Batobo Konsi Pada Masyarakat Petani

(1)

BATOBO KONSI PADA MASYARAKAT PETANI

(Studi Deskriptif Kegiatan Pertanian di Desa Padang Ranah, Sijunjung Sumatera Barat)

Disusun Oleh : Mai Yuliarti

090901017

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ABSTRAK

Batobo konsi merupakan salah satu bentuk dari sistem ikatan kekerabatan yang sampai saat ini masih dibudayakan oleh masyarakat Sumatera Barat, khususnya di Kecamatan Sijunjung.Dengan sistem batobo konsi para petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk para pekerja tetapi cukup dengan menyediakan makanan dan minuman bagi para petani yang bekerja di lahan mereka. Sistem ini dapat berlangsung karena pada masyarakat pedesaan dalam hal ini Kecamatan Sijunjung masih memiliki sistem ikatan kekerabatan yang sangat kuat, baik dari segi hubungan sosial maupun dalam bentuk interaksi sosial antara sesama warga masyarakat. Maka untuk memudahkan masyarakat dalam pelaksanaan sistem batobo konsi, masyarakat Kecamatan Sijunjug biasanya membentuk suatu kelompok tani yang dapat dijadikan sebagai wadah bagi para petani untuk berkumpul. Kelompok ini juga menjadi tempat para petani saling berinteraksi untuk membentuk suatu pola ikatan sosial atau solidaritas sosial sehingga hal tersebut menjadi suatu modal sosial untuk bekerja sama menghadapi masalah-masalah dalam proses pengelolaan pertanian maupun masalah lainnya diluar aktifitas pertanian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan lebih mendalam mengenai system batobo konsi yang ada pada masyarakat desa padang ranah sumatera barat. Adapun teknik pengambilan data dalam penelitian ini yaitu wawancara dan observasi yang kemudian data tersebut diinterprestasikan kedalam bentuk narasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah tujuh orang.

Berdasarkan hasil penelitian, batobo konsi terbentuk dimulai sejak berkembangnya aktifitas bertani di desa ini, para petani merasa tidak sanggup mengerjakan lahan masing-masingsendiri sehingga merekamengadakan sistem tolong-menolong yang berawal dari gotong royong atau tolong-menolong antara sesama petani yang masih memiliki ikatan keluarga. Dengan tolong-menolong tersebut para petani menganggap dapat meringankan pekerjaan mereka dalam mengelola pertanian, karena para petani merasakan manfaat yang besar dari batobo konsi ini maka diadakan musyawarah untuk membentuk sistem batobo konsi yang lebih luas bukan hanya antara petani yang memiliki ikatan keluarga namun juga diadakan antara sesama petani di desa padang ranah, sijunjung sumatera barat.


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas berkat dan rahmatNya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Batobo Konsi Pada Masyarakat Petani “, di Desa Padang Ranah, Sijunjung Sumatera Barat.

Penulis Menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU, dan sebagai Dosen penguji saya

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU

3. Bapak Drs. Hendri Sitorus, M.Si, selaku Dosen Wali saya

4. Bapak Drs. Sismujito, M.Si selaku Dosen Pembimbing saya, Saya mengucapkan terima kasih kepada beliau atas kesediaan beliau dalam memberikan pengarahan- pengarahan ataupun masukan bagi skripsi saya. 5. Bapak dan Ibu Dosen FISIP USU, Khususnya Dosen Departemen Sosiologi

atas ilmu yang selama ini telah diberikan kepada penulis.

6. Kepada kedua orangtua dan keluarga besar penulis atas dukungan do’a dan dananya selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga penulis dapat membanggakan kedua orangtua penulis.


(4)

7. Kepada kepala Desa Padang Ranah yakni Bapak Zulkifli, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Desa Padang Ranah. 8. Para informan yang ada di Desa Padang Ranah yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan informasi mengenai Batobo Konsi yang ada di Desa Padang Ranah.

9. Kepada teman dekat penulis Masri Aprianda dan keluarga yang telah membantu dan memberi semangat kepada penulis.

10.Kepada teman penulis Riya Badriyah yang telah menemani penulis bolak balik kampus dan perpustakaan.

11.Buat teman-teman stambuk penulis di Departemen Sosiologi USU

12.Kepada senior di Departemen Sosiologi FISIP USU, kak Vanny Virgita yang telah memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Kepada teman-teman di coffee cangkir yang telah memotivasi penulis dalam skripsi ini.

14.Kepada semua pihak yang turut membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Atas dukungan berbagai pihak tersebut, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak yang membutuhkan.

Medan, 6 Juni 2015

Penulis Mai Yuliart


(5)

Daftar Isi BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2Rumusan Masalah……….2

1.3Tujuan Penelitian………..3

1.4Manfaat Penelitian………6

1.4.1 Manfaat Teoritis………..6

1.4.2 Manfaat Praktis………6

1.5 1.6Defenisi Konsep………7

BAB II Kajian Pustaka 2.1 Masyarakat Desa Pertanian………..9

2.1.1 Pengelolaan Pertanian………...11

2.1.2 Sistem Ikatan Kekerabatan Masyarakat Petani……….13

2.1.3 Gotong Royong Pada Masyarakat Petani……….14

2.2 Lembaga Sosial Masyarakat Pedesaan………15

2.3 Solidaritas Sosial Masyarakat Petani………..16

BAB III Metode Penelitian………20

3.1 Jenis Penelitian………21

3.2 Lokasi Penelitian……….21

3.3 Unit Analisis dan Informan……….21

3.3.1 Unit Analisis………21

3.3.2 Informan………..21


(6)

3.5 Interpretasi Data……….23

3.6 Jadwal Kegiatan………..25

3.7 Keterbatasan Penelitian………..25

BAB IV Deskripsi dan Interpretasi Data Penelitian 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………26

4.1.1 Gambaran Umum Sumatera Barat………..26

4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Sijunjung………29

4.1.3 Gambaran Umum Desa Padang Ranah………..35

4.2 Profil Informan………..39

4.3 Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Petani Desa Padang Ranah Kecamatan Sijunjung……….45

4.3.1 Pemerintah Kabupaten………45

4.3.2 Pemerintah Desa……….46

4.3.3 Koperasi Unit Desa ( KUD )………...49

4.3.4 Pembinaan Kesejahteraan Keluarga ( PKK )………..53

4.3.5 Perwiritan………53

4.3.6 Remaja Surau………..53

4.3.7 Batobo Konsi ………..53

4.4 Proses Pelaksaan Batobo Konsi dan Tahapan-Tahapannya………..56

4.5 Perbedaan Batobo Konsi Dengan Sistem Kerja Upah………..59

4.6 Batobo Konsi Sebagai Tempat Bersosialisasi Masyarakat Petani Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung……….61


(7)

4.7 Solidaritas Sosial Masyarakat Petani Desa Padang Ranah, Kecamatan

Sijunjung………63

4.8 Kehidupan Dasar Keluarga Petani………66 4.8.1 Pendapatan dan Pengeluaran Petani Perbulannya……….66


(8)

ABSTRAK

Batobo konsi merupakan salah satu bentuk dari sistem ikatan kekerabatan yang sampai saat ini masih dibudayakan oleh masyarakat Sumatera Barat, khususnya di Kecamatan Sijunjung.Dengan sistem batobo konsi para petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk para pekerja tetapi cukup dengan menyediakan makanan dan minuman bagi para petani yang bekerja di lahan mereka. Sistem ini dapat berlangsung karena pada masyarakat pedesaan dalam hal ini Kecamatan Sijunjung masih memiliki sistem ikatan kekerabatan yang sangat kuat, baik dari segi hubungan sosial maupun dalam bentuk interaksi sosial antara sesama warga masyarakat. Maka untuk memudahkan masyarakat dalam pelaksanaan sistem batobo konsi, masyarakat Kecamatan Sijunjug biasanya membentuk suatu kelompok tani yang dapat dijadikan sebagai wadah bagi para petani untuk berkumpul. Kelompok ini juga menjadi tempat para petani saling berinteraksi untuk membentuk suatu pola ikatan sosial atau solidaritas sosial sehingga hal tersebut menjadi suatu modal sosial untuk bekerja sama menghadapi masalah-masalah dalam proses pengelolaan pertanian maupun masalah lainnya diluar aktifitas pertanian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan lebih mendalam mengenai system batobo konsi yang ada pada masyarakat desa padang ranah sumatera barat. Adapun teknik pengambilan data dalam penelitian ini yaitu wawancara dan observasi yang kemudian data tersebut diinterprestasikan kedalam bentuk narasi. Informan dalam penelitian ini berjumlah tujuh orang.

Berdasarkan hasil penelitian, batobo konsi terbentuk dimulai sejak berkembangnya aktifitas bertani di desa ini, para petani merasa tidak sanggup mengerjakan lahan masing-masingsendiri sehingga merekamengadakan sistem tolong-menolong yang berawal dari gotong royong atau tolong-menolong antara sesama petani yang masih memiliki ikatan keluarga. Dengan tolong-menolong tersebut para petani menganggap dapat meringankan pekerjaan mereka dalam mengelola pertanian, karena para petani merasakan manfaat yang besar dari batobo konsi ini maka diadakan musyawarah untuk membentuk sistem batobo konsi yang lebih luas bukan hanya antara petani yang memiliki ikatan keluarga namun juga diadakan antara sesama petani di desa padang ranah, sijunjung sumatera barat.


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki potensi alam melimpah ruah yang mendukung statusnya sebagai negara agraris,dengan sebagian besar masyarakat bermukim dipedesaan dan bermatapencaharian disektor pertanian, maka sumberdaya fisik utama yang paling penting dalam kehidupan masyarakat pedesaan tersebut adalah tanah atau lahan pertanian.

Menurut data BPS dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Mei 2012, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian mencapai 41,20 Juta jiwa atau sekitar 43,4% dari jumlah total penduduk Indonesia. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 4,76% atau sebesar 1,9 juta dibandingkan Agustus 2011. Dengan demikian sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya dengan memanfaatkan hasil alam dan sebagai petani, hal ini juga terjadi karena didukung kondisi alam Indonesia yang memiliki lahan pertanian yang luas serta kondisi alam yang baik untuk aktivitas pertanian tersebut(Data BPS Mei, 2012).

Di Indonesia kehidupan masyarakat pedesaan memiliki suatu hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya diluar batas batas wilayahnya. Di dalam kehidupan masyarakat pedesaan Indonesia memiliki system kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan. Sebagian besar warga masyarakat pedesan memiliki mata pencaharian sebagai petani.


