TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA

PARTAGANING REMAJA DALAM TRADISI ORGAN TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA SKRIPSI SARJANA OL NAMA: HESTI NIM : UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2016

PARTAGANING REMAJA DALAM TRADISI ORGAN TUNGGAL BATAK TOBA: STUDI KASUS LAMSIA SIHOMBING DARI DESA BAHAL BATU I, KECAMATAN SIBORONG-BORONG, KABUPATEN TAPANULI UTARA SKRIPSI SARJANA OL NAMA: HESTI NIM :

Disetujui Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. NIP 196512211991031001

NIP 196202201998031003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2016

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Musik merupakan aspek penting yang selalu berkaitan erat dengan kehidupan manusia dalam berbagai kelompok masyarakat di dunia. Musik adalah kejadian bunyi atau suara yang dapat dipandang sebagai musik dan dapat diteliti jika mempunyai kombinasi nada, ritem, dan dinamika sebagai komunikasi emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan, bisa juga musik tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari, 1993:8). Musik tidak terlepas dari kebudayaan yang dimiliki oleh pemilik musik tersebut. Setiap kelompok memiliki konsep musik tersendiri sesuai dengan fungsi dan kegunaan musik tersebut dalam kehidupan masyarakatnya.

Indonesia yang dikenal memiliki banyak etnik 1 atau suku yang mendiami wilayah Sabang sampai Merauke memiliki konsep kebudayaan yang beranekaragam, termasuk di antaranya adalah musik. Gamelan Jawa, gondang Batak Toba, talempong Minangkabau, angklung Sunda, dan lain-lain merupakan kekayaan musik Indonesia tentu dengan konsep fungsi dan kegunaan yang berbeda sesuai latar belakang budaya etnisnya.

1 Etnik atau kelompok etnik dalam bahasa Indonesia selalu disebut suku atau suku bangsa, menurut Naroll adalah sebagai suatu populasi yang: (1) secara biologis mampu berkembang biak

dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi (Narrol, 1965:32). Di dalam skripsi ini, istilah etnik merujuk kepada etnik Batak Toba, dn juga diperluas kepada etnik Batak (dengan sub-subnya yaitu: Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Batak Toba, dan Mandailing-Angkola, walaupun dalam konteks ini masih menjadi diskursus yang tak berkesudahan di kalangan ilmuwan).

Sdelain itu, dengan adanya perbedaan konsep musik, Indonesia menjadi negara yang memiliki keberagaman budaya musik yang begitu kaya, yang tidak dimiliki oleh negara lain, seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darusalam dan lain- lain. Seperti di Sumatera Utara, salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya dari berbagai kelompok etnik, yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: (a) etnik setempat, yang terdiri dari delapan kelompok etnik: Melayu, Karo, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang; (b) etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Banjar, Makasar, Bugis, dan lainnya; (c) etnik pendatang Dunia, seperti: Hokkian, Hakka, Kwong Fu, Kanton, Benggali, Tamil, Sikh, Arab, dan lainnya.

Dalam beberapa penelitian sebelumnya dicatat bahwa, masyarakat 2 Batak Toba sebagai salah satu suku yang wilayah budayanya berada di Provinsi Sumatera Utara yang di kelompokkan ke dalam etnik setempat di Sumatera Utara, memiliki posisi yang sama dengan suku lainnya yaitu Melayu, Karo, Pakpak- Dairi, Simalungun, Mandailing-Angkola, Pesisir Tapanuli Tengah, dan Nias, ditambah etnik Lubu dan Siladang (Roy Hutagalung, 2013:1). Masyarakat Batak Toba memiliki sistem pembagian wilayah berdasarkan penggolongan wilayah

2 Konsep masyarakat yang penulis (peneliti) gunakan dalam konteks penelitian ini adalah mengacu kepada pendapat yang merumuskan bahwa masyarakat atau society adalah: ... the largest

gruping in which common customs, traditions, attitudes and feelings of unity are operative ." Unsur gruping dalam definisi itu menyerupai unsur "kesatuan hidup" dalam definisi, unsur common customs, traditions, adalah unsur "adat-istiadat", dan unsur "kontinuitas" dalam definisi kita, serta unsur common attitudes and feelings of unity adalah sama dengan unsur "identitas bersama.” Suatu tambahan dalam definisi Gillin adalah unsur the largest, yang "terbesar," yang memang tidak kita muat dalam definisi ini. Walaupun demikian konsep itu dapat diterapkan pada konsep masyarakat sesuatu bangsa atau negara, seperti misalnya konsep masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, masyarakat Belanda, masyarakat Amerika (Lihat lebih lanjut J.L. dan J.P. Gilin, 1942).

subkultur Batak Toba, pada zaman dahulu disebut dengan istilah bius, masing- masing wilayahnya dipimpin oleh seorang raja bius, wilayah tersebut dibagi kedalam lima bagian yaitu: Silindung, Humbang, Toba Hasundutan, Toba Habinsaran, dan Samosir (Irwansyah Harahap, 2005).

Masyarakat Batak Toba dalam kesehariannya tidak luput dari penggunaan dan fungsi musik. Musik menjadi bagian penting khususnya untuk memenuhi

kebutuhan adat 3 mereka. Adat- istiadat yang turun temurun dari nenek moyang senantiasa dilestarikan dengan berbagai cara, yang dilakukan dalam keseharian

mereka, salah satunya melalui pelaksanaan upacara adat. Upacara adat yang biasa dilaksanakan adalah seperti: upacara perkawinan, kematian, mangalahat horbo, mangongkal holi , dan lain-lain (Irwansyah Harahap, 2005:21-25).

