Peran guru bimbingan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa di SMP al-Ghozali Bogor

(1)

Studi Manajemen Pendidikan. Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2011.

Terlambat masuk sekolah, bolos saat jam pelajaran, berpakaian tidak sesuai dengan ketentuan, dan merokok adalah perilaku peserta didik yang penulis temukan di SMP Al-Ghozali. Terlambat, bolos, dan merokok merupakan perilaku tidak disiplin peserta didik karena disiplin itu adalah persesuaian terhadap keadaan, dimana seseorang mampu menggerakkan, mengatur dan mengendalikan dirinya dalam segala hal dan pengendaliannya berada dalam diri masing-masing, dan harus disesuaikan dengan nilai-nilai agama dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya belajar disiplin, dan guru senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, agar tidak terjadi tindakan yang indisiplin karena tugas guru tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik melalui proses pembelajaran dan melalui pendekatan bimbingan dan konseling.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember sampai dengan Maret 2011 di SMP Al-Ghozali. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif. Populasi penelitian ini adalah kepala sekolah, waka kesiswaan, guru bimbingan konseling, dan siswa yang diambil 25% dari 226 siswa sebagai sampel dengan teknik sampling yang digunakan yaitu random sampling yang artinya pengambilan sampel secara acak, sehingga setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama (acak) untuk terpilih sebagai sampel. Teknk dan instrumen pengumulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara, dokumentasi, dan angket.

Dari data yang penulis peroleh, maka penulis mendapatkan hasil dengan kategori cukup baik. Oleh karena itu penulis memperoleh kesimpulan bahwa peran yang dilakukan guru bimbingan dan konseling dalam pelaksanaan kegiatan layanan bimbingan dan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa di SMP Al-Ghozali, guru bimbingan konseling mampu menjadi pembimbing, contoh dan teladan, pengawas, dan pengendali. Dimana guru bimbingan dan konseling senantiasa mengawasi perilaku peserta didik pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisiplin.

Guru bimbingan dan konseling hendaknya memberikan pemahaman kepada siswa mengenai pentingnya disiplin dan layanan bimbingan konseling, dan menambah kegiatan layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan yang dapat meningkatkan disiplin siswa di SMP Al-Ghozali.


(2)

PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM

MENINGKATKAN DISIPLIN SISWA DI SMP AL-GHOZALI

BOGOR

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH

SYAFRINA DARIZA 106018200793

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam atas nikmat yang telah diberikan serta taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kegelapan menuju kealam ilmu pengetahuan hingga sampai saat sekarang ini.

Selanjutnya, dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan dialami oleh penulis, maka dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa terselesainya skripsi tidak terlepas dari adanya bimbingan, dorongan, dukungan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.

2. Ketua Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phill.

3. Ketua Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. Mu’arif SAM, M.Pd.

4. Dosen pembimbing skripsi Dra. Zikri Neni Iska, M.Psi yang telah sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Kepala Sekolah SMP Al-Ghozali Asep Saepul Millah, S.Pd yang telah mengizinkan penulis untuk mengadakan penelitian.

6. Guru Bimbingan dan Konseling Ahmad Yani, S.Pd., Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Toni, S.Pd.I., guru-guru, staf pegawai, beserta siswa/I SMP Al-Ghozali yang membantu dan mempermudah penulis dalam mendapatkan data di SMP Al-Ghozali.


(4)

7. Ayahanda Abdul Kadir Hasibuan dan Ibunda Zuraidah Harahap, yang telah

mendo’akan dan memberikan motivasi kepada penulis dalam pembuatan

skripsi ini.

8. Teman-teman KI-Manajemen Pendidikan angkatan 2006 khususnya kelas B yang selalu memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah semua ini penulis serahkan, semoga kebaikan mereka mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Semoga selalu diberikan kepada kita jalan yang terbaik. Amin.

Jakarta, 15 Maret 2011


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN LEBAR PENGESAHAN

ABSTRAK………. i

KATA PENGANTAR……….. ii

DAFTAR ISI………. iv

DAFTAR TABEL………. vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………... 1

B. Identifikasi Masalah……….. 5

C. Pembatasan Masalah………... 6

D. Perumusan Masalah………... 6

E. Manfaat Penelitian………. 6

BAB II KAJIAN TEORI A. KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING………… 7

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling……… 7

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling……….. 9

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling……….. 11

4. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling………. 12

5. Bidang Pengembangan Bimbingan dan Konseling……… 14

6. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling……… 15

7. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling………... 17

B. KONSEP DASAR PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING………... 19

1. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling………... 19

2. Syarat-Syarat Guru Bimbingan dan Konseling………. 20

3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Bimbingan dan Konseling... 23

4. Peran Guru Bimbingan dan Konseling……….. 25


(6)

1. Pengertian Disiplin Siswa……….. 29

2. Macam-Macam Disiplin………... 30

3. Tujuan Disiplin………... 31

4. Ciri-Ciri Disiplin……… 32

5. Strategi Penerapan Disiplin……… 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian……… 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………. 36

C. Tempat Dan Waktu Penelitian……… 37

D. Metode Penelitian………... 38

E. Teknik Pengumpulan Data……….. 38

F. Teknik pengolahan data dan analasis data……….. 39

G. Interprestasi Data……… 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Objek Penelitian……… 41

1. Bimbingan dan Konseling SMP Al-Ghozali………... 41

2. Struktur Organisasi Bimbingan Konseling SMP Al-Ghozali………. 42

3. Keadaan Guru Bimbingan Konseling SMP Al-Ghozali…….. 42

4. Keadaan Siswa SMP Al-Ghozali………. 43

5. Keadaan Sarana dan Prasarana Bimbingan Konseling SMP Al-Ghozali………... 43

B. Deskripsi Data………. 43

C. Analisis dan Interprestasi Data………... 58

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan………. 62

B. Saran-Saran………... 63 DAFTAR PUSTAKA


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pengembangan kemampuan siswa secara optimal merupakan tanggung jawab besar dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan yang bermutu sangat penting untuk pengembangan peserta didik sebagai manusia yang maju, mandiri dan bertanggung jawab.

Sekolah sebagai salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal berperan penting dalam pendidikan anak untuk mendewasakan anak dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dan sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal memiliki tanggung jawab yang besar dalam upaya pengembangan siswa secara maksimal yang nantinya dapat bermanfaat bukan saja bagi diri sendiri tapi juga bagi masyarakat luas.

Namun di era globalisasi seperti sekarang ini, pendidikan yang berorientasi pada kecerdasan otak nampaknya lebih diutamakan dari pada kecerdasan emosionalnya. Sehingga terjadi degradasi moral di masyarakat Indonesia. Kondisi demikian begitu memprihatinkan dalam dunia pendidikan khususnya dan dalam masyarakat Indonesia pada umumnya. Sehingga perlu adanya peningkatan moral bagi siswa sebagai generasi penerus bangsa agar siswa menjadi manusia yang cerdas IQ (Intelligent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient).


(8)

Akhir-akhir ini, banyak diberitakan di beberapa media masa tentang kasus Tawuran mungkin kata tersebut sering kita dengar dan baca di media massa. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua.

Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Di sini penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Di Palembang pada tanggal 23 September 2006 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari tiga sekolah, di antaranya adalah SMK PGRI 2, SMK GAJAH MADA KERTAPATI dan SMKN 4 (harian pagi Sumatra ekspres Palembang). Di Subang pada tanggal 26 Januari 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta dan SMK Sukamandi (harian pikiran rakyat). Di Makasar pada tanggal 19 September 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 (karebosi.com). Sedangkan di Semarang sendiri pada tanggal 27 November 2005 terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde (liputan6.com). Masih banyak kejadian tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu di sini.1

Kasus tawuran seperti yang terjadi diatas berangkat dari pribadi yang kurang disiplin. Kedisiplin pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, sehingga tidak ada faktor tunggal yang berdiri sendiri. Adapun faktor yang mempengaruhi disiplin siswa terdiri dari faktor dari dalam siswa

(internal) dan faktor dari luar diri siswa (eksternal).

Disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan atau peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan bukan karena paksaan, tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi

1


(9)

peraturan itu.2 Dalam memecahkan masalah perilaku tidak disiplin peserta didik ini, pendidikan di sekolah sangat berperan. Karena pendidikan berusaha untuk membawa anak kepada nilai-nilai luhur dan nilai-nilai susila. Hal ini dilakukan agar dalam diri anak memiliki nilai-nilai dan norma-norma tersebut sehingga ia bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Pendidikan juga berusaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik, membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan. Dan hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 yang menyebutkan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”.3

Namun dalam memecahkan masalah perilaku tidak disiplin peserta didik tersebut, pendidikan yang salah satu pencapaian tujuannya melalui proses pembelajaran belum sepenuhnya mampu menjawab atau memecahkan berbagai persoalan. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya upaya pendekatan selain proses pembelajaran guna memecahkan berbagai masalah tersebut. Upaya tersebut adalah melalui pendekatan bimbingan dan konseling yang dilakukan di luar proses pembelajaran guna membantu peserta didik memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya.

Adapun konsep bimbingan dan konseling dalam membentuk kedisiplinan siswa adalah tidak lepas dari arti bimbingan itu sendiri. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi,

2

H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 54.

3

Undang-Undang RI, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Kloang Klede Putra Timur, 2003), h. 6.


(10)

mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan.4 Sedangkan konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.5

Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan tuntutan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka untuk membantu mengoptimalkan perkembangan mereka. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya.

Optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling guna memecahkan persoalan di atas perlu didukung oleh sumber daya manusia (guru BK) yang memadai dalam arti memiliki pengetahuan dan wawasan tentang bimbingan konseling. Sosok utuh kompetensi guru BK mencangkup kompetensi akademik dan professional sebagai satu keutuhan. Pembentukan kompetensi akademik guru BK merupakan proses pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang bimbingan dan konseling. sedangkan kompetensi professional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan. Dan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama didasarkan pada tingkat perkembangan, kondisi dan kebutuhan peserta didik. Pelaksananya adalah guru pembimbing yang sehari-hari bertugas melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling untuk sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya dan jumlah siswa asuh yang wajib dibimbing oleh satu guru pembimbing maksimal 150 orang.

Selanjutnya optimalisasi pelayanan bimbingan konseling guna memecahkan persoalan diatas perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. Fasilitas pokok yang diperlukan dalam kegiatan layanan dan pendukung bimbingan konseling di sekolah adalah tempat kegiatan,

4

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.15.

5


(11)

instrument bimbingan dan konseling, perangkat elektronik, buku-buku paduan, dan kelengkapan administrasi.6

Peran guru bimbingan konseling adalah fungsi seorang pengajar atau pendidik yang memegang tanggung jawab memberikan bantuan kepada siswa dalam menghindari atau mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidup.

Namun berdasarkan pengamatan di Sekolah Menengah Pertama Al-Ghozali Bogor, Bimbingan konseling yang dirintis sejak awal itu hanya memiliki 1 orang guru bimbingan konseling dengan latar belakang pendidikan sarjana pendidikan dengan jurusan/program studi manajemen pendidikan hingga saat ini, sementara jumlah siswa yang terdaftar adalah 226 siswa, yang idealnya seorang guru pembimbing atau pengasuh melaksanakan layanan bimbingan terhadap sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya maksimal sebanyak 150 siswa. Berdasarkan penjelasan diatas jelas tergambar bahwa jumlah guru bimbingan konseling dan banyaknya siswa tidak seimbang, karena seorang guru harus melayani 226 siswa, dan dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan jabatan yang dipegangnya. Dan sarana dan prasarana bimbingan konseling yang terdapat di SMP al-ghozali belum lengkap dan memadai karena ruangan bimbingan konseling masih bercampur dengan ruangan lainnya.

Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh guru bimbingan konseling sebagai seorang pembimbing di sekolah untuk meningkatkan disipli siswa dalam kegiatan pendidikan adalah melalui layanan bimbingan konseling. Ini merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan pribadi siswa. Dalam hal ini masih banyak kelemahan-kelemahan yang ada dalam layanan bimbingan konseling di sekolah. Salah satu kelemahan yang krusial adalah jumlah guru bimbingan konseling, latar belakang pendidikan guru bimbingan konseling dan fasilitas bimbingan konseling sehingga peningkatan disiplin siswa melalui pelayanan bimbingan konseling yang dilakukan guru belum berjalan optimal.

Oleh karena itulah, upaya guru bimbingan konseling dalam peningkatan disiplin siswa dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah melalui peningkatan

6


(12)

layanan bimbingan konseling, mendesak untuk dilaksanakan. Sebab jika disiplin siswa dalam sekolah dapat dikelola dengan baik maka segala potensi yang dimilikinya dapat didayagunakan dengan semaksimal mungkin sehingga akan lahir output pendidikan sekolah yang bermutu dan berkualitas.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah

karya ilmiah yang berjudul “PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN SISWA DI SMP AL-GHOZALI BOGOR”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Tidak sesuainya latar belakang pendidikan guru bimbingan konseling 2. Tidak seimbangnya jumlah guru pembimbing dengan banyaknya siswa. 3. Kurang lengkapnya sarana dan prasarana untuk layanan bimbingan

konseling.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan masalah dalam skripsi ini, dan agar pembahasannya lebih terarah, maka penulis memberikan batasan

masalah kepada “Peran guru bimbingan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa di SMP Al-Ghozali Bogor.”

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang dapat penulis rumuskan yaitu: “Bagaimana peran guru bimbingan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa di SMP Al-Ghozali Bogor?”.


(13)

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui peran guru bimbingan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa di SMP Al-Ghozali Bogor.

2. Untuk mengetahui kedisiplinan siswa di SMP Al-Ghozali Bogor. Tahun ajaran 2010/2011.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi SMP Al-Ghozali Bogor hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan informasi dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan kinerja guru bimbingan konseling dan penerapan kedisiplinan siswa di sekolah oleh kepala sekolah dalam meningkatkan mutu dan prestasi bagi sekolah tersebut.

2. Bagi guru bimbingan dan konseling hasil penelitian ini diharapkan akan berguna dalam meningkatkan pengembangan layanan bimbingan dan konseling yang dapat meningkatkan kedisiplinan siswa.

3. Bagi siswa hasil penelitian ini diharapkan akan berguna dalam membantu para siswa-siswa untuk dapat mengetahui fungsi, sifat, jenis, tujuan, bimbingan konseling di sekolah tersebut, sehingga mereka dapat memanfaatkan layanannya dengan baik tanpa adanya rasa takut.


(14)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Menurut Prayitno dan Erman Amti, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.7

Selanjutnya Dewa Ketut Sukardi, menyatakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus dan sistematis oleh guru pembimbing agar individu atau sekolompok individu menjadi pribadi yang mandiri.8

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu yang dilakukan secara berkesinambungan agar individu yang dibimbing mencapai kemadirian dalam hal memahami diri sendiri, memilih, menentukan, dan menyusun rencana

7

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 99.

8

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 37.


(15)

sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Adapun konseling menurut Tohirin, adalah kontak atau hubungan timbal balik antara dua orang (konselor dan klien) untuk menangani masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien.9 Sejalan dengan itu, Prayitno mendefinisikan konseling sebagai suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.10

Berdasarkan pengertian konseling tersebut, dapat dipahami bahwa konseling adalah usaha membantu klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan dan teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.

Setelah memperhatikan secara seksama rumusan bimbingan dan konseling, sesungguhnya kata bimbingan dan konseling merupakan kata yang tidak dapat dipisahkan karena bimbingan dan konseling merupakan satu rangkaian kegiatan yang saling berkaitan.

