Persatuan Daya B. STRATEGI PARTAI GOLKAR DALAM MENGHADAPI PEMILUKADA TAHUN 2010 DI KABUPATEN BOYOLALI

commit to user Tabel 1 Perolehan Kursi DPR pada Pemilu 1955

A. Partai-Partai yang berhasil mendapat Kursi di DPR

1. Partai Nasional Indonesia 2. Majilis Syuro Muslimin Indonesia 3. Nahdlatul Ulama 4. Partai Komunis Indonesia 5. Partai Serikat Islam Indonesia 6. Partai Kristen Indonesia 7. Partai Katolik 8. Partai Sosialis Indonesia 9. Pergerakan Tarbiyah Islam 10. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia 11. Gerakan Pembela Pancasila 12. Partai Rakyat Nasional 13. Perserikatan Pegawai Polisi RI 14. Murba 15. Pemuda Republik Indonesia 16. Partai Buruh 17. Partai Republik Indonesia Merdeka 18. Aksi Kemenangan Umat Islam 19. Angkatan Comunis Indonesia 20. Partai Politik Tharikat Islam Indonesia 21. Partai Rakyat Djelata 22. Partai Indonesia Raya-Wongso Nagoro 23. Partai Indonesia Raya-Hazairin 24. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia 25. Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia 26. Grinda

27. Persatuan Daya B.

Perorangan yang berhasil mendapat kursi di DPR 1. R. Soedjono Prawirosoedarso Sumber: Golkar Pasca Pemilu 1992 commit to user Setelah berbagai kampanye yang ramai dan cukup melelahkan, akhirnya muncul empat kekuatan partai politik terbesar yang sekaligus keluar sebagai “pemenang” Pemilu pertama itu. Partai politik pemenang tersebut adalah Partai Nasionalis Indonesia PNI, Masyumi, NU, dan Partai Komunis Indonesia PKI. Masuknya PKI dalam empat besar tersebut memang sudah diprediksi oleh banyak pengamat politik, tetapi tetap saja perolehan suara yang begitu besar jika dibandingkan partai-partai lain semisal Partai Sarikat Islam Indonesia PSII, Partai Murba atau Partai Sosialis Indonesia PSI merupakan sebuah hal yang mengejutkan. Kemenangan PKI ini sendiri secara khusus merupakan ancaman bagi lawan-lawan politiknya, baik dari kalangan partai atau pun kelompok lain, khususnya militer. PKI menjadi partai yang sangat dominan dalam politik Indonesia disebabkan karena bersatunya tiga golongan utama republik ini, nasionalis, agama dan komunis. Hal ini dapat menjadi pertanda bahwa eksistensi PKI diakui dan semakin terbuka peluang untuk berkembang. Politik Presiden Soekarno dalam masa Demokrasi Terpimpin ini terlihat cenderung memberi ”ruang” yang cukup pada kekuatan politik pemenang Pemilu tahun 1955, sehingga iklim politik tersebut menguntungkan PKI untuk mengembangkan kekuatannya. Hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan di pihak militer AD. commit to user Dengan kekhawatiran dan kecemasan dari pihak militer AD tersebut akhirnya militer pada bulan oktober tahun 1964 membentuk Secretariat Bersama Sekber Golongan Karya yang merupakan menjadi cikal bakal terjadinya Partai Golkar. Timbulnya Rencana terbentuknya Sekber Golkar untuk pertama kali adalah berawal dari Jenderal A.H Nasution bersama dengan anggota-anggota militer lainya yang bertujuan untuk mengimbangi kekuatan PKI. Sekber Golkar ini pertama kali terbentuk branggotakan organisasi-organisasi seperti Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia SOKSI, Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong MKGR, Koperasi Serbaguna Gotong Royong KOSGORO dan Seni Budaya Islam HSBI, dimana setiap organisasi masa tersebut ada petinggi-petinggi ABRI yang menduduki jabatan penting. Selain gabungan dari organisasi tesebut masih ada oragnisasi seperti Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI serta Ikatan Pemuda Pelajar Idonesia yang menghindar dari intervensi dan pengaruh PKI yang kemudian bergabung dengan sekretaris bersama golongan karya. “Sekber Golkar didirikan pada tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar ini lahir karena rongrongan dari PKI beserta ormasnya dalam kehidupan politik baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin meningkat. Sekber Golkar ini merupakan wadah dari golongan fungsionalgolongan karya murni yang tidak berada dibawah pengaruh politik tertentu. Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional Sekber Golkar adalah untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Semula anggotanya berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang hingga mencapai 291 organisasi.” commit to user http:www.sekretariatgabungan.infocontentpartai-golkar Dari kutipan diatas terlihat sangat jelas bahwa pengaruh PKI di Indonesia sangatlah ditentang oleh semua kalangan al ini terlihat sangat pesatnya perkembangan anggota Sekber Golkar dari 61 organisasi menjadi 291 organisasi. Organisasi yang menjadi anggota Sekber Golkar termasuk dari kalangan organisasi profesi PGRI,ABRI, kepemudaan Pemuda Pancasila,HMI, Pemuda Katholik, Pelajar Islam Indonesia , serta dari golongan agama Muhammadyah, Nahdlatul Ulama. Kemudian pada tahun 1965 meletuslah pemberontakan 30 September yang dilakukan oleh PKI, namun atas kesigapan dari ABRI dengan mementuk sekber golkar pemberontakan yang dilakukan oleh PKI tersebut dapat digagalkan dan sejak tahun 1966 organisasi PKI dibubarkan dan petualangan politik PKIpun terhenti karena adanya organiasi Sekber Golkar. Dengan runtuhnya kekuasaan PKI dalam kehidupan politik Indonesia maka berakhir juga kekuasaan dari Presiden Soekarno yang digulingkan oleh ABRI karena dianggap sebagai seorang dictator. Dari sinilah kekuasaan 32 tahun era orde baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dimulai dan kehidupan politik Indonesia dikuasai oleh Partai Golkar dari tahun 1966 sampai pada 1988 . Pada tahun 1971 dilakukan pemilu untuk pertama kalinya di zaman orde baru, lalu menjelang Pemilu commit to user tersebut tercapai kesepakatan diantara ormas-ormas besar yang menjadi tulang punggung Sekber Golkar untuk menjadikan Golkar sebagai peserta pemilu. Namun perubahan Sekber Golkar menjadi Golkar secara resmi baru dilakanakan 17 Juli 1971, dua minggu setelah pemilu pertama melalui musyawarah Sekber Golkar. Pemilu pertama yaitu pada tahun 1971 yang di ikuti oleh sepuluh partai dan pemilu selanjutnya pada tahun 1977,1982,1987, 1992, 1997 yang terdiri dari dua partai poltik dan satu organisasi pada masa orde baru tersebut mutlak menjadi kemenangan Golkar, sedangkan partai politik yang lainya hanyalah sebagai lambang demokrasi semu yang ada pada masa orde baru. Perolehan Suara Pemilu 1971 Nama Organisasi Politik Persentase 1. Golkar 2. NU 3. PNI 4. Parmusi 5. PSII 6. Parkindo 7. Partai Katholik 8. Perti 9. IPKI 10. Murba 62,80 18,67 6,94 5,36 2,39 1,34 1,10 0,70 0,62 0,09 Sumber: Golkar Pasca Pemilu 1992 commit to user Perolehan Suara Pemilu 1977 Nama Organisasi Politik Persentase 1. Golkar 2. Partai Persatuan Pembangunan PPP 3. Partai Demokrasi Indonesia PDI 62,80 27,12 10,08 Sumber: www.syarikatindonesia.com Perolehan Suara Pemilu 1982 Nama Organisasi Politik Persentase 1. Golkar 2. Partai Persatuan Pembangunan PPP 3. Partai Demokrasi Indonesia PDI 62,80 27,12 10,08 sumber: www.syarikatindonesia.com Perolehan Suara Pemilu 1987 Nama Organisasi Politik Persentase 1. Golkar 2. Partai Persatuan Pembangunan PPP 3. Partai Demokrasi Indonesia PDI 68,34 27, 78 7, 88 Sumber: www.syarikatindonesia.com Perolehan Suara Pemilu 1992 Nama Organisasi Politik Persentase 1. Golkar 68,10 commit to user 2. Partai Persatuan Pembangunan PPP 3. Partai Demokrasi Indonesia PDI 17,01 14,89 Sumber: www.syarikatindonesia.com Perolehan Suara Pemilu 1997 Nama Organisasi Politik Persentase 1. Golkar 2. Partai Persatuan Pembangunan PPP 3. Partai Demokrasi Indonesia PDI 68,10 17,00 14,90 Sumber: www.syarikatindonesia.com Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa dominasi Golkar pada masa orde baru sangat dominan, hal ini terjadi karena