Konsep jihad dalam pendidikan menurut Dr. Yususf al-Qardhawi

(1)

ABSTRAK

Yunan Aftiar:

“Konsep Jihad Dalam Pendidikan Menurut DR. Yusuf Al-Qardhawi”

Adanya pandangan pemahaman yang keliru, jika dikatakan jihad maka yang ada dalam pikiran sebagian orang adalah kekerasan, peperangan, teror, bom bunuh diri. Anggapan ini muncul sejak terjadinya peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok yang menamakan islam beberapa silam yang puncaknya terhadap serangan Word Trade centre (WTC) 11 september pada tahun 2001 yang lalu.

Distorsi makna jihad sebagai kegiatan yang lebih cenderung bermakna fisik yang amat partikular, pada urutannya bukan saja terus menodai citra agama (Islam) sebagai pembawa rahmat bagi semesta, melainkan juga terus menghantui umat sebagai kekuatan laten yang destruktif dan traumatik, justru dari dalam psikologis umat sendiri. Alhasil, implikasi negatif itu tak lain hanyalah sebuah beban psikologis-historis umat yang malah menambah persoalan, bukan solusi itu sendiri yang cenderung digembor-gemborkan, padahal perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, tekun, tabah, dan tidak kenal putus asa dapat disebut sebagai jihad. Dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut sebagai perjuangan

Yusuf Qaradhawi tampil mengartikan makna jihad pada skop yang lebih luas, memperluaskan skop jihad kepada segala sesuatu usaha yang dilakukan untuk menegakkan kalimah Allah pada tempatnya dalam segala bidang kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, politik, maka jihad pun terbuka luas, yaitu melalui audio visual, melalui media elektronik, saluran satelit dan jaringan internet, serta media-media lainnya dan untuk dapat melaksanakan jihad dalam pendidikan harus membangun pendidikan dengan metode yang sesuai, sarana audio visual, teknologi yang canggih dan lain-lain..

Penelitian pustaka ini dilakukan untuk mengkaji beberapa buku Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Berdasarkan Al-Qur’an Dan As-Sunnah, Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, serta

membedah islam ekstrem dan buku-buku yang lainnya. Disini didapatkan arti jihad dalam konteks pendidikan, bahwa jihad memiliki arti yang sangat luas. Mencari ilmu juga bagian daripada berjihad. Jihad pada masa sekarang ini bukanlah jihad dengan kekerasan atau peperangan tetapi bagaimana caranya mengembangkan potensi umat, masyarakat, dan bangsa, agar terciptalah ilmuwan-ilmuwan muslim yang professional yang dapat mewujudkan misi islam sebagai


(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Wajah islam tampak seram di mata masyarakat Barat. Anggapan bahwa Islam tidak toleran dan mendakwahkan agamanya dengan pedang mendapatkan momentum yang pas dengan adanya tragedi 11 september. Sebenarnya, menurut Karen Amstrong, kekerasan dan intoleransi yang ada dalam tubuh umat islam tidak bersumber dari ajaran islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Islam adalah agama yang cinta damai dan islam sendiri memproklamirkan dirinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin, bukan hanya kepada umat islam tapi untuk semua manusia, termasuk kepada alam. Tapi sayangnya, wajah islam yang cinta damai harus tertutupi oleh perikau segelintir penganutnya yang menyimpang, bahkan bertentangan dari pesan moral islam. Di Indonesia, wajah umat santri pun sempat tercoreng oleh berbagai tindakan kekerasan, seperti peledakan bom yang memang biadab itu, yang paling dahsyat itu adalah tragedi bom bali 12 oktober 2002 yang menewaskan hampir 200 manusia, yang terbanyak adalah turis australia. Akibat keganasan ini, tidak saja nama santri yang dikaitkan pada tragedi itu jadi ternoda, citra bangsa Indonesia yang dihuni mayoritas muslim itu pun semakin buram. Seolah-olah kaum santri secara keseluruhan menjadi tertuduh, suatu tuduhan yang tidak dapat diterima.1

1 A.Syafii Ma’arif .


(3)

2

Diantara kata yang sering ditakuti, dibenci, disalahpahami, dan dibonsaikan maknanya adalah kata jihad. Dalam literatur Barat umumnya, kata jihad diterjemahkan dengan holy war (perang suci), padahal perang hanyalah salah satu dari bentuk jihad.2

Perang dalam perjalanan sejarah umat manusia memiliki latar belakang yang sangat panjang. Ia dapat disebut sebagai kembaran kehidupan sosial umat manusia dan pasangan yang senantiasa mendampinginya.3

Bilamana membuka lembaran sejarah umat manusia pada dimensi yang berbeda, kita tidak menemukan satu masa pun yang tidak terdapat satu perang di dalamnya. Kita menemukan berbagai peperangan yang berkecamuk sepanjang sejarah perjalanan umat manusia.4

Namun akibat kekurangan pemahaman sebagian orang maka perang dianggap/diartikan sebagai satu-satunya makna dari jihad, akibatnya perkataan jihad sering diidentikkan dengan aksi-aksi terorisme seperti pengeboman, pembunuhan, penculikan, bentrokan dan lain-lain sehingga menimbulkan kegelisahan dan ketakutan terutama di kalangan umat non-Muslim. Oleh karenanya, ada banyak salah penerapan ketika jihad diartikan dan dipahami dalam satu makna, yaitu sebuah penawaran alternatif hidup mulia atau mati syahid.

Pemahaman inilah yang tentunya banyak melahirkan keadaan dimana jiwa seseorang menjadi lebih sulit dikendalikan dan mendorong seseorang bertindak yang merugikan baik diri maupun agamanya sendiri. Keadaan ini akan terus berlangsung semakin parah ketika seseorang ataupun kelompok menjadikan jihad sebagai bentuk perjuangan senjata, sedangkan dimensi lainnya misalnya hujjah tidak dihitung sebagai jihad. Inilah yang menjadikan orientalis Barat memandang bahwa jihad dalam Islam menjadi stereotip,

2 A.Syafii Ma’arif .

meluruskan makna jihad,(jakarta:CMM 2005) cet.pertama. hal 173

3

M. T. Misbah Yazdi. Perlukah Jihad ? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan

Terorisme. terj. Akmal Kamil, (Jakarta: Al-Huda, 2006), cet. Pertama, hal. vii

4

M. T. Misbah Yazdi. Perlukah Jihad ? Meluruskan Salah Paham tentang Jihad dan


(4)

dimana jihad seringkali diartikan sebagai perang suci (holy war) untuk menyebarkan agama Islam.5

Padahal Nabi Muhammad telah mengajarkan/mencontohkan kepada kita selaku umatnya bagaimana sebenarnya cara berjihad di jalan Allah. Salah satunya dengan memacu semangat persatuan, tolong menolong dan persaudaraan sesama muslim. Sesungguhnya golongan orang-orang kafir dan munafik benar-benar murka bila mereka melihat orang mukmin komitmen kepada agamanya dan antusias untuk merealisasikan tuntutan Allah, sebagaimana marah mereka semakin memuncak bila mereka melihat kaum Muslimin bersatu padu, bersaudara, saling menyayangi, saling mencintai dan tolong-menolong dalam bidang amal saleh dan takwa. Inilah fenomena kaum Muslimin yang dapat membangkitkan rasa amarah golongan orang-orang kafir dan munafik.