Masyarakat Batak Toba pada awalnya sudah mengenal dua ensambel musik dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam upacara-upacara adat. Ensambel musik pada masyarakat ini dikenal dengan istilah gondang. Kedua

3 Pengerrtian adat di dalam tulisan ini adalah mengacu kepada pendapat antropolog Malaysia Zainal Kling, seperti yang dikutip Takari (2015), yang menyatakan bahwa adat berasal

dari bahasa Arab, yang kemudian diserap oleh masyarakat Nusantara, baik yang beragama Islam, Kristen, maupun animisme dan dinamisme. Arti etimologi adat adalah lingkungan (habit). Selengkapnya penjelasan Takari adalah sebagai berikut: “According to Zainal Kling (2004), in terms of etymology, adat derived from Arabic which means a habit. Malay society who has received the influence of Islamic and Arab civilization, knowing the meaning and concept of adat. Although this is the case, it turn communities have received the influence of Islamic civilization or do not have, to combine it with the concept of similar meaning in their culture. They include traditional societies that still practice traditional beliefs(animism and dynamism), or have embraced Christianity, such as the: Iban, Bidayuh, Kenyah, Kayan, and Kalabit in Sarawak; so far Murut and Kadazan in Sabah; Dayak Kalimantan Indonesia; Batak in North Sumatra; Toraja in Sulawesi (Celebes), and also some ethnic ini Philippines, to give birth to a basic unity of the region's culture is very interesting. In the tradition of Malay World society, indigenous concept exudes a deep and meaningful relationship between man, and also humans with the natural surroundings, including the earth and everything in it, sociocultural nature, and the supernatural. Every relationship is called adat, which given the firm and distinctive shape, which is expressed through attitudes, activities, and ceremonies. Indigenous intended meaning to the whole complex relationship, both in terms of the essence of the existence of things, bad and good basic size, regulation of the whole society, as well as procedures for action as well as any travel agency groups.” dari bahasa Arab, yang kemudian diserap oleh masyarakat Nusantara, baik yang beragama Islam, Kristen, maupun animisme dan dinamisme. Arti etimologi adat adalah lingkungan (habit). Selengkapnya penjelasan Takari adalah sebagai berikut: “According to Zainal Kling (2004), in terms of etymology, adat derived from Arabic which means a habit. Malay society who has received the influence of Islamic and Arab civilization, knowing the meaning and concept of adat. Although this is the case, it turn communities have received the influence of Islamic civilization or do not have, to combine it with the concept of similar meaning in their culture. They include traditional societies that still practice traditional beliefs(animism and dynamism), or have embraced Christianity, such as the: Iban, Bidayuh, Kenyah, Kayan, and Kalabit in Sarawak; so far Murut and Kadazan in Sabah; Dayak Kalimantan Indonesia; Batak in North Sumatra; Toraja in Sulawesi (Celebes), and also some ethnic ini Philippines, to give birth to a basic unity of the region's culture is very interesting. In the tradition of Malay World society, indigenous concept exudes a deep and meaningful relationship between man, and also humans with the natural surroundings, including the earth and everything in it, sociocultural nature, and the supernatural. Every relationship is called adat, which given the firm and distinctive shape, which is expressed through attitudes, activities, and ceremonies. Indigenous intended meaning to the whole complex relationship, both in terms of the essence of the existence of things, bad and good basic size, regulation of the whole society, as well as procedures for action as well as any travel agency groups.”

Kedua ensambel ini memiliki alat musik tersendiri, kecuali alat musik hesek . Ensambel gondang hasapi terdiri dari: sarune etek , hasapi ende, hasapi doal, garantung , hesek. sementara ensambel gondang sabangunan terdiri dari: sarune bolon, taganing , gordang bolon, ogung, hesek, odap. Namun selanjutnya muncul istilah uning-uningan, yaitu ensambel musik yang dipakai untuk mengiringi satu bentuk seni pertunjukan teater opera Batak. Alat-alat musik tradisional yang umumnya dipakai adalah sulim, hasapi, sarune etek, taganing, gordang, dan garantung (Irwansyah Harahap, 2005:21).

Namun dalam perkembangannya, musik Batak Toba mengalami perubahan yang sangat pesat dengan masuknya budaya musik Barat ke Indonesia terkhusus dalam masyarakat Batak Toba. Perubahan yang terjadi juga tidak dapat dibendung karena begitu besarnya pengaruh perkembangan teknologi dunia. Ada banyak hal yang berubah, seperti: masuknya instrumen Barat dalam ensambel musik yang digunakan sehingga tercipta istilah baru seperti organ tunggal, Namun dalam perkembangannya, musik Batak Toba mengalami perubahan yang sangat pesat dengan masuknya budaya musik Barat ke Indonesia terkhusus dalam masyarakat Batak Toba. Perubahan yang terjadi juga tidak dapat dibendung karena begitu besarnya pengaruh perkembangan teknologi dunia. Ada banyak hal yang berubah, seperti: masuknya instrumen Barat dalam ensambel musik yang digunakan sehingga tercipta istilah baru seperti organ tunggal,

Perkembangan teknologi sangat mempengaruhi pola pikir dan kebiasaan masyarakat dalam mengenal dan menggunakan musik dalam berbagai kegiatan sehari-hari, hal ini bisa kita jumpai dalam berbagai kalangan. Biasanya bagi kalangan orang tua dalam masyarakat Batak Toba musik menjadi kebutuhan penting khususnya dalam kegiatan adat-istiadat, seperti upacara pernikahan, kematian, memasuki rumah baru,dan lain-lain. Mereka akan memilih musik yang sedang populer di masyarakat seperti musik tiup yang sudah menggunakan alat musik terompet ,saxsofon. Bagi kalangan pemusik, musik menjadi sangat penting untuk mencari keuntungan finansial dengan menawarkan jasa dan keahlian mereka dalam bermusik serta menyewakan alat-alat musik mereka untuk memenuhi permintaan masyarakat yang akan mengadakan acara. Dengan menggunakan segala cara supaya grup musiknya diminati oleh masyarakat

4 Istilah sulkibta dan kisul merupakan dua akronim dalam konteks budaya musik Batak Toba. Istilah ini tidak dapat dipisahkan dengan eksistensi berbagai jenis ensambel musik yang

terdapat di dalam kebudayaan batak Toba. Munculnya ensambel dengan akronim baru tersebut sesuai dengan permintaan seni pertunjukan musik di dalam kebudayaan batak Toba, yang seiring dengan zaman, menyesuaikan dengan kepentingan pasar di bidang seni, artinya disesuaikan dengan kemampuan ekonomi orang yang mengundangnya.

termasuk diantaranya memasukkan alat musik Barat ataupun lagu-lagu yang sedang populer di masyarakat.