Ketua Dewan Pembina Golkar adalah Presiden Soeharto yang pada saat itu menjabat Presiden sebagai kepala Negara dan dengan menjadi presiden tersebut mendapatkan gelar Panglima Tertinggi ABRI. Dari jabatan yang diperoleh Dewan Pembina Golkar sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai panglima tertinggi ABRI, dengan sangat mudah mensiasati perolehan suara Golkar dalam Pemilu. Pada saat itu ada tiga kekuatan yang dimiliki oleh GOLKAR yang sering disebut dengan “ABG” yaitu A ABRI, B Birokrasi, dan G tiga pilar organisasi dalam secretariat bersama golongan karya, yaitu Sentral Organisasi Karyawan commit to user Swadiri Indonesia SOKSI, Muyawarah Kekeluargaan Gotong Royong MKGR, Koperasi Serbaguna Gotong Royong KOSGORO. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI adalah merupaka n tokoh sentral dalam pemenangan Golkar dalam pemilu. K ekuasaan Orde Baru adalah sejarah neo-fasisme militer, yaitu suatu pemerintahan yang dibangun dengan cara mengandalkan elitisme, irasionalisme, nasionalisme dan korporatisme. Ciri dari Pemerintahan neo-fasisme militer ini adalah mengandalkan kekuatan militer untuk menghancurkan organisasi-organisasi massa kekuatan sipil dan menghilangkan semua gerakan militan Iswandi, 1998: 61. Bibit-bibitnya telah muncul sejak masa Demokrasi Terpimpin, dan diaplikasikan nyaris sempurna pada masa Orde Baru. Meskipun ketetapan bahwa Tentara Nasional Indonesia TNI sebagai kekuatan sosial baru dikukuhkan pada tahun 1982, yaitu melalui UU No. 201982, namun prakteknya peran sosial-politik TNI telah berjalan sejak tahun 1960-an. Terutama, sejak Soeharto berkuasa pada tahun 1966, peran sosial-politik TNI semakin membesar. Peran sosial-politik TNI ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan dwi fungsi ABRITNI. Konsep dwi fungsi TNI pertama kali dilontarkan oleh Abdul Haris Nasution pada peringatan ulang tahun Akademi Militer Nasional AMN pada 12 November 1958 di Magelang, dan istilah dwi fungsi diperkenalkan kemudian pada rapat pimpinan Polri di Porong tahun 1960. Dwi fungsi commit to user merupakan istilah untuk menyebut dua peran militer, yaitu fungsi tempur dan fungsi pembina wilayah atau pembina masyarakat Nasution, 2001: 3. Nasution menganggap bahwa, TNI bukan sekedar sebagai alat sipil sebagaimana terjadi di negara-negara Barat dan bukan pula sebagai rezim militer yang memegang kekuasaan negara. Dwi fungsi merupakan kekuatan sosial, kekuatan rakyat yang bahu-membahu dengan kekuatan rakyat lainnya. Agar keberadaan militer di bidang sosial-politik diakui, maka pemerintah militer Orde Baru melakukan langkah-langkah yuridis sebagai berikut: 1 memasukkan dwi fungsi ABRI dalam GBHN tentang ABRI sebagai modal dasar pembangunan; 2 UU No. 201982 tentang Pokok-pokok Hankam Negara; 3 UU No. 21988; dan 4 UU No. 11989. Dua produk UU yang terakhir merupakan penyempurnaan dari produk UU sebelumnya. Setidak-tidaknya, terdapat tiga peran militer pada masa Orde Baru yang berakibat buruk bagi kehidupan demokrasi. Pertama adalah menempati jabatan-jabatan politis seperti menteri, gubernur, bupati, anggota Golkar dan duduk mewakilinya dirinya di DPR. Misalnya, pada tahun 1966, anggota militer yang menjadi menteri sebanyak 12 orang dari 27 anggota kabinet dan 11 anggota militer yang menempati jabatan strategis di departemen- departemen urusan sipil. Di DPR, sebanyak 75 anggota militer duduk mewakili militer. Di tingkat daerah, pada tahun 1968, sebanyak 68 gubernur dijabat oleh anggota militer, dan 92 pada tahun 1970. Sementara, pada commit to user tahun 1968, terdapat sebanyak 59 bupati di Indonesia berasal dari anggota militer. Kemudian pada tahun 1973, jumlah militer yang menjadi menteri sebanyak 13 orang; sebanyak 400 anggota militer dikaryakan di tingkat pusat, dan 22 dari 27 gubernur di Indonesia dijabat oleh militer. Hingga tahun 