(10)

Pekerjaan-pekerjaan yang di luar pertanian merupakan pekerjaan sambilan yang biasa mengisi waktu luang. Masyarakat pedesaan di Indonesia bersifat homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia identik dengan sistem ikatan kekerabatan, seperti gotong royong yang merupakan kerja sama atau kerja bakti untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Kerja bakti itu ada dua macam, yaitu kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbul dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri, dan kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya tik dari inisiatif warga masyarakat. Di dalam kehidupan masyarakat pedesaan di Indonesia juga terdapat beberapa gejala-gejala sosial yang sering di istilahkan dengan konflik (pertengkaran), kontraversi (pertentangan), kompetisi (persiapan), kegiatan pada masyarakat pedesaan, dan sistem nilai budaya di Indonesia.

Salah satu wilayah di Sumatera, tepatnya di Sumatera Barat, Kecamatan Sijinjung, Desa Padang Ranah merupakan wilayah pertanian yang luas. Sektor pertanian dan perkebunan merupakan produksi terbesar dari kegiatan perekonomian masyarakat Sijunjung, Sumatera Barat. Mengutip dalam Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Sijunjung menjelaskan bahwa kecamatan Sijunjung merupakan salah satu dari 19 ( Sembilan belas ) kabupaten kota di bagian selatan provinsi Sumatera Barat, terletak diantara 00 18’ 43” LS – 10 41’ 46” LS & 1010 30’ 52” BT dengan ketinggian dari permukaan laut antara 100 – 1.250 meter. Kabupaten Sijunjung berada dibagian timur provinsi Sumatera Barat, pada jalur utama yang


(11)

menghubungkan provinsi Riau dan provinsi Jambi. Mengingat letaknya dipersimpangan jalur tersebut, Sijunjung merupakan jalur ekonomi dan jalur pariwisata. Secara administrative wilayah Kecamatan Sijunjung dengan luas 313.080Ha meliputi 8 kecamatan , 61 Nagari dan 1 desa dengan 263 Jorong ( sumber: Badan Pertahanan Nasional Kabupaten Sijunjung).

Aktivitas bertani merupakan kegiatan utama masyarakat yang dilakukan untuk menjunjang perekonomian keluarga. Mayoritas kehidupan warga Kecamatan Sijunjung sangat tergantung pada hasil-hasil pertanian, sehingga sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan sisanya beraktivitas di bidang perdagangan dan sebagai pegawai. Bahkan ada juga sebagian penduduk yang merupakan pegawai tetapi tetap meluangkan waktunya untuk bertani, karena memilki lahan pertanian sendiri. Adapun jenis pertanian yang dikelola oleh masyarakat Kecamatan Sijunjung antara lain adalah padi, cabai, tomat dan tanaman palawija lainnya. Dalam waktu setahun masyarakat Kecamatan Sijunjung dapat mengelola lahan sawahnya dengan dua jenis musim tanaman, yaitu pada separuh tahun pertama masyarakat akan menanam padi dan separuh tahun berikutnya akan menanam jenis tanaman sayur-sayuran, seperti padi, cabai, tomat dan tanaman palawija lainnya.

Dalam proses pengelolaan pertanian, petani Kecamatan Sijunjung bekerja secara gotong royong, mulai dari proses pengolahan lahan pertanian, penanaman bibit, perawatan tanaman, membasmi hama sampai memanen hasil pertanian. Sistem kerja yang dilakukan secara gotong royong antara sesama petani disebut dengan


(12)

batobo konsi. Pada sistem batobo konsi, para petani akan saling tolong-menolong secara bergantian tanpa harus mengeluarkan biaya ongkos atau upah untuk membayar tenaga yang telah diberikan,jika hari ini ada petani yang mengerjakan lahannya maka petani yang lain akan ikut menolong dan begitu juga sebaliknya ia akan kembali menolongnya pada kesempatan yang lain secara bergantian. Sistem gotong royong ini telah dilakukan oleh para petani terdahulu dari generasi ke generasi atau secara turun-temurun. Faktor keterkaitan hubungan masyarakat pedesaan salah satunya yang cukup dominan adalah dibentuk oleh sistem pertanian itu sendiri. Terbukti, dalam kegiatan pertanian masyarakat pedesaan seringkali melakukan gotong royong. Kegiatan ini merupakan suatu bentuk saling tolong menolong, saling membantu dan saling melengkapi yang berlaku di daerah pedesaan.

Batobo konsi merupakan salah satu bentuk dari sistem ikatan kekerabatan yang sampai saat ini masih dibudayakan oleh masyarakat Sumatera Barat, khususnya di Kecamatan Sijunjung. Mengutip penelitian terdahulu dalam Suwondo (1983: 181) menegaskan bahwa pada perkembangannya sampai sekarang ini secara garis besarnya tidak terdapat perbedaan prinsip antara sistem nilai budaya yang sekarang dianut di Sumatera Barat.

Dengan sistem batobo konsi para petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk para pekerja tetapi cukup dengan menyediakan makanan dan minuman bagi para petani yang bekerja di lahan mereka. Sistem ini dapat berlangsung karena pada masyarakat pedesaan dalam hal ini Kecamatan Sijunjung masih memiliki sistem


(13)

ikatan kekerabatan yang sangat kuat, baik dari segi hubungan sosial maupun dalam bentuk interaksi sosial antara sesama warga masyarakat. Maka untuk memudahkan masyarakat dalam pelaksanaan sistem batobo konsi, masyarakat KecamatanSijunjug biasanya membentuk suatu kelompok tani yang dapat dijadikan sebagai wadah bagi para petani untuk berkumpul.Kelompok ini juga menjadi tempat para petani saling berinteraksi untuk membentuk suatu pola ikatan sosial atau solidaritas sosial sehingga hal tersebut menjadi suatu modal sosial untuk bekerja sama menghadapi masalah-masalah dalam proses pengelolaanpertanian maupun masalah-masalah lainnya diluar aktifitas pertanian.

Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sistem ikatan kekerabatanyang ada antara sesama petanidalam mengelolapertanian. Maka penelitian ini akan diberi judul “Batobo Konsipada masyarakat petani”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pemanfaatansistem ikatan kekerabatan masyarakat petani dalam mengelola pertanian di Desa Padang Ranah, KecamatanSijunjung?

2. Bagaimana aktivitas batobo konsi pada petani Desa Padang Ranah, KecamatanSijunjung?


(14)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis serta melihat gambaran yang jelas mengenaipemanfaatan sistem ikatan kekerabatan dalammengelola pertanian di Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung.

2. Untuk mengetahui aktivitas gotong royong yang juga disebut dengan batobo konsi yang dilakukan para petani Desa Padang, Kecamatan Sijunjung.

1.4 Manfaat penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil yang akan diperoleh dalam penelitian ini secara teoritis diharapkan agar dapat meningkatkan pengetahuan peneliti tentang berlangsungnya interaksi sosial dalam para petani Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung yang dikaitkan dengan kerangka pemikiran solidaritas sosial.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan untuk memahami sistem kekerabatan yang disebut juga dengan batobo konsipada lembaga kemasyarakatan masyarakat petani Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung yang dapat dijadikan bahan rujukan bagi penelitian di bidang ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi pedesaan.


(15)

1.5 Defenisi Konsep 1. Petani

Petani yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang menjadikan mata pencaharian pokoknya pada sektor pertanian.

2. Pengelolaan Pertanian

Pengelolaan pertanian dapat diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha pertanian yang bertujuan untuk menggali atau memanfaatkan sumber-sumber alam yang ada secara efektif untuk memenuhi kebutuhan. Sistem pengelolaan tersebut meliputi pengolahan lahan, pola tanam, pemupukan, pemberantasan hama serta proses panen hasil tanaman.

3. Batobo Konsi

Dalam penelitian inibatobo konsiadalah sistem kerja gotong royong yang dilakukan para petani Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung dalam memanen hasil pertanian, dimulai dari aktivitasproses penanaman bibit, perawatan tanaman, membrantas hama sampai memanen hasil pertanian.Prosesbatobo konsi dilakukan secara bergantian, jika hari ini ada petani yang mengerjakan lahannya maka petani yang lain akan ikut menolong dan begitu juga sebaliknya, petani yang telah panen akan kembali menolong petani lain yang akan panen.Kegiatan batobo konsitidak dinilai dalam uang,hal ini berbeda dengan sistem upah. Pada sistem upah, petani akan diberikan imbalan atau dibayar dengan uang setelah memberi bantuan terhadap petani lain.


(16)

4. Jaringan sosial

Jaringan sosial dalam penelitian ini adalah jaringan yang terbangun berdasarkan kepentingan dalam mempertahankan kelangsungan kegiatan bertani. 5. Solidaritas Sosial

Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah derajat di mana anggota suatu kelompok dipersatukan oleh nilai yang dimiliki bersama dan ikeatan sosial lain (Henslin, 2006: 102).


(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Pertanian

Desa merupakan suatu daerah yang dijadikan tempat tinggal masyarakat yang sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian bersumber dari alam. Di dalam Rahardjo (2004: 29) mengatakan bahwa suatu desa ditandai dengan keterikatan warganya terhadap suatu wilayah tertentu. Keterikatan terhadap wilayah ini di samping terutama untuk tempat tinggal, juga untuk semacam itu – yakni yang memiliki ikatan kebersamaan dan ikatan wilayah tertentu – pengertiannya tercakup dalam konsep komunitas (community).

Pada masyarakat desa masih minim mengetahui teknologi sehingga membuat mereka untuk bertani. Kondisi lingkungan yang masih asri dan subur merupakan faktor pendorong masyarakat desa tersebut mengelola lahan pertanian sebagai sumber kehidupan. Di dalam Henslin (2006: 98) menjelaskan bahwa adanya masyarakat pertanian didasarkan pada pemeliharaan tannaman dengan menggunakan peralatan tangan. Karena mereka tidak lagi harus meninggalkan suatu wilayah bilamana persediaan makanan habis, maka masyarakat ini mengembangkan pemukiman permanen.

Pada awalnya hasil pertanian hanya digunakan untuk konsumsi keluarga petani, namun seiring perjalanan waktu para petani mulai menjual hasil pertanian mereka. Proses ini disebut juga dengan evolusi di mana manusia semakin mengenal


(18)

teknologi dan semakin maju dalam berpikir. Menurut Koentjaraningrat (1977: 11) menjelaskan bahwa semenjak keberadaan manusia kira-kira dua juta tahun lalu, manusia baru mengenal cocok tanam sekitar 10.000 tahun yang lalu. Sebelum itu cara hidup manusia masih dalam taraf food gathering economics seperti berburu, menangkap ikan, dan meramu. Dengan jenis mata pencaharian semacam itu mereka lebih banyak mengembara, dalam kelompok yang kecil-kecil dan tidak permanen serta belum hidup dalam tatanan masyarakat yang teratur. Pada tingkat ini belum diperkirakan adanya peradaban atau kebudayaan bahkan dalam bentuk yang sederhana sekalipun (Rahardjo, 2004: 31).

