Ruang Lingkup Perizinan PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH

BAB II PENGATURAN MENGENAI PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH

A. Ruang Lingkup Perizinan

1. Istilah Perizinan Pembukaan UUD 1945 menetapkan dengan tegas tujuan kehidupan bernegara yang berdasarkan hukum, hal ini berarti bahwa hukum merupakan supermasi atau tiada kekuasaan lain yang lebih tinggi selain hukum. Upaya merealisasi Negara berdasarkan hukum dan mewujudkan kehidupan bernegara maka hukum menjadi pengarah, perekayasa, dan perancang bagaimana bentuk masyarakat hukum untuk mencapai keadilan. Berkaitan dengan hal tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pengertian izin menurut definisi yaitu perkenan atau pernyataan mengabulkan. Sedangkan istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak melarang. 65 Menurut W. F Prins bahwa istilah izin adalah tepat kiranya untuk maksud memberikan dispensasi bebas syarat dan sebuah larangan, dan pemakaiannya pun adalah dalam pengertian itu juga. Akan tetapi, sebetulnya izin itu diberikan biasanya 65 http:wonkdermayu.wordpress.comkuliah-hukumhukum-perijinan, diakses pada hari Rabu tanggal 3 April 2013 jam 17.35 WIB. Universitas Sumatera Utara karena ada peraturan yang berbunyi “dilarang untuk..., tidak dengan izin” atau bentuk lain yang dimaksud sama seperti itu. 66 Menurut R. Kosim Adisapoetra, izin diartikan dengan perbuatan pemerintah yang memperkenankan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan yang bersifat umum. 67 Utrecht memberikan pengertian vergunning sebagai berikut: 68 Bilamana pembuatan peraturan tidak umumnya melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkret, maka perbuatan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin vergunning. Izin vergunning adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang- undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau pelepasanpembebasan dari suatu larangan. 69 Sesudah mengetahui pengertian dispensasi, di bawah ini akan disampaikan overheidstoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd perkenanizin dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang disyaratkan untuk 66 Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 169. 67 R. Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Pradnya Paramita, 1978, hlm. 72. 68 E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta : Ichtiar, 1957, hlm. 187. 69 Ibid., hlm. 186. Universitas Sumatera Utara perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. 70 Ateng Syafrudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, 71 atau Als opheffing van een algemene verbodsregel in het concrete geval, sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa konkret. 72 Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. 73 Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang. 74 N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan 70 S.J. Fockema Andreae, Rechtsgdeerd Handwoordenboek, Tweede Druk, J.B. Wolter’ Uitgeversmaatshappij N.V., Groningen, 1951, hlm. 311. 71 Ateng Syafrudin, Perizinan untuk Berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan, hlm. 1. 72 M.M. van Praag, Algemen Nederlands Administratief Recht, Juridische Boekhandel en Uitgeverij A. Jongbloed Zoon, ‘s-Gravenhage, 1950, hlm. 54. 73 Sjachran Basah, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dan lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1995, hlm. 1-2. 74 Bagir Manan, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta, 1995, hlm. 8. Universitas Sumatera Utara dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan-keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas, dari pengertian izin. 75 Selanjutnya N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, mendefinisikan izin dalam arti sempit yakni pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya. Hal yang pokok pada izin dalam arti sempit ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang 75 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Surabaya : Yuridika, 1993, hlm. 2-3. Universitas Sumatera Utara diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu dicantumkan dalam ketentuan- ketentuan. 76 Menurut Prajudi Atmosudirdjo, izin vergunning adalah suatu penetapan yang merupakan dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang. Pada umumnya pasal undang-undang yang bersangkutan berbunyi, “dilarang tanpa izin...melakukan... dan seterusnya.” Selanjutnya, larangan tersebut diikuti dengan perincian syarat-syarat, kriteria, dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk mendapat izin, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan juklak kepada pejabat-pejabat administrasi negara yang bersangkutan. 