Dalam kalangan anak-anak dan remaja Batak Toba secara umum, musik biasanya lebih banyak didengar dan digunakan sebagai media hiburan. Dengan menggunakan perangkat teknologi modern mereka mencari dan mengumpulkan musik yang sedang populer. Di sisi lain, ada kelompok anak-anak dan remaja yang mencoba nasib baik untuk terkenal seperti artis idolanya. Ada juga yang mempelajari instrumen musik yang sedang digemari di kalangan mereka seperti: piano, gitar, saxsofon, dan alat musik Barat lainnya bahkan dengan mengikuti kursus musik. Namun dalam kesempatan lain ada juga anak-anak atau remaja yang menekuni musik tradisional Batak Toba, mungkin lewat pergaulan dengan pemusik Batak Toba di lingkungannya, atau dapat juga melihat berbagai video

yang saat ini banyak tersebar di media internet. 5

Berbicara mengenai keberadaan pemusik Batak Toba yang berusia muda atau tergolong anak-anak. Penulis mengenal dan pernah melihat seorang anak yang saat itu berusia 12 tahun sedang tampil dalam sebuah pelaksanaan upacara adat pernikahan di Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara. Anak tersebut bernama Lamsa Sihombing, Lamsa menjadi partaganing atau biasa disebut pangodapi dalam sebuah grup musik yaitu Naga Musik. Naga Musik berada di Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli

5 Di antara media pertunjukan musik di internet adalah pada youtube.com, facebook, twitter, laman web, dan lain-lainnya. Pertunjukan musik ini mempergunakan berbagai format

seperti mpg, mov, mp4, wav, dan lain-lainnya. Media pertunjukan music ini sangat efektif sebagai sarana belajar, baik secara pribadi maupun berkelompok, baik dengan belajar sendiri, maupun dengan yang sudah berpengalaman.

Utara, yang bersebelahan dengan Kecamatan Sipahutar yang pernah menjadi tempat Lamsa mengiringi sebuah upacara adat.

Lamsa Sihombing pada usianya yang masih muda mampu bergabung bersama pemusik lainnya yang berusia dewasa memainkan irama repertoar Batak dan lagu dalam sebuah upacara adat. Dia dituntut mampu mengikuti pola hidup dalam bermusik serta kebiasaan pemusik lainnya di tengah memenuhi permintaan masyarakat. Di tengah banyaknya anak-anak yang menekuni musik Barat dan hampir melupakan musik tradisinya sendiri, Lamsa Sihombing justru hadir bukan sekedar menekuni untuk memainkan, namun dia juga bisa bermanfaat bagi masyarakat Batak Toba yang akan melaksanakan upacara adat-istadat. Sebenarnya jika damati secara teliti ada juga anak-anak Batak Toba yang sedang menekuni

belajar taganing, 6 seperti dibeberapa sekolah yang mengajarkan musik tradisi, di sanggar-sanggar seni budaya Batak Toba, atau melalui media internet seperti yang dijelaskan di atas. Namun sebagian besar di antara mereka belum mampu untuk mengiringi musik dalam sebuah pelaksanaan upacara adat dan tentu saja ada faktor-faktor penyebabnya. Ini berarti bahwa Lamsa Sihombing, berbeda dari anak-anak pada umumya yang menekuni belajar taganing. Sehingga penulis dalam kesempatan ini sangat tertarik untuk mengkaji apa saja hal-hal yang menyebabkan Lamsa Sihombing berbeda dari anak-anak lainnya.

6 Taganing adalah perangkat musik tradisional Batak berupa gendang yang terdiri dari lima buah gendang (Benhard Limbong dalam Kamus Bahasa Batak-Indonesia). Gendang yang

dimaksud adalah berbentuk konis, dan masing-masing memiliki satu membran yang diasosiasikan dengan setiap gendang menghasilkan satu nada, dimainkan dengan strik, gendang ini sendiri digantung pada rak. Taganing termasuk salah satu gendang di dunia yang memainkan melodi, dalam disiplin etnomusikologi disebut dengan drum chime.

Oleh karena ketertarikan penulis tentang kehadiran Lamsa Sihombing menjadi partaganing dalam grup Naga Musik, serta penulis berasumsi bahwa ini merupakan fenomena sosiomusikal baru dalam tradisi musik masyarakat Batak Toba, dimana kemungkinan besar akan bertambah lagi partaganing anak yang lain dalam masa yang akan datang, maka penulis tertarik untuk mengkaji apa saja yang menyebabkan kasus ini terjadi dengan mengangkat judul Partaganing Anak dalam Tradisi Organ Tunggal Batak Toba: Studi Kasus Lamsa Sihombing dari Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini adalah diantaranya :

1. Bagaimana proses belajar taganing dan proses yang dilalui oleh Lamsa Sihombing sehingga dia mampu menjadi partaganing Naga Musik pada upacara adat.

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Lamsa Sihombing sebagai anak-anak tertarik menjadi partaganing dalam upacara adat.

3. Bagaimana pandangan masyarakat Batak Toba terhadap keberadaan Lamsa Sihombing sebagai partaganing anak-anak?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan proses belajar taganing dan proses yang dilalui oleh Lamsa Sihombing sehingga dia mampu menjadi partaganing dalam Naga Musik pada upacara adat.