Masyarakat petani secara umum sering dipahami sebagai suatu kategori sosial yang seragam dan bersifat umum. Artinya, sering tidak disadari adanya diferensiasi atau perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek yang terkandung dalam komunitas petani ini. Sebagai contoh, diferensiasi dalam komunitas petani itu akan terlihat berdasar atas perbedaan dalam tingkat perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang mereka tanam, teknologi atau alat-alat yang mereka pergunakan, sistem pertanian yang mereka pakai, topografi atau kondisi-kondisi fisik-geografik lainya. Seperti yang dijelaskan di dalam Rahardjo (2004: 31), cocok tanam memaksa manusia untuk hidup menetap di suatu tempat untuk menjaga dan menunggui panenan. Karena pertanian dilaksanakan di tempat-tempat tertentu yang subur seperti lembah-lembah tepian sungai, daerah tepian danau, dan semacamnya, maka para pencocok tanam cenderung tidak berjauhan satu sama lain. Keadaan ini


(19)

memungkinkan mereka untuk saling berhubungan secara aktif dan teratur sehingga mengakibatkan terjadinya akumulasi pengetahuan dan tatanan perilaku bersama yang keseluruhannya berkemas dalam bentuk pola kebudayaan tertentu.

Diantara gambaran-gambaran yang bersifat diferensiatif pada kalangan masyarakat petani pada umumnya adalah perbedaan antara petani bersahaja, yang juga sering disebut petani tradisional (termasuk golongan peasant) dan petani modern.Secara garis besar golongan pertama adalah kaum petani yang masih tergantung dan dikuasai alam karena rendahnya tingkat pengetahuan dan teknologi mereka. Produksi mereka lebih ditujukan untuk sebuah usaha menghidupi keluarga, bukan untuk tujuan mengejar keuntungan (profic oriented). Sebaliknya, farmer atau agricultural entreprenuer adalah golongan petani yang usahanya ditujukan untuk mengejar keuntungan (profic oriented). Mereka menggunakan teknologi dan sistem pengelolaan modern dan menanam tanaman yang laku di pasaran. Mereka mengelola pertanian mereka dalam bentuk agrobisnis, agro industri atau bentuk modern lainya, sebagaimana umunya seseorang pengusaha yang profesional menjalankan usahanya.

2.1.1 Pengelolaan Pertanian

Pengelolaan pertanian dapat diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha pertanian untuk menggali atau memanfaatkan sumber alam yang ada secara efektif untuk memenuhi kebutuhan. Di desa Padang Ranah pengelolaan pertanian dilakukan secara bersama-sama. Di dalam Rahardjo (2004: 158) menjelsakan bahwa ikatan sosial yang kuat, yang mewujud dalam bentuk tingkat


(20)

kerukunan yang tinggi, juga menyebabkan terciptanya semacam keharusan sosial bagi sesama petani untuk berbagi tanah garapan.

Pada sistem pengolahan pertanian meliputi golongan lahan, pola tanam, pemupukan, pembrantasan hama serta proses panen hasil tanaman.

1. Pengolahan Lahan Pertanian

Sebelum memulai kegiatan bertani, hal pertama yang dilakukan petani mengolah lahan, lahan yang digunakan petani untuk bertanam padi adalah lahan basa yang siap ditanam.

2. Pola Tanam

Selain lahan, pola tanam juga harus diperhatikan. Pola tanam padi harus sejajar berurutan agar memudahkan pada proses penyiangan serta proses panen padi tersebut.

3. Pemupukan

Proses pemupukan dilakukan pada tanaman yang berumur dua minggu. Pemupukan biasanya dilakukan dua sampai tiga kali tergantung keadaan tanaman.

4. Pemberantasan Hama

Hama pada tanaman akan merusak kualitas tanaman tersebut. Lahan pertanian yang terserang hama akan mengalami gagal panen dan petani akan merugi, pemberantasan hama dilakukan dengan cara penyemprotan pestisida kepada tanaman.


(21)

Kegiatan terakhir dalam proses pertanian adalah panen. Hasil pertanian yang baik akan menghasilkan panen yang memuaskan.

2.1.2 Sistem Ikatan Kekerabatan Masyarakat Petani

Menurut Ferdinand Toennies (J. Dwi Narwoko – Bagong Suyanto. 2007:32-34), masyarakat dapat dibedakan kedalam dua jenis kelompok yang disebutGemeinschaft dan Gesellschaft. Gemeinschaft merupakan bentuk kehidupan bersama, dimana antara anggotanya mempunyai hubungan batin murni yang nyata dan organis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat desa, keluarga, kerabat, dan sebagainya. Gesellschaft merupakan bentuk kehidupan bersama dimana para anggotanya mempunyai hubungan yang bersifat pamrih dan dalam jangka pendek serta bersifat mekanis. Bentuk ini dapat ditemukan dalam hubungan perjanjian yang berdasarkan ikatan timbal balik.

Pada masyarakat desa yang bersifat Gemeinschaftlich, pada umumnya spesialisasi individu tidak menonjol sehingga kedudukan individual tidak begitu penting. Sehingga apabila salah seoarang anggotanya dikeluarkan maka tidak begitu terasakan oleh anggota lainya, berarti bahwa kedudukan masyarakat lebih penting dari pada kedudukan individu sehingga setrukturnya disini disebut mekanis. Sebaliknya, pada masyarakat yang bersifat kompleks (Gesellschaftlich) dimana sudah ada spesialisasi diantara para anggotanya sehingga tidak dapat hidup secara


(22)

tersendiri atau dapat dipisah-pisahkan, sehingga merupakan suatu kesatuan organisme oleh karenanya strukturnya merupakan struktur organis.

Selanjutnya Tonnies membedakan Gemeinschaft menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Gemeinschaft by blood, yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada

ikatan darah atau keturunan. Di dalam pertumbuhanya masyarakat yang semacam ini makin lama makin menipis.

2. Gemeinschaft of placo (locality), yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada tempat tinngal yang saling berdekatan sehingga dimungkinkan untuk dapatnya saling tolong menolong.

3. Gemeinschaft of mind yaitu Gemeinschaft yang mendasarkan diri pada ideology atau pikiran yang sama (J. Dwi Narwoko – Bagong Suyanto. 2007:32-34).

2.1.3 Gotong Royong Pada Masyarakat Petani

Istilah gotong-royong mengacu pada kegiatan saling menolong atau saling membantu dalam masyarakat. Tradisi kerjasama tersebut tercermin dalam berbagai bidang kegiatan masyarakat (Nasution, 2009: 10). Dalam hal ini gotong royong dalam bidang pertanian mulai dari pembibitan sampai panen hasil pertanian tersebut, para petani bekerja sama berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong atas dasar kesadaran dalam anggota kelompok.

Manifestasai gotong royong tersebut terdapat pada hampir tiap suku bangsa Indonesia. Dalam penelitian Koentjaraningrat (1977: 4) membagi gotong royong


(23)

menjadi empat macam, terdiri atas (a) gotong royong dalam produksi pertanian, (b)gotong royong formal antar tetangga, (c) gotong royong dalam perayaan dan pesta, (d) gotong royong dalam bencana dan kematian (Nasution, 2009: 10). Seperti yang terdapat di Kecamatan Sijunjung, Desa Padang Ranah merupakan gotong royong dalam produksi hasil pertanian. Namun dengan adanya gotong royong pada produksi pertanian, timbul rasa solidaritas di antara para petani yang menciptakan rasa saling memiliki. Di dalam hal ini akan menciptakan gotong royong dalam berbagai kegiatan seperti yang disebutkan sebelumnya, yaitu gotong royong formal antar tetangga, gotong royong dalam perayaan pesta dan gotong royong dalam bencana kematian.

Sementara itu dalam hasil analisis pada literatur lain, Koentjaraningrat membagi gotong royong menjadi tiga macam, yaitu gotong royong dalam bidang pekerjaan pertanian, dalam tolong menolong, dan dalam bentuk kerja bakti (Nasution, 2009: 10).Dengan kata lain tiap gotong royong bertujuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan secara bersama-sama.

2.2 Lembaga Sosial Masyarakat Pedesaan

Istilah lembaga sosial (social institution) artinya, bahwa lembaga sosial lebih menunjuk pada suatu bentuk perilaku sosial anggota masyarakat dalam kehidupan bersama, sekaligus juga mengandung pengertian yang abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut (Baswori, 2005: 93).


(24)

Menurut Koentjaraningrat, lembaga kemasyarakatan (pranata sosial) adalah suatu sistem norma khusus yang menata suatu rangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu keperluan khusus dari manusia dalam kehidupan masyrakat (Ibrahim, 2003: 87).

Berdasarkan pengertian lembaga kemasyarakatan yang telah dikemukakan dapat dikemukakan tiga unsur lembaga kemasyarakatan, yaitu:

a) Adanya sistem norma.

b) Sistem norma itu mengatur tindakan berpola.

c) Tindakan berpola itu untuk memenuhi kehidupan manusia dalam kehidupan masyarakat (Ibrahim, 2003: 88).

(Baswori, 2005: 93). Berdasarkan kekuatan mengikat anggotanya, norma-norma sosial dibedakan menjadi:

a) Cara (usage)

b) Kebiasaan (folkways) c) Tata kelakuan (mores) d) Adat istiadat (custom)

Lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi keperluan kehidupan kekerabatan sering disebut dengan lembaga kekerabatan (kinship institution) (Ibrahim, 2003: 92).

Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan berasal dari perilaku manusia yang lama kelamaan menjadi perilaku masyarakat yang disebut tata kelakuan atau


(25)

adat istiadat. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan mencakup dua proses, yaitu:

a) Proses habitualisasi adalah proses menjadikan suatu perilaku manusia menjadi kebiasaan (kebiasaan orang perorang). Karena diulang-ulang, perilaku itu akhirnya memiliki pola tertentu sehingga mudah diketahui.

b) Proses tipifikasi adalah proses penerimaan atau pembenaran suatu kebiasaan oleh sejumlah orang tertentu. Apabila ada kebiasaan orang mendapat pengakuan dari sekelompok orang teretenu, maka terbentuklah tipe yaitu kebiasaan yang berlaku untuk sekelompok orang tertentu. Orang lain mengakui atau membenarkan kebiasaan tadi karena mereka menganggap kebiasaan itu sebagai sesuatu yang bernilai. Tipe inilah yang disebut dengan lembaga kemasyarakatan (Ibrahim, 2003: 96).