77 Sedangkan menurut Van Der Pot, izin dalam arti luas merupakan keputusan yang memperkenankan dilakukan perbuatan apa saja yang pada prinsipnya tidak dilarang oleh pembuat peraturan. 78 Selain pengertian izin yang diberikan oleh beberapa sarjana tersebut di atas, ada pengertian izin yang dimuat dalam peraturan yang berlaku, misalnya dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah. Dalam ketentuan tersebut izin diberikan pengertian sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk 76 Ibid. 77 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 94. 78 Van Der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh Djindang, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, Jakarta : Balai Buku Ichtiar, 1985, hlm. 143. Universitas Sumatera Utara melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Pemberian pengertian izin tersebut menunjukkan adanya penekanan pada izin yang tertulis, yakni berbentuk dokumen, sehingga yang disebut sebagai izin tidak termasuk yang diberikan secara lisan. 79 Dan berdasarkan UUPPLH terdapat dua jenis izin, yakni pertama, dalam Pasal 1 butir 35 UUPPLH, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha danatau kegiatan. Kedua, dalam Pasal 1 butir 36 UUPPLH, izin usaha danatau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha danatau kegiatan. Dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha danatau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usahaatau Kegiatan. Terdapat beberapa peraturan yang berhubungan dengan perizinan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yaitu: 1. Di dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan, bahwa setiap orang yang menjalankan suatu bidang usaha wajib 79 Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem Dan Upaya Pembenahan, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2009, hlm. 8. Universitas Sumatera Utara memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan. Kewajiban tersebut dicantumkan dalam setiap izin yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Secara sinkronisasi, materi yang terkandung dalam pasal diatas, dilanjutkan oleh Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, telah mengklasifikasikan izin sebagai berikut: a. Izin pengumpulan dataatau penggolongan limbah B3; b. Izin pengangkutan limbah B3; c. Izin pemanfaatan limbah B3. Izin-izin diatas, untuk izin pengumpulan danatau pengelolaan limbah B3 dari Kepala Bapedal, izin pengangkut limbah B3 dari Menteri Perhubungan setelah mendapat rekomendasi Kepala Bapedal. Sedangkan izin pemanfaatan limbah B3 dari pimpinan instansi pembina yang bersangkutan setelah rekomendasi dari kepala Bapedal. Penjabaran lebih lanjut dari ketentuan yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah, Kepala Bapedal telah mengeluarkan Keputusan No. KEP-68BAPEDAL05 Tahun 1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengelolaan, Pengelolaan dan Pembinaan Akhir Universitas Sumatera Utara Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dilanjutkan dengan keputusan, yakni: a. Keputusan No. KEP-01BAPEDAL09 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; b. Keputusan No. KEP-02BAPEDAL Tahun 1995 tentang Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; c. Keputusan No. KEP-03BAPEDAL Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; d. Keputusan No. KEP-04BAPEDAL Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengelolaan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; e. Keputusan No. KEP-05BAPEDAL Tahun 1995 tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. 2. Setelah Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 kemudian pemerintah membuat Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan diatas kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, yaitu: a. Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; Universitas Sumatera Utara b. Peraturan Pemerintah No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; c. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun; d. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003 Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis; e. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2006 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Pembuangan Air Limbah Ke Laut; f. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Pelabuhan; g. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; h. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun; Universitas Sumatera Utara i. Keputusan Kepala Bapedal No. 2 Tahun 1998 tentang Tata Laksana Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Daerah; j. Keputusan Kepala Bapedal No. 3 Tahun 1998 tentang Program Kemitraan Dalam Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. 