Secara lebih spesifik, Tohirin dalam bukunya Bmbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, mengemukakan bahwa bimbingan dan konseling sebagai berikut:

“Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkapkan masalah konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu

9

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 25.

10


(16)

menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.11

Berdasarkan makna bimbingan dan konseling di atas secara terintegrasi dapat dirumuskan makna bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang diberikan oleh pembimbing, dengan tujuan agar individu memiliki kemampuan atau kecakapan memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat.

2. Tujuan Bimbingan dan Konseling

Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 2003 (UU No. 20/2003), yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmanai dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdikbud, 2004:5).12

Secara khusus pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan.

“Meliputi aspek-aspek pribadi-sosial, belajar dan karier. Bimbingan pribadi-sosial dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkmbangan pribadi-sosial dalam mewujudkan pribadi, yang taqwa, mandiri dan bertanggung jawab. Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan. Bimbingan karier dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.13

Sementara itu Menurut Prayitno dan Amti, bimbingan dan konseling memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan khusus.

11

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah…, h. 26.

12

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program...,h. 44.

13


(17)

“Tujuan umun bimbingan dan konseling membantu individu agar dapat mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahnya masalah-masalah yang dihadapai individu (klien). Termasuk tujuam umum bimbingan dan konseling adalah membantu individu agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri. Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arah perkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan klien, baik yang menyangkut perkembangan maupun kehidupannya.14

Kesimpulan yang dapat tarik dari tujuan bimbingan dan konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun kelebihannya, untuk berani mengambil sendiri keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat) untuk dirinya. Dan juga, membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangan dalam mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan tanggung jawab, serta memandirikan peserta didik, mengenali, memahami dan mengembangkan potensi, kekuatan dan tugas-tugas perkembangan mereka secara optimal.

3. Fungsi Bimbingan dan Konseling

Fungsi pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah sebagai berikut.

a. Fungsi Pencegahan

Fungsi pencegahan, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak dialami oleh konseli.15 Menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik/ siswa dari berbagai permasalahan yang timbul dan menghambat proses perkembangannya.

14

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling…, h. 130.

15


(18)

b. Fungsi Pemahaman

Pelayanan bimbingan dan konseling pada fungsi pemahaman ini agar peserta didik atau klien memiliki pemahaman terhadap dirinya atas potensinya dan terhadap lingkungannya sehingga peserta didik atau klien tersebut mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.16 Menghasilkan pemahaman pihak-pihak tertentu untuk pengembangan dan pemecahan masalah peserta didik/siswa.

c. Fungsi Perbaikan

Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpecahkannya atau teratasinya berbagai masalah yang dialami siswa.17 Dan siswa yang memiliki masalah mendapat prioritas untuk diberikan bantuan sehingga diharapkan masalah yang dialami oleh siswa tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang.

d. Fungsi Pemeliharaan

Fungsi pemeliharaan yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya.18 Dan guru memelihara segala sesuatu yang baik (positif) yang ada pada diri seseorang (siswa), baik dari pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai.

e. Fungsi Pengembangan

Pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa untuk membantu para siswa dalam mengembangkan keseluruhan potensi secara lebih terarah.19 Layanan bimbingan dan konseling membantu para siswa agar berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing secara mantap, terarah, dan berkelanjutan.

16

Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling; Pengantar Pengembangan Diri dan Masalah Peserta Didik/Klien, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2008), h. 24.

17

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan..., h. 43.

18

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling…, h. 129.

19


(19)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari bimbingan dan konseling selain sebagai pemahaman untuk dirinya sendiri maupun lingkungannya, fungsi dari bimbingan dan konseling juga sebagai penyembuh bagi siswa yang mengalami kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan yang menyebabkan peserta didik itu pesimis dan rendah diri.

4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling

Prinsip bimbingan dan konseling menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Menurut Prayitno dan Erman amti (1994:220), rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.20

a. Sasaran layanan:

1) Melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama, dan status sosial,

2) Memerhatikan tahapan perkembangan individu, dan

3) Memerhatikan adanya perbedaan individu dalam layanan bimbingan dan konseling.21

b. Program pelayanan bimbingan dan konseling:

1) Program bimbingan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik.

2) Program bimbingan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan.

3) Program bimbingan dan konseling disusun dengan mempertimbangkan adanya tahap pekembangan individu.

4) Program bimbingan konseling perlu memberikan penilaian hasil layanan.22

c. Permasalahan yang dialami individu (klien):

1) Menyangkut pengaruh kondisi mental atau fisik individu terhadap penyesuaian pengaruh lingkungan, baik di rumah, sekolah, dan masyarakat sekitar.

20

Hallen, Bimbingan Dan Konseling…, h. 63.

21

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling…, h. 137.

22


(20)

2) Timbulnya masalah pada individu karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.23

d. Tujuan dan pelaksanaan pelayanan BK:

1) Pelayanan diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing diri sendiri.

2) Permasalahan individu ditangani oleh tenaga ahli/profesional yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.

3) Perlu ada kerja sama dengan personal sekolah dan orang tua dan bila perlu dengan pihak lain yang berwenang dalam permasalahan individu. 4) Pengambilan keputusan yang diambil oleh individu hendaknya atas

kemauan sendiri.

5) Proses layanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan.24

Dengan demikian, prinsip bimbingan dan konseling adalah membantu dan melayani dengan sepenuhnya para peserta didik agar tidak tertinggal dari berbagai aspek belajar dari teman-teman sekelasnya, dan juga agar bergaul sejajar dengan mereka dengan tidak dikecualikan sama sekali dan mengantarkan siswa pada pencapaian standar dan kemampuan profesional dan akademis, serta perkembangan diri yang sehat dan produktif. Dan pada intinya prinsip dalam membangun program bimbingan dan konseling adalah mengharapkan agar siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur.

5. Bidang Pegembangan Bimbingan Konseling

Bidang-bidang pengembangan dalam bimbingan dan koseling yang berupaya membantu siswa menemukan pribadinya sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut, meliputi bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar, dan bidang bimbingan karier.25 a. Bidang Bimbingan Pribadi

Pengembangan dalam bidang pribadi adalah merupakan layanan pengembangan kemampuan dan mengatasi masalah-masalah pribadi dan kepribadian, berkenaan dengan aspek-aspek intelektual, afektif, dan fisik

23

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling…, h. 47.

24

Hallen, Bimbingan Dan Konseling…, h. 65.

25


(21)

motorik.26 Bimbingan pribadi berarti bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi pergumulan-pergumulan dalam hatinya sendiri dalam mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jamani, dan pengisian waktu luang.

b. Bidang Bimbingan Sosial

Bimbingan sosial bermakna suatu bimbingan atau bantuan dari pembimbing kepada individu agar dapat mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.27 c. Bidang Bimbingan Belajar

Bimbingan ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan kegiatan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah dan membantu siswa mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik, untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan serta, menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Bimbingan ini antara lain meliputi:

1) Cara belajar, baik belajar secara kelompok ataupun individual. 2) Cara bagaimana merencanakan waktu dan kegiatan belajar. 3) Efisiensi dalam menggunakan buku-buku pelajaran.

4) Cara mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan mata pelajaran tertentu.

5) Cara, proses, dan prosedur tentang mengikuti pelajaran.28 d. Bidang Bimbingan Karier

Dalam bidang bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling ditujukan untuk mengenal potensi diri, mengembangkan dan memantapkan pilihan karier.29

Bidang-bidang pengembangan tersebut merupakan usaha membantu peserta didik dalam mengembangkan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Dan memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual dan atau kelompok, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan,

26

Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling..., h. 46.

27

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah…, h. 127.

28

Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan…, h. 67.

29


(22)

serta peluang-peluang yang dimiliki, serta membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.

6. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling

Berbagai jenis layanan dan kegiatan perlu dilakukan sebagi wujud penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan, yaitu peserta didik. Dalam kaitan ini, ada sejumlah layanan dalam bimbingan dan konseling di sekolah diantaranya adalah layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, konseling perseorangan, bimbingan kelompok, konseling kelompok, layanan mediasi, layanan konsultasi, layanan konseling peroangan, layanan penguasaan konten.

a. Layanan Orientasi

Layanan yang bertujuan untuk membantu individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi yang baru dan agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai sumber yang ada pada suasana atau lingkungan baru.30 layanan orientasi bertujuan untuk membantu individu agar mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau situasi yang baru dan agar individu dapat memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari berbagai sumber yang ada pada suasana atau lingkungan baru.

b. Layanan Informasi

Pelayanan ini disediakan untuk membantu para siswa yang mengalami kesulitan kareana kekurangan atau ketidak tahuan akan informasi yang diperlukan oleh siswa, umpamaya: sekolah-sekolah yang dapat dimasuki setelah SMP, cara-cara belajar sesuatu bidang studi.31

c. Layanan Penempatan dan Penyaluran

Layanan penempatan dan penyaluran adalah layanan yang berusaha meminimalisir kondisi kurang mendukung (mismatch) yang terjadi pada individu sehingga individu dapat mengembangkan potensi dirinya secara

30

Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling..., h. 51.

31

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 238-289.


(23)

optimal. Di tempat yang cocok dan serasi serta kondusif diharapkan individu dapat mengembangkan diri secara optimal.32

d. Layanan Konseling Kelompok

Layanan konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling yang membantu siswa dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.33

e. Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan yang membantu siswa dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.34

f. Layanan Konseling Perorangan

Menurut Prayitno seperti yang dikutip Tohirin, layanan konseling perorangan merupakan layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang pembimbing (konselor) terhadap seorang klien dalam rangka pengentasan masalah pribadi klien.35 Dengan konseling perorangan, siswa akan mampu memahami kondisi dirinya sendiri, lingkungannya, dan permasalahan yang dialami serta upaya untuk mengatasi masalahnya. g. Layanan Penguasaan Konten

Menurut Prayitno seperti yang dikutip Tohirin, layanan penguasaan konten merupakan suatu layanan bantuan kepada individu (siswa) baik sendiri maupun kelompok untuk menguasai kemampuan atau kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar.36

h. Layanan Konsultasi

Layanan konsultasi merupakan layanan yang membantu siswa dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah siswa.37

32

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah…, h. 153.

33

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling…, h. 140.

34

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling…, h. 139.

35

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah…, h. 162.

36

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah…, h. 158.

37


(24)

i. Layanan Mediasi

Layanan mediasi merupakan layanan konseling yang dilaksanakan koselor terhadap dua pihak atau lebih yang sedang dalam keadaan saling tidak menemukan kecocokan atau dalam kondisi bermusuhan.38 Melalui mediasi diharapkan agar tercapai hubungan yang positif dan kondusif. Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan usaha membantu dan memfasilitasi pengembangan peserta didik dalam mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik, dan membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial psikologis mereka, merealisasikan keinginannya, serta mengembangkan kemampuan atau potensinya.

7. Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling

Pelayanan bimbingan konseling di sekolah lebih efektif dan mencapai hasil sesuai yang direncanakan, maka harus didukung oleh kegiatan-kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling. Adapun kegiatan-kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan koseling di sekolah, meliputi aplikasi instrumen, penyelenggaraan himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.39

a. Aplikasi Instrumen

Aplikasi instrumen adalah upaya pengungkapan melalui pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur atau instrumen tertentu untuk mengungkapkan kondisi tertentu dari siswa/klien.40 Kondisi tentang lingkungan peserta didik dan lingkungan yang lebih luas.

b. Himpunan Data

Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan siswa, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.41

38

Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling..., h. 58.

39

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah…, h. 207.

40

Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling..., h. 60.

41


(25)

c. Konferensi Kasus

Konferensi kasus yaitu kegiatan membahas permasalahan siswa dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.42 Tujuan dari konferensi kasus adalah untuk pengembangan dan pemeliharaan potensi-potensi individu (siswa) atau pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam konferensi kasus (fungsi pengembangan dan pemeliharaan).

d. Kunjungan Rumah

Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentasnya permasalahan peserta didik (klien) melalui kunjungan ke rumahnya.43 Kunjungan rumah dilakukan dalam rangka mengumpulkan data atau melengkapi data siswa yang terkait dengan keluarga.

e. Alih Tangan Kasus

Alih tangan kasus adalah upaya mengalihkan atau memindahkan tanggungjawab memecakan masalah atau kasus-kasus yang dialami siswa kepada orang lain yang lebih mengetahui dan berwenang.44

Dalam bimbingan dan konseling kegiatan pendukung pada umumnya tidak ditunjukan secara langsung untuk memecahkan masalah klien, melainkan untuk memungkinkan diperolehnya data dan keterangan lain serta kemudahan-kemudahan atau komitmen yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan layanan terhadap peserta didik (klien). Kegiatan pendukung ini pada umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan. Dan kegiatan pendukung dilaksanakan bertujuan mengefektifkan layanan bimbingan konseling dan mencapai tujuan yang telah direncakan.

42

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling…, h. 140.

43

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan..., h. 83.

44


(26)

B. Konsep Dasar Peran Guru Bimbingan Konseling 1. Pengertian Guru Bimbingan Konseling

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yang terdapat dalam Bab I Pasal 1 bahwa:

“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar membimbing, mengarahkan, melatih, memberikan, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.45 Guru menurut Syaiful Bahri Djamarah, adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.46 Sejalan dengan itu, Hamzah B. Uno, mendefinisikan guru sebagai orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.47

Guru merupakan pemegang hak otoritas atas cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pendidikan walaupun begitu tugas guru tidak hanya menuangkan ilmu pengetahuan ke dalam otak para siswa tetapi melatih keterampilan dan menanamkan sikap serta nilai kepada mereka. Guru sebagai pendidik tugasnya adalah mengajar, melatih dan memberikan bimbingan. Guru berperan memberikan bimbingan penguasaan nilai, disiplin diri, perencanaan masa depan, membantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya karena sedemikian besarnya tuntutan kehidupan dan masalah yang dihadapi.

Pendidikan merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik yang berlangsung dalam lingkungan pendidikan. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan dan karakteristik peserta didik. Oleh karena itu dilakukannya bimbingan adalah merupakan upaya membantu individu (peserta didik) agar memperoleh

45

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2003 , Tentang Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2006), h. 2

46

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 32.

47


(27)

pemahaman dan pengarahan diri sehingga individu (peserta didik) tersebut mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan keluarga, pendidikan dan sosial masyarakat sehingga dapat mengembangkan dirinya secara optimal.

Dalam fungsi sebagai tugas pokok bimbingan dan konseling saat ini, maka guru pembimbing atau konselor dituntut untuk menjiwai pelayanan bimbingan dan konseling dan dilaksanakan oleh tenaga kependidikan, yang tidak merangkap dengan tugas-tugas lainnya.

Maka guru pembimbing atau konselor dituntut untuk menguasai perangkat kompetensi, sikap dan sistem nilai, ciri-ciri kepribadian tertentu yang harus diinternalisasi sebagi keutuhan dan secara konsisten ternyatakan dalam cara berpikir dan bertindak yang akan menjadi instrument untuk mempengaruhi perkembangan peserta didik.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa guru bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa.

Dan dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa guru bimbingan konseling adalah orang yang bekerja dibidang pendidikan dan pengajar dan juga merupakan seorang pendidik yang profesional yang ikut bertanggung jawab memberi bantuan/pertolongan yang diberikan kepada individu (siswa) atau sekumpulan individu yang mempunyai masalah-masalah untuk diselesaikan dengan baik dalam menghindari atau mengatasi kesulitan didalam kehidupannya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidup.