Proses pelembagaan sebenarnya bisa berlangsung lebih jauh lagi hingga suatu norma sosial menjadi internalized (mendarah daging), yaitu suatu taraf perkembangan di mana para anggota masyarakat dengan sendirinya ingin berperilaku sejalan dengan perilaku yang memang sebenarnya memenuhi kebutuhan masyarakat (Baswori, 2005: 95).

2.3 Solidaritas Sosial Masyarakat Petani

Konsep solidaritas sosial merupakan kepedulian secara bersama kelompok yang menunjukkan pada suatu keadaan hubungan antara individu dan/ atau kelompok yang didasarkan pada persamaan moral, kolektif yang sama, dan kepercayaan yang


(26)

dianut serta diperkuat oleh pengalaman emosional (Johnson, 1981) (Nasution, 2009: 9).

Prinsip solidaritas sosial adalah saling tolong menolong, bekerjasama, saling membagi hasil panen, menyokong proyek desa secara keuangan dan tenaga kerja dan lainnya (Nasution, 2009: 9).

Solidaritas sosial dipengaruhi oleh interkasi sosial yang berlangsung karena ikatan kultural, yang pada dasarnya disebabkan munculnya sentimen komunitas (community sentiment), unsur-unsurnya menurut Redfield (dalam Laiya, 1983) meliputi:

a) Seperasaan, yaitu karena seseorang berusaha mengidentifikasi dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut, sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok kami (warga).

b) Sepenanggungan, yaitu setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri sangat memungkinkan peranannya dalam kelompok yang dijalankan.

c) Saling butuh, yaitu individu yang tergantung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya tergantung pada komunitasnya meliputi fisik maupun psikologinya (Nasution, 2009: 9-10).

Sumber solidaritas sosial adalah tradisi terawat rapi dari generasi ke generasi berikutnya, dikawal secara ketat melalui kontrol sosial, akan tetapi sementara kebudayaan tidak pernah ada yang statis, terjadilah berbagai perubahan secara


(27)

eksternal. Sedangkan unsur kekuatan yang merubah adalah proses modernisasi yang telah mempengaruhi tradisi selama ini dianggap sebagai sumber hidupnya solidaritas sosial, terutama berkaitan dengan hubungan dengan solidaritas tradisional (Nasution, 2009: 10).

Pembedaan antara solidaritas mekanik dan organik merupakan salah satu sumbangan Durkheim (dalam Johnson, 1981) untuk menganalisis masyarakat dusun dengan masyarakat perkotaan. Dalam hal ini menggambarkan sesuatu mengenai elemen-elemen penting dari kedua tipe struktur sosial itu. Menurut solidaritas mekanik didasarkan pada suatu “kesadaran kolekif” bersama yang menunjukkan pada “totalitas keperrcayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama, dan solidaritas itu didasarkan pada suatu tingkat homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya (dalam Johnson, 1981) (Nasution, 2009: 12).

Hal ini merupakan suatu solidaritas yang tergantung pada individu-individu yang memiliki sifat-sifat sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif sama pula. Karena itu, individualitas tidak berkembang, individualitas itu terus menerus dilumpuhkan akibat tekanan untuk konformitas yang besar sekali (Nasution, 2009: 12).

Masyarakat tradisional dikaitkan dengan konsep mekanik, karena anggotanya secara spontan cenderung kepada suatu pola hidup bersama yang homogen. Perbedaan antara individu dianggap tidak penting, sehingga fungsi setiap individu


(28)

selalu dapat digantikan orang lain. Kesadaran kolektif mendominasi dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang dianggap baik oleh masyarakat dianggap baik pula oleh individu (Nasution, 2009: 13).


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan nilai-nilai, secara holistik dan dengan menggunakan pendekatan deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong,2006:1). Penelitian kualitatif digunakan untuk melihat secara utuh serta berusaha untuk menggambarkan fenomena yang terjadi.Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif maka peneliti akan lebih mudah mendapatkan informasi dan data yang jelas serta terperinci mengenai batobo konsipada masyarakat Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung,Sumatera Barat.

Penelitian studi kasus atau case study adalah penelitian mendalam mengenai unit sosial tertentu yang hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik mengenai unit tersebut. Tergantung pada tujuanya, ruang lingkup penelitian itu mungkin mencakup keseluruhan siklus kehidupan atau hanya segmen-segmen tertentu saja. Studi ini mungkin mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor khusus tertentu atau dapat pula mencakup keseluruhan faktor-faktor kejadian. Tujuan dari penelitian kasus adalah untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan


(30)

sekarang dan interaksi lingkungan suatu unit sosial individu, kelompok,lembaga atau masyarakat(Sumadi Suryabrata,2002:22).

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung, Kecamatan Sijunjung, Sumatera Barat. Alasan peneliti memilih lokasi daerah ini adalah dikarenakan daerah ini memiliki lahan pertanian yang luas dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan dalam aktivitas mengelola pertaniannya, para petani desa Padang Ranahmasih menggunakansistem yang disebutdengan sistem batobo konsi.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian modal sosial masyarakat petani dalam mengelola pertanian yaitu para petani, tokoh desa, dan kepala desa.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang masuk dalam karakteristik unit analisis dan dipilih menjadi sumber data yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti (Arikunto, 2006). Adapun informan dalam penelitian ini adalah:


(31)

- Tokoh desa, untuk mendapatkan informasi mengenai sistem pertanian di Desa Padang Ranah tersebut.

- Kepala desa, untuk mendapatkan informasi mengenai struktur penduduk petani di Desa Padang Ranah.

2. Informan biasa yaitu informan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

- petani yang memiliki mata pencaharian sebagai petani minimal selama lima tahun,

- petani yang berpartisipasidalam kegiatanbatobo konsi. 3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data sebuah penelitian dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

a) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian melalui observasi dan wawancara baik secara partisipatif maupun wawancara secara mendalam, oleh karena itu untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam, yaitu proses tanya jawab secara langsung ditujukan terhadap informan di lokasi penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara atau panduan wawancara serta menggunakan alat bantu perekam atau tape recorder jika memang dibutuhkan untuk memudahkan peneliti menangkap keseluruhan informasi yang diberikan informan.


(32)

Wawancara terhadap informan ditujukan untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap tentang sistem kekerabatan masyarakat petani dalam mengelola pertanian.

2. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan (Bungin 2007: 115). Pengamatan secara langsung kepada objek yang diteliti guna melihat aktivitas batobo konsi pada masyarakat petani Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung.

3. Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan menggunakan kamera foto untuk mengabadikan hal-hal yang tidak terobservasi seperti aktifitas masyarakat petani ketika berada dilingkunganya dan sebagai penegas data yang diperoleh dilapangan.

b) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen, majalah, jurnal dan bahan dari situs-situs internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. 3.5 Interpretasi Data

Data yang dikerjakan sejak peneliti mengumpulkan data dilakukan secara insentif setelah pengumpulan data selesai dilaksanakan. Merujuk pada Lexy J.


(33)

Moleong (2002:190), pengolahan data ini dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu wawancara, pengamatan (observasi) yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya.

Data tersebut telah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan cara abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang terperinci, merujuk ke inti dengan menelaah pernyataan-pernyataan yang diperlukan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian.

Langkah selanjutnya adalah menyusun data-data dalam satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Berbagai kategori tersebut dilihat kaitannya satu dengan lainya dan diinterpretasikan secara kualitatif. Proses interpretasi data dalam penelitian ini telah dimulai sejak awal penulisan proposal, sehingga selesainya penelitian ini yang menjadi ciri khas dari analisis kualitatif.


(34)

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra proposal 

2. ACC penelitian 

3. Penyusunan proposal penelitian

 

4. Seminar proposal penelitian 

5. Revisi proposal penelitian  

6. Penelitian lapangan  

7. Pengumpulan data dan analisa data

 

8. Bimbingan skripsi   

9. Penulisan laporan akhir   

10. Sidang meja hijau 

3.7Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis mengalamikendala dan keterbatasan Dalam memperoleh informasi dari informan, peneliti kesulitan untuk bertemu dengan informan kunci karena informan memiliki kesibukan lain.


(35)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Sumatera Barat 1. Kondisi Fisik Daerah

a. Keadaan Geografis

Secara geografis provinsi sumatera barat terletak antara 0°54’ lintang utara sampai 3°30’ lintang selatan serta 98°36’ sampai 101°53’ bujur timur. Batas – batas wilayah sumatera barat, sebelah utara dan timur berbatasan dengan selat malaka, sebelah selatan berbatasan dengan provinsi sumatera utara, dan sebelah barat berbatasan dengan samudra hindia. Satu satunya hubungan darat hanyalah dengan sumatera utara, sehingga memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan provinsi tersebut.

b. Iklim

Menurut Schmidt dan furgusson, tipe iklim sumatera barat terdiri dari tipe A,B,C,dan D. suhu rata rata dipantai barat berkisar antara 210C – 380C, pada daerah perbukitan berkisar antara 150C-330C, sedangkan pada daerah daratan sebelah timur bukit barisan mempunyai suhu antara 190C-340C. puncak curah hujan maksimum disumatera barat terjadi pada bulan maret dan


(36)

desember. Jumlah curah hujan paling rendah terjadi bulan juni dan juli. Jumlah curah hujan tertinggi mencapai 4000 mm /tahun terutama dipantai barat. Sedangkan curah hujan dibeberapa tempat dibagian timur relative lebih rendah yakni diantara 1500-3000 mm/tahun.

c. Topografi

Keadaan topografi sumatera barat bervariasi dari topografi datar, landai,curam dan mempunyai pantai sampai pergunungan. Pada umumnya bagian tengah sumatera barat terbentang bukit barisan dengan topografi relative curam, sedangkan bagian barat dan timur posisinya relative landai. Topografi wilayah sumatera barat yang cukup curam ditemui dikabupaten solok, agam dan tanah datar. Topografi yang landai ditemukan didaerah 50kota dan sawahlunto sijunjung, sedangkan topografi yang cukup datar dapat ditemui didaerah pasaman barat, pesisir selatan dan padang pariaman.

d. Luas Wilayah

Luas wilayah provinsi sumatera barat sekitar 4.229.730 ha, setara dengan 2,17 % dari wilayah Negara kesatuan republic Indonesia dengan luas perairan diperkirakan 186.500 km2 dan panjang garis pantai 2.420,57 km.


(37)

Jumlah pulau ada 391 pulau, tidak semua pulau mempunyai nama. Ada sekitar 179 pulau yang sudah mempunyai nama dan 212 pulau yang belum mempunyai nama. Ada 25 sungai yang mengalir di provinsi ini, antara lain sungai anai, batang agam, batang aria, dll.