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Lamsa Sihombing sehingga tertarik menjadi partaganing.

3. Untuk memperoleh pandangan masyarakat umum Batak Toba tentang Lamsa Sihombing sebagai partaganing.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana keberadaan pemusik anak-anak dalam upacara adat Batak Toba yang bisa dijadikan acuan bagi anak-anak lain yang ingin mengikuti jejak Lamsa Sihombing sebagai partaganing dalam upacara adat.

2. Sebagai bahan bacaan bagi mereka yang berminat memperluas wawasan tentang musik Batak Toba, khususnya tentang partaganing di dalam upacara adat.

3. Untuk memenuhi syarat ujian kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana dari Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persolan yang perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991:431). Maka pada kesempatan ini penulis akan memaparkan konsep yang membantu mengarahkan kepada hal-hal yang menjadi bagian penting dari penelitian yang akan dilaksanakan oleh penulis .

Partaganing merupakan istilah yang berasal dari gabungan dua suku kata yaitu “par“ dan “taganing”. Par dalam bahasa Batak Toba adalah “ orang yang ”, sedangkan taganing merupakan salah satu alat musik Batak Toba, sehingga disimpulkan bahwa partaganing adalah orang yang memainkan taganing. Pada awalnya Pemahaman masyarakat Batak Toba tentang partaganing sebenarnya tidak sesederhana itu. Menurut penuturan Marsius Sitohang, bahwa istilah ini biasanya digunakan untuk menyebut seseorang yang mampu memainkan taganing dengan membawakan melodi dari repertoar gondang Batak Toba, repertoar tersebut dibawakan dalam sebuah ensambel gondang sabangunan. Namun saat ini dikalangan masyarakat Batak Toba pada umumnya partaganing sering juga disebutkan kepada seseorang yang belum mampu membawakan melodi, tetapi sebaliknya hanya bisa memainkan tempo dan irama atau sering juga disebut pangodapi/mangodapi.

Pemahaman seperti ini tidak bisa diubah lagi karena masyarakat Batak Toba secara umum belum memahami secara keseluruhan tentang konsep musiknya sendiri, dan sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat umum untuk menyebut seseorang yang sedang bermain taganing adalah partaganing walaupun sebagian pemusik tidak sependapat dengan hal itu. Oleh karena itu penulis memilih istilah partaganing dalam penelitian ini adalah berdasarkan pemahaman masyarakat Batak Toba yan sudah umum disebut dalam kehidupan sehari-hari.

Musik organ tunggal merupakan sebuah ensambel baru dalam perkembangan musik Batak Toba. Musik ini disebut organ tunggal karena alat musik utama yang digunakan adalah keyboard. Dengan keyboard tempo serta irama diatur sedemikian rupa sehingga bisa digunakan untuk mengiringi repertoar dan lagu-lagu dalam upacara adat di masyarakat. Para pemusik Batak Toba yang berada di daerah Kecamatan Siborong-borong sekitarnya sudah sangat mengerti

dengan istilah organ tunggal ini 7 . Ensambel organ tunggal biasanya dilengkapi dengan alat musik lain seperti sulim, taganing, saksofon, namun hal ini tergantung permintaan masyarakat. Ada yang menyewa sebuah grup musik dengan konsep keyboard dengan sulim saja, ada juga yang menambahkan taganing, yang paling penting adalah instrumen keyboard. Musik organ tunggal merupakan salah satu ensambel yang umum ditemui dalam upacara adat masyarakat Batak Toba. Pada awalnya mereka menggunakan gondang, kemudian musik brass, namun karena

7 Istilah organ tunggal yang dipakai penulis mengacu kepada informasi dari informan, yaitu pemusik yang ada di daerah Siborong-borong.

beberapa faktor masyarakat lebih memilih organ tunggal daripada gondang dan musik brass.

Penggunaan kata anak dalam penelitian ini adalah menunjukkan bahwa Lamsa Sihombing dikaji sebagai seorang partaganing ketika dia dalam rentang usia anak-anak yaitu antara usia 6-12 tahun dan saat ini dia berusia 16 tahun. Dalam penelitian ini penulis menjadikan Lamsa Sihombing sebagai objek penelitian seperti yang sudah dijelaskan di latar belakang bahwa Lamsa Sihombing merupakan seorang partaganing anak dalam sebuah grup musik yang berada di Desa Bahal Batu I yaitu Naga Musik. Lamsa Sihombing berperan sebagai pengisi ritme dan irama sebuah repertoar atau lagu yang dibawakan.

Naga Musik merupakan sebuah grup yang memakai organ tunggal dalam melayani permintaan masyarakat Batak Toba di daerahnya. Naga musik terkadang juga menyediakan konsep musik tiup, dimana alat musik yang digunakan adalah drumset, saksofon, trumpet, dan sulim. Namun penelitian ini penulis melihat konsep organ tunggal yang mereka bawakan karena di dalamnya terdapat taganing yang dimainkan oleh Lamsa Sihombing. Lamsa bersama grup musik tersebut sudah sering tampil dalam upacara-upacara adat masyarakat Batak Toba. Upacara adat menjadi sebuah kegiatan yang selalu dilaksanakan pada waktu dan tujuan tertentu. Oleh karena itu penulis akan melihat bagaimana peranan Lamsa Sihombing sebagai partaganing dalam musik yang dimainkan bersama grup Naga Musik.

Studi kasus (case study) di dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial dapat diartikan sebagai tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada Studi kasus (case study) di dalam ilmu-ilmu budaya dan sosial dapat diartikan sebagai tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada

Pada tipe penelitian ini, sesorang atau suatu kelompok yang diteliti, permasalahannya ditelaah secara komprehensif, mendetail, dan mendalam. Berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan antarvariabel yang ada. Karenanya, peneliti sesuatu kasus, bias jadi melahirkan pernyataan-pernyataan yang bersifat eksplanasi. Akan tetapi eksplanasi yang demikian itu, tidak dapat diangkat sebagai suatu generalisasi (Faisal, 1992:22).

Latar belakang kehidupan dan lingkungan seseorang pecandu narkotika, kehidupan internal sebuah gang, pembentukan militansi sebagai sesuatu kelompok radikal, factor-faktor yang melatarbelakangi tingginya swadaya pembangunan di sesuatu desa, merupakan beberapa contoh dari topic telaahan sebuah studi kasus. Demikian pula kajian penulis terhadap fenomena Lamsa Sihombing dalam kebudayan musik organ tunggal Batak Toba ini merupakan studi kasus juga.

Dalam penelitian ini penulis mengatakan Lamsa Sihombing berbeda dari anak-anak lainnya yang menekuni taganing karena Lamsa mampu memainkan taganing dalam sebuah upacara adat. Menurut Schreiner dalam Ikin Risnawati banhwa adat merupakan suatu sikap (tingkah laku), kebiasaan dan kelaziman yang sesuai dengan norma yang diturun-alihkan. Menurut Bruner adat adalah suatu Dalam penelitian ini penulis mengatakan Lamsa Sihombing berbeda dari anak-anak lainnya yang menekuni taganing karena Lamsa mampu memainkan taganing dalam sebuah upacara adat. Menurut Schreiner dalam Ikin Risnawati banhwa adat merupakan suatu sikap (tingkah laku), kebiasaan dan kelaziman yang sesuai dengan norma yang diturun-alihkan. Menurut Bruner adat adalah suatu

Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara sebagai lokasi penelitian memberikan gambaran tentang bagaimana perkembangan musik Batak Toba di daerah ini. Dengan memahami wilayah ini maka penulis dapat melihat faktor lingkungan yang mempengaruhi Lamsa Sihombing dalam belajar taganing, sampai pada posisi dia diterima masyarakat sebagai partaganing dalam sebuah upacara adat.

1.4.2 Teori

Teori merupakan alat yang terpenting dalam ilmu pengetahuan. Tanpa ada teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan beberapa teori yang menjadi landasan berpikir secara ilmiah di dalam menganalisis setiap pengetahuan yang terdapat di dalam objek penelitian penulis.

Teori yang penulis gunakan untuk mengkaji fenomena Lamsa Sihombing sebagai partaganing anak-anak di dalam kebudayaan Batak Toba adalah teori pemusik di dalam kebudayaan . Berbicara mengenai musisi Merriam dalam bukunya The Anthropology of Music mengatakan bahwa Sebagai musisi, seseorang memainkan peran

memegang status tertentu dalam masyarakatnya

yang

spesifik dan

lalu

peran

statusnya ditentukan oleh konsensus statusnya ditentukan oleh konsensus

sebaiknya perilaku yang pantas untuk musisi. Musisi dapat membentuk sebuah kelas khusus atau kasta, mereka bisa atau juga bukan dianggap sebagai tenaga profesional, peran mereka dapat dianggap berasal dari lahir atau yang dicapai dengan usaha, status mereka bisa tinggi atau rendah atau kombinasi keduanya. Di hampir setiap kasus bagaimanapun juga musisi berperilaku sosial dalam konteks tertentu dan didefinisikan dengan cara yang baik, karena mereka adalah musisi, dan perilaku mereka dibentuk baik oleh citra diri mereka dan dengan ekspektasi dan klise atau labelisasi dari peran mereka seperti yang dilihat oleh masyarakat luas.

Sesuai arahan Merriam, pemain musik dapat memberikan sasaran keempat bagi etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi pemusik. Apakan seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untuk menjadi pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik? Bagaimana metode latihannya, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakah metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai spesialis. Bentuk Sesuai arahan Merriam, pemain musik dapat memberikan sasaran keempat bagi etnomusikolog. Dari sekian hal yang penting adalah latihan untuk menjadi pemusik. Apakan seseorang dipaksa oleh masyarakatnya untuk menjadi pemusik, atau ia memilih sendiri karirnya sebagai pemusik? Bagaimana metode latihannya, apakah sebagai pemain musik potensial yang mengandalkan kepada kemampuan sendiri; apakah ia mendapatkan pengetahuan dasar tentang teknik memainkan alat musiknya atau teknik menyanyi dari orang lain, atau apakah ia menjalani latihan yang ketat dalam waktu tertentu? Siapa saja pengajarnya, dan bagaimanakah metode mengajarnya? Hal ini mengarahkan kepada masalah profesionalisme dan penghasilan. Sebuah masyarakat mungkin saja membedakan beberapa tingkatan kemampuan pemusik, membuat klasifikasi dengan istilah-istilah khusus, dan memberikan penghargaan tertinggi kepada sesuatu yang dianggap benar-benar profesional; atau pemusik dapat saja tidak dianggap sebagai spesialis. Bentuk

Sama penting dan menariknya adalah berbagai masalah tentang apakah pemusik dianggap sebagai seseorang yang mempunyai bakat luar biasa, atau apakah semua anggoata masyarakat tersebut dianggap mempunyai bakat yang sama? Apakah pemusik mewariskan kemampuannya dan apabila demikian dari siapa dan dengan cara apa?

Sebagai anggota masyarakat, pemusik dapat memandang kemampuannya sebagai sesuatu yang membedakannya dengan orang-orang lain, dan dengan demikian ia dapat melihat dirinya sendiri dan masyarakatnya dalam rangka hubungan tertentu. Orang yang bukan pemusik pun dapat menganut konsep- konsep prilaku musikal yang dapat atau tidak dapat diterima, dan membentuk sikap-sikap terhadap pemusik dan tindakannya dengan dasar ini. Tentu saja pemusik dapat juga dianggap mempunyai sebuah kelas sosial tertentu dan mereka dapat membentuk berbagai asosiasi yang didasarkan atas keterampilan mereka di dalam masyarakat. Mereka dapat memiliki musik yang dihasilkan, jadi memunculkan lagi berbagai masalah ekonomi, dalam hal ini hubungan dengan barang-barang yang tidak tersangkut langsung.