2. Syarat-Syarat Guru Bimbingan Konseling

Pekerjaan petugas bimbingan dan konseling di sekolah bukanlah suatu pekerjaan yang mudah dan ringan, sebab individu-individu yang dihadapi sehari-hari di sekolah satu dengan yang lainnya memiliki permasalahan yang berbeda-beda, masing-masing individu mempunyai keunikan atau kekhasan baik dalam aspek tingkah laku, kepribadian maupun sikap-sikapnya.


(28)

Oleh karena itu seorang guru bimbingan konseling (konselor) harus memenuhi persyaratan tertentu, diantaranya persyaratan pendidikan formal, kepribadian, kemampuan, dan pengalaman khusus.48

a. Syarat yang Berkenaan dengan Pendidikan

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan profesional menuntut persyaratan-persyaratan tertentu antara lain pendidikan. Syarat pendidikan formal secara ideal berijasah sarjana yang menguasai berbagai bidang ilmu, antara lain ilmu pendidikan, psikologi umum, psikologi perkembangan, psikologi kepribadian, pengukuran dan penilaian, statistik, organisasi program bimbingan, teori dan praktik penyuluhan, dan metode-metode mengajar.49 Dan bidang yang harus dikuasai meliputi antara lain:

1. Proses konseling 2. Pemahaman individu

3. Informasi dalam bidang pendidikan, pekerjaan, jabatan atau karir. 4. Administrasi dan kaitannya dengan program bimbingan.

5. Prosedur penelitian dan penilaian bimbingan.50

Bidang-bidang tersebut akan membantu pembimbingannya juga konsep-konsep, teori-teori, dan praktik pelayanan bimbingan dan konseling.

b. Syarat yang Berkenaan dengan Kepribadian

Seorang guru bimbingan dan konseling harus mempunyai kepribadian yang baik, karena pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan sangat berkaitan dengan pembentukan perilaku dan kepribadian klien (siswa). Upaya ini akan efektif apabila dilakukan oleh seseorang yang memiliki kepribadian baik pula.

Seorang konselor sekolah di dalam mengadakan kontak dengan orang lain harus memiliki sifat-sifat kepribadian tertentu, diantaranya:

48

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling; Suatu Uraian Ringkas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 22.

49

W.S. Winkel, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah, (Jakarta: Gramedia, 1982), h. 50.

50


(29)

1. Memiliki pemahaman terhadap orang lain secara obyektif dan simpatik.

2. Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain secara baik dan lancar.

3. Memahami batas kemampuan yang ada ada dirinya sendiri.

4. Memiliki minat yang mendalam mengenai murid-murid, dan sungguh-sungguh dalam memberikan bantuan.

5. Memiliki kedewasaan pribadi, spiritual, mental, sosial, dan fisik.51

Hal ini semua akan membantu kesuksesan guru pembimbing atau konselor dalam menjalankan tugasnya.

c. Syarat yang Berkenaan dengan Pengalaman

Pengalaman memberikan pelayanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap keluasan wawasan pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Syarat pengalaman bagi calon guru BK setidaknya pernah diperoleh melalui praktik mikro konseling, yakni praktik BK dalam laboratorium BK dan makro konseling, yakni praktik pengalaman lapangan (PPL) bimbingan dan konseling.52

d. Syarat yang Berkenaan dengan Kemampuan

Kepemilikan kemampuan atau kompetensi dan keterampilan oleh guru pembimbing atau konselor merupakan suatu keniscayaan. Hal itu membuat guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.

Konselor harus memiliki intuisi dan penetrasi psikologis yang baik (intuitive and phychological penetrating). Artinya dalam menghadapi klien, ia cepat menangkap makna tersirat dari perilaku klien yang tampak dan yang terselubung sehingga konselor mampu memberikan keterampilan teknik yang antisipatif dan bermakna bagi membantu perkembangan klien.53

51

Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Teori Konseling…, h. 28.

52

Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah…, h. 121.

53


(30)

3. Tugas Dan Tanggung Jawab Guru Bimbingan Konseling

Dalam melaksanakan layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, guru bimbingan konseling (konselor) menjadi pelayan bagi pencapaian tujuan pendidikan secara menyeluruh, khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan-tujuan perkembangan masing-masing peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah.

Dalam SK Menpan No. 84/1993 ditegaskan bahwa tugas pokok guru

pembimbing adalah “menyusun program bimbingan, melaksanakan program

bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya (pasal 4).54

Selanjutnya Dewa Ketut Sukardi, menyatakan secara khusus konselor sekolah mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:

1. Bertanggung jawab tentang keseluruhan pelaksanaan layanan konseling di sekolah.

2. Mengumpulkan, menyusun, mengolah, serta menafsirkan data, yang kemudian dapat dipergunakan oleh semua staf bimbingan di sekolah. 3. Memilih dan mempergunakan berbagai instrumen test psikologis untuk

memperoleh berbagai informasi mengenai bakat khusus, minat, kepribadian, dan inteligensinya untuk masing-masing siswa.

4. Melaksanakan bimbingan kelompok maupun bimbingan individual (wawancara konseling).

5. Membantu petugas bimbingan untuk mengumpulkan, menyusun, dan mempergunakan informasi tentang berbagai permasalahan peserta didik, yang dibutuhkan oleh guru bidang studi dalam roses belajar mengajar.

6. Melayani orang tua/wali murid ingin mengadakan konsultasi tentang anak-anaknya.55

Adapun menurut H.M. Umar dan Sartono (1998: 42), tanggung jawab seorang konselor atau guru BK (bimbingan dan konseling) di sekolah ialah membantu kepala sekolah beserta stafnya dalam menyelenggarakan

54

Achmad Juantika Nurihsan, Strategi Layanan Bimbingan…, h. 43.

55


(31)

kesejahteraan sekolah (schoolwelfare).56 Sehubungan dengan fungsi ini, seorang pembimbing mempunyai tanggung jawab tertentu, yaitu sebagai berikut.57

1. Tanggung jawab konselor kepada siswa, yaitu bahwa konselor:

a. Memperhatikan kebutuhan siswa dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap siswa.

b. Menjaga kerahasiaan data tentang siswa

c. Menyelenggarakan pengungkapan data dan memberi tahu siswa tentang hasil kegiatan.

d. Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling.

e. Melakukan referal kasus dan memberi tahu siswa tentang tujuan, aturan atau prosedur dan teknik layanan bimbingan dan konseling. 2. Tanggung jawab kepada orang tua yaitu bahwa konselor:

a. Menghormati hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan membangun hubungan yang serta dengan orang tua demi perkembangan siswa.

b. Memberi tahu orang tua tentang peran konselor dengan asas kerahasiaan yang dijaga secara utuh.

c. Menyediakan dan menyampaikan untuk orang tua berbagai informasi yang berguna untuk kepentingan perkembangan siswa. d. Menyampaikan informasi (tentang siswa dan orang tua) hanya

pada pihak yang memerlukan tanpa merugikan siswa dan orang tuanya.

e. Menyampaikan informasi (tentang siswa dan orang tua) hanya kepada pihak-pihak yang berhak mengetahui informasi tersebut tanpa merugikan siswa dan orang tuanya.

3. Tanggung jawab kepada sejawat, yaitu bahwa konselor:

a. Memperlakukan sejawat dengan penuh kehormatan, keadilan dan kesetiakawanan.

b. Mengembangkan hubungan kerjasama dengan maksimum. c. Membantu proses alih tangan kasus.

4. Tanggung jawab kepada sekolah dan masyarakat

a. Mengembangkan dan meningkatkan peran dan fungsi bimbingan dan konseling.

b. Bekerjasama dengan lembaga organisasi dan perorangan baik di sekolah maupun di masyarakat demi kebutuhan siswa.