1. Keadaan Sosial dan Ekonomi a. Pemerintah

Provinsi sumatera barat terdiri atas 19 kabupaten/kota, 175 kecamatan. Adapun jumlah desa yaitu sebanyak 1.858 desa/kelurahan.

b. Pendidikan

Berdasarkan hasil SP2010, persentase penduduk 5 tahun yang berpendidikan minimal tamatan SMP/Sederajat sebesar 49,35 persen, dan AMH penduduk berusia 15 tahun keatas sebesar 95,54 persen yang bearti dari setiap tahun 100 penduduk usia 15 tahun diatas ada 96 orang yang melek huruf. Penduduk dikatakan melek huruf jika dapat membaca dan menulis hueuf latin dan huruf lainnya.

c. Tenaga kerja

Jumlah penduduk yang merupakan angkatan kerja diprovinsi sumatera barat sebesar 1.993.393 orang, dimana sejumlah 1.953.434 orang diantaranya bekerja, sedangkan 39.959 orang merupakan pencari kerja. Dari hasil


(38)

SP2010, tingkat partisipasi angkatan kerja ( TPAK ) diprovinsi sumatera barat sebesar 60,54 persen, dimana TPAK laki-laki lebih tinggi dari pada TPAK perempuan yaitu masing-masing sebesar 78,11 persen dan 3,89 persen.

(http://www.sijunjung.go.id/?mod=konten&menu=Kependudukan, diakses tanggal 22 mei 2015 jam 10.16 wib )

4.1.2 Gambaran Umum Kecamatan Sijunjung

Kabupaten Sijunjung (sebelumnya disebut Kabupaten Sawahlunto Sijunjung) adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini adalah muaro Sijunjung. Sebelum tahun 2004, kabupaten Sijunjung merupakan kabupaten terluas ketiga di Sumatera Barat dengan nama Kabupaten Sawahlunto Sijunjung. Namun sejak dimekarkan (yang menghasilkan kabupaten Dharmasraya), kabupaten ini menjadi kabupaten tersempit kedua di Sumatera Barat.

Kabupaten ini berbatasan langsung dengan kabupaten Kuantan Singingi, Riau di sebelah timur, kabupaten Tanah Datar dan kota Sawahlunto di sebelah barat, serta kabupaten Solok dan kabupaten Dharmasraya di sebelah selatan. Saat ini, kabupaten Sijunjung memiliki luas 3.130,80 km² yang terdiri dari 8 kecamatan dengan jumlah penduduk lebih dari 202.000 jiwa.


(39)

Secara topografi, kabupaten Sijunjung merupakan rangkaian Bukit Barisan yang memanjang dari arah barat laut ke tenggara, sehingga kabupaten ini memiliki ketinggian yang sangat bervariasi, yaitu antara 120 meter sampai 930 meter di atas permukaan laut. Kecamatan di kabupaten ini umumnya memiliki topografi yang curam dengan kemiringan antara 15–40%, yaitu kecamatan Tanjung Gadang, kecamatan Sijunjung, kecamatan Sumpur Kudus, dan kecamatan Lubuk Tarok.

Seperti daerah lainnya di Sumatera Barat, kabupaten ini mempunyai iklim tropis dengan kisaran suhu minimun 21 °C dan maksimum 37 °C. Sedangkan tingkat curah hujan kabupaten Sijunjung mencapai rata-rata 13,61 mm per hari.

Selanjutnya batas-batas wilayah kabupaten Sijunjung adalah sebagai berikut:

- Sebelah utara : Kabupaten Tanah Datar - Sebelah selatan : Kabupaten Dharmasraya

- Sebelah barat : Kabupaten Solok dan Kota Sawah Lunto - Sebelah timur : Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sijunjung, diakses tanggal 2 Mei 2015 pukul 12.31)


(40)

Sawahlunto. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, pada bulan Oktober 1945 dibentuklah Kabupaten Tanah Datar dengan ibukotanya Sawalunto, yang wilayahnya meliputi beberapa kewedanaan yaitu Batusangkar, Padang Panjang, Solok, Sawahlunto dan Sawahlunto/Sijunjung. Dalam rangka melanjutkan perjuangan kemerdekaan, Gubernur Militer Sumatera Barat membentuk kabupaten baru, yakni Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung yang diresmikan pada tanggal 28 Februari 1949. Sesuai dengan PP No. 25 Tahun 2008, pada 10 Maret 2008 Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung diubah namanya menjadi Kabupaten Sijunjung.

Kabupaten Sijunjung terletak di Sebelah Selatan Propinsi Sumatera Barat, di sebelah Barat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sebagian besar penduduknya bersuku Minangkabau dengan falsafah adat, pola pikir, tatanan budaya serta norma yang khas. Secara sosiokultural dan ekonomi, keunikan masyarakat Sijunjung terletak pada keberadaan sistem matrilineal yang kuat dan ketaatan pada nilai-nilai Islam. Sistem matrilineal dan ketaatan pada ajaran Islam yang berkembang di sebagian besar masyarakat Minangkabau melahirkan praktik dan tradisi yang sangat kuat, bersendikan adat dan syara’ (agama). Kedua sendi inilah yang turut mengembangkan praktik pemerintahan berbasis Nagari, sebuah entitas yang tidak hanya berbasis politik (berupa kesepakatan tokoh-tokoh adat, agama, dan intelektual) tetapi juga sosioekonomi (sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kekuatan sosio


(41)

ekonomi masyarakat). Aktivitas masyarakatnya selalu bersendikan atas tradisi, seperti kebiasaan ”berdagang, bertani, berkebun dan merantau” yang bertahan hingga kini.

Selain kuatnya nilai adat, Kabupaten Sijunjung adalah sebuah Daerah historikal yang mengikuti sejarah perjalanan Republik tercinta ini. Sejarah telah mencatat sebuah kecamatan di Kabupaten Sijunjung dengan luas wilayah 57.540 hektar, dengan nama Sumpur Kudus pernah menjadi markas Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) Mei 1949. Selain itu Sumpur Kudus juga sering disebut-sebut namanya karena Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafi’I Ma’arif putra asli daerah ini. Disamping itu Kabupaten Sijunjung merupakan wilayah kerja ROMUSHA pada zaman penjajahan Jepang. Peninggalan yang bisa dilihat sampai sekarang adalah jembatan kereta api di tepi Batang Kuantan dan lokomotif tua di Kenagarian Silokek.

Dengan posisi tidak lagi sebagai kabupaten terluas nomor tiga di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Sijunjung berada posisinya menjadi kabupaten nomor dua terkecil. Pada tahun 2004 Kabupaten Sijunjung mengalami pemekaran, dengan 49 persen wilayahnya menjadi sebuah Kabupaten yang diberi nama Dharmasraya. Namun begitu, tidak berati Sijunjung telah kehilangan semuanya, di balik segala keterbatasannya, Kabupaten Sijunjung sebenarnya memiliki berbagai potensi yang masih bisa dioptimalkan. Bukan hal yang tidak mungkin Sijunjung akan merubah posisinya menjadi sebuah kabupaten yang maju, kaya dengan pembangunan. Walau


(42)

untuk menuju ke sana dibutuhkan tenaga ekstra serta kerja sama dengan berbagai kalangan yang memiliki kepentingan dengan Sijunjung.

4.1.2.2 Sarana dan Prasarana Desa

Sarana dan prasarana desa adalah suatu pelengkap desa yang berfungsi sebagai fasilitas masyarakat dalam menjalankan aktifitas dan fungsinya didesa. Hubungan dengan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja sarana dan prasarana yang terdapat didesa ini yang sering digunakan oleh masyarakat dan kelompok tani. Adapun sarana dan prasarana didesa ini dapat dilihat didalam table :

1 Panjang jalan aspal 20,600 meter

2 Jumlah jembatan beton 3 unit

3 Warung kelontong 9 unit

4 Angkutan desa 15 unit

5 Usaha kelompok simpan pinjam 7 unit

6 Kelompok batobo konsi 5 unit

7 Jumlah pos kamling 2 unit

8 Jumlah masjid 5 unit


(43)

4.1.3 Gambaran Umum Desa Padang Ranah

Saat memasuki desa padang ranah kita akan melewati sebuah patung besar perempuan mengenakan pakaian khas tradisional minangkabau ditengah pertigaan jalan. Disepanjang jalan kita akan menemuai rumah rumah adat khas minang , bagonjong disisi kiri dan kanan jalan desa. Dari kondisinya, bangunan-bangunan kayu itu bisa ditaksir berusia sudah cukup tua.

Desa padang ranah memiliki cirri khas dengan rumah gadangnya, rumah yang atapnya melengkung seperti tanduk kerbau. Rumah gadang adalah milik perempuan dan diwariskan secara turun temurun ke anak perempuannya. Dalam system matrilineal minangkabau, laki laki sama sekali tidak dapat mewariskan hartanya. Kalau ia meninggal harta itu akan kembali kepada orang tua perempuannya atau kepada adik dan kemenakan perempuannya.

Rumah gadang didiami oleh mereka yang segaris keturunan. Dalam bahasa minangnya adalah saparuik ( dari satu perut ). Ayah atau suami ibu tidak termasuk anggota keluarga dirumah gadang istrinya, tetapi anggota keluarga dari rumah gadang ibunya. Rumah gadang adalah symbol budaya matrilineal minang kabau.


(44)

4.2 Profil Informan 1. Zulkifli

Usia : 35 Tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani ( Kepala Desa )

Bapak Zulkifli lahir pada tahun 1980 didesa Padang Ranah, Sijunjung. Bapak Zulkifli sulung dari 4 bersaudara. Beliau bekerja sebagai petani padi, kedua orang tuanya juga seorang petani. Sebelumnya bapak zulkifli bekerja sebagai karyawan disebuah bengkel milik temannya, namun setelah 2 tahun bekerja bengkel tempatnya bekerja bangkrut dan terpaksa ditutup. Karena susah mendapatkan pekerjaan buat yang Cuma tamatan SMA akhirnya bapak zulkifli mengikuti jejak ayahnya menjadi petani. Ternyata menjadi petani juga tidak semudah yang dibayangkan. Banyak hal yang harus dipertimbangkan, salah satunyanya masalah biaya. Mengelolah sawah tentu tidak mungkin dilakukan sendiri, sementara kalau buat bayar upah orang akan terasa mahal. Akhirnya bapak zulkifli ikut dalam kelompok tani batobokonsi yang ada di desa padang ranah sijunjung.