1982, sebanyak 89 jabatan-jabatan strategis di tingkat pusat yang berkaitan dengan persoalan sipil dijabat oleh anggota militer. Kemudian paska pemilu 1987, sebanyak 80 anggota DPR dari Fraksi ABRI dan sebanyak 34 perwira senior menjadi anggota DPR melalui Fraksi Golkar. Kemudian, 120 anggota militer terpilih sebagai pimpinan Golkar daerah dan hampir 70 wakil daerah dalam kongres nasional Golkar berasal di militer. Jumlah fraksi ABRI di DPR juga meningkat dari 75 menjadi 100. Kenaikan ini dianggap tidak layak, karena jumlah ABRI hanya 500.000 orang 0,3 dari jumlah penduduk Indonesia tetapi mendapatkan kursi 20 di parlemen Cholisin, 2002 dan Pakpahan, 1994 dalam www.mashudiblog.com. S elain ABRI, terdapat juga Birokrasi yang menjadi ujung tombak lain dari Golkar untuk mendulang suara dari pemilu. Pemilu adalah pesta rakyat yang dimana dalam penyelenggaraanya dipegang oleh pemerintah dibawah pimpinan Presiden. Untuk melaksanakan pemilu Presiden membentuk Lembaga Pemilihan Umum LPU yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang beranggotakan atas menteri dan pejabat tinggi Negara. Hal yang sama juga terlihat dalam panitia pemilihan, mulai dari tingkat pusat Panitia commit to user Pemilihan Indonesia=PPI sampai dengan tingkat daerah Panitia Pemilihan Daerah Idan II. Hal serupa juga terjadi pula pada panitia pengawas, baik di pusat Panitia Pengawas Pelaksana Pemilu Pusat = Panwaslakpus yang diketuai oleh Jaksa Agung maupun didaerah panwaslakda yang diketuai oleh aparat kejaksaan diwilayah masing-masing Bahkan, didalam struktur pelaksana pemilu tingkat terendah tingkat desakalurahan, yaitu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara KPPS dan Panitia Pendaftaran Pemilih Pantarlih, semua anggotanya juga terdiri atas unsur pemerintah. Dalam pelaksanaan pemilu, pemerintah merupakan pelaksana tunggal berbagai pemilu selama orde baru, maka Golkar mendapatkan kemudahan dalam segala hal pada saat pemilu karena Golkar merupakan partai pemerintah. Untuk menunjang suara Golkar disaat pemilu adalah dengan pembentukan KORPRI adalah untuk menampung seluruh Pegawai Negeri Sipil PNS dalam suatu organisasi yang kemudian disusul dengan penetapan undang-undang monoyalitas kepada Pemerintah yang tidak lain adalah Golkar. Dengan pembentukan organisasi ini, secara tidak langsung Golkar dapat berkampanye selama 5 tahun dari pemerintah pusat, daerah Provinsi dan Kabupaten, kecamatan hingga tatanan pmerinahan paling rendah yaitu desa atau kelurahan. Sedangkan dua partai yang lain PPP dan PDI hanya boleh berkampanye lima tahun sekali dan hanya mendirikan kantor sampai commit to user dengan tingkat kabupaten sehingga membentuk “floating mass” yang kemudian dimanfaatkan Golkar untuk mendapatkan suara terbanyak. Dari dua senjata utama Golkar diatas masih terdapat satu ujung tombak yang tersisa yaitu organisasi-organisasi yang menjadi tulang punggung Sekber Golkar pada saat pemberantasan PKI pada tahun 1966, organisasi ini berfungsi untuk mengkoordinir organisasi yang bernaung dibawah Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia SOKSI, Muyawarah Kekeluargaan Gotong Royong MKGR, Koperasi Serbaguna Gotong Royong KOSGORO untuk menyalurkan aspirasi atau suaranya kepada Golkar. Strategi-strategi yang dilakukan Golkar tersebut sangat efektif selama 32 tahun dari tahun 1966 sampai dengan tahun 1998, terlihat dari hegemoni Golkar selama masa orde baru yang tidak dapat digoyahkan oleh kelompok politik manapun. Namun setelah brgulirnya reformasi , masa rezim orde baru runtuh,pengaruh dari Golkarpun semakin hilang yang kemudian berubah menjadi Partai Golkar yang dimana merupakan partai baru dengan konsep baru yang mendeklarasikan sebagai partai reformis, dwi fungsi ABRI yang menjadi ujung tombak orde baru dihapuskan dan dipisahkan dengan kehidupan pemerintahan serta