5. Tanggung jawab kepada profesi, yaitu :

a. Berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan organisasi profesional bimbingan dan konseling baik di tempat ia bekerja maupun dalam lingkungan nasional.

b. Menjalankan dan mempertahankan standar profesi bimbingan dan konseling.

56

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling…, h. 206.

57


(32)

Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa betapa beratnya tugas seorang pembimbing dalam suatu sekolah. Sering dibayangkan bahwa pembimbing di sekolah tidak hanya menghadapi masalah siswa. Namun, dalam praktik di lapangan, banyak siswa yang membutuhkan bimbingannya. Di tangan para konselor atau guru BK itulah, letak nasib dan keberhasilan pendidikan mereka.

4. Peran Guru Bimbingan Konseling

Menurut Edy Suhardono, para ahli sepakat secara bulat, bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi apa perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu posisi.58 Sejalan dengan itu, Oemar Hamalik mendefinisikan peran ialah pola tingkah laku tertentu yang merupakan ciri-ciri khas semua petugas dari pekerjaan atau jabatan tertentu.59

Berdasarkan pengertian peran di atas, dapat dipahami bahwa peran adalah pemilahan perilaku yang diharapkan untuk dilakukan oleh seseorang sesuai dengan statusnya dalam suatu sistem sosial.

Dan dapat dinyatakan bahwa peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang di lakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuanya.

Jadi yang dimaksud dengan peran guru bimbingan dan konseling, adalah fungsi seorang pengajar atau pendidik yang memegang tanggung jawab memberikan bantuan kepada siswa untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Dan orang yang memberikan bantuan psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah dan profesional yang diberikan oleh pembimbing yang mana disebut dengan konselor sedangkan yang dibimbing disebut dengan klien agar dapat berkembang secara optimal.

58

Edy Suhardono, Teori Peran Konsep, Derivasi dan Implikasinya, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), h. 15.

59

Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009), h. 33.


(33)

Bimbingan dan konseling merupakan bidang layanan kepada peserta didik (student service), layanan untuk membantu mengoptimalkan perkembangan mereka. Tanpa pembelajaran di sekolah anak-anak dan remaja akan berkembang, tetapi perkembangannya sangat minim. Dengan pembelajaran di sekolah perkembangannya akan jauh lebih tinggi, dan ditambah dengan pemberian layanan bimbingan dan konseling perkembangannya diharapkan mencapai titik optimal, dalam arti setinggi-tingginya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Karena layanan bimbingan dan konseling memfokuskan pada pengembangan segi-segi pribadi dan sosial serta pemecahan masalah secara individual. Dengan layanan tersebut diharapkan para peserta didik berada dalam kondisi prima, sehingga mereka dapat belajar, mengembangkan diri secara prima pula.

Layanan bimbingan dan konseling diberikan oleh petugas bimbingan dan konseling yang disebut guru pembimbing atau guru BK yang selain mengajar juga berperan memberikan bimbingan.

Sebagai pendidik sebenarnya tugas guru tidak terbatas pada mengajar dan melatih, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku. Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau teladan, pengawas dan pengendali seluruh perilaku siswa.60

1. Guru sebagai Pembimbing

Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan perilaku siswa sesuai dengan kemampuan dan minat ke arah positif, dan menunjang pembelajaran. Membimbing dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik.

60

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 173.


(34)

Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.

Sehubungan dengan peranannya sebagai pembimbing, maka seorang guru harus:

1) Mengumpulkan data tentang murid.

2) Mengamati tingkah laku murid dalam situasi sehari-hari. 3) Mengenal murid-murid yang memerlukan bantuan khusus.

4) Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua murid, baik secara individuil maupun secara kelompok untuk memperoleh saling pengertian dalam pendidikan anak.

5) Bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah murid.

6) Membuat catatan pribadi murid serta menyiapkannya dengan baik. 7) Menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individuil.

8) Bekerjasama dengan petugas-petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah murid-murid.

9) Bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya, menyusun program bimbingan sekolah.

10)Meneliti kemajuan murid baik di sekolah maupun di luar sekolah.61 2. Guru sebagai Contoh atau Teladan

Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukkan oleh peserta didik dipengaruhi oleh yang dimiliki oleh seorang guru. Atau dengan perkataan lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik. Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh atau teladan bagi peserta didik, karena pada dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat digugu dan ditiru.

Guru sebagai contoh atau teladan adalah peran guru sebagai seorang yang mampu mempertunjukkan kepada peserta didik tentang sesuatu pesan yang disampaikan oleh guru agar dapat dipahami dan dimengerti oleh mereka dengan mudah. Sebagai teladan, pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik. Sehubungan itu, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu:

61

I. Djumhur Dan Drs. Moh. Surya, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), h. 14-15.


(35)

1. Sikap dasar, psikologis yang akan nampak dalam masalah-masalah penting.

2. Bicara dan gaya bicara, penggunaan bahasa sebagai alat berpikir. 3. Kebiasaan bekerja, gaya yang dipakai seseorang dalam bekerja yang

ikut mewarnai kehidupannya.

4. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan, pengertian hubungan antara luasnya pengalaman dan nilai serta tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan.

5. Pakaian, perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian.

6. Hubungan kemanusiaan, diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahan, terutama bagaimana berperilaku.

7. Proses berpikir, cara yang digunakan oleh pikiran dalam menghadapi dan memecahkan masalah.

8. Perilaku neurotis, suatu pertahanan yang dipergunakan untuk melindungi diri dan bisa juga untuk menyakiti orang lain.

9. Selera, pilihan yang secara jelas merefleksikan nilai-nilai yang dimiliki oleh pribadi yang bersangkutan.

10.Keputusan, keterampilan rasional dan intuitif yang dipergunakan untuk menilai setiap situasi

11.Kesehatan, kualitas tubuh, pikiran dan semangat yang merefleksikan kekuatan, prespektif, sikap tenang, antusias, dan semangat hidup. 12.Gaya hidup secara umum, apa yang dipercaya oleh seseorang tentang

setiap aspek kehidupan dan tindakan untuk mewujudkan kepercayaan itu.62

Hal ini untuk menegaskan berbagai cara pada contoh-contoh yang diekspresikan oleh guru sendiri dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari. 3. Guru sebagai Pengawas

Pengawasan bertujuan untuk menjaga atau mencegah, agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dan untuk memperkuat kedudukan dari pengawasan, maka dapat diikuti adanya hukuman-hukuman di mana perlu.63

Sebagai pengawas, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap perilaku siswa. Dan guru harus senatiasa mengawasi seluruh perilaku siswa, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran dapat segera diatasi.

62

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional…, h. 46-47.

63

Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1973), h. 144.


(36)

4. Guru sebagai Pengendali

Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap siswa.

Dari uraian-uraian diatas, jelaslah bahwa peranan guru tidak hanya terbatas dalam kegiatan dalam kelas atau pengajaran saja, akan tetapi lebih luas dari itu. Guru mempunyai peranan yang besar dalam mendewasakan murid-muridnya dengan berbagai cara. Salah satu diantaranya adalah melalui partisipasi dalam program bimbingan dan penyuluhan disekolah.

C. Konsep Dasar Disiplin Siswa 1. Pengertian Disiplin Siswa

Dalam arti luas disiplin mencangkup setiap macam pengaruh yang ditunjukan untuk membantu peserta didik agar dia dapat memahami dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan juga penting tentang cara menyelesaikannya tuntutan yang mungkin ingin ditujukan peserta didik terhadap lingkungannya.64

Adapun disiplin menurut H.M Alisuf Sabri dalam buku Pengantar Ilmu Pendidikan, adalah sebagai adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan atau peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan disini bukanlah karena paksaan, tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-peraturan itu.65

Sejalan dengan itu, Tulus Tu’u mengutip pendapat Maman Rachman,

menyatakan bahwa disiplin adalah sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.66

64

Ahamad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 133-134.

65

H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan…, h. 54.