Distorsi makna jihad sebagai kegiatan yang lebih cenderung bermakna fisik yang amat partikular, pada urutannya bukan saja terus menodai citra agama (Islam) sebagai pembawa rahmat bagi semesta, melainkan juga terus menghantui umat sebagai kekuatan laten yang destruktif dan traumatik, justru dari dalam psikologis umat sendiri. Alhasil, implikasi negatif itu tak lain hanyalah sebuah beban psikologis-historis umat yang malah menambah persoalan, bukan solusi itu sendiri yang cenderung digembor-gemborkan, padahal perjuangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, tekun, tabah, dan tidak kenal putus asa dapat disebut sebagai jihad. Dalam terjemahan bahasa Indonesia disebut sebagai perjuangan.6

Konsepsi islam jihad dengan maknanya yang luas lagi itu berwujud segala rupa perjuangan yang sangat banyak kandungannya dan sangat besar gelanggang usahanya meliputi segala macam pergerakan dan segenap usaha yang dikerjakan karena Allah, dilaksanakan atas kehendaknya dan untuk mencari keridhaaNya semata-mata.

5

Istilah holy war berasal dari sejarah Eropa yang bermakna perang karena alasan-alasan keagamaan. Lihat Ahmadi Sofyan, IslamOn Jihad, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2005), hlm. vi.

6


(5)

4

Para ulama telah mencoba mengorek cakupan pengertian jihad itu dengan bermacam-macam istilah qital dan harb dengan batasan-batasannya masing-masing. Namun secara garis besar dapat disimpulkan kepada dua hal yakni:

1. Jihad dalam makna yang umum dan 2. Jihad dengan makna yang khusus7

Al Qurthuby menjelaskan pengertian jihad ialah semua perbuatan yang menunjukkan kepada usaha mengerjakan sesuatu yang diperintahkan Allah dan meninggalkan diri untuk mentaati Allah serta menolak ajakan hawa nafsu. Dan berperang melawan syetan dengan menolak atas segala godaannya sekaligus ajakannya untuk berbuat zalim dan kufur.

Demikian multi dimensinya cakupan pengertian jihad secara populer dalam ajaran islam. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah 122.































Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs.At-Taubah:122)

Ayat di atas jelas menunjukkan kepada kita tidak seharusnya untuk semuanya berjihad ke (medan perang) tapi kita juga diharuskan untuk berjihad dalam pengajaran dan pendidikan, hal ini mengingatkan betapa pentingnya pendidikan dan pengajaran diniyah. Kata nafar dalam ayat diatas jelas menuju kepada pendidikan dan pengajaran yang biasa di gunakan untuk berjihad.

7

Widodo.l Amin,fiqh siasah dalam hubungan internasional (Yogyakarta:Tiara Wacana Yogya,1994)hal 7


(6)

Syaikhul Islam Al-Ghazali berkata:”wajib ada di setiap mesjid atau disuatu tempat seorang faqih yang mengajarkan dien. Demikian juga pada sebuah pemukiman begitu juga wajib bagi setiap faqih menyediakn waktu untuk melawat ke negara-negara tetangga seperti irak, Arab,Kurdi, untuk mengajar untuk mengajar ilmu dien dan ilmu-ilmu syariat .8

Diantara pendidikan yang baik yaitu menyiapkan jiwa-jiwa yang sanggup berperang ketika tiba masanya untuk itu. Perjuangan yang terakhir ialah perjuangan dengan bersenjata, dengan pedang dan tombak. Sedangkan perjuangan dengan dakwah dan memberikan penjelasan, dan perjuangan dengan Al-qur’an adalah perjuangan yang harus dilakukan sejak hari pertama.dalam surat al-furqan:52













Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar. (QS. al-furqan:52)

Pendidikan yang sedang kita bincangkan adalah termasuk jenis pendidikan ini, yakni berjihad di jalan Allah.9

Syaikh Yusuf al-Qaradhawi yang juga salah satu penggerak organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun dalam hal ini menyerukan wajibnya mendahulukan pendidikan daripada peperangan, mendahulukan pembentukan pribadi daripada menduduki pos-pos yang penting.10

Yang dimaksudkan oleh Yusuf al-Qardhawi dengan pendidikan dan

pembentukan di sini ialah membina manusia Mu’min yang dapat mengemban misi da’wah; bertanggung jawab menyebarkan risalah Islam; tidak kikir

terhadap harta benda; tidak sayang kepada jiwanya dalam melakukan perjuangan di jalan Allah SWT. Pembinaan dan pembentukan manusia seperti

itu, merupakan gambaran yang paling tepat bagi generasi Mu’min Yang

8

Yusuf Al-Qaradhawi dkk,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press, 1992 hal 51

9

Yusuf Al-Qaradhawi,dkk ,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press, 1992 hal 53

10

Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh Prioritas Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur’an dan


(7)

6

hendak mengemban panji perbaikan dan kebangkitan. Usaha seperti itu harus mendahului perjuangan bersenjata untuk mengubah suatu masyarakat dan mendirikan agama.

Jihad pula secara umum adalah suatu usaha yang bersungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu kerja, Ibnu Abbas mendefinisikan jihad sebagai penumpuan seluruh usaha dan tenaga untuk sesuatu perkara.11

Para ulama dan intelektual Islam mempunyai beberapa pendapat dalam mengartikan jihad, di antaranya :

a. Imam mazhab yang empat berpendapat, jihad adalah berperang menggunakan senjata dan membantu orang-orang yang berperang.12

b. Ibnu Rusyd berpendapat, sesungguhnya kata jihad fi sabilillah apabila disebut secara mutlak maka maksudnya adalah memerangi orang-orang kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah (pajak) dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.13

c. Ibnu Taimiyah menulis, jihad itu hakikatnya ialah berusaha bersungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridhai Allah daripada keimanan, amal shaleh dan menolak sesuatu yamg dimurkai Allah dari kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. 14

Sejatinya, kesalehan sejati membawa pada keberagamaan yang toleran, moderat, solider, beradab, dan tidak membelenggu. Dengan demikian, tujuan teologis agama adalah memanusiakan manusia melalui pembebasan yang fitrah secara universal tanpa kecuali. Di situlah makna jihad mesti diletakkan.

Yang menarik di sini adalah, hasil penelitian tentang makna jihad, penulis mendapati Ulama salaf mendefinisikan jihad kepada peperangan bahkan sebagian mereka mengartikan jihad itu sebagai qital. Namun menurut

11

Ibnu Qayyim, Zaad al-Ma’ad, (Beirut, al-Risalah Publisher, 1998), cet.3, jilid 3, hal.8

12

Abdullah Azzam, Tarbiyah Jihadiyah, (Solo:Pustaka al-‘Alaq, 2003), Jilid 9, cet 1, hal.152

13

Ibnu Rusyd, Muqaddimah, (Beirut: Dar al-Fiqr, t.t), Jilid 1, hal. 369

14


(8)

ulama kontemporer, khususnya Dr. Yusuf Al-Qardhawi mereka memperluaskan skop jihad kepada segala usaha yang dilakukan untuk meletakkan kalimah Allah pada tempatnya dalam segala bidang kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, politik dan lain sebagainya.

Penulis melihat perbedaan ini terjadi karena pendekatan yang diambil oleh ulama mengikuti perubahan zaman. Ulama salaf hidup dalam dunia Islam yang dipimpin oleh umat Islam dan mereka tidak menghadapi serangan daripada orang bukan Islam, kecuali serangan itu hanya dalam bentuk militer saja, manakala ulama terkemudian hidup dalam dunia yang diperintah oleh orang bukan Islam atau orang Islam yang telah terpengaruh dengan doktrin dan pemikiran barat pasca runtuhnya khilafah pada tahun 1924, mereka menghadapi serangan musuh-musuh Islam dari berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, pendidikan, politik dan lain sebagainya. Dari sini penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang jihad dalam skripsi yang berjudul “Konsep Jihad Dalam Pendidikan Menurut DR. Yusuf Al-Qaradhawi ”.

B.

Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Perkataan jihad sering diidentikkan dengan aksi-aksi terorisme seperti pengeboman, pembunuhan, penculikan, bentrokan dan lain-lain sehingga menimbulkan kegelisahan dan ketakutan terutama di kalangan umat non-Muslim. Oleh karenanya, ada banyak salah penerapan ketika jihad diartikan dan dipahami dalam satu makna, yaitu sebuah penawaran alternatif hidup mulia atau mati syahid.

Tertarik dengan hal ini, penulis ingin mencoba mengkaji lebih jauh mengenai pemahaman tentang jihad, namun agar tidak terlalu meluas, di sini penulis membatasi permasalahan ini dengan memfokuskan pada konsep jihad dalam persepektif pendidikan dan melihat bagaimana konsep jihad Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dalam pendidikan dan sebagai bahan perbandingan penulis juga akan sedikit mengulas jihad klasik.


(9)

8

2. Perumusan Masalah

a. Bagaimana konsep jihad dalam pendidikan ?

b. Bagaimana DR. Yusuf Qardhawi Mengartikan makna jihad dalam pendidikan?

c. Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan dan relevansinya dengan konsep jihad dalam pendidikan menurut DR. Yusuf Qardhawi

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan dalam rangka :

a. Untuk mendapatkan sebuah pemahaman baru dalam kajian tentang konsep jihad yang sebenarnya menurut Islam, seiring dengan kesalahan tentang pemahaman dan perealisasian jihad yang baru-baru ini semakin mencuat ke permukaan.

b. Untuk mengetahui bagaimana konsepsi Jihad menurut Ulama kontemporer khususnya Imam Yusuf Al-Qaradhawi.

2. Penelitian ini juga bermanfaat;

a. Untuk menambah wawasan keilmuan mengenai makna jihad.

b. Bagi pengembangan disiplin Ilmu, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih dan bahan masukan pada pengembangan disiplin ilmu.

D. Metodologi Penelitian

Dalam skripsi ini, ada tiga aspek penelitian yang digunakan. 1. Metode pengumpulan data

Penelitian skripsi ini termasuk penelitian kepustakaan (library research), suatu metode dengan cara mengumpulkan data dan informasi, baik berupa buku-buku maupun artikel-artikel yang kemudian diidentifikasikan secara sistematis dan analitis, dengan didukung dan dibantu dengan berbagai macam sarana yang terdapat di ruang pustaka.

Sedangkan data-data yang diperlukan dapat dicari dari sumber-sumber kepustakaan yang bersifat primer, yaitu disebut sebagai sumber-sumber


(10)

utama, dalam hal ini yang menjadi sumber utama adalah kitab-kitab yang khususnya membahas tentang karya Yusuf al-Qaradhawi tentang jihad. Kemudian data yang bersifat sekunder, yaitu data-data yang lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan dari sumber-sumber yang lain, yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti yang kemudian disebut dengan data atau sumber pendukung.

2. Metode Pembahasan

Dalam metode ini penulis menggunakan :

a. Metode Deskriptif, yaitu suatu pembahasan yang bermaksud untuk menggambarkan mengenai data-data dalam rangka menguji hipotesa atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu sedang berjalan dari pokok masalah. Langkah ini diambil sebagai awal yang sangat penting karena akan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.

b. Metode Analisis, yaitu suatu bahasan dengan cara memberikan interpretasi-interpretasi terhadap data-data yang terkumpul dan tersusun. Jadi metode deskriptif analitis adalah suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang telah tersusun dan terkumpul dengan cara memberikan interpretasi terhadap data tersebut.

3. Metode Penulisan

Secara tekhnis penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku

Pedoman Akademik Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN syarif Hidayatullah Jakarta.


(11)

10

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG JIHAD

A.

Definisi Jihad

1. Pengertian Jihad Menurut Bahasa Arab

Dalam hal ini, Syaikh Zhāfir al-Qasimy menulis:

Tidak diragukan lagi, sesungguhnya kata jihad adalah kata/istilah Islami yang khusus digunakan setelah kedatangan Islam dan belum dikenal pada masa jahiliyah. Perkataan ini tidak terdapat dalam syair-syair jahiliyah (Arab kuno), baik yang lampau maupun baru, baik yang semakna maupun yag menyerupainya. Dengan demikian, tidak diragukan lagi bahwasanya kata jihad adalah kata yang berhubungan dengan urusan deen (agama); datang bersamaan dengan datangnya Islam, sebagaimana kata shalat, zakat dan lain-lainnya yang tidak terdapat dalam perkataan jahiliyah. Jadi, hanya dikhususkan untuk peristilahan dalam Islam dengan makna/pengertian yang khusus pula, tidak serupa dengan makna kalimat lainnya.1

Jika ditelaah akar katanya dalam bahasa Arab, kata jihad berasal dari akar kata jahada – yajhadu – jahdan/juhdan, yang diartikan sebagai

ath-thaqah, al-masyaqah dan mubalaqah ”kekuatan”, ”kesulitan” dan

”usaha”.

Adapun jihad berkedudukan sebagai masdar ”kata benda” daripada jahada, yaitu bab faa’ala daripada jahada di atas dan diartikan sebagai: berusaha menghabiskan segala daya kekuatan, baik berupa perkataan maupun perbuatan.2

1 Syaikh Zhāfir al

-Qāsimī, al-Jihad wa al-Huqūq ad-Dauliyah aľ- mmah fi al-Islam

(Beirut: Dār al-Ilm li al-Malāyīn, 1986), hal. 13

2 Ibnu Manzū

r, Lis n al-Arab, (Qaherah: ad-Dār al-Mishriyyah li al-Ta‟līfi wa


(12)

Secara bahasa, secara garis besarnya, jihad dapat pula diartikan sebagai: penyeruan (ad-dakwah), menyuruh kepada yang ma‟ruf dan

mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar), penyerangan (ghazwah), pembunuhan (qital), peperangan (harb), penaklukan (siyar), menahan hawa nafsu (jihad an-nafs) dan lain yang semakna dengannya ataupun mendekati.3

Berdasarkan pengertian tersebut, jihad adalah kata Islami yang mengandung pengertian luas, dapat diartikan sebagai perang, dakwah dan sejenisnya dan tidak tepat jika hanya diartikan dengan salah satu pengertian saja. Dalam bahasa Indonesia/melayu, perkataan yang hampir menyamai perkataan jihad adalah kata perjuangan karena sifatnya yang umum dan mengandung pengertian luas, seluas pengertian dan keumuman makna jihad.4

2. Pengertian Jihad Menurut Pendapat Para Tokoh-Tokoh Islam

Al-Hafidz Ibn Hajar, berkata : ” Keutamaan tidak bisa didekati dengan qiyas, Jihad adalah seutama-utama amal perbuatan secara mutlak.5

Moenawar Khalil merumuskan pengertian jihad ini sebagai

berikut” kata-kata jihad itu diambil dari bahasa arab, dari asal kata ”jahd”

yang artinya usaha atau”juhd” yang artinya kekuatan. Dan arti menurut

aslinya yaitu” bersungguh-sungguh mencurahkan segenap tenaga untuk melawan musuh.6

Taufiq Ali Wahbah mengajukan pengertian itu adalah sebagai

berikut”

jihad adalah pengerahan segala kemampuan dan potensi dalam memerangi musuh. Jihad diwajibkan atas kaum muslimin demi membela

3

Abdul Baqi Ramadhan, al-Jihad Sabiluna(Tabuk: Muthobi‟ al-Shamal al-Qubra, 1986), hal. 13

4

Hilmi Bakar Al-Mascaty, Panduan Jihad untuk Aktivis Gerakan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), cet.1, hal. 4

5

Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath Al-Bariy, juz 6. hal. 5

6

Abdul Qadir Djaelani, jihad fi sabilillah dan tantangan-tantangannya,(Jakarta:CV. Pedoman Ilmu Jaya) cet.pertama. hal 3


(13)

12

agama Allah, dan jihad baru dilakukan setelah timbulnya gangguan-gangguan yang dilakukan musuh terhadap kaum muslimin.7