3. Setelah Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 kemudian lagi pemerintah membuat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 ini Ketentuan Perizinan diatur pada Pasal 36-41. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin khususnya mengenai izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun kemudian diatur di dalam Peraturan Pelaksana, yakni: a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Limbah Di Pelabuhan Menggantikan Permen No. 03 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pengumpulan dan Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Di Pelabuhan; b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Menggantikan Keputusan Kepala BAPEDAL No. 68 Tahun 1994 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperasian Alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; Universitas Sumatera Utara c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah; d. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 33 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Izin lingkungan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, menggabungkan proses pengurusan keputusan kelayakan lingkungan hidup, izin pembuangan limbah cair, dan izin limbah bahan berbahaya dan beracun B3. 80 Setelah berlakunya UUPPLH dalam perkembangannya tak dapat dihindari muncul jenis izin baru di bidang pengelolaan lingkungan, yaitu izin pembuangan limbah cair, 81 Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun sangat diperlukan, dengan tujuan agar meminimalisirkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan izin untuk pengelolaan bahan berbahaya dan beracun ini. Adapun jenis kegiatan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang wajib dilengkapi dengan izin terdiri atas kegiatan: izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun B3. 82 80 Helmi, op.,cit., hlm. 195. 81 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air. 82 Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. Universitas Sumatera Utara a. pengangkutan, b. penyimpanan sementara, c. pengumpulan, d. pemanfaatan, e. pengolahan, dan f. penimbunan limbah. Berdasarkan hal tersebut diatas maka perusahaan-perusahaan dalam pengelolaan limbah B3 tersebut harus memenuhi persyaratan untuk memohon izin atau untuk memperoleh izin kepada pemerintah sehingga pemerintah akan menerbitkan beberapa perizinan, yaitu: 83 a. Izin penyimpanan sementara limbah B3; b. Izin pengumpulan limbah B3; c. Izin pemanfaatan limbah B3; d. Izin pengolahan danatau penimbunan limbah B3; e. Izin pengangkut limbah B3. Izin pengelolaan limbah B3 yang selanjutnya disebut izin adalah keputusan tata usaha negara yang berisi persetujuan permohonan untuk melakukan pengelolaan limbah B3 yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, atau BupatiWalikota. 84 83 Pasal 40 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. 84 Pasal 1 butir 6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. Universitas Sumatera Utara 2. Proses dan Prosedur Perizinan Salah satu kunci pokok dari essensi HANI justru sering terlihat di dalam masalah prosedur atau prosedure. 85 Dengan kata lain apabila kita berbicara tentang prosesprosedure maka kita sedang berbicara tentang HANI. 86 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilaan Tata Usaha NegaraPERATUN, berbunyi: 87 “Sengketa Tata Usaha adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KEPUTUSAN Tata Usaha Negara, termasuk sengketa Kepegawaian berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Kata KEPUTUSAN sengaja saya garis bawahi dan mempergunakan huruf besar oleh karena yang menjadi objek sengketa sesuai yang diatur adalah dengan timbulnya keputusan dari Tata Usaha tersebut. 88 Pada dasarnya bahwa lahirnya suatu KEPUTUSAN atau Beschikking menurut Hukum Administrasi Negara sebelumnya harus dengan memperhatikan ketentuan- ketentuan yang berlaku atau apa-apa yang menjadi syarat sebelum dikeluarkan beschikkingkeputusan: misalnya tentang izin perusahaan, harus lebih dahulu mempersiapkan surat-surat keterangan, yang merupakan suratadvis=advis intern 85 Muhammad Abduh, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia HANI Dikaitkan Dengan Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara PERATUN, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Diucapkan Pada Hari Sabtu tanggal 22 Oktober 1988, hlm. 11. 86 Ibid. 87 Ibid. 88 Ibid. Universitas Sumatera Utara surat yang dikeluarkan oleh Departemen yang sama dari Departemen Dalam Negeri a.1. surat Kepala Desa, Camat, Kepala Dati II dan juga surat-surat yang merupakan advis yang dikeluarkan pihak Departemen yang tidak sama, misalnya surat Departemen Perdagangan, surat Polisi sebagai advis extern. 