politik, Pemilu sendiri dilaksanakan oleh badan Independen dengan dibentuknya Komisi Pemilihan Umum berdasarkan UU commit to user no. 3 Tahun 1999 serta penerapan netralitas Pegawai Negeri Sipil di dasarkan pada Undang-undang no. 49 Tahun 1999. Hal ini berakibat penurunan drastis perolehan suara Partai Golkar dari pemilu 1999 diikuti 48 peserta partai politik, Partai Golkar menduduki urutan perolehan suara no dua dengan persentase 22,44 dibawah PDI-P yang memperoleh perolehan suara sebesar 33,12. Sedangkan tahun 2004 diikuti oleh 24 partai politik, Partai Golkar mendapatkan 21,58 suara dan mengatarkan Partai Golkar sebagai pemenang pemilu dan unggul dari PDI- P18,53. Dan yang terakhir pada tahun 2009 yang diikuti 38 partai politik nasional dan enam partai politik local yang berada di Aceh dimana Partai Golkar 14,45 menduduki posisi kedua setelah Partai Demokrat 20,85 menjadi pemenangnya. Kendati pada tahun 2004 Partai Golkar menjadi pemenang pemilu, perolehan suara yang didapat sangat jauh berbeda dari perolehan suara pada saat era orde baru ang selalu menembus prsentase diatas 60. PelaksanaanPemilu 2004 berbeda dengan pemilu 1999 atau pemilu pada masa era orde baru, pada pemilu 2004 terdapat pemilihan kepala daerah yang didasarkan atas Undang-undang no. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pada pasal 24 ayat 5 lima dan Pasal 56 ayat 1 satu dan 2 dua. UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 24: commit to user 5 Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 56: 1 Kepala daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. 2 Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dari kutipan diatas dapat dijelaskan bahwa dalam pemilihan kepala Pemilukada kepala daerah dipiliha langsung oleh rakyat yang dilaksanakan secara langsung,umum,bebas,rahasia, jujur dan adil tanpa adanya intervensi ataupun campur tangan dari pihak yag berkuasa ataupun dari kalangan militer TNI. Serta memberikan kesempatan yang sama kepada setiap partai politik untuk dapat menunjukkan kemampuan calonya dalam bersaing. Dengan pemenagan Pemilukada diharapkan dapat mengkoordinir anggotaanggota partai politik di daerah-daerah agar mendapatkan perolehan suara yang maksimal. Partai Golkar terus menggalang kekuatan agar jadi pemenang Pemilu 2014. Salah satu jurusnya, adalah dengan memenangkan semua pemilukada di berbagai daerah. Demikian perintah Ketua Umum Partai Golkar. Aburizal Bakrie atau Ical kepada seluruh kadernya. Partai Golkar melakukan pembenahan. Insyaallah kader Golkar bisa memenangkan pilkada di berbagai daerah. Minimal, Golkar harus memenangkan 50 persen jumlah yang ada lah, ujar Ical kepada wartawan di Lombok, kemarin. Menurutnya, jika Golkar banyak memenangkan pemilukada, maka perjuangan Golkar untuk menjadi juara di Pemilu 2014 semakin commit to user mudah. Karena kemenangan di berbagai pemilukada akan meningkatkan konsolidasi dan sinergitas Golkar di daerah-daerah. httpbataviese.co.idnude236685 Dengan demikian Partai Golkar menargetkan dapat memenangkan 50 pemilukada yang dilaksankan di semua daerah di Indonesia. Akan tetapi didalam pelaksanaan pemilukada di provinsi Jawa Tengah sampai dengan bulan maret Tahun 2010 kemarin Partai Golkar telah menelan lima kekalahan, kekalahan tersebut berturut-turut dari Surakarta, Semarang, Purbalingga, Rembang, serta di Kebumen. Dari paparan latar belakang masalah tersebut diatas, penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul : “STRATEGI PARTAI GOLKAR DALAM MENGHADAPI PILKADA TAHUN 2010 DI KABUPATEN BOYOLALI” .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana strategi Partai Golkar dalam pilkada tahun 2010 di Kabupaten Boyolali?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Operasional Untuk mengetahui Strategi Partai Golkar dalam Pilkada 2010 Kabupaten Boyolali.

2. Tujuan Individu