Dr. Mohammad Khair Al-Haekal, di dalam Al-Jihad Wa Al-Qitaal,

berpendapat bahwa “ Jihad adalah amal yang paling utama dibandingkan amal-amal yang lain”. Sebab, Nash-nash Qath’I jelas melebihkan jihad di atas amal perbuatan yang lain.8

Hukum asal Jihad adalah fardhu Kifayah. Pendapat ini dianut oleh mayoritas Fuqaha. Ibn Rusyd dalam kitab Bidayaatul Mujtahid, menyatakan: Para Ulama telah sepakat bahwa hukum Jihad adalah

fardhu kifayah, bukan fardhu a’in.9

Jihad merupakan kewajiban yang termasuk dalam kategori fardhu kifayah. Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu. Namun, pernah dituturkan bahwa Ibn Musayyab menyatakan bahwa hukum jihad adalah

fardhu a’in”.10

Ibn Hazm dalam kitab Al-Muhalla berpendapat, “ Jihad merupakan kewajiban (fardhu) bagi kaum muslim. Jika sudah ada orang yang menyerang musuh, memerangi musuh di negeri-negeri mereka dan menjaga benteng-benteng kaum muslim, maka gugurlah kewajiban ini bagi kaum muslim yang lain. Namun jika belum dilaksanakan, maka kewajiban ini tidak gugur”.

Imam Syaukaniy dalam kitab Al-Sail Al-Jaraar mengatakan,

Dalil-dalil yang menunjukan kewajiban jihad, baik Al-Qur’an maupun sunnah, kebanyakannya telah mewajibkan aktifitasnya ini. Hanya saja, kewajiban tersebut hanyalah sekedar fardu kifayah. Jika sebagian kaum muslim telah melaksanakan kewajiban ini, maka gugurlah bagi yang lain. Dan sebelum dilaksanakan oleh sebagian kaum muslim, hukumnya adalah

fardhu a’in atas seluruh mukallaf.”11

7

Taufiq Ali Wahbah, aljihad fil islam, (Saudi: dar allawa). hal 21

8

Mohammad Khair Haekal, Al-Jihaad wa Al-Qitaal, juz 2. hal. 852

9

Syamsudin Ramadhan Al-Nawiy, “Hukum Islam Seputar Jihad dan Mati Syahid”, hal. 67

10

Ibnu Al-Qudamah, Al-Mughniy juz 10. hal. 364

11


(14)

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jihad dengan artinya yang khusus yaitu pengerahan segala kemampuan dalam memerangi musuh ketika mendapat gangguan-gangguan yang dilakukan musuh terhadap kaum muslimin. Dan hukum jihad ini adalah fardhu kifayah artinya apabilasebagian kaum muslim telah melaksanakan kewajiban ini, maka gugurlah bagi yang lain. Dan sebelum

dilaksanakan oleh sebagian kaum muslim, hukumnya adalah fardhu a‟in

atas seluruh mukallaf.

B.

Dasar Hukum Jihad

1. Dalil-dalil dari Al-Qur’an

Kata jihad, dalam bentuk fi‟il maupun isim, disebutkan 41 kali

dalam Al-Qur‟an, tersebar dalam 19 surat. Ayat-ayat jihad dalam konteks perjuangan ditemukan sebanyak 28 ayat, terletak dalam surat-surat sebagai berikut: Al-Baqarah: 218, Ali „Imrān: 142, An-Nisā: 95, Al-Mãidah: 35 dan 54, Al-Anfāl: 72, 74 dan 75, At-Taubah: 16, 19, 20, 24, 41, 44, 73, 81, 86 dan 88, An-Nahl:110, Al-Furqan: 52, Al-Ankabūt: 6 dan 69, Muhammad: 31, Al-Hujurāt: 15, Al-Mumtahanah: 1, Ash-Shaf: 11 dan

At-Tahrīm: 9.12

Kata jihad dalam Al-Qur‟an mengandung beberapa pengertian menurut urutan turunnya ayat. Ada yang berarti penyeruan (dakwah), pemaksaan, peperangan dan lainnya. Di antaranya ada yang menggunakan fi sabilillah dan ada yang tidak. Untuk lebih memperjelas pengertiannya, berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh:

a. Surah al-Furqān: 52

























Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir. Dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar

12

Muhammad Chirzin, Jihad menurut Sayyid Quthub dalam Tafsir Fi Zhilal Al-Qur’an,( Solo: Era Intermedia, 2001), cet.1, hal. 66


(15)

14

Sehubungan dengan pengertian ini, Ibnu Qayyim menulis:

Tidak diragukan lagi bahwa perintah jihad mutlak datang selepas hijrah. Adapun jihad hujjah (jihad keterangan) diperintahkan-Nya di Makkah dengan firman-Nya, ”Maka janganlah kamu mengikuti

orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan

Al-Qur’andengan jihad yang besar.” Inilah surah Makkiyah dan jihad di dalamnya adalah jihad tabligh dan jihad hujjah.13

Jelaslah bahwa arti jihad pada ayat ini adalah menyampaikan hujjah kepada orang-orang yang ingkar ataupun berdiskusi dengannya menggunakan dalil-dalil pasti yang akan membuat mereka yakin terhadap kebenaran Islam. Jihad dalam pengertian ini semakna dengan perkataan dakwah atau seruan ke jalan Islam.

b. Surah al-‟Ankabūt: 69





























Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami.(QS. Al- Ankabut: 69)

Kata jihad pada ayat tersebut mengandung pengertian bersungguh-sungguh melaksanakannya dengan penuh ketabahan dan kesabaran untuk mendapatkan ridha Allah di jalan-Nya.

c. Surah al-‟Ankabūt: 8





























Dan jika keduanya berjihad (memaksamu) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah

kamu mengikuti keduanya”.

Kata jihad pada ayat tersebut mengandung pengertian memaksa dengan penuh kesungguhan untuk mengikutinya ataupun memerintahkan dengan paksa yang sungguh-sungguh.

d. Surah al-‟Ankabūt: 6

13


(16)





























Dan barang siapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri.

Kata jihad pada ayat tersebut mengandung pengertian bekerja keras mengeluarkan seluruh kemampuan yang ada untuk mendapatkan apa yang diinginkan.

e. Surah at-Taubah: 41















































Berangkatlah kamu, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Kata jihad dalam ayat tersebut mengandung pengertian peperangan, yaitu memerangi orang-orang ingkar dengan menggunakan senjata agar mereka takluk di bawah kekuasaan Islam. Arti jihad seperti pada ayat inilah yang selalu diartikan kebanyakan orang untuk kata jihad.

Berdasarkan beberapa ayat tersebut, jelaslah bahwa di dalam

Al-Qur‟an, jihad tidak hanya digunakan untuk satu pengertian saja, namun digunakan untuk beberapa pengertian yang mengandung makna sebagai tabligh, dakwah, pamaksaan, kesungguhan ataupun peperangan.