Di dalam hubungan inilah pengkajian lintas budaya dari kemampuan musik dapat digunakan; meskipun tidak ada pengkajian bebas budaya sejauh ini yang dikembangkan, rumusan mereka akan sangat memperhatikan penafsiran kemampuan-kemampuan terpendam dan kemampuan nyata pemusik dan bukan pemusik, seperti yang ditentukan masyarakat dan di dalam hubungan perorangan.

Untuk melihat proses belajar yang dilakukan Lamsa Sihombing, penulis akan mengacu kepada pendapat Shin Nakagawa yang mengatakan bahwa, jika musik ditularkan dengan lisan, musik tidak banyak berubah, ini merupakan karakter penularan musik tanpa notasi, musik harus diajarkan sepersis mungkin. (Shin Nakagawa, 2000:45).

Lebih lanjut Shin Nakagawa menjelaskan bahwa hubungan guru dengan murid sangatlah penting, murid diajar guru secara langsung man to man, selain itu hubungan guru dengan murid juga sangat dekat, murid yang tidak hormat dengan guru akan mengalami kesulitan dalam belajar. Demikian juga Lamsa Sihombing, dia memperoleh ilmu tentang taganing secara lisan dari paman beserta teman- teman dalam satu grupnya di Naga Musik.

Seperti yang diungkapkan oleh Merriam bagaimana pentingnya untuk mengakumulasi pengetahuan musik, adalah dengan mengerti keseluruhan mekanisme pembelajaran di dalam masyarakatnya, khususnya bagaimana musik ditransmisikan dari generasi ke generasi, ataupun antara individu dari generasi yang sama (1964:145). Merriam menjelaskan bahwa proses belajar musik sebagian merupakan bagian dari proses sosialisasi; itu mungkin dilakukan lewat pendidikan, misalnya seorang ayah mengajarkan kepada anaknya bagaimana memainkan alat musik; atau mungkin dengan sistem schooling misalnya dilakukan dengan magang Merriam (1964:146).

Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto

2003:2). R. Gagne menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dam tingkah laku; dan belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari instruksi. Gagne mengatakan pula bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi kedalam 5 kategori yang disebut the domains of learning, salah satu diantaranya merupakan strategi kognitif yaitu organisasi keterampilan yang internal (internal organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan secara terus-menerus.

1.5 Metode Penelitian

Menurut Triswanto dalam Chrismes Manik ( 2010:15), metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untukmendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Kata metode secara harafiah dapat diartikan sebagai cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Ada juga yang mengatakan metode dalam penelitian sebagai alat dalam melakukan penelitian, yaitu dari pengumpulan data, penganalisisan data sampai dengan menarik kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Metode Penelitian diharapkan mampu mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan setiap persoalan ilmiah dan mampu memberikan hasil ilmiah yang Metode Penelitian diharapkan mampu mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan setiap persoalan ilmiah dan mampu memberikan hasil ilmiah yang

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan menjadi hal yang sangat penting dalam penelitian ini . Sebelum melakukan kerja lapangan penulis mencoba mencari informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan objek penelitian. Melalui buku-buku bacaan, skripsi, tesis ,dan bahkan melalui sumber media elektronik berupa internet. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis diarahkan kepada hal yang lebih spesifik dari objek yang akan diteliti, adanya konsep-konsep, teori-teori serta pendapat-pendapat sangat membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan ini secara ilmiah yaitu dengan mengumpulkan referensi-referensi seperti disebutkan sebelumnya.

1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan merupakan kegiatan pengumpulan data di lapangan dengan mencari fakta-fakta yang relevan untuk menjawab setiap permasalahan Penelitian lapangan merupakan kegiatan pengumpulan data di lapangan dengan mencari fakta-fakta yang relevan untuk menjawab setiap permasalahan

1.5.2.1 Wawancara

Pada penelitian ini penulis akan melakukan wawancara dengan menentukan narasumber dan informan yang berhubungan dengan objek penelitian. Salah satunya adalah Lamsa Sihombing, kemudian kakek beserta teman-teman satu grup di Naga Musik. Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh informasi secara langsung dari orang-orang yang terkait dengan objek penelitian .

1.5.2.1 Perekaman

Perekaman diperlukan untuk mengambil data tentang Lamsa Sihombing dalam peranannya sebagai partaganing pada upacara adat. Hal ini penting untuk membantu penulis dalam menganalisa bagaimana peranan Lamsa dalam sebuah upacara adat, selain itu perekaman berfungsi untuk mengingatkan kembali penulis tentang proses yang terjadi di lapangan karena penulis tentu tidak akan mampu mengingat setiap proses yang terjadi di lapangan.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Kerja laboratorium akan dilakukan setelah semua data-data terkait objek penelitian sudah dikumpulkan melalui penelitian lapangan. Selanjutnya penulis menganalisis dan menjadikan semua data menjadi sebuah tulisan ilmiah. Dalam kerja laboratorium ini, penulis menggunakan data-data dari lapangan dan kemudian dikaitkan dengan pokok masalah dalam penelitian ini. Penulis memilih data-data yang relevan dengan pokok masalah, dan dengan demikian melakukan reduksi data. Dalam konteks penelitian ini, data-data dari lapangan kemudian ditafsirkan melalui disiplin etnomusikologi, terutama apa-apa saja faktor sosial dan kebudayaan yang mendukung eksistensi fenomena pemusik anak dalam kebudayaan musik Batak Toba, khususnya yang tercermin di dalam diri Lamsa Sihombing.

BAB II MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA BAHAL BATU I

Dalam Bab II ini dijelaskan mengenai gambaran umum masyarakat Batak Toba di Desa Bahal Batu I, yang meliputi sistem kekerabatan, sistem kesenian, sistem kepercayaan, mata pencaharian dan tingkat pendidikan. Selain itu, aspek Dalam Bab II ini dijelaskan mengenai gambaran umum masyarakat Batak Toba di Desa Bahal Batu I, yang meliputi sistem kekerabatan, sistem kesenian, sistem kepercayaan, mata pencaharian dan tingkat pendidikan. Selain itu, aspek

2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini bertempat di Desa Bahal Batu I, Kecamatan Siborong- borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Desa ini ditempuh dalam waktu ± 60 menit dari kota Tarutung, ibukota Kabupaten Tapanuli utara. Desa Bahal Batu I merupakan satu diantara sembilan belas Desa yang berada di wilayah kepemimpinan Kecamatan Siborong-borong . Adapun kesembilan belas Desa tersebut yaitu, Bahal Batu I, Bahal Batu II, Bahal Batu III, Hutabulu, Lobu Siregar

I, Lobu Siregar II, Lumban Tonga-tonga, Paniaran, Parik Sabungan, Pohan Jae, Pohan Tonga, Siaro, Siborong-borong I, Siborong-borong II, Sigumbang, Silait- lait, Sitabo-tabo, Sitabo-tabo Toruan, Sitampurung. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa Bahal Batu I, bahwa luas wilayah Desa Bahal

Batu I adalah 11,30 km 2 .

Desa Bahal Batu I sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Utara memiliki topografi yang tidak jauh berbeda dari Desa lainnya di Tapanuli Utara. Berdasarkan topografinya daerah Tapanuli Utara berada di jajaran Bukit Barisan dengan keadaan tanah umumnya berbukit dan bergelombang, hanya sekitar 9,66 % dari keseluruhan luas wilayah yang berbentuk datar dan berada pada ketinggian 300-2.000 meter di atas permukaan laut.

2.2 Sistem Kekerabatan

Masyarakat Batak Toba di Desa Bahal Batu I memiliki prinsip seperti Batak Toba lain, yang menganggap bahwa struktur kekerabatan harus tetap dijaga sebagai budaya turun temurun dari nenek moyang. D.J. Rajamarpodang mengatakan bahwa sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan, baik antara individu dengan individu atau individu dengan masyarakat lingkungan. Di dalam sistem kekerabatan ini terdapat pula: kelompok kekerabatan, sistem keturunan, sistem istilah kekerabatan dan sopan santun pergaulan kekerabatan.

Pada kelompok kekerabatan ada sistem norma yang mengatur kelakuan warga kelompok .Pada kelompok yang bersangkutan ada harga dan rasa kepribadian yang disadari oleh para anggotanya, ada hak dan kewajiban yang turut mengatur interaksi mereka, di samping pimpinan yang mengorganisir kegiatan kelompok. Sistem keturunan adalah yang menentukan siapa di antara kerabat yang begitu luas termasuk ke dalam lingkungan kekerabatannya dan siapa yang tidak termasuk de dalamnya:

1. Sistem keturunan melalui garis laki-laki saja disebut prinsip patrilineal.

2. Sistem keturunan melalui garis perempuan disebut prinsip matrilineal.

3. Sistem keturunan yang memperhitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki dan perempuan disebut prinsip bilateral.

Di dalam sistem keturunan ini ada pula yang memperhitungkan dimana sejumlah hak dan kewajiban tertentu, termasuk ke dalam lingkungan kerabat laki- laki, sedangkan pada sejumlah hak dan kewajiban lainnya diperhitungkan masuk lingkungan kerabat perempuan. Demikian pula pada sistem istilah kekerabatan, Di dalam sistem keturunan ini ada pula yang memperhitungkan dimana sejumlah hak dan kewajiban tertentu, termasuk ke dalam lingkungan kerabat laki- laki, sedangkan pada sejumlah hak dan kewajiban lainnya diperhitungkan masuk lingkungan kerabat perempuan. Demikian pula pada sistem istilah kekerabatan,

2.2.1 Marga

Batak Toba merupakan suku dengan identitas marga pada bagian akhir dari nama yang diberikan. Marga adalah identitas klan turunan pada masyarakat Batak Toba (Irwansyah 2005: 88). Sebagai suku dengan konsep patrilineal marga diwariskan dari ayah yang akan diberikan identitas marga. Dari silsilah mithologi si Raja Batak bahwa marga-marga Batak terbagi atas dua bagian besar yaitu pihak

I adalah turunan Nai Lontungon dan pihak II adalah turunan Nai Sumbaon (D.J. Rajamarpodang 1992:126). Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari informan penulis bahwa Masyarakat Di Desa Bahal Batu I didominasi oleh marga Sihombing , namun jika dicatat secara rinci bahwa di desa ini juga terdapat marga lain seperti Sinaga, Siregar dan lain-lain dalam jumlah yang lebih kecil. Dengan mengetahui marga dan silsilah (tarombo) marga yang dimiliki dari nenek moyang terdahulu maka I adalah turunan Nai Lontungon dan pihak II adalah turunan Nai Sumbaon (D.J. Rajamarpodang 1992:126). Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari informan penulis bahwa Masyarakat Di Desa Bahal Batu I didominasi oleh marga Sihombing , namun jika dicatat secara rinci bahwa di desa ini juga terdapat marga lain seperti Sinaga, Siregar dan lain-lain dalam jumlah yang lebih kecil. Dengan mengetahui marga dan silsilah (tarombo) marga yang dimiliki dari nenek moyang terdahulu maka

2.2.2 Dalihan Natolu

Menurut catatan D.J. Rajamarpodang dalam bukunya Dalihan Natolu Prinsip Dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak , mengatakan bahwa dalihan artinya tiang tungku yang dibuat dari batu. Na, artinya yang, Tolu artinya tiga. Jadi Dalihan Na Tolu artinya Tiga Tiang Tungku. Dalihan berasal dari bahan baku batu yang dibentuk sedemikian rupa, ujung yang satu tumpul dan ujung yang lain agak segiempat yang berfungsi sebagai kaki dalihan. Bentuk Dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama lain dengan tinggi yang sama dan harmonis.

