Musik Tiup

3.4 Musik Tiup

Musik tiup merupakan sebuah ensambel musik yang dikenal setelah masuknya pengaruh Barat dalam budaya Batak Toba. Istilah musik tiup muncul karena alat-alat musik dalam ensambel tersebut sebagian dimainkan dengan cara ditiup, seperti: trumpet, saxsofon, slide. Instrumen musik Barat ini diperkenalkan oleh missionaris Kristen Jerman dalam pelayanannya di tanah Batak. Seperti yang pernah dicatat bahwa tanggal 27 Agustus 1865 Nommensen telah membabtis sekelompok masyarakat sebagai jemaat Kristen pertama di Tanah Batak. Bagi mereka dibuatlah sebuah kampung bernama Huta Dame (Kampung Damai) yang terletak di sebelah Timur Tarutung, dengan mendirikan satu Gereja yang diberi nama Gareja Dame (Gereja Damai) sebagai tempat ibadah pertama orang Kristen di tanah Tapanuli Utara. Biasa dalam setia kebaktian Nommensen selalu memainkan akordion untuk mengiringi nyanyian. Kemahiran Nommensen dalam memainkan akordion dan biola memberikan suasana yang lebih hidup dalam kebaktian.

Nommensen tidak memperkenankan masyarakat Batak Toba untuk menggunakan gondang dalam setiap upacara yang mereka laksanakan, baik upacara adat maupun upacara di Gereja. Alasan musikologis sebenarnya adalah Nommensen tidak memperkenankan masyarakat Batak Toba untuk menggunakan gondang dalam setiap upacara yang mereka laksanakan, baik upacara adat maupun upacara di Gereja. Alasan musikologis sebenarnya adalah

Setelah Nommensen kemudian ada misionaris yang melanjutkan pelayanan Nommensen dalam menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak, termasuk anaknya sendiri Berausgeben Van D. Johansen Rhlo Nommensen. Dalam pelayanannya dia mengajarkan alat musik organ di Sekolah Tinggi Guru Huria (Guru Jemaat). Berausgeben juga memiliki kemampuan memainkan terompet yang digunakan dalam suatu acara kebaktian Gereja di Pearaja- Tarutung. Inilah untuk pertama kalinya musik tiup trumpet masuk ke Tanah Batak yaitu sekitar abad ke-19 (akhir tahun1800-an). Sampai saat ini masih ada beberapa gereja seperti HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) yang menggunakan instrumen-instrumen ini dalam mengiringi kebaktian di gereja, yang dilengkapi dengan organ atau keyboard, salah di antaranya adalah gereja HKBP Resort Sipahutar, di Kabupaten Tapanuli Utara.

Pada tahun 1960-an penyebaran penggunaan trumpet di Gereja pun dimulai, dan pemakaian alat-alat musik tiup juga tidak terbatas pada trumpet saja, tetapi ditambah dengan penggunaan trombon dan klarinet. Selain untuk mengiringi lagu-lagu Gereja, grup musik tiup yang berubah menjadi kelompok ensambel musik brass milik gerejapun mulai melayani masyarakat gereja secara cuma-cuma, apabila diminta untuk mengiringi acara kebaktian dalam upacara Pada tahun 1960-an penyebaran penggunaan trumpet di Gereja pun dimulai, dan pemakaian alat-alat musik tiup juga tidak terbatas pada trumpet saja, tetapi ditambah dengan penggunaan trombon dan klarinet. Selain untuk mengiringi lagu-lagu Gereja, grup musik tiup yang berubah menjadi kelompok ensambel musik brass milik gerejapun mulai melayani masyarakat gereja secara cuma-cuma, apabila diminta untuk mengiringi acara kebaktian dalam upacara

Karena banyaknya permintaan masyarakat terhadap grup musik tiup maka muncul grup-grup musik tiup komersil yang dikelola secara pribadi oleh pemiliknya seperti: Bahana, Haleluya Musik, Gesima Musik, Musik Daun Mas yang ada di Tapanuli Utara. Awalnya masyarakat Batak yang ada di luar Tapanuli Utara seperti Medan, Pematang Siantar akan mengundang grup musik tiup dari Tapanuli Utara untuk mengiringi upacara adat mereka. Namun seiring perkembangan musik ini sekitar tahun 1987 berdirilah grup musik tiup di daerah Pematang Siantar, Medan dan lainnya dalam memenuhi permintaan masyarakat. Demikianlah musik tiup mengalami perkembangan yang pesat didalam masyarakat Bata Toba. Alat musik yang terdapat dalam ensambel ini sekarang sudah ditambah dengan saxofon, sulim, dan drumset.