66 Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa, (Jakarta: PT.


(37)

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa disiplin merupakan suatu keadaan atau kepatuhan terhadap peraturan-peraturan yang telah ditetapkan baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang dilakukan dengan senang hati, suka rela dan tanggung jawab berdasarkan kesadaran yang tumbuh dalam diri seseorang.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin siswa adalah sikap yang ditunjukan oleh seorang siswa dalam mematuhi dan menaati aturan-aturan yang ada disekolah antara hal yang boleh dilakukan ataupun yang tidak boleh dilakukan.

2. Macam-Macam Disiplin

Menurut Conny R. Semiawan, disiplin dapat terbagi dalam tiga macam diantaranya, meliputi disiplin dalam waktu, belajar, dan bertata krama.67 a Disiplin dalam waktu

Kedisiplinan dalam hal ini berarti siswa harus belajar untuk terbiasa dalam mengatur waktu dalam kehidupan sehari-hari. Pengaturan waktu ini bisa bermula dari perbuatan kecil sepeti, datang tepat waktu ke sekolah, tidak membolos dan lain-lain.

b. Disiplin dalam belajar

Siswa yang mempunyai kedisiplinan dalam belajar adalah siswa yang mempunyai jadwal serta motivasi belajar di sekolah dan di rumah. Seperti dalam mengerjakan tugas dari guru dan membaca pelajaran.

c. Disiplin dalam bertata krama

Adapun maksud dari disiplin dalam bertata krama adalah kedisiplinan yang berkaitan dengan sopan santun, akhlak atau etika siswa, baik kepada guru, teman dan lingkungan. Mendidik disiplin dalam bertata krama hendaknya dilakukan sedini mungkin dimulai dari lingkungan keluarga dengan membiasakan bertingkah laku yang terpuji sebelum tertanam sifat yang buruk.

67

Conny R. Semiawan, Penerapan Pembelajaran Pada Anak, (Jakarta: PT: Index, 2008), h. 93.


(38)

Disiplin diperlukan oleh siapapun dan dimanapun. Hal tersebut disebabkan disiplin merupakan kunci sukses, karena dengan berdisiplin akan menumbuhkan sifat yang teguh dalam memegang prinsip tekun dalam berusaha mundur dalam kebenaran dan rela berkorban dan serta jauh dari sifat putus asa. Oleh karena itu disiplin sangat, penting dan besar pengaruhnya dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apabila manusia mengabaikan disiplin, akan menghadapi banyak masalah dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perilaku hidupnya tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di tempat manusia berada dan yang menjadi harapan.

3. Tujuan Disiplin

Secara umum tujuan disiplin adalah menjamin adanya pengendalian dan penyatuan tekad, sikap dan tingkah laku demi kelancaran pelaksanaan tugas serta tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam kaitan tersebut, Conny R. Semiawan mengatakan, tujuan disiplin bukan untuk melarang kebebasan atau mengadakan penekanan, melainkan memberikan kebebasan dalam batas kemampuannya untuk ia kelola.68

Selanjutnya menurut Maman Rachman, seperti dikutip Tulus Tu’u

dalam buku Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa, tujuan disiplin bagi para siswa sebagai berikut.

1. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang. 2. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan

lingkungan.

3. Cara menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukkan peserta didik terhadap lingkungannya.

4. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lainnya.

5. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah. 6. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.

7. Peserta didik belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan bermanfaat baginya dan lingkungannya.

8. Kebiasaan baik itu menyebabkan ketenangan jiwanya dan lingkungannya.69

68

Conny R. Semiawan, Penerapan Pembelajaran Pada Anak…, h. 93.

69Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Perilaku…, h. 35


(39)

Jadi dapat disimpulkan tujuan disiplin adalah melatih anak agar dapat mengatur diri sendiri. Secara khusus tujuan disiplin untuk mengontrol tingkah laku yang diharapkan agar tugas yang diberikan dapat berjalan dengan baik dan optimal.

4. Ciri-Ciri Disiplin

Sepintas ketika kita mendengar kata “disiplin” maka yang terbayang

adalah usaha untuk menyekat, mengawal dan menahan. Padahal sebenarnya tidak demikian, disiplin selain tidak hanya berarti sekatan, tetapi juga pendidikan dan latihan. Disiplin dapat dicapai dan dibentuk melalui proses latihan dan kebiasaan. Artinya, melakukan disiplin secara berulang-ulang dan membiasakannya dalam praktik-praktik disiplin sehari hari. Oleh karena itu, disiplin harus dimulai dan dibiasakan dengan melakukannya secara berulang-ulang atau terus menerus sehingga menjadi kebiasaan yang pada akhirnya akan menjadi kepribadian.

Menurut Oteng Sutisna, standar perbuatan yang diharapkan dalam kedisiplinan ialah kehadiran yang baik, pemberitahuan bila tidak hadir yang dibenarkan, ketepatan waktu, sopan santun dan kesusilaan dan lain-lain.70 Adapun ciri-ciri kedisiplinan yang ada di sekolah, sebagai berikut.

1. Patuh pada peraturan sekolah.

2. Melaksanakan tugasnya yaitu belajar. 3. Teratur masuk kelas.

4. Harus tiba pada waktu yang telah ditetapkan. 5. Tidak membuat onar di kelas.

6. Mengerjakan pekerjaan rumah. 71

Dengan demikian, diharapkan kedisiplinan yang ada akan membentuk kedisiplinan diri anak walaupun tanpa aturan tertulis. Sehingga dimanapun dan kapanpun disiplin diri akan selalu tertanam pada pribadi anak, karena dengan kesadaran yang timbul dari diri sendirilah disiplin yang sebenarnya.

70

Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan (Dasar Teoritis Untuk Praktek Profesional,

(Bandung: Angkasa, 1993), h. 111.

71

Emil Durkheim, Pendidikan Moral (Suatu Studi Teori Dan Aplikasi Sosiologis Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 1990), h.106.


(40)

5. Strategi Penerapan Disiplin

Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan dalam diri anak, sehingga akhirnya rasa disiplin itu akan tumbuh dari hati sanubari anak itu sendiri. Dengan demikian pada akhirnya disiplin itu menjadi disiplin diri sendiri (self discipline). Adapun langkah-langkah untuk menanamkan disiplin pada anak, antara lain pembiasaan, contoh atau teladan, penyadaran, dan pengawasan.72 a. Pembiasaan

Kepribadian yang tertib, teratur, taat, patuh, dan berdisiplin mustahil dapat terbentuk begitu saja. Hal ini memerlukan waktu dan proses yang memakan waktu. Perlu adanya latihan, pembiasaan diri, mencoba, berusaha dengan gigih, bahkan dengan gemblengan dan tempaan keras. Dengan latihan dan membiasakan diri, disiplin akan terbentuk dalam diri siswa dan pada akhirnya disiplin itu menjadi disiplin diri sendiri.

b. Contoh atau Teladan

Teladan ialah tindakan atau perbuatan pendidik yang sengaja dilakukan untuk ditiru oleh anak didik. Teladan merupakan alat pendidikan yang utama dalam menanamkan keyakinan atau membentuk tingkah laku atau akhlak yang baik kepada anak didik.73 Perbuatan dan tindakan kerap kali lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kata-kata. Karena itu, contoh dan teladan disiplin kepala sekolah dan guru-guru sangat berpengaruh terhadap disiplin para siswa. Mereka lebih mudah meniru apa yang mereka lihat, dibanding apa yang mereka dengar. Dan hal ini karena guru adalah teladan bagi siswa, yang dalam kiasan sering disebut “digugu dan ditiru”.

c. Penyadaran

Disiplin berguna untuk menyadarkan seseorang bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara mentaati dan mematuhi peraturan yang berlaku. Ketaatan dan kepatuhan itu membatasi dirinya merugikan pihak lain, tetapi hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar.

72

Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan…, h. 142-145.