Tidak selamanya periuk atau belanga cocok diletakkan diatas dalihan, bisa saja ukurannya terlalu kecil sehingga diperlukan batu yang lain dengan ukuran lebih kecil untuk menopang belanga atau periuk, dalam bahasa Batak Toba batu tersebut dinamai sihal-sihal. Sementara itu tungku yang berasal dari batu tidak selamanya disebut dalihan. Misalnya ada dua batu yang kemudian diatasnya diletakkan besi sejajar sebagai penyangga belanga atau periuk, dan tentu saja itu bisa difungsikan untuk memasak, namun itu tidak akan disebut dalihan. Oleh karena itu setiap tungku yang bukan berasal dari batu seperti tungku-tungku keluaran pabrik tidak boleh dinamai dalihan. Karena Dalihan Na Tolu bukan hanya sekedar tungku nan tiga saja sebagai sarana prasarana untuk memasak makanan, akan tetapi menyangkut seluruh kehidupan yang bersumber dari dapur.

Nenek moyang suku Batak Toba melihat kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai keluarga tidak ada obahnya seperti Dalihan Na Tolu. Bahwa segala sesuatu yang diperlukan menyangkut kepentingan manusia dan keluarga, yang menjadi sumber sikap perilaku seseorang dalam kehidupan sosial budaya haruslah bersumber dari tiga unsur kekerabatan, ibarat tiga tiang tungku yang bediri sendiri tetapi saling berkaitan dalam bentuk kerjasama atau sama- sama memanfaatkan satu sama lain. Ketiga unsur yang berdiri sendiri tidak ada artinya, tetapi harus ada kerjasama satu sama lain sehingga memperoleh manfaat. Ketiga unsur itu adalah:

1. Unsur pertama adalah Suhut dengan saudara laki-laki yang disebut dongan sabutuha .

2. Unsur kedua adalah saudara Suhut perempuan dengan suaminya disebut boru.

3. Unsur ketiga adalah saudara laki-laki dari istri suhut yang disebut hula-hula .

Bagi masyarakat Desa Bahal Batu I, Dalihan Na Tolu menjadi pedoman dan landasan pokok yang selalu diterapkan dalam kehidupan adat istiadat.

2.3 Sistem Kepercayaan

Definisi agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut, sedang kata agama berasal dari bahasa

Sansekerta yang berarti tradisi. Sebelum terbentuk Negara Republik Indonesia bahwa, suku-suku di daerah-daerah sudah menganut agama dan kepercayaan asli seperti dalam kepercayaan masyarakat Batak Purba, diyakini adanya Tuhan Yang Maha Tinggi yang disebut Mula Jadi Nabolon. “Tuhan” itu secara fungsional terbagi atas tiga dalam prinsip yang tri tunggal, yaitu Tuan Bubi na Bolon, Ompu Silaon Na Bolon , dan Tuan Pane Na Bolon yang berurut menguasai wilayah atas: langit yang disebut banua ginjang, wilayah tengah: bumi yang disebut banua tonga dan wilayah bawah: laut dan cahaya yang disebut banua toru. Konsep “Tuhan” yang demikian itu menurut para ahli antropologi religi akibat dari pengaruh Hindu yang menyusup ke dalam konsep kepercayaan asli orang Batak.

Bangsa Batak sudah menganut agama asli yaitu agama Mulajadi yang sudah ada sejak jaman purba sampai kemudian pada masa Sisingamangaraja-X (sepuluh) mulai berkembang agama baru yang dianut sebagian dari Bangsa Batak yaitu Ugamo Malim dan penganutnya disebut parmalim. Pada masa Si Singamangaraja X (sebelum masuknya Islam dan Kristen) kehidupan beragama bagi masyarakat Batak Toba merupakan kesatuan yang erat dengan pemerintahan, yang pada masa itu dipegang oleh beberapa pimpinan.

Agama Kristen merupakan agama mayoritas di Batak Toba dapat dikatakan Kristen sebagai identitas budaya, dan merupakan sejarah baru dengan perkembangan yang sangat dinamis bagi masyarakat Batak Toba dimulai pada tahun 1863, ketika misionaris dari Jerman, I.L. Nommensen menetap di Silindung. Huta Dame adalah perkampungan pertama yang dibangun Nommensen untuk menampung orang Batak yang tertindas di wilayah Silindung sekaligus Agama Kristen merupakan agama mayoritas di Batak Toba dapat dikatakan Kristen sebagai identitas budaya, dan merupakan sejarah baru dengan perkembangan yang sangat dinamis bagi masyarakat Batak Toba dimulai pada tahun 1863, ketika misionaris dari Jerman, I.L. Nommensen menetap di Silindung. Huta Dame adalah perkampungan pertama yang dibangun Nommensen untuk menampung orang Batak yang tertindas di wilayah Silindung sekaligus

Kecamatan Siborong-borong termasuk salah satu kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi yang mulai berkembang seiring program pemerintah daerah dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, sehingga tidak mengeherankan apabila ada beberapa macam suku yang mendiami Kecamatan ini seperti Batak Toba, Simalungun, Nias, Minangkabau dan lain-lain untuk mencari taraf hidup yang lebih baik. Dengan demikian sistem kepercayaan yang dianut masyarakatnya juga berbeda, Namun menurut statistik kantor Kecamatan Siborong-borong bahwa agama mayoritas adalah agama Kristen. Desa Bahal Batu