Selain itu, ada pula ulama yang berpendapat, ”Jika kata jihad diiringi kalimat fi sabilillah sesudahnya, kata itu tidak mengandung penngertian lain kecuali berperang menggunakan senjata. Akan tetapi, jika tidak diiringi kalimat fi sabilillah setelahnya dapat diartikan selain dari


(17)

16

2. Dalil-dalil dari As-Sunnah

Rasulullah SAW dalam hadis-hadisnya, juga menggunakan beberapa pengertian terhadap jihad, diantaranya sebagai berikut:

a. Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Mas‟ud RA,



Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:

Tiada seorang Nabi pun yang diutus Allah pada umat sebelumku kecuali ada pada mereka di antara umatnya orang-orang hawari (pengikut setia) dan sahabat-sahabat yang mengambil sunnahnya dan berpegang teguh pada perintahnya, kemudian datanglah sesudah mereka beberapa generasi yang mengatakan apa yang mereka tidak lakukan dan melakukan apa yang mereka tidak perintahkan. Barang siapa yang berjihad atas mereka dengan tangannya, ia adalah orang mukmin dan barang siapa yang berjihad atas mereka dengan lisannya, ia adalah orang mukmin dan barang siapa yang berjihad atas mereka dengan hatinya, ia adalah orang

mukmin. Tidak ada selain itu daripada iman sebesar biji sawi pun. (HR. Muslim)

Jihad menggunakan tangan adalah peperangan menggunakan senjata, jihad menggunakan lisan adalah seruan dan peringatan (dakwah), sedangkan hati adalah berdiam diri karena tidak mampu mengubahnya. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW

Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya (kekuasaan), maka apabila tidak bisa rubahlah dengan lisannya maka

apabila tidak bisa dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman (HR.Imam

Muslim)

14

Imam Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, (Amman: Al-Maktab al-Islāmī, 2000) cet.1, hal. 16


(18)

b. Hadis yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Abbas RA,

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada kewajiban hijrah setelah pembukaan kota Mekah. Yang ada adalah kewajiban jihad dan niat. Jika kamu diseru untuk keluar ke medan jihad, maka berangkatlah. (HR. Muslim)

Jihaddalam hadis ini berarti peperangan melawan musuh-musuh. c. Hadis yang diriwayatkan at-Tarmidzi dari Abu Sa‟id al-Khudri RA,

Diriwayatkan dari Abi Sa’id al-Khudri RA berkata, bahwa Nabi SAW pernah bersabda: sesungguhnya di antara jihad yang paling utama adalah mengatakan keadilan (perkataan yang benar) di hadapan penguasa yang zalim. (HR. at-Tirmidzi)

Jihad dalam hadis ini mengandung pengertian seruan dan peringatan dengan ajaran Islam agar mereka kembali kepada Islam dan meninggalkan kemungkaran.

d. Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Abdullah bin ‟Amr RA,

Diriwayatkan dari Abdullah bin ’Amr RA berkata: Telah datang seorang

pemuda kepada Rasulullah SAW untuk meminta izin agar diperbolehkan ikut

berjihad. Rasulullah bertanya kepadanya, ”Apakah kedua orang tuamu

masih hidup?”, Pemuda tadi menjawab, ”Iya!”, Maka Rasulullah SAW

bersabda, ”Tetaplah kamu kepada keduanya dan berjihadlah pada mereka.

(HR. al-Bukhari)

15

Imam Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, (Amman: Al-Maktab al-Islāmī, 2000) cet.1, hal. 386

16

Imam at-Tirmidzi, Jami’ at-Tirmidzi, (Riyadh: Dar al-Salam, 1999), cet.1, hal. 499

17


(19)

18

e. Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dari Aisyah RA,

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa beliau bertanya kepada Rasulullah

SAW, “Adakah kewajiban atas wanita untuk berjihad?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, jihad untuk wanita bukannya peperangan

menghadapi musuh, tetapi haji dan umrah (HR. Ibnu Majah)

f. Hadis yang diriwayatkan al-Bukhari dari Jabir RA,

Diriwayatkan dari Jabir RA bahwa Nabi SAW pernah bersabda: Sebaik-baik orang yang mati syahid ialah Hamzah bin Abdul Muthalib dan laki-laki yang berdiri di hadapan pemimpin yang zalim, ia memerintahnya (berbuat yang

ma’ruf) dan melarangnya (berbuat yang mungkar) karena Allah, kemudian pemimpin yang zalim itu membunuhnya. (HR. al-Bukhari)

Jihad di sini diartikan sebagai amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu

menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Beberapa hadis tersebut jelas menunjukan bahwa jihad tidak selamanya tepat diartikan sebatas satu pengertian seperti peperangan bersenjata saja, namun meliputi segala bentuk kebajikan yang diridhai Allah SWT.

C. Macam-Macam Jihad

Jihad-jihad yang disebutkan dalam Kitabullah dan As-Sunnah dapat digolongkan menjadi lima jihad,yaitu:

1. jihad dengan lisan (jihad bil lisan)

2. jihad dengan pengajaran dan pendidikan (jihad at- ta’lim)

3. jihad dengan kekuatan tangan/kekuasaan (jihad bil yad)

4. jihad politik (jihad as-siyasah) dan,

18

Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Kitab al-Lubnani, t.t.), jilid 2, hal. 968

19

Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari, (Qaherah: Dār al


(20)

5. jihad harta (jihad bil-maal)20

Adanya kelima jenis jihad diatas adalah berdasarkan pada nash-nash Al-qur‟an dan As-Sunnah, antara lain:

a. Rasulullah bersabda:

berjihadlah terhadap kaum musyrikin dengan harta, jiwa, dan lisan kamu. (HR. Ahmad, Abu daud, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Al -Hakim dari Anas). Dalam hadist ini terdapat tiga jenis jihad, yaitu jihad

maal, jihad bil-yad, dan jihad bil-lisan.

b. Rasulullah SAW Bersabda :

sebaik-baik jihad adalah menyampaikan kebenaran dihadapan penguasa yang zhalim. (HR.Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Said Al-Hudrie, hadist marfu’)

Dalam hadist ini terdapat perintah untuk berjihad dihadapan penguasa. Ini berarti termasuk jihad as-siyasah.

c. Allah SWT berfirman :































































Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

Ayat ini menunjukkan kepada kita betapa pentingnya pendidikan dan pengajaran diniyah. Yang tentu saja harus dikelola secara terprogram dan dengan mengikuti kemajuan zaman dalam hal metoda maupun sarana, baik yang berkenaan dengan perangkat keras maupun perangkat lunaknya.

20

Yusuf Al-Qaradhawi,dkk,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press), 1992 hal 50


(21)

20

Kata nafar dalam ayat diatas jelas menuju kepada pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan untuk berjihad. 21

B. JIHAD PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN

1. Lapangan Jihad

a. Berjihad Mencari Ilmu

Setiap orang memiliki hak atas pendidikan. Ilmu pengetahuan wajib diusahakan pemerataannya untuk didapat secara mudah oleh semua orang tanpa kecuali. Bakat, fikiran dan perasaan seseorang tidak akan berkembang, kecuali dipupuk oleh ilmu pengetahuan.

Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menuntut ilmu. Perintah ini dikumandangkan sejak awal kehadiran islam. Buktinya ayat yang pertama sekali turun berisi perintah untuk membaca. Hal ini menunjukkan bahwa islam telah menjadikan membaca sebagai ajaran yang sangat penting. Karena dengan membaca manusia dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Dan dengan ilmu pengetahuan hidup manusia akan berkembang dan maju. Yang

dimaksud dengan “membaca dengan nama Allah yang telah mneciptakan”

adalah membaca ayat-ayat Allah. Ayat-ayat Allah itu ada dua macam. Pertama, ayat yang tertulis berupa wahyu Allah yang tercantum dalam

Al-Qur‟an. Kedua ayat-ayat kauniyah, yaitu tanda-tanda kebesaran Allah yang diciptakan di alam semesta berikut hukum universalyang mengaturnya yang disebut dengan hukum alam (sunnatullah). Manusia dapat menciptakan kemajuan tekologi yang canggih seperti sekarang ini dikarenakan kepandaian manusia untuk membaca. Kita sebagai umat islam harus rajin membaca karena membaca selain banyak manfaatnya untuk menambah ilmu juga termasuk ibadah karena merupakan perintah Allah SWT. 22

Berkaitan dengan dalil yang menujukkan menuntut ilmu, jihad dapat dilihat dalam firman Allah dan hadist nabi.