89 Setelah dipenuhi kesemua hal tersebut barulah organ negara berwenang mengeluarkan izin perusahaan dimaksud. 90 Hal ini menggambarkan diperlukannya terlebih dahulu adanya tahapan- tahapan yang harus dilalui oleh baik organ Negara di satu pihak maupun warga Masyarakat di pihak lain. 91 Untuk jelasnya dapat dirumuskan bahwa yang diartikan dengan prosesprosedure adalah tahapan-tahapan yang harus dilalui baik oleh organ NegaraTata Usaha NegaraAdministrasi Negara maupun oleh warga Masyarakat sebelum beschikkingkeputusan dikeluarkan. 92 Gambar 1: Skema ProsesProsedure BeschikkingKeputusan. 89 Ibid., hlm. 12. 90 Ibid. 91 Ibid. 92 Ibid. Beschikking Keputusan Organ Negara O.N Warga Masyarakat WM Universitas Sumatera Utara Sumber: Muhammad Abduh, Profil Hukum Administrasi Negara Indonesia HANI Dikaitkan Dengan Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara PERATUN, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Mata Pelajaran Hukum Administrasi Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Diucapkan Pada Hari Sabtu tanggal 22 Oktober 1988, hlm. 13. Bilamana lahirnya suatu keputusan oleh organ NegaraTUN adalah karena hanya memperoleh uang tertentu sogokan dari warga masyarakat yang berkepentingan tersebut, maka BeschikkingKeputusan seperti itu pada dasarnya telah mengandung cacat. Sudah barang tentu resiko hukum Rechtgevolgen bagi organ Negara tersebut bahwa ia telah menyalah gunakan wewenang onrechtmatig overheidsdaad dan bagi warga masyarakat tersebut, resiko hukumnya bahwa keputusanbeschikking tersebut adalah Vernietigbaar dapat dibatalkan di samping resiko hukum pidana dan lain-lain. Hal tersebut diatas adalah sebagian dari gambaran tentang resiko dari lahirnya keputusan yang cacat. Proses dan prosedur perizinan dapat meliputi prosedur pelayanan perizinan, proses penyelesaian perizinan yang merupakan proses internal yang dilakukan oleh aparatpetugas. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut, masing-masing pegawai dapat mengetahui peran masing-masing dalam proses penyelesaian perizinan. 93 Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Di samping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan 93 Adrian Sutedi, op.cit., hlm. 185. Universitas Sumatera Utara tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin dan instansi pemberi izin. 94 3. Persyaratan Perizinan Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan perizinan tersebut berupa dokumen kelengkapan atau surat-surat. 95 Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu harus terlebih dahulu dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenai sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi. 96 Ketentuan-ketentuan adalah syarat-syarat yang menjadi dasar bagi organ pemerintahan dalam pemberikan izin. Fakta bahwa dalam banyak hal, izin dikaitkan dengan syarat-syarat berhubungan erat dengan fungsi sistem perizinan sebagai salah satu instrumen pengendalian penguasa. 97 Di samping larangan dan izin, dalam kaitan dengan izin juga sering kali ada ketentuan-ketentuan dan persyaratan. Ketentuan ini dapat menyangkut hal yang harus 94 Ibid. 95 Ibid., hlm. 186. 96 Soehino, Asas-Asas Hukum Tata Pemerintahan, Yogyakarta : Liberty, 1984, hlm. 97. 97 N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op. cit., hlm. 6-7. Universitas Sumatera Utara dipenuhi dan diindahkan oleh pemohon sebelum dikeluarkannya izin; dapat pula menyangkut hal-hal yang mesti dipenuhi setelah izin itu diterbitkan. Ketentuan- ketentuan ini sering terjadi, seperti klausula mengatakan, “mau tidak mau harus diindahkan oleh pemohon izin”. Persyaratan itu ada yang bersifat administratif, dan ada pula hal-hal yang bersifat substantif. Persyaratan dan ketentuan yang diberlakukan bagi pemohon dan pemegang izin adakalanya dimaksudkan untuk kepentingan pemohon sendiri, untuk orang-orang yang terkait di dalamnya, dan juga untuk kepentingan yang lebih luas. 98 Dapatlah kiranya diberikan gambaran persyaratan dari beberapa jenis izin. Untuk dapat memperoleh izin usaha yang mempunyai dampak lingkungan, misalnya seorang pelaku kegiatan diwajibkan terlebih dulu melakukan studi kelayakan dari sisi lingkungannya. Di Indonesia dikenal adanya kewajiban pada kegiatan usaha maupun industri yang dinilai dapat mendatangkan dampak lingkungan sekitar agar pelaku usaha terlebih dulu memenuhi persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan hidup Amdal, atau upaya pengelolaan lingkungan hidup UKL dan upaya pemantauan lingkungan hidup UPL. Tanpa ketiga dokumen tersebut, izin lingkungan dan izin kegiatan atau usaha tidak akan diberikan. 99

B. Jenis-Jenis Perizinan