Dengan ikut kegiatan batobo konsi semua kegiatan tanam menanam padi akan jadi lebih gampang. Biaya yang dikeluarkan juga sedikit, pemilik lahan cukup


(45)

menyediakan makan dan minum dalam proses bertani. Menurut penuturan bapak zulkifli, selain masalah biaya ada juga masalah hama, yang merusak tanaman. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pertanian. Bapak zulkifli dijadikan salah satu informan karena beliau mengetahui seluk beluk desa, beliau juga seorang kepala desa walaupun usianya masih relative muda.

2. Nasril / Palito Panai ( Niniak Mamak ) Usia : 65 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Petani

Agama : Islam

Bapak Nasril lahir dan besar di Desa Padang Ranah , beliau cuma mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar. Tapi karena ketekunan dan kecintaannya terhadap budaya minang khususnya adat istiadat yang ada di Desa Padang Ranah, beliau dinobatkan sebagai seorang niniak mamak. Artinya seorang yang disegani di wilayah Desa Padang Ranah. Bapak Nasril memiliki seorang istri dan 3 orang anak yang sudah besar besar dan ketiga anaknya sudah berkeluarga.

Disamping kesibukannya sebagai seorang niniak mamak, bapak Nasril tetap menjalankan rutinitasnya sebagai seorang petani. Sama seperti informan lainnya


(46)

bapak Nasril juga fokos pada petani padi, karena padi merupakan bahan pokok yang harus selalu ada dirumah. Tapi mahalnya biaya buat bertani tentu menjadi masalah yang cukup berat buat bapak Nasril. Untuk itulah beliau dan beberapa rekan seangkatan dia berinisiatif membuat kegiatan yang dapat meringankan masyarakat. Maka terciptalah kegiatan batobo konsi, awal mula batobo konsi hanya memiliki 10 anggota, itu pun hanya keluarga keluarga dari bapak Nasril seperti anak beliau, keponakan beliau, urang sumando ( abang ipar ) beliau. Kegiatan ini tentu sangat menbantu masyarakat yang memang memilki biaya terbatas dalam bertani.

Tidak perlu menunggu waktu lama, hanya dalam hitungan minggu anggota kelompok tani batobo konsi terus bertambah, hingga sekarang berjumlah 67 orang. Mengingat umur bapak Nasril yang sudah kepala enam tentu kesehatannya sudah tidak memungkin dia untuk aktif lagi dalam bertani. Bapak Nasril hanya tergabung dalam anggota batobokonsi sebagai oaring yang dituakan, tempat para petani bertanya tentang cara bercocok tanam dan menjadi teladan bagi para petani.

2. Hendri

Usia : 45tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Petani


(47)

Bapak Hendri bukan penduduk asli Desa Padang Ranah, beliau lahir diDesa Silokek sekitar dua jam perjalanan dari Desa Padang Ranah. Dikampung aslinya Silokek bapak Hendri bekerja sebagai penambang pasir. Karena wilayah Silokek dialiri sungai yang memiliki banyak pasir. Pada usia 27 tahun bapak Hendri menikah dengan ibu Busni yang merupakan penduduk asli Desa Padang Ranah. Karena adat perkawinan didesa padang ranah suami ikut istri, secara otomatis pekerjaanpun berubah. Bisa saja bapak Hendri melanjutkan pekerjaannya yang lama tapi pasti akan memakan waktu dan biaya.

Satu tahun penikahan bapak Hendri tetap menekuni pekerjaannya yang lama sebagai penambang pasir, karena dikampung istrinya bapak Hendri harus belajar cara bertani, sementara dari kecil sampai menikah bapak Hendri sama sekali tidak paham cara bertani. Dua tahun menikah bapak Hendri mulai belajar bertani, beliau dibimbing ayah mertuanya dalam bertani. Tentu banyak kendala yang dihadapi, semua pekerjaan berantakan. Apalagi kalau belajar sama bapak mertua aka nada rasa canggung.

Bapak Hendri merupakan orang yang gampang akrab dengan warga sekitar. Setiap sore ngumpul di warung kopi sambil cerita cerita tentang sawah. Hingga akhirnya bapak Hendri ditawari ikut kegiatan batobokonsi oleh seorang kawannya. Tanpa banyak berfikir pak Hendri pun ikut. Awal ikut kegiatan batobo konsi ini


(48)

bapak Hendri juga masih kebingungan dengan kegiatan itu, namun setelah dijelaskan rekan rekannya dia jadi mengerti.

Bapak Hendri dibimbing oleh sesama anggota batobokonsi, diajarkan bagaimana cara menyemai benih, menanam, memupuk, menyiang, hingga proses panen. Banyak hal yang didapat dari batobokonsi, selain hemat biaya juga nambah ilmu.

3. Sudirman

Usia : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Bapak sudirman adalah seorang pria yang berusia 55 tahun, Beliau lahir pada tahun 1958 ,di Desa Pematang Panjang sekitar 2 jam perjalan dari Sijunjung. Pada tahun 1983 disaat umur bapak Sudirman 25 tahun, Bapak Sudirman menikah dengan ibu Fifi yang warga asli Desa Padang Ranah, sehingga bapak Sudirman tinggal di Desa Padang Ranah ikut istrinya. Sudah 32 tahun bapak Sudirman tinggal di Desa Padang Ranah.


(49)

Bapak Sudirman hanya memperoleh pendidikan sampai Sekolah Dasar, itu pun tidak sampai tamat. Saat berusia 18 tahun, bapak Sudirman pergi merantau keMalaysia, karna tradisi masyarakat ditempat dia tinggal kalau sudah besar tidak lagi tinggal sama orang tua, sehingga kawan-kawannyapun banyak yang merantau ke Malaysia. Hanya 2 tahun bapak Sudirman betah dirantau orang, pada usia20 tahun bapak Sudirman kembali kekampung halamannya. Bapak Sudirman lebih memilih bekerja sebagai seorang petani, memanfaatkan lahan persawahan milik orang tuanya. Setelah 3 tahun bekerja sebagai petani, bapak Sudirman mencoba kerja jadi kuli bangunan yang gajinya lebih besar dari pada bertani. Dimana ada proyek pembuatan rumah pak Sudirman ikut serta. Hingga pada suatu hari bapak Sudirman bekerja di Desa Padang Ranah untuk proyek pembuatan rumah salah satu warga, disinilah awal perkenalan bapak Sudirman dengan istrinya sekarang. Tanpa menungggu waktu lama kurang dari 6 bulan bapak Sudirman sama ibuk Fifi menikah. Setahun setelah menikah, bapak Sudirman dikarunia anak laki-laki dan total semua anak bapak Sudirman yaitu 4 orang

Pekerjaan sehari-hari bapak Sudirman adalah seorang petani, namun kalau ada warga yang mau buat rumah baru bapak Sudirman juga akan menjual teanaganya. Awal awal menikah bapak Sudirman agak kesulitan dalam bertani, karna semua semua harus dibayar, mulai dari proses bajak sawah hingga panen, kalau hasil panennya bagus bisa balik modal, tapi kalau panen gagal maka bapak Sudirman akan


(50)

merugi. Namun setelah 5 tahun menikah, semua warga desa juga sudah kenal, maka bapak Sudirman ikut kegian batobo konsi. Menurut bapak Sudirman kegiatan batobokonsi ini sangat membantu kegiatan bertaninya, dia tidak perlu keluar banyak biaya untuk pengelolaan sawahnya. Bapak Sudirman memilih ikut bergambung dalam kelompok tani ini ( batobo konsi ) karena kegiatannya tidak menyita waktu. Bapak Sudirmann masih bisa beraktifitas diluar kegiatan pertanian seperti kuli bangunan. Selain itu menurut bapak Sudirman kegiatan batobo konsi ini juga membawa perubahan positif dilingkungannya, karena setiap warga khususnya laki laki akan memiliki rasa setia kawan, tidak ada yang saling menjatuhkan, kalau ada kendala dalam mengelola lahan pertanian mereka akan mencari solusi bersama.

4. Hasan

Usia : 43 tahun Jenis kelamin : Laki-Laki Agama : Islam Pekerjaan : Petani

Bapak Hasan lahir dan besar di daerah asalnya Padang Laweh, Sumatera Barat. Bapak Hasan lahir pada tahun 1975 sulung dari 3 bersaudara dan merupakan anak laki laki satu satunya, pada usia 22 tahun ibu dari bapak Hasan meninggal dunia, sementara adiknya masih kecil kecil, dan yang adik bungsunya masih sma kelas 1. Satu tahun setelah ibunya meninggal dunia, ayahnya menikah lagi dan


(51)

dikarunia 2 orang anak dari istri keduanya. Hal ini membuat keadaan semakin sulit, bapak Hasan harus menjadi kepala keluarga dan menjadi penanggung jawab adik adiknya, sehingga bapak Hasan tidak memikirkan untuk berumah tangga. Namun pada tahun 1991 bapak Hasan dijohkan oleh neneknya, sehingga pada tahun itu juga bapak Hasan menikah.

Bapak Hasan dikarunia 2 orang anak. Sehari hari bapak Hasan bekerja sebagai petani. Awalnya semua kegiatan dilakukan sendiri dan terkadang dibantu oleh istrinya dalam mengelolah lahan pertanian. Namun itu pun masih kurang, karna lahan pertanian yang cukup luas. Sehingga juga diperlukan tenaga orang untuk membantu pengerjaan lahan. Biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit, untuk satu orang pekerja dibayar dengan upah 60 ribu satu hari, dari jam 9 pagi sampai jam 5 sore. Upah 60 ribu tersebut merupakan upah bersih yang diterima, sementara untuk makan dan minum di tanggung sama pemilik lahan. Jadi kalau ditotal biaya yang dikeluarkan 90 ribu untuk satu orang. Biasanya bapak Hasan memperkerjakan 5 orang untuk sekali proses penggarapan .

Sejak lima tahun yang lalu bapak Hasan bergabung dengan kelompok tani batobo konsi. Biaya yang biasa dikeluarkan untuk sekali proses penggarapan yang mencapai 500 ribu bisa berkurang 80%. Karna dengan ikut batobo konsi. Bapak Hasan hanya melakukan barter tenaga antar sesama anggota. Sementara untuk makan dan minum tetap disediakan pemilik lahan. Selain itu juga banyak ilmu yang


(52)

didapat selama bapak Hasan bergabung dalam kegiatan batobo konsi ini, ada saling tukar pikiran antar sesama anggota. Mulai dari pengelolaan lahan sampai panen dilakukan.

5. Syafaruddin

Usia : 59

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Bapak Syafaruddin lahir dan dibesarkan di Desa padang ranah, setelah menyelesaikan sekolahnyadi tingkat Sekolah Menengah Atas ia mulai bekerja sebagai petani, sebelum bekerja dibidang pertanian ia pernah bekerja sebagai karyawan di perusahaan pabrik roti yang berjarak 4 jam dari desa padang ranah. Pada awalnya Bapak Syafaruddin bekerja sebagai petani dengan tujuan membantu orang tuanya. Ibunya merupakan tulang punggung keluarga, setelah ayahnya meninggal ketika Bapak Syafaruddin berumur 15 tahun. Sebagai anak pertama darilima bersaudara ia merasa memiliki tanggung jawab kepada keluarganya denganmenggantikan posisi ayahnya untuk bekerja dan menyekolahkan adik -adiknya. Bahkan setelah menikah ia tetap meneruskan usahanya menjadi petani, ia sudah merasa cocok dengan profesinya itu.


(53)

Lahan pertanian yang dimiliki bapak Syafaruddin ini merupakan warisan dari orang tuanya. Jenis tanaman yang ditanami adalah tanaman padi, namun terkadang setelah panen padi bapak Syafaruddin juga menanam sayuran seperti kacang panjang dan cabe. tahun pertama Bapak Syafaruddin menanam padi dan separuh tahun berikutnya menanam kacang panjang dan cabe. Menurut bapak Syafaruddin hal tersebut biasa dilakukan oleh petani di Desa padang ranah dalam setiap tahunnya.Berdasarkan penuturan Bapak Syafaruddin penghasilan dari hasil bercocok tanam dalam satu bulannya tergantung pada hasil panen dan tergantung pada nilai jual. Dalam aktifitas bertani hampir semua masyarakat di desa ini menggunakan sistem batobokonsi, mulai dari penanaman dan pemupukan sampai memanen hasil. Menurut Bapak Syafaruddin petani paling sering menggunakan sistem batobokonsi pada tanaman padi saja, sementara untuk berkebun masyarakat lebih memilih sendiri secara bertahap.

Adapun hambatan-hambatan yang pernah dialami Bapak Syafaruddin dalam bertani adalah kurangnya modal sehingga ia mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya.

6. Syarul

Usia : 30

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam


(54)

Bapak Syarul sudah 30 tahun tinggal di Desa padang ranah, beliau adalah salah satu dari beberapa petani yang belum berumah tangga tapi bisa dikatakan cukup berhasil sebagai petani, hal ini bisa dilihat di usianya yang masih muda ia dapat membeli sepeda motor dan membayar biaya kuliah dari hasil panennya sendiri. Yang membuat Ia bertahan menjadi petani adalah pekerjaan sebagai petani dapat disesuaikan waktunya dengan waktu ia sekolah. Selain itu menurut pak Syarulbekerja sebagai petani tidak terikat dengan aturan dari orang lain dengan kata lain bekerja sebagai petani yang Ia jalani bisa menjadi atasan bagi dirinya sendiri.

Menurut bapak Syarul masyarakat terdahulu di Desa padang ranah sudah menjalani hidup sebagai petani dan menggantungkan hidup dari hasil pertanian, bedanya petani terdahulu hanya menanami perkebunan dengan tanaman teh, kopi, tembakau dan ubi saja. Setelah kedatangan Belanda petani mengalami perkembangan pengetahuan mengenai pertanian meskipun masyarakat hanya mengenal jenis-jenis tanaman saja tanpa mengetahui bagaimana cara merawat tanaman, jenis pupuk apa yang bagus supaya hasil panennya maksimal. Setelah itu sekitar tahun 1980-an Belgia datang untuk memberikan penyuluhan tentang ilmu pertanian, mengenalkan berbagai macam tanaman dan membagi ilmu tentang bertani mulai dari penanaman dan cara merawat tanaman, serta mengolah hasil pertanian menjadi makanan.


(55)

Dari umur 18 tahun Ia sudah mulai bekerja sebagai petani, berawal dari membantu usaha orangtua yaitu bercocok tanam di kebun serta membantu memanen hasil tanamannya setiap pulang sekolah. Dari sanalah Ia mendapat uang saku sehingga menimbulkan ketertarikannya untuk memiliki usaha sendiri dalam bercocok tanam. Dari keseriusan Bapak Syarul dalam bertani membuat orang tuanya memberikan lahan kepadanya untuk dikelola sendiri.. Adapaun hambatan utama yang dialami pak Syarul adalah kurangnya modal saat akan menanam bibit serta keterbatasan lahan yang ia miliki sehingga hasil dari pertaniannya tidak terlalu besar.

Interpretasi data

Jika dilihat dari sejarahnya, batobokonsi terbentuk karena setiap individu tidak mampu mengerjakan lahan pertaniannya sendiri, setiap individu membutuhkan bantuan satu sama lain. Dari sinilah masyarakat setiap melakukan aktivitas pertanian selalu gotong royong yang istilah masyarakat desa padang ranah disebut batobokonsi.

Hal ini seperti yang dikemukan oleh seorang informan yang telah lama menetap didesa padang ranah


(56)

saya ikut dalam anggota batobokonsi ini ya karena saya ngak kuat kalau kesawah sendiri, kalau bayar upah orang mahal, tapi kalau ikut batobokonsi ini cuma tukar tenaga, kalau hari ini saya kesawah bapak itu, besoknya bapak itu yang kesawah saya. Udah gitu kalau setiap kamis malam kami para anggota ngumpul semua disurau, nantik disana kami bahas tentang cara nanam padi yang bagus, cara pemupukan yang benar, sampai cara panen. Batobokonsi ini sangat hemat biayalah pokoknya, nantik kalau orang orang lagi kerja ditempat saya, saya cukup menyediakan makan siang sama minuman dingin, kadang kalau ada panganan saya kasih juga “ ( Sudirman )

Begitu juga yang dikemukakan bapak Hendri

“ kalau ikut batobo konsi ini ngak rugilah kita, malah untung. Sistem batobokonsi ini sebenarnya sudah lama, udah hampir 20 tahunanlah. Tapi saya baru ikut baru 5 tahun, enaklah pokoknya, awak ngak perlu keluar biaya banyak, paling Cuma ngasih makan aja udah. Kerjaan cepat siap, karna saya kalau ngambil orang bisa 10 orang, jadi dalam satu hari siap “

Hal yang sama juga disampaikan oleh bapak Hasan yang telah lama jadi petani “ batobokonsi udah menjadi kegiatan turun temurun, ini dimulai karna saya tidak ada biaya untuk membayar upah yang relatif tinggi, dulu awalnya Cuma sama sanak keluarga, tapi sekarang udah jadi anggota batobokonsi, semua semua jadi gampang, cepat, ngak ada kendalalah pokoknya. Hasil panen kami pun makin hari makin bagus, orang kami swekali seminggu ngumpul, saling cerita, saling ngasih masukanlah “


(57)

4.3 Sistem Kekerabatan Pada Masyarakat Petani Desa Padang Ranah, Kecamatan Sijunjung

4.3.1 Pemerintah Kabupaten

Mengutip dalam Raharjo (2004: 163) menjelaskan bahwa lembaga sosial memilki beberapa karakteristik yang terlekat padanya. Beberapa diantaranya adalah: tiap lembaga memiliki nilai-nilai pokok yang bersumber dari para anggotanya, dan pelbagai lembaga dalam suatu masyarakat memiliki keterkaitan satu sama lain (periksa Bruce J. Cohen, terjemahan Bina Aksara, 1983).

Menyangkut proses keberadaannya, lembaga bisa diciptakan dengan sengaja seperti yang terjadi pada sebuah organisasi, di samping juga ada yang tercipta secara tidak sengaja. Contoh dari jenis pertama misalnya lembaga hutang-piutang, lembaga pendidikan, dan lainnya. Untuk masyarakat desa yang masih bersahaja, keberadaan dan peran dari jenis lembaga yang kedua tersebut sangat penting. Proses pembentukannya yang lama dan topangan adat-istiadat yang menjadi akar keberadaanya mengakibatkan sangat kuat dan besarnya semacam ini umumnya sulit berubah (Raharjo, 2004: 163).

Dalam pasal 104 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa, Badan Perwakilan Daerah atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi


(58)

masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Raharjo, 2004: 178).

Pemerintah kecamatan sijunjung terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa (BPD), antara pemerintah desa dengan BPD dapat melakukan kerjasama dan bermitra dengan baik untuk menciptakan roda pemerintahan kecamatan sijunjung yang baik dan dapat melayani masyarakat dengan baik.

4.3.2 Pemerintah Desa

Pemerintahan Desa Padang Ranah sendiri dipimpin oleh kepala desa dan didukung oleh sekretaris desa, kepala-kepala urusan dan juga didukung oleh para kepala dusun se-Desa Padang Ranah.

Jumlah personil pemerintahan desa adalah sebagai berikut :

Kepala Desa : 1 orang

Sekretaris Desa : 1 orang

Kepala Urusan : 5 orang

Kepala Jorong : 3 orang

Staf Pembantu : 2 orang


(59)

Badan Permusyawaratan Desa Padang Ranah adalah suatu lembaga yang lahir dari tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, ketua jorong, golongan fraksi dan lain lain. Dalam proses penetapan pengurus BPD dilakukan dengan musyawarah/mufakat. Adapun jumlah pengurus BPD Desa Padang Ranah ada 8 orang, terdiri dari :

Ketua : Zulfahendri

Wakil Ketua : Feriadi

Sekretaris : Mona Lisa

Anggota :1. Nurzali

2. Datuak Kotik endah

3. Bahrudin

4. Mahmud

5. Ahmad rasyid

4.3.3 Koperasi Unit Desa (KUD)

Adapun tujuan pokok dari Unit Desa ini adalah: (1) menjamin terlaksananya program peningkatan produksi pertanian, khususnya produksi pangan, dan (2) memberikan kepastian kepada masyarakat desa bahwa mereka dapat


(60)

meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dengan demikian Unit Desa mengemban fungsi-fungsi penyuluhan pertanian (modern), pengolahan dan peningkatan produksi pertanian, serta juga harus dapat menjamin perkembangan ekonomis wilayahnya (Raharjo, 2004: 184).

Berdasarkan hasil penelitian di Desa Padang Ranah KUD difungsikan sebagai sarana simpan pinjam bagi warga desa untuk meningkatkan kesejahteraan warga khususnya dibidang pertanian.

Hal inidiungkapkan oleh salah satu informan yaitu:

“Ya bisa membantu perekonomian di sini, terus kalo mau minjam pun gampang terus jadi lebih sering ketemu dengan orang lain yang juga anggota di sini, banayak untungnyalah kalo jadi anggota koperasi ini apa apa jadi ngampang, awak mau minjam duit pun gampang.”( Zulkifli )

Hal ini juga ditegaskan oleh:

“Lumayan membantulah dek, kalau ada koperasikan kami bisa ngambil barang keperluan pertanian dulu misalnya mau beli bibit,beli pupuk bayarnya nantik nunggu akhir pekan, ngutanglah istilahnya. Bukan Cuma keperluan pertanian aja yang bisa diutangin, keperluan sehari – hari kayak beras, minyak bahkan duit pun bisa. Interaksi sesame warga pun sering, karna sering jumpa dikoperasi.”( Sudirman )


(61)

Hal ini juga didukung oleh:

“Dulu sebelum ada koperasi payah, tau lah orang kampung ini, dapat duit Cuma sekali seminggu. Kalau lagi ngk ada duit buat beli bibit ya terpaksa ngutanglah dikoperasi, nantik kalau udah ada uang bayar, untung orang koperasinya ngerti pulak sama keadaan kami.”( Hasan )

Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa masyarakat Desa Padang Ranah memanfaatkan adanya Koperasi Unit Desa dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam mengolah sistem pertanian sehingga dapat mensejahterakan ekonomi keluarga. Selain itu juga, KUD berperan penting dalam menguatkan rasa solidaritas sosial di antara masyarakat petani Desa Padang Ranah.

4.3.4 Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK)

Mengingat pentingnya peran PKK dalam strategi pembangunan masyarakat desa, maka ditetapkan peraturan perundangan tersendiri bagi eksistensinya, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 1984. Dalam Kepmen ini dinyatakan bahwa yang dimaksud KPK adalah gerakan pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah dengan wanita sebagai motor penggeraknya untuk membangun keluarga sebagai unit atau kelompok terkecil dalam masyarakat guna menumbuhkan, menghimpun, mengarahkan dan membina keluarga guna mewujudkan keluarga sejahtera ((Raharjo, 2004: 179).


(62)

Mengutip dalam Raharjo (2004: 180) bahwa dalam kegiatannya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga itu, PKK terkenal dengan 10 program pokoknya, yakni:

- Penghayatan dan pengamalan Pancasila - Gotong Royong

- Sandang - Pangan

- Perumahan dan tata laksana rumah tangga - Pendidikan dan keterampilan

- Kesehatan

- Mengembangkan kehidupan berkoperasi - Kelestarian lingkungan hidup

- Perencanaan sehat

Pada Desa Padang Ranah kegiatan PKK dilaksanakan oleh ibu-ibu rumah tangga yang mendukung perkembangan desa menjadi lebih maju dalam segala hal khususnya perkembangan pembangunan desa.

Seperti yang dikemukakan oleh:

“Kalau ada perkumpulan gini enak dek, nantik tiap minggu kami kami ngumpul dibalai desa, paling kalau kegiatan kami menanam tumbuhan obatlah, kayak serei, kunyit, lengkuas, kan selain bisa buat obat juga bisa buat bumbu dapur. Kan dibelakang kantor desa lumayan luas itu tanah


(63)

kosongnya, nantik kami Tanami singkong sama sayuran, kalau yang magarin bapak bapak lah dek.”( Fifi)

Hal ini juga diungkapkan oleh

“Ibu jadi anggota pkk ini sejak gadis, udah mau jalan 10 tahun lah, dulu awalnya ngak jelas juga arahnya kemana, tapi lama kelamaan, ganti ketua, ganti pengurus, udah jadi jelas lah kegiatannya. Ada kegiatan mingguan, itu kami adakan hari minggu, karna hari minggu kan hari libur, karna anggota pkk ini kan dari semua kalangan, ada pegawai, ada pns juga, banyak lah manfaatnya dek, selain ibik ibuk bisa kompak dalam mengurus desa, banyak hasil juga yang didapat kalau sudah panen dikebun kami.”( Busni )

Hal ini juga ditegaskan oleh

“Oh, ibuk baru dua tahun ini bergabung, karna baru ditempatkan tugas dipuskesmas sini, jadi gabunglah sama ibik ibuk ini. Walaupun masih anggota baru, ibuk ibuk yang lain ngk pelit ilmu, nantik diajarkan ini kek mana cara nanamnya, dulu ibuk tinggal di bukittinggi, ada juga pkk Cuma ibuk ngk jadi anggota.”( Rini )

Dari pernyatatan perntayaan diatas data disimpulkan bahwa kegiatan pkk dapat mencitakan kebersamaan, khususnya dikalangan ibu-ibu. Hal ini juga berpengaruh pada kegiatan lain seperti pada saat adanya gotong royong / batobo


(1)

4.8 Kehidupan Dasar Keluarga Petani

4.8.1 Pendapatan dan Pengeluaran Petani Perbulannya

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, didapatkan data bahwa pendapatan dari bertani dan pengeluaran tidak sesuai dengan kebutuhan mereka, hal ini terjadi akibat nilai jual hasil panen yang semakin lama semakin menurun. Sedangkansaat ini harga barang meningkat, jadi para petani sebisa mungkin harus berusaha berhemat agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini seperti yang disampaikan salah satu informan berikut :

“Penghasilan tergantung usaha, gak menentu kalo lagi berhasil lumayan tapi kalo lagi enggak hasilnya cukup

-cukup untuk makan aja, belum lagi kebutuhan yang lain. Apa lagi harga beras naik turun kadang mahal kadang murah, sedangkan kebutuhan meningkat. Pendapatan sebulan kalau cuma hasil jual beras Cuma 1.500.000 kalo untuk kebutuhan sehari–hari harus dihemat karena untuk kebutuhan anak sekolah,”. ( Hasan )

Hal senada juga disampaikan informan berikut :

“Paling perbulannya kurang lebih Rp 2.000.000 penghasilan sama pengeluaran hampir sama, kadang pengeluaran lebih. Anak saya tiga tapi dua yang menjadi tanggungan saya karena yang paling besar setelah tamat SMA gak lanjut sekolah lagi, bertani juga uda mandiri”. ( Nasril )


(2)

“lahan kami kecil dek, jadi kadang hasil panen pas pas buat makan, nantik kalau buat kebutuhan sehari hari hasil kerja serabutanlah, ngak nentu kalau hasil kerja serabutan berapa “ ( Sudirman )

Menurut para petani hasil dari bertani saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, adapun salah satu upaya yang dilakukan petani dalam pemenuhan kebutuhan keluarga mereka adalah dengan harus menghemat, selain menghemat beberapa petani juga memiliki pekerjaan sampingan untuk tambahan pendapatan.


(3)

BAB V PENUTUP 5. 1 Kesimpulan

1. Sijunjung mayoritas kehidupan warga desa padang ranah sangat tergantung pada hasil-hasil pertanian, sehingga sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Aktifitas bertani dan berkebun merupakan kegiatan utama masyarakat yang dilakukan untuk menunjang perekonomian keluarga.

2. Dalam menjalani aktivitas bertani sistem kerja yang dilakukan petani secara tolong menolong. Tolong-menolong antara sesama petani desa padang ranah disebut dengan batobokonsi. Sikap tolong-menolong inilah yang membuat berbagai hambatan serta kesulitan yang dihadapi para petani dapat dilalui dan ditemukan solusinya.

3. batobokonsi terbentuk dimulai sejak berkembangnya aktifitas bertani di desa ini, para petani merasa tidak sanggup mengerjakan lahan masing-masingsendiri sehingga merekamengadakan sistem tolong-menolong yang berawal dari gotong royong atau tolong-menolong antara sesama petani yang masih memiliki ikatan keluarga hingga akhirnya saling tolong menolong antara sesama petani di desa padang ranah.


(4)

bibit, perawatan tanaman, memupuk tanaman, membabat rumput atau memberantas hama sampai memanen hasil pertanian.

5. 2 Saran

1. Bagi para petani di Desa padang ranah, agar mereka dapat mempertahankan persatuan dan kebersamaan dalam menjalankan usaha bertanikhususnya sistem batobokonsiyang berlangsung. Hendaknya tidak bekerja secara individu-individu, para petani harus kompak dan saling menolong agar hambatan-hambatan serta kesulitan dalam bertani dapat dihadapi bersama-sama termasuk masalah modal, jika mereka solid sikap tolong-menolongnya maka hambatan modal usaha ataupun masalah tidak akan menghambat aktivitas bertani mereka.

2. Bagi pemerintah, dalam hal ini pemerintahan kabupatensijunjunghendaknya dapat membangun sarana dan prasarana yang baik agar dapat digunakan para petani. seperti memperbaiki jalan akses menuju ke lokasi pertanian, hambatan utama para petani ketika menuju lokasi pertanian kondisi jalan yang belum diaspal. Agar pemerintah lebih meningkatkan perhatian pada para petani sehingga kehidupan petani secara luas bisa terbantu, mulai keluhan soal gagal panen karena serangan hama, nilai jual yang menurun dan berbagai keluhan lainya yang disebabkan oleh cuaca.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Sulisarsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor. Ghalia Indonesia

BPS, 2012 Dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Mei, 2012, Jakarta BPS Indonesia.

Budiman, Arif. 1992. Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.

Damsar. 2000. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

………. 2002. PengantarSosiologi Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Fukuyama, Francis. 2002. Trust Kebajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran.

Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Hasbullah, Jousari. 2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia). Jakarta: MR-United Press.

Ibrahim, Jabal. 2003. Sosiologi Pedesaan.Malang. Universitas Muhammadiyah Malang


(6)

Narwoko J. DWI. Suryanto Bagong. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Raharjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan Dan Pertanian. Yogyakarta. Gajah Mada University Press

Ramadhan, Muhammad.2009, Hubungan Sosial Tekulak dan Petani ( studi kasus : Hubungan Patron Clien Pada Masyarakat Petani Di Desa Kampung Mesjid, Kecamatan Kualuh Hilir, Kabupaten Labuhan Batu). Skripsi, Tidak Diterbitkan. Medan : Departemen Sosiologi Universitas Sumatra Utara. Sunarto, Kamanto.2003. pengantar Sosiologi. Jakarta: Indonesia University press Sumadi, Suryabrata.2002. Metode Penelitian. Jakarta: PT RajaGrafindo persada Soekanto, Soerjono.2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo. ... .1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.

Soekartawi.1999. Agrobisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suwondo, Bambang.1983. Sistem Gotong Royong Dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Sumatera Barat. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Tambunan, Tulus. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian. Jakarta: Berapa Isu Penting, Ghalia Indonesia.

Sumber lain : (http://www.sijunjung.go.id/?mod=konten&menu=Kependudukan, diakses tanggal 22 mei 2015 jam 10.16 wib )

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Sijunjung diakses tanggal 2 Mei 2015 pukul 12.31