BAB IV KENDALA DAN UPAYA DALAM MEMPEROLEH IZIN
A. Dari Segi Peraturan Perundang-undangan
1. Kendala Dalam Memperoleh Izin
Pemerintah telah menerbitkan tiga buah peraturan perundang-undangan dalam kaitannya sebagai sumber perizinan untuk mengatasi pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup, yaitu: 1.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup; 3.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-undang ini telah dilengkapi dengan peraturan pelaksanaannya yang berhubungan dengan persyaratan untuk melakukan suatu kegiatan yang menimbulkan
dampak besar dan penting yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1953 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun
1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, bahwa izin lingkungan adalah izin
yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha danatau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha danatau Kegiatan. Melihat tentang waktu dari peraturan-peraturan tersebut diatas yang juga
merupakan sarana yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan fungsi pelestarian lingkungan hidup.
Namun setelah beberapa tahun berlakunya ketentuan itu, ternyata pada tahap pelaksanaan dan penerapan serta penegakan hukumnya masih dirasakan kurangnya
keefektifan dan fungsi hukum untuk perubahan-perubahan yang dikehendaki pemerintah selaku pelopor pembangunan.
147
Menurut Robert B. Seidman, suatu peraturan dapat berfungsi dengan baik apabila diperhatikan adanya 4 faktor, yaitu:
148
1 Peraturan itu sendiri, artinya perundang-undangan harus di rencanakan
dengan baik yaitu kaidah-kaidah yang bekerja mematuhi tingkah laku harus ditulis dengan jelas dan dapat dipahami dengan kepastian.
Sehingga suatu ketaatan atau tidak taatnya warga negara kepada hukum itu dapat disidik dan dilihat dengan mudah.
147
Syamsul Arifin, Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Dalam Mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan Di Sumatera Utara, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004,
hlm. 12.
148
Robert B. Seidman, The State Law and Development, Lt. Matines Press Inc, 1978, hlm. 311-339.
Universitas Sumatera Utara
2 Petugas yang menerapkan peraturan hukum harus menunaikan
tugasnya dengan baik dan mengumumkan secara luas. 3
Fasilitas yang ada diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan hukum.
4 Warga masyarakat yang menjadi sasaran peraturan tersebut akan
bertindak sesuai dengan peraturan yang berlaku bagi aktivitasnya tergantung kepada tiga variabel, yaitu apakah normanya telah
disampaikan, apakah normanya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan bagi posisi itu dan apakah warga masyarakat yang terkena
peraturan digerakkan oleh motivasi yang menyimpang. Menurut S. Tarif, menegakkan hukum bukanlah sekedar menegakkan undang-
undang. Oleh karenanya undang-undang harus mencerminkan citra hukum yang mencakup tiga unsur yaitu: 1 Keadilan, 2 Kegunaan, dan 3 Kepastian Hukum.
Barulah bila undang-undang mengejawantahkan ketiga unsur tersebut, ia merupakan hukum yang wajib ditaati oleh setiap warga negara.
149
Ruang lingkup penegakan hukum adalah luas sekali, oleh karena mencakup merekan yang secara langsung dan secara tidak langsung berkecimpung di bidang
penegakan hukum, baik yang mencakup “law enforcement”, maupun “peace maintenance”. Oleh karenanya, hal itu sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor
149
Syamsul Arifin, op.cit., hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
meliputi, peranan, kedudukan dodial dan diskresi kebijaksanaan. Dalam penegakan hukum, diskresi sangat penting sebab:
150
1 Tidak ada perundang-undangan yang sedemikian lengkapnya sehingga
dapat mengatur semua perilaku manusia. 2
Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang- undangan dengan perkembangan-perkembangan di dalam masyarakat,
sehingga menimbulkan ketidakpastian. 3
Kurangnya biaya untuk menetapkan perundang-undangan sebagaimana yang dikehendaki oleh pembentukan undang-undang.
4 Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara
khusus. Selanjutnya penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan
aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi bidang hukum administratif negara terjabar dalam penerapan baku mutu
lingkungan, sistem perizinan, hukum perdata dan hukum pidana. Dengan demikian, penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap
peraturan dan persyaratan dan ketentuan hukum yang berlaku secara umum dan individual, melalui sarana administratif, keperdataan dan kepidanaan.
151
Penegakan hukum lingkungan itu dapat dilakukan secara preventif dan represif, sesuai dengan sifat dan efektifitasnya. Penegakan hukum lingkungan yang
150
Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, Jakarta : Rajawali, 1983, hlm. 14.
151
Syamsul Arifin, op.cit., hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
bersifat preventif merupakan pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit yang
menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar. Sedangkan penegakan hukum yang bersifat represif dilakukan dalam hal perbuatan yang
melanggar peraturan, dan biasanya telah terjadi suatu peristiwa hukum.
152
Dari uraian tersebut diatas yang merupakan kendala dalam memperoleh perizinan tidak terlepas dari peraturan perundang-undangan, hal ini sebagaimana
yang telah dikemukakan oleh Lon Fuller. Lon Fuller mengemukakan 8 delapan prinsip tolak ukur hukum utamanya adalah sosok sebagai peraturan perundang-
undangan, yakni:
153
1 Undang-undang yang bersifat umum memerlukan peraturan
pelaksanaan. 2
Undang-undang agar dapat memenuhi fungsi mengatur harus diumumkan.
3 Undang-undang tidak boleh berlaku surut apabila ia dilihat sebagai
alat pemandu tingkah laku dimasa yang akan datang. 4
Undang-undang harus jelas, tidak boleh mempunyai arti ganda, dalam konteks hermenetika atau metode penafsiran undang-undang.
152
Ibid.
153
Ibid., hlm. 12.
Universitas Sumatera Utara
5 Undang-undang tidak boleh bertentangan secara bathiniah, dalam arti
undang-undang tidak boleh melarang dan membolehkan suatu perbuatan pada waktu yang bersamaan.
6 Undang-undang tidak boleh menuntut hal yang tidak mungkin.
7 Undang-undang harus menjaga konsistensi, dalam arti undang-undang
tidak boleh sering berubah, dan 8
Undang-undang tidak hanya berlaku untuk rakyat, tetapi juga mengikat penguasa.
Aturan hukum yang baik ialah hukum yang diwujudkan dalam undang- undang yang harus memenuhi 8 delapan prinsip tersebut di atas, karena hal itu
sangat berpengaruh untuk menegakkan hukum. Dari uraian Lon Fuller tersebut kita hubungkan dengan peraturan perizinan,
pemerintah belum konsisten dalam arti dasar hukum untuk penerbitan izin lingkungan sering berubah dalam hal ini disebabkan persoalan-persoalan lingkungan sekian tahun
mengalami penambahan substansi yang disebabkan oleh faktor perkembangan hukum lingkungan dan faktor teknologi.
Belum adanya peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terlebih lagi
mengenai Peraturan Pelaksana PP dari pasal-pasal yang tersebut di dalam Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2009 baik tentang baku mutu air limbah maupun pasal-
pasal lainnya yang belum secara spesifik diatur dalam Peraturan Pelaksana PP. Oleh karenanya dibutuhkan Peraturan Pelaksanaan yang terbaru sesuai dengan Undang-
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup belum dapat diterapkan dikarenakan belum adanya Peraturan Pelaksana.
2. Upaya Dalam Memperoleh Izin
Upaya dalam rangka untuk mengefektifkan pelaksanaan yang berhubungan dengan perizinan lingkungan, baik pemerintah pada tingkat nasional, provinsi,
kabupatenkota untuk mensosialisasikan peraturan-peraturan tersebut sehingga masyarakat dan perusahaan mengetahui sejak awal adanya perubahan-perubahan
yang mendasar terhadap peraturan-peraturan tersebut.
B. Dari Segi Pentaatan Dan Kewajiban Perusahaan Terhadap Substansi Perizinan