21

Yusuf Al-Qaradhawi,dkk ,berjuang di jalan Allah, (jakarta; gema insani press, 1992 hal 52

22

Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 84


(22)

Imam Thabarani dalam kitabnya Al-Kabir, meriwayatkan dari Bakir

bin Ma‟ruf dari Al‟qamah, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau bersabda :

Bagaimana halnya dengan kaum-kaum yang tidak memberi pelajran kepada tetangga-tetangga mereka, tidak menasehati mereka,

tidak menyuruh mereka kepada ygn me’ruf dan mencegah dari yang munka. Dan bagaimana halnya dengan kaum-kaum yang tidak belajar dari tetangga-tetangga mereka, tidak mengambil pelajaran, dan tidak mnegambil nasehat. Demi Allah, Allah berfirman :































































Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Qs.At-Taubah:122)23

Dalam ayat 122 surat At-Taubah diatas terdapat dua perintah Allah kepada orang-orang yang beriman. Pertama perintah untuk pergi ke medan perang(berperang) melawan musuh kafir. Kedua perintah untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Keduanya, baik pergi ke medan perang maupun menuntut ilmu itu merupakan wajib.

Ayat diatas diawali “tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min

itu pergi semuanya (ke medan perang)” ayat ini menuntut adanya pembagian tugas. Pembagian tugas ini harus didasari oleh kesanggupan dan kemampuan. Ada yang sanggup hanya pergi medan perang dan ada yang sanggup hanya pergi ke medan ilmu.(Hamka, juz XI, 1994: 87) kedua tugas itu wajib dan penting serta saling melengkapi. Berdasarkan pembagian tugas itu maka tidak wajib bagi semua orang beriman berangkat ke medan perang, bersenjata melawan musuh sampai mati syahid sedangkan tidak ada yang memperdalam ilmu dan agama. Juga tidak wajib semua orang beriman berangkat

23


(23)

22

memperdalam ilmu agama sedangkan tidak ada yang berperang melawan musuh. Pembagian tugas ini sangat diperlukan. Kewajiban ke medan perang diharapkan akan muncul pahlawan-pahlawan islam yang menjadikan umat islam hidup aman dan berwibawa. Sedangkan kewajiban menuntut ilmu diharapkan akan muncul ulama dan cendekiawan muslimm yang bisa mengangkat umat dari kebodohan dan keterbelakangan. Adanya pembagian tugas ini didasari oleh kondisi, kemampuan, dan kesempatan yang berbeda. Namun alangkah mulianya jika ada orang beriman yang memiliki kemampuan keduanya sekaligus. Yaitu ia sebagai pahlawan di medan perang juga sebagai ahli ilmu. Dalam sebuah hadistnya rasul memuji dua kelompok di atas, yaitu orang yang berjihad ke medan perang dan memperdalam ilmu24.

Manusia yang paling dekat dengan derajat kenabian adalah orang berilmu dan orang yang berperang membela agama Allah. Orang berilmu mengajarkan kepada manusia tentang segala sesuatu yang didatangkan oleh rasul. Sedangkan orang yang berperang membela

agama Allah mereka berperang menyelematkan apa yang dibawa oleh rasul. (HR. Abu

Naim)

Dalam hadist yang lain dijelaskan bahwa orang yang pergi dari rumahnya,mengembara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ke tempat lain maka orang tersebut dihitung sebagai orang yang berjuang(jihad) di jalan Allah swt. Hal ini dijelaskan dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi:

orang yang keluar dalam mencari ilmu maka dia adalah berada di jalan Allah sampai ia

kembali. (HR. Bukhari)25

24

Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 85

25


(24)

Kalau kita perhatikan sejarah para sahabat nabi yang empat(Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali), selain mereka memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam tentang agama mereka juga memimpin Negara dan memimpin peperangan. Sahabat rasul yang lain seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas‟ud, Ibnu Umar selain mereka orang yang mendalam ilmu agamanya juga mereka ahli dalam peperangan.

Lanjutan ayat diatas berbunyi Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.

Ayat ini secara tegas menunjukkan bahwa kewajian memperdalam ilmu agama itu bukan untuk semua ummat islam, tapi sebagiannya saja. Pada zaman nabi masih hidup keadaan selalu dalam keadaan perang. Oleh karena itu, diperlukan kader-kader yang siap untuk terjun ke medan perang. Saat ini kitapun harus tetap waspada terhadap musuh-musuh islam yang akan menyerang. Seandainya keadaan mendesak kitapun wajib ambil bagian pergi ke medan perang. Namun yang paling mendesak saat ini adalah jihad dengan ilmu yakni menghapuskan masyarakat dari kobodohan dan keterbelakangan. Masih banyak umat islam yang tidak mengerti agamanya sendiri. Sehingga ia tidak tahu kewajiban agama yang harus dilakukan. Oleh karena itu, masyarakat terutama pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi masyarakat agar mereka bisa menuntut ilmu.

Islam mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu pengetahuan baik laki-laki maupun perempuan. Waktunya sangat panjang, yaitu dari buaian ibu sampia liang kubur. Tempatnya bias disekolah, dimajelis perpustakaan , mesjid, dan lain sebagainya. Kewajiban menuntut ilmu itu ditegaskan oleh hadist nabi:


(25)

24

Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap umat islam. .(HR. Ibnu Majah)26

Orang yang menuntut ilmu lalu mengamalkannya akan memperoleh derajat yang mulia di sisi Allah swt. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam

Al-Qur‟an:





































“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah

Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(Qs.Al-Mujadilah: 11)

Berkaitan dengan kewajiban menuntut ilmu. Para ulama membaginya menjadi dua. Pertama wajib ain yaitu mesti dilaksanakan oleh setiap orang islam . dalam hal ini adalah menuntut ilmu tentang dasar-dasar agama yang prinsip yang mesti ia ketahui secara pasti. Yang meliputi ilmu tentang keimanan kepada Allah, malaikat, rasul, kitab dan sebagainya., ilmu tentang kewajiban beragama seperti sholat, puasa, zakat, haji dan sebagainya dan kewajiban yang berhubungan dengan sesam manusia. Pengetahuan yang termasuk wajib ain jumlahnya tidak banyak dan bias dipelajari oleh semua umat islam tapi sangat penting. Oleh karena itu hukumnya wajib ain.

Kedua wajib kifayah yaitu kewajiban yang cukup ditunaikan oleh sebagian umat islam dalam hal inin adalah menuntut ilmu yang sifatnya memperdalam (spesialisasi).

Orang islam yang sudah berhasil memperdalam ilmu agama dengan susah payah . mereka yang belajar di perguruan tinggi baik dalam negeri ataupun luar negeri seperti, Mesir, Arab Saudi, Amerika, Inggris, dan sebagainya dan mendapatkan gelar akademik mereka tidak boleh beridiam diri. Ilmunya tidak boleh digunakan untuk dirinya sajatapi ia harus sebarluaskan kepada orang lain. Maka jika mereka telah kembali ke kampung halaman wajib mengajrkan ilmunya kepada masyarakat, menasehati dan

26


(26)

member peringatan kepada mereka agar masyarakat memperoleh keselamatan dunia dan akhirat.

b. Ilmu Dan Ulama

Islam adalah agama yang mengintegrasikan ilmu dengan agama. Lebih dari itu, islam menyeru umatnya untuk mencari ilmu tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat. Sejarah mencatat, diluar agama islam hubungan antara ilmu dan agama pernah mengalami konfrontasi yang hebat diman masing-masing memiliki pendirian yang tidak dapat dipertemukan. Dan sampai saat ini konfrontasi tersebut masih terjadi. Di dunia Barat, tercatat dalam sejarah bahwa dalam zaman pertengahan terdapat doktrin yang mengatakan bahwa “tiap-tiap keterangan ilmu yang tidak sesuai dengan faham gereja harus

dibatalkan oleh kepala gereja”. Sebagai contoh adalah teori Copernicus (1507). Teori ini mengatakan bahwa bukan matahari yang mengelilingi bumu melainkan bumi yang berputar mengelilingi matahari. Galilei yang membela teori Copernicus diatas diancam dengan hukum bakar. Akhirnya Galilei membatalkan sikapnya itu yang diyakini benar secara ilmiah. Peristiwa tersebut menimbulkan tuduhan bahwa agama menjadi penghalang bagi kemerdekaan berpikir dan kemajuan ilmu.

Ilmu memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Islam memposisikan sebagai perkara yang dapat mengangkat martabat kemanusiaan. Hal ini dapat kita lihat dalam al-qur‟an surat al-mujadillah ayat 11.





































Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. .(Qs.Al-Mujadilah: 11)

Dalam tafsir Al-Azhar karangan buya hamka ayat diatas ditafsirkan sebagai berikut:

“Ada orang yang diangkat Allah derajathya kebih tinggi daripada orang


(27)

26

dapat kita melihat pada raut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang yang arif bijaksana bahwa si fulan ini beriman, si fulan ini orang berilmu. Iman member cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedang ilmu pengetahuan member sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi mantap, membuat orang jadi agung, walaupun tidak ada pangkat jabatan yang disandangnya. Sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya bukan disepuhkan dari luar. Pokok hidup utama adalah iman dan pokok pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah, padahal mendurhakai Allah. Sebaliknya orang yang berilmu saja tidak diserta atau yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya dapat membahyakan bagi dirinya sendiri ataupun bagi sesame manusia. Ilmu manusia tentang tenaga atom msalnya, alangkah penting ilmu itu, itu kalau disertai iman. Karena ia akan membawa faedah bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu itu pun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesamanya manusia,

karena jiwanya tidak di control oleh iman kepada Allah.”(Hamka, juz XXVIII, 1994:31) 27

Hal yang dipandang masih relevan dalam pembahasan peranan ilmu ini

adalah ulama. Kata ulama merupakan bentuk jama‟ dari kata „aliim yaitu

orang yang tahu atau yang memiliki pengetahuan agama dan alam raya di mana pengetahuannya itu menimbulkan rasa takut atau tunduk kepada Allah swt. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:

























Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

(QS. Al-Fathir: 28)

Hamka menafsirkan ayat diatas sebagai berikut:

Dalam ayat ini bertemu kata ulama, yang berarti orang-orang yang berilmu. Dan jelaspula bahwa ilmu itu adalah luas sekali. Alam disekeliling kita, sejak dari air hujan yang turun dari langimenghidupkan bumi yang telah mati,sampai kepada gunung-gunung menjulang langit warna-warni pada

27

Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 82


(28)

gunung sampai yang lain-lain yang disebutkan manusia, binatang melata, binatang ternak dan berbagai warna, sungguh-sungguh menkajubkan dan meyakinkan tentang kekuasaan Allah. Tentang ulama atau orang-orang yang berpengetahuan, Ibnu Katsir telah menafsirkan “tidak lain orang yang merasa takut kepada Allah itu hanyalah ulama yang telah mencapai makrifat, yaitu mengenal tuhan menilik. Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, yang mempunyai sekalian sifat kesempurnaan dan yang empunya asmaul

husna. Apabila ma’rifat bertambah sempurna dan ilmu terhadap Nya bertambah matang, ketakutan kepada Nyapun bertambah besar dan bertambah banyak apabila direnungkan ayat 28 ini jelaslah jangkauan ulama itu amatlah luas. Nampaklah bahwa guru bukanlah semata-mata kitab saja.ada juga pepatah “alam terbentang jadikan guru. Alam itu sendiri adalah kitab yang setelah berguru kepada alam terbukalah hijab dan jelaslah tuhan dengan serba-serbi kebesaran dan keagungan-Nya, lalu timbullah rasa takut kalau-kalau umur telah terbuang percuma saja. Dengan demikian jelas pula bahwa ulama bukanlah sempit hanya sekedar orang yang tahu hukum-hukum agama secara terbatas dan bukan orang yang hanya mengaji kitab fiqh dan bukan pula ditentukan oleh jubah dan serban besar. Malahan kadang-kadang dalam perjalanan sejarah telah kerapkali agama

terancambah karena oleh serban besar.” (Hamka, Juz XXII, 1994: 246) 28 Dari penafsiran ayat diatas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas. Ulama bukanlah orang yang hanya mengetahui hukum-hukum agama secara terbatas atau mengaji kitab fiqh dan bukan pula orang yang memakai serban yang melintang besar. Ulama adalah orang yang benar-benar mengetahui apa yang tertulis (kitab) dan yang tidak tertulis (alam). Dengan menguasai keduanya maka ulama mampu menyingkap tabir kebesaran Allah dan merasa lemah dihadapan-Nya.

Sering timbul pertanyaan tentang perbedaan antara jihad dengan lisan dan jihad pendidikan. Jawabnya adalah jihad dengan lisan itu sungguh-sungguh mencegah, menentang, menghentikan penyelewengan secara lisan agar-orang-orang yang bersangkutan kembali lagi kepada islam.sedangkan jihad taklim adalah sungguh-sungguh mengajarkan, menyampaikan ilmu, dan mendidik orang-orang yang ingin menghayati islam. Memang diantara keduanya mengandung banyak persamaan, akan tetapi tetap saja berbeda.29

28

Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 83

29


(1)

dapat kita melihat pada raut muka, pada wajah, pada sinar mata orang yang beriman dan berilmu. Ada saja tanda yang dapat dibaca oleh orang yang arif bijaksana bahwa si fulan ini beriman, si fulan ini orang berilmu. Iman member cahaya pada jiwa, disebut juga pada moral. Sedang ilmu pengetahuan member sinar pada mata. Iman dan ilmu membuat orang jadi mantap, membuat orang jadi agung, walaupun tidak ada pangkat jabatan yang disandangnya. Sebab cahaya itu datang dari dalam dirinya bukan disepuhkan dari luar. Pokok hidup utama adalah iman dan pokok pengiringnya adalah ilmu. Iman tidak disertai ilmu dapat membawa dirinya terperosok mengerjakan pekerjaan yang disangka menyembah Allah, padahal mendurhakai Allah. Sebaliknya orang yang berilmu saja tidak diserta atau yang tidak membawanya kepada iman, maka ilmunya dapat membahyakan bagi dirinya sendiri ataupun bagi sesame manusia. Ilmu manusia tentang tenaga atom msalnya, alangkah penting ilmu itu, itu kalau disertai iman. Karena ia akan membawa faedah bagi seluruh perikemanusiaan. Tetapi ilmu itu pun dapat dipergunakan orang untuk memusnahkan sesamanya manusia, karena jiwanya tidak di control oleh iman kepada Allah.”(Hamka, juz XXVIII, 1994:31) 27

Hal yang dipandang masih relevan dalam pembahasan peranan ilmu ini

adalah ulama. Kata ulama merupakan bentuk jama‟ dari kata „aliim yaitu

orang yang tahu atau yang memiliki pengetahuan agama dan alam raya di mana pengetahuannya itu menimbulkan rasa takut atau tunduk kepada Allah swt. Hal ini sejalan dengan firman Allah swt:















Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

(QS. Al-Fathir: 28)

Hamka menafsirkan ayat diatas sebagai berikut:

Dalam ayat ini bertemu kata ulama, yang berarti orang-orang yang berilmu. Dan jelaspula bahwa ilmu itu adalah luas sekali. Alam disekeliling kita, sejak dari air hujan yang turun dari langimenghidupkan bumi yang telah mati,sampai kepada gunung-gunung menjulang langit warna-warni pada

27

Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 82


(2)

gunung sampai yang lain-lain yang disebutkan manusia, binatang melata, binatang ternak dan berbagai warna, sungguh-sungguh menkajubkan dan meyakinkan tentang kekuasaan Allah. Tentang ulama atau orang-orang yang berpengetahuan, Ibnu Katsir telah menafsirkan “tidak lain orang yang merasa takut kepada Allah itu hanyalah ulama yang telah mencapai makrifat, yaitu mengenal tuhan menilik. Maha Besar, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, yang mempunyai sekalian sifat kesempurnaan dan yang empunya asmaul husna. Apabila ma’rifat bertambah sempurna dan ilmu terhadap Nya bertambah matang, ketakutan kepada Nyapun bertambah besar dan bertambah banyak apabila direnungkan ayat 28 ini jelaslah jangkauan ulama itu amatlah luas. Nampaklah bahwa guru bukanlah semata-mata kitab saja.ada juga pepatah “alam terbentang jadikan guru. Alam itu sendiri adalah kitab yang setelah berguru kepada alam terbukalah hijab dan jelaslah tuhan dengan serba-serbi kebesaran dan keagungan-Nya, lalu timbullah rasa takut kalau-kalau umur telah terbuang percuma saja. Dengan demikian jelas pula bahwa ulama bukanlah sempit hanya sekedar orang yang tahu hukum-hukum agama secara terbatas dan bukan orang yang hanya mengaji kitab fiqh dan bukan pula ditentukan oleh jubah dan serban besar. Malahan kadang-kadang dalam perjalanan sejarah telah kerapkali agama terancambah karena oleh serban besar.” (Hamka, Juz XXII, 1994: 246) 28 Dari penafsiran ayat diatas dapat disimpulkan bahwa ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas. Ulama bukanlah orang yang hanya mengetahui hukum-hukum agama secara terbatas atau mengaji kitab fiqh dan bukan pula orang yang memakai serban yang melintang besar. Ulama adalah orang yang benar-benar mengetahui apa yang tertulis (kitab) dan yang tidak tertulis (alam). Dengan menguasai keduanya maka ulama mampu menyingkap tabir kebesaran Allah dan merasa lemah dihadapan-Nya.

Sering timbul pertanyaan tentang perbedaan antara jihad dengan lisan dan jihad pendidikan. Jawabnya adalah jihad dengan lisan itu sungguh-sungguh mencegah, menentang, menghentikan penyelewengan secara lisan agar-orang-orang yang bersangkutan kembali lagi kepada islam.sedangkan jihad taklim adalah sungguh-sungguh mengajarkan, menyampaikan ilmu, dan mendidik orang-orang yang ingin menghayati islam. Memang diantara keduanya mengandung banyak persamaan, akan tetapi tetap saja berbeda.29

28

Salman Harun dkk, Tahdzib Jurnal Pendidikan Agama Islam. ( Jakarta: Jurusan Pendidikan Agama Islam FITK vol.II. 2008) hal 83

29


(3)

Jihad taklim itu menyangkut taklim dan tarbiyah. Jadi tidak hanya sebatas transfer ilmu, akan tetapi harus mendidik. Dan selain memberi ciri intelek, jihad taklim juga harus mencerminkan akhlak yang terpuji.

1. Allah SWT berfirman :



































































Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (QS. Al- Baqarah: 151)

Ayat tersebut dengan jelas menyatakan asas-asas pengajaran (taklim) dalam islam, yaitu taklim kitab dan taklim sunnah.

Dan dengan kedua asas tersebut taraf atau kedudukan Rabbaniyyin akan tercapai sebagaimana firman Allah SWT :









































































Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, Hikmah dan kenabian, lalu Dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya .(QS. Ali Imran: 79)

Seorang muslim wajib mempelajari Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Jika kewajiban ini dikerjakan dengan baik maka ia menjadi seorang muslim yang baik pula.

2. Karena seorang muslim tidak akan mencapai kefahaman yang diharapkan apabila mempelajari islam (hukum-hukum Allah) hanya dari


(4)

cuplikan-cuplikan Al-Qur‟an dan As-Sunnah saja, maka diharuskannya baginya mempelajaari ilmu-ilmu alat atau ilmu yang dapat mengantarkannya kepada kefahaman hukum-hukum yang terdapat di dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Misalnya dengan mempelajari ilmu tauhid, fiqh, akhlak, dan ilmu-ilmu alat (contoh bahasa arab). Begitu pula, ilmu ushul fiqh pun menjadi penting dan mesti diketahui oleh seorang muslim agar dia bisa memahami masalah hukum yang harus diketahui.

3. Sejarah kenabian dan sejarah islam lainnya yang merupakan gambaran lengkap dari sosok penampilan serta wajah islam, bisa ditempatkan sebagai sumber keteladanan. Untuk memahami ayat-ayat Al-Qur‟an tidak bisa dipisahkan dari sejarah kenabian sebab berkaitan dengan asbabun-nuzulnya. Oleh karena itubelajar sejarah menjadi penting bagi setiap muslim.

4. Karena setiap muslim itu dituntut untuk senantiasa ebih memikirkan kepentingan islam dan umatnya daripada yang lain-lainnya maka secara otomatis setiap muslim juga harus mengetahui kandisi umat islam dan kondisi alam islami saat ini.

5. Karena adanya fitnah dan tuduhan-tuduhan jahat dari musuh-musuh islam dan juga dari islam sendiri (fasik, munafik), maka menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk mengetahui segala rencana jahat (makar jahat) mereka beserta sasarannya, untuk menghindarkan umat islam dari perangkap makar mereka serta menyelamatkan umat dari sasaran mereka. 6. Karena bahasa Arab dan semua ilmu alat menjadi anak kunci dalam

memahami dienul islam maka sudah seharusnya umat islam berusaha lebih giat untuk menguasainya dengan sebaik-baiknya.

7. Pengajian (tadabbur) dan usaha memahami islam adalah sangat penting bagi umat islam. Maka seyogyanya bagi setiap muslim benar-benar memperhatikan masalah ini.

8. Karena semua ilmu berguna untuk menjelaskan tiga pokok utama bagi setiap muslim, yaitu Allah, Ar-Rasul, dan Al-Islam, maka seorang muslim


(5)

seharusnya juga mempelajari secara mendalam tentang ketiga pokok tersebut secara sempurna.30

Jadi jelas bahwa di dalam suatu lingkungan umat islam itu harus ada sekelompok orang islam yang mengajarkan ilmu dan sekelompok lagi yang haus atau butuh mempelajari ilmu. Tanpa ini semua islam tidak akan bisa tegak. Tentang betapa penting semangat keilmuan dan keutamaannya adalah sudah diketahui bersama. Betapa tingginya kedudukan orang-orang yang berilmu. Rasulullah bersabda :

Keutamaan ilmu adalah lebih baik daripada keutamaan ibadah, dan yang terbaik dalam dienmu adalah wara. (HR. Thabrani dalam Al-Ausath dan Al-Bazar)

Namun dalam kenyataan, meskipun ilmu itu pentinguntuk disampaikan kadang-kadang harus berhadapan dengan penguasa yang zalim atau kaum kuffar yang tidak senang mendengar ayat (ilmu) itu. Lalu karena adanya rintangan ini haruskah ayat (ilmu)itu disembunyikan ? perhatikanlah jawaban Allah SWT dalam ayat berikut :



































































Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati. (Qs. Al-Baqarah: 159)

30


(6)



























































































































Sesungguhnya orang-orang yang Menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, Yaitu Al kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang Amat pedih.

Mereka Itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka Alangkah beraninya mereka menentang api neraka. (Qs. AlBaqarah 174-175)

Rasulullah SAW bersabda :

Barang siapa yang ditanya tentang ilmu yang memang dia ketahui tetapi enggan memberi tahu (menyembunyikan) maka mulutnya akan dikekang dengan kendali api neraka. (HR. Turmuzi dan abu daud).31

Namun demikian, bukanlah berarti kita harus memberikan semua ilmu yang kita miliki di mana saja dan kapan saja.tanpa disertai perhitungan. Sebab bertindak hati-hati, waspada, tidak ceroboh, penuh perhitungan, serta terprogram juga merupakan sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW.

31