73


(41)

d. Pengawasan

Pengawasan bertujuan untuk menjaga atau mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Dan untuk memperkuat kedudukan dari pengawasan, maka dapat diikuti adanya hukuman-hukuman di mana perlu.74

Adapun strategi umum penerapan disiplin menurut Reisman dan Payne, seperti yang dikutip E. Mulyasa dalam buku Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, sebagai berikut.

1. Konsep diri, strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri peserta didik merupakan faktor penting dari setiap perilaku.

2. Keterampilan berkomunikasi, guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik.

3. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami, guru disarankan menunjukkan secara tepat tujuan perilaku yang salah, sehingga membantu peserta didik dalam mengatasi perilakunya, dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah. 4. Klarifikasi nilai, strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik

dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri.

5. Analisis transaksional, guru disarankan bersikap dewasa, apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah.

6. Terapi realitas, guru perlu bersikap positif dan bertanggung-jawab terhadap seluruh kegiatan di sekolah, dan melibatkan peserta didik secara optimal dalam pembelajaran.

7. Disiplin yang terintegrasi, guru harus mampu mengendalikan, mengembangkan dan mempertahankan peraturan, dan tata tertib sekolah.

8. Modifikasi perilaku, guru harus menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, yang dapat memodifikasi perilaku peserta didik.

9. Tantangan bagi disiplin, guru harus cekatan, terorganisasi, dan tegas dalam mengendalikan disiplin peserta didik.75

Disiplin individu menjadi prasyarat terbentuknya kepribadian yang unggul dan sukses dan menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Oleh karena itu, kepala

74

Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan…, h. 144.

75

E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 124-125.


(42)

sekolah, guru-guru, dan orang tua perlu terlibat dan bertanggung jawab membangun disiplin siswa.

Dengan keterlibatan dan tanggung jawab itu, diharapkan para siswa berhasil dibina dan dibentuk menjadi individu-individu yang unggul dan sukses. Keunggulan dan kesuksesan itu terwujud sebab berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dirinya.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Ghozali Bogor, yang terletak di Jl. Permata No. 19 Gunungsindur-Bogor. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Desember s/d Maret 2011.

B. Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan dalam peneliti ini adalah metode penelitian analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif dilakukan dengan menuturkan dan menafsirkan data yang bekenaan dengan fakta, keadaaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan dijelaskan apa adanya.

C.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Al-Ghozali dengan jumlah keseluruhan 226 siswa. Adapun sampel dalam penelitian ini berjumlah 57 siswa dengan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah probability sampling, yaitu teknik penarikan sampel yang memberikan peluang


(1)

100% dengan kategori baik. Dan jenis perilaku tidak disiplin di SMP Al-Ghozali yang sering terjadi adalah terlambat masuk sekolah, merokok dan bolos. Dan sedikitnya pelanggaran yang terjadi dikarenakan sekolah tersebut merupakan pondok yang sesungguhnya pembinaan disiplin untuk siswa yang mondok sangat ketat karena setiap rombel mempunyai pembinanya sendiri.


(2)

BAB V

PENTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai peran guru bimbingan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa, yaitu meliputi peran guru bimbingan konseling sebagai pembimbing, teladan, pengendali dan pengawas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Peran guru bimbingan konseling sebagai pembimbing dalam membimbing dan mengarahkan perilaku siswa, berada pada kategori cukup baik. terbukti dari hasil perhitungan skor yang mendapat skor 1798 dengan rata-rata 60,66 kategori cukup baik

2. Peran guru bimbingan konseling sebagai teladan dalam mempengaruhi perubahan perilaku peserta didik, berada pada kaegori cukup baik. ini terbukti dari hasil perhitungan skor yang mendapat skor 769 dengan rata-rata 69,82 kategori cukup baik


(3)

3. Peran guru bimbingan konseling sebagai pengawas dalam mengarahkan peserta didik, berada pada kaegori cukup baik. ini terbukti dari hasil perhitungan skor yang mendapat skor 781 dengan rata-rata 57,09 kategori cukup baik

4. Peran guru bimbingan konseling sebagai pengendali dalam mengendalikan perilaku peserta didik, berada pada kategori cukup baik. ini terbukti dari hasil perhitungan skor yang mendapat skor 619 dengan rata-rata 67,87 kategori cukup baik. Dengan demikian dari temuan diatas, secara umum peran guru bimbingan konseling dalam meningkatkan disiplin siswa dapat dikatakan cukup baik.

5. Disiplin siswa di SMP Al-Ghozali berada pada kategori baik. Hal ini terbukti dari hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling, yang mengatakan bahwa disiplin siswa SMP Al-Ghozali secara keseluruhan baik. Dengan indikator hanya 25 orang siswa dari jumlah keseluruhan siswa adalah 226 yang melakukan tindakan tidak disiplin dengan berbagai jenis pelanggaran seperti terlambat masuk sekolah, bolos, merokok.79 Dan berarti sekitar 11% siswa yang melakukan pelanggaran dan 89% siswa yang tidak melakukan pelanggaran. Dengan hasil 89% dan diinterprestasikan yang berpedoman pada ketentuan diatas dapat disimpulkan disiplin siswa di SMP Al-ghozali berada pada rentang 76%-100% dengan kategori baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil temuan dari penelitian, ada beberapa saran-saran yang perlu disampaikan penulis dalam pembahasan ini. Adapun saran-sarannya sebagai berikut.

1. Bagi Kepala Sekolah, diharapkan dapat menambah jumlah guru bimbingan dan konseling di sekolah, karena jumlah guru bimbingan dan konseling yang ada saat ini kurang memadai dibandingkan dengan jumlah siswa yang harus ditangani dan menambah sarana dan prasarana untuk

79

Ahmad Yani, Guru Bimbingan Konseling, wawancara pribadi, SMP Al-Ghozali, 20 Juni 2011


(4)

mengoptimalkan pelaksanaan layanan bimbingan konseling. Hendaknya pihak sekolah mengikutsertakan guru bimbingan dan konseling dalam forum guru, pelatihan lokakarya, seminar dan studi banding dalam rangka meningkatkan profesionalitas guru bimbingan dan konseling di SMP Al-Ghozali Bogor.

2. Bagi Guru Bimbingan Konseling, diharapkan guru bimbingan konseling perlu memberikan tindakan khusus kepada siswa yang melakukan pelanggaran berulang-ulang dan guru bimbingan konseling diharapakan melaksanakan semua jenis kegiatan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan konseling guna meningkatkan kesadaran berdisiplin pada siswa.

3. Bagi Siswa, para siswa hendaknya meningkatkan intensitas mengikuti layanan kegiatan bimbingan dan konseling yang diberikan oleh guru BK dan diharapkan siswa untuk berkonsultasi kepada guru BK jika mempunyai masalah dan tidak perlu malu untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapinya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A, Hallen. 2002. Bimbingan dan Konseling Dalam Islam. Jakarta: Ciputat Press. Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta:

Rineka Cipta.

---. 2006. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimulya, Wira Cahya. 2006. Implementasi Manajemen Kurikulum Berbasis Kompetensi Di SMP Al-Ihsan Jakarta. Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Djumhur, I dan Moh. Surya. 1975. Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah (Guidance & Counseling). Bandung: CV. Ilmu.

Durkheim, Emile. Pendidikan Moral: Suatu Studi Teori dan Aplikasi Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Erlangga, 1990.

Hamalik, Oemar. 2009. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Indrakusuma, Amir Daien. 1978. Pengantar Ilmu Pendidikan: Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis. Surabaya: Usaha Nasional.

Iska, Zikri Neni. 2008. Bimbingan dan Konseling: Pengantar Pengembangan Diri dan Pemecahan Masalah Peserta Didik/Klien. Jakarta: Kizi Brother’s.

Mulyasa, E. 2006. Menjadi Guru Professional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif Dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

---. 2009. Standar Kompetensi Dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurihsan, Achