’ karena karena karena

Hasil analisis pada data (64b) dengan teknik ganti ternyata saling menggantikan, sebab konjungsi kausal yang lain yaitu kata awit ‘karena’, jalaran ‘karena’ dan sebab ‘sebab’ dapat saling menggantikan tanpa mengubah makna sebelumnya.

c. Konjungsi Koordinatif Konjungsi koordintatif merupakan konjungsi yang digunakan untuk menyatakan kesetaraan atau kesejajaran antara dua proposisi, dalam hal ini c. Konjungsi Koordinatif Konjungsi koordintatif merupakan konjungsi yang digunakan untuk menyatakan kesetaraan atau kesejajaran antara dua proposisi, dalam hal ini

kahanan .(JK/5) ‘Dinding kusam dan kabut tebal pegunungan menambah singup suasana’

Pada data (64) tersebut terdapat penanda kohesi berupa konjungsi koordinatif yaitu lan ‘dan’ yang menghubungkan dua kata yang setara, yaitu antara labur bureg ’dinding kusam’ dan pedhut ’kabut tebal’.

Selanjutnya data (64) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (64a) Labur bureg Ø pedhut pegunungan nambahi singupe

kahanan .(JK/5) ‘Dinding kusam Ø kabut tebal pegunungan menambah singupnya suasana.’

Setelah mengalami teknik lesap data (64a), kalimat tersebut masih tetap gramatikal dan maknanya juga masih bisa terbaca jelas, tetapi akan lebih baik apabila konjungsi lan ‘dan’ tetap dihadirkan supaya kalimatnya menjadi sempurna.

Selanjutnya data (64) diuji dengan teknik ganti menjadi seperti berikut. (64b) Labur bureg lan pedhut pgunungan [...].

uga

‘Dinding kusam dan kabut pegunungan [...]. dan

Hasil analisis pada data (64b) di atas ternyata kata lan ‘dan’ dapat

[...] . (JK/219) ’Ya malam itu saya kenal dan melihat Sanggar Padmanaba yang katanya [...].’

Pada data (65) tersebut terdapat penanda kohesi berupa konjungsi koordinatif yaitu lan ‘dan’, yang menghubungkan dua kata yang setara, yaitu antara kenal ‘kenal’ dan weruh ‘tahu’.

Kemudian data (65) di atas dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi sebagai berikut. (65a) Ya wengi iku aku kenal

‘Ya malam itu saya kenal’

(65b) lan weruh Sanggar Padmanaba sing jare [...].

‘dan melihat Sanggar Padmanaba yang katanya [...].’

Selanjutnya data (65) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (65c) Ya wengi iku aku kenal Ø weruh Sanggar Padmanaba sing jare

[...] . (JK/219) ‘Ya malam itu saya kenal Ø melihat Sanggar Padmanaba yang

katanya [...].’

Setelah mengalami teknik lesap data (65c) kalimatnya tidak gramatikal dan tidak berterima, jadi konjungsi koordinatif lan 'dan' sebagai penghubung dua kata yang setara wajib hadir.

Data (65) diuji dengan teknik ganti menjadi seperti berikut. (65d) Ya wengi iku aku kenal lan weruh Sanggar Padmanaba [...].

*saha

‘Ya malam itu saya kenal dan melihat Sanggar Padmanaba [...].’

*dan *dan

d. Konjungsi Korelatif Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menggabungkan kata atau klausa yang berstatus sama. Kalimat ini menggunakan konjungsi korelatif. (66) Kepriyea wae anane lawang bukaan kuwi nandakake yen sanajan

sepi ing kono ana wong sing njaga .(JK/6) ‘Bagaimanapun juga adanya pintu terbuka itu menandakan meskipun di situ sepi tetap ada orang yang menjaga.’

Konjungsi korelatif pada data di atas ditunjukkan pada kata sanajan ‘meskipun’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan perlawanan.

Kemudian data (66) diuji dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (66a) Kepriyea wae anane lawang bukaan kuwi nandakake yen Ø sepi

ing kono ana wong sing njaga. ‘Bagaimanapun juga adanya pintu terbuka itu menandakan Ø disitu sepi tetap ada orang yang menjaga.’

Setelah data (66a) dianalisis dengan teknik lesap, kalimat di atas menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima, sehingga konjungsi korelatif sanajan ‘meskipun’ mutlak diperlukan.

Selanjutnya data (66) diuji dengan teknik ganti menjadi seperti berikut. (66b) [...] yen sanajan sepi ing kono ana wong sing njaga.

*nanging

‘[...] kalau meskipun di situ sepi tetap ada orang yang menjaga.’

*tetapi

Setelah data (66) diuji dengan teknik ganti, terlihat bahwa konjungsi sanajan ‘meskipun’ tidak dapat diganti dengan konjungsi nanging ‘tetapi’ karena keduanya memiliki arti yang berbeda.

(67) Kula sampun mantep ing manah badhe gesang jejodhoan kaliyan Tinuk Gayatri, sanajan piyambakipun punika kados ingkang sampun panjenengan uningani sami. (JK/231) ‘Saya sudah yakin dari hati ingin hidup berjodoh dengan Tinuk Gayatri, meskipun dia itu seperti yang sudah kamu katakan.’

Konjungsi korelatif pada data di atas ditunjukkan pada kata sanajan ‘meskipun’. Konjungsi tersebut menyatakan hubungan perlawanan.

Data (67) di atas dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL menjadi sebagai berikut. (67a) Kula sampun mantep ing manah badhe gesang jejohoan kaliyan

Tinuk Gayatri, ‘Saya sudah yakin dari hati ingin hidup berjodoh dengan Tinuk Gayatri,’

(67b) sanajan piyambakipun punika kados ingkang sampun panjenengan

uningani sami. ‘meskipun dia orangnya seperti yang kamu katakan.’

Kemudian data (67) diuji dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (67c) Kula sampun mantep ing manah badhe gesang jejodhoan kaliyan

Tinuk Gayatri, Ø piyambakipun punika kados ingkang sampun panjenengan ungani sami. (JK/231) ‘Saya sudah yakin dari hati ingin hidup berjodoh dengan Tinuk Gayatri, Ø dia itu seperti yang sudah kamu katakan.’ Tinuk Gayatri, Ø piyambakipun punika kados ingkang sampun panjenengan ungani sami. (JK/231) ‘Saya sudah yakin dari hati ingin hidup berjodoh dengan Tinuk Gayatri, Ø dia itu seperti yang sudah kamu katakan.’

e. Konjungsi Subordinatif Konjungsi subordinatif yang digunakan untuk menghubungkan dua atau lebih klausa dan merupakan klausa bertingkat. Kedudukannya bertingkat yaitu salah satu klausanya merupakan anak kalimat atau merupakan induk kalimat. Adapun konjungsi subordinatif yang ditemukan dalam penelitian ini nampak pada kalimat berikut. (68) Kajaba, yen ngawat-ngawati kuwi nduwe karep supaya mbukak

wewadi, upamane ndhedhepi wong wadon iku mbokmenawa alaku selingkuh. (JK/11). ‘Kecuali, kalau mengawasi itu punya maksud untuk membuka aib, misalnya mengintai perempuan itu kalau dia selingkuh.’

Data (68) tersebut ditemukan penanda kohesi berupa konjungsi subordinatif ditujukan dengan kata mbokmenawa ‘kalau’. Kalimat tersebut terdiri dari dua klausa yang dihubungkan dengan konjungsi subordinatif yang menyatakan tujuan.

Kemudian data (68) dianalisis dengan teknik lesap hasilnya menjadi sebagai berikut. (68a) Kajaba, yen ngawat-ngawati kuwi nduwe karep supaya mbukak

wewadi, upamane ndhedhepi wong wadon iku Ø alaku selingkuh. (JK/11). ‘Kecuali, kalau mengawasi itu punya maksud untuk membuka aib, misalnya mengintai perempuan itu Ø dia selingkuh.’ wewadi, upamane ndhedhepi wong wadon iku Ø alaku selingkuh. (JK/11). ‘Kecuali, kalau mengawasi itu punya maksud untuk membuka aib, misalnya mengintai perempuan itu Ø dia selingkuh.’

Selanjutnya data (68) akan dianalisis dengan teknik ganti menjadi sebagai berikut. (68b) Kajaba, yen ngawat-ngawati kuwi nduwe karep supaya mbukak

wewadi, upamane ndhedhepi wong wadon iku mbokmenawa alaku selingkuh. (JK/11).

*menawi

‘Kecuali, kalau mengawasi itu punya maksud untuk membuka aib, misalnya mengintai perempuan itu kalau dia selingkuh.’

*kalau

Hasil analisis data (68b) dengan teknik ganti menawi ‘kalau’ kurang tepat bila menduduki posisi mbokmenawa ‘kalau’ sebab penggunaan kata yang ada tidak dapat saling menggantikan karena kedua unsur tersebut yaitu menawi ‘kalau’ dan mbokmenawa ‘kalau’ berbeda tingkat tuturnya. Kata menawi ‘kalau’ termasuk tingkat tutur krama, sedangkan mbokmenawa ‘kalau’ termasuk tingkat tutur ngoko sehingga apabila kedua kata tersebut saling menggantikan menyebabkan tuturan menjadi tidak berterima.

4. Pelesapan (Elipsis)

Pelesaan (ellipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah Pelesaan (ellipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah

(69) Pak Sanggar ora wani nyawang Handaka. Ngasta kacu terus usap- usap riwe ing gulu. (JK/9) ‘Pak Sanggar tidak berani menatap Handaka. Membawa sapu tangan kemudian mengusap keringat di lehernya.’

Pada data (69) di atas terjadi pelesapan nominal yang menempati subjek pada kalimat kedua. Kata yang dilesapkan adalah Pak Sanggar 'Pak Sanggar' yang merupakan pelaku tindakan dalam tuturan tersebut. Dalam analisis wacana unsur (konstituen) yang dilesapkan itu bisa ditandai dengan konstituen nol atau zero (atau dengan lambang Ø pada tempat terjadinya pelesapan). Dengan demikian, maka data (69) dibagi menjadi dua bentuk yang dilesapkan dan bentuk utuh atau lengkapnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat di bawah ini.

(69a) Pak Sanggar ora wani nyawang Handaka. Ø ngasta kacu terus usap- usap riwe ing gulu. ‘Pak Sanggar tidak berani menatap Handaka. Ø membawa sapu tangan kemudian mengusap keringat di lehernya.’

(69b) Pak Sanggar ora wani nyawang Handaka. Pak Sanggar ngasta kacu terus usap-usap riwe ing gulu. ‘Pak Sanggar tidak berani menatap Handaka. Pak Sanggar membawa sapu tangan kemudian mengusap keringat di lehernya.’

Hasil analisis data (69a) dan (69b) sangat tampak bahwa setelah dikenai teknik lesap khususnya data (69a) kalimat menjadi lebih efektif Hasil analisis data (69a) dan (69b) sangat tampak bahwa setelah dikenai teknik lesap khususnya data (69a) kalimat menjadi lebih efektif

(70) Handaka pancen ndongong krungu kabar wekasan iku! Ora ngira

semono culikane manungsa Adib Darwan. (JK/163) ‘Handaka memang tercengang mendengar kabar itu! Tidak menyangka sebegitu jahat Adib Darwan.’

Pada data (70) terjadi pelesapan nominal yang menempati subjek pada kalimat kedua. Kata yang dilesapkan adalah Handaka ‘Handaka' yang merupakan pelaku tindakan dalam tuturan tersebut. Dalam analisis wacana unsur (konstituen) yang dilesapkan itu bisa ditandai dengan konstituen nol atau zero (atau dengan lambang Ø pada tempat terjadinya pelesapan). Dengan demikian, maka data (70) dibagi menjadi dua bentuk yang dilesapkan dan bentuk utuh atau lengkapnya. Adapun bentuk data tersebut dapat dilihat di bawah ini.

(70a) Handaka pancen ndongong krungu kabar wekasan iku! Ø ora ngira semono culikane manungsa Adib Darwan. ‘Handaka memang tercengang mendengar kabar itu! Ø tidak menyangka sebegitu jahat Adib Darwan.’

(70b) Handaka pancen ndongong krungu kabar wekasan iku! Handaka ora

ngira semono culikane manungsa Adib Darwan. ‘Handaka memang tercengang mendengar kabar itu! Handaka tidak menyangka sebegitu jahat Adib Darwan.’

Hasil analisis data (70a) dan (70b) sangat tampak bahwa setelah dikenai teknik lesap khususnya data (70a) kalimat menjadi lebih efektif dan efisien, sedangkan pada data (70b) dari segi informasinya memang sangat jelas akan tetapi dari segi berkomunikasi kurang efektif.

(71) Sanggana ndomblong sedhela. Ngulu idu. (JK/188) (71) Sanggana ndomblong sedhela. Ngulu idu. (JK/188)

(71a) Sanggana ndomblong sedhela. Ø ngulu idu. ‘Sanggana terbengong. Ø menelan ludah.’

(71b) Sanggana ndomblong sedhela. Sanggana ngulu idu. ‘Sanggana terbengong. Sanggana menelan ludah.’

Hasil analisis data (71a) dan (71b) sangat tampak bahwa setelah dikenai teknik lesap khususnya data (71a) kalimat menjadi lebih efektif dan efisien, sedangkan pada data (71b) dari segi informasinya memang sangat jelas akan tetapi dari segi berkomunikasi kurang efektif.