Lignin Komponen Sekam Padi .1 Selulosa

10 Berdasarkan derajat polimerisasi DP dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida NaOH 17,5, selulosa dapat dibedakan atas 3 jenis yaitu : 1. Alfa selulosa adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5 atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi DP 600- 1500. Alfa selulosa dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α 92 memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahanbaku utama pembuatan propelan . 2. Beta selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5 atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. 3. Gamma selulosa adalah selulosa berantai pendek, larut dalam NaOH 17,5 atau basa kuat dengan DP kurang dari 15 Fengel dan Wagener, 1995. Bervariasinya struktur kimia selulosa α, β, γ mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah- daerah amorf sangat mudah dicapai dan mudah bereaksi, sedangkan gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerah - daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi alkali maupun dalam esterfikasi asam Sjostrom, 1995

2.2.2 Lignin

Lignin merupakan komponen makromolekul ketiga dari kayu. Struktur molekul lignin sangat berbeda bila dibandingkan dengan polisakarida karena terdiri dari sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit fenil propana. Lignin ada Universitas Sumatera Utara 11 di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel lamela tengah yang menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis yang besar Sjostrom, 1995. Delignifikasi dengan alkali menyebabkan pecahnya ikatan eter antara unit- unit fenil propana, menurunkan bobot molekul dan menghasilkan gugus hidroksil fenol bebas. Reaksi yang terjadi akan menaikkan hidrofilitas lignin sehingga mudah larut. Lignin merupakan polimer dengan struktur aromatik yang terbentuk melalui unit-unit fenilpropan yang berhubungan secara bersama oleh beberapa jenis ikatan yang berbeda. Lignin tersusunataskarbon, hidrogen, danoksigen. Jumlah lignin yang terdapat dalam tumbuhan yang berbeda sangat bervariasi berkisar antara 20 - 40. Bentuk lignin berupa zat padat, amorf, berwarna coklat yang tidak dapat larut dalam air dan sebagian besar pelarut organik Robinson, 1995. Lignin adalah suatu polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi, tersusun atas unit-unit fenilpropan. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan oksigen, lignin bukanlah suatu karbohidrat dan bahkan tidak ada hubungannya dengan golongan senyawa tesebut. Lignin sangat stabil dan sukar dipisahkan dan mempunyai bentuk yang bermacam-macam karenanya susunan lignin yang pasti di dalam kayu tetap tidak menentu. Lignin bersifat termoplastik artinya lignin akan menjadi lunak dan dapat dibentuk pada suhu yang lebih tinggi dan keras kembali apabila menjadi dingin Hardjono, 1995. Struktur lignin mengalami perubahan di bawah kondisi suhu yang tinggi dan asam. Pada reaksi dengan temperatur tinggi mengakibatkan lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa. Pada suasana asam, Universitas Sumatera Utara 12 lignin cenderung melakukan kondensasi, yakni fraksi lignin yang sudah terlepas dari selulosa dan larut pada proses pendidihan. Dimana peristiwa ini cenderung menyebabkan bobot molekul lignin bertambah, dan lignin terkondensasi akan mengendap Taherzadeh, 2007. Lignin merupakan polimer kompleksphenylpropana, amorf, bersifat aromatis 1,3 dengan indeks bias 1,6. Berat molekul 1500-2000 yang bervariasi dengan jenis kayu.Kadar lignin dalam kayu 20-30.Lignin merupakan bagian yang tidak diinginkan dalam pulp, sehingga harus dihilangkan atau diputihkan sesuai dengan mutu pulp yang diinginkan. Hal ini disebabkan oleh lignin yang mempunyai sifa tmenolak air hidrofobik dan kaku sehingga kandungan lignin dalam pulp akan menyulitkan penggilingan. Lignin dapatdijumpai pada tumbuh- tumbuhan sebagai zat perekat yang berhubungan dengan kekuatan kayu Sjostrom, 1995.

2.2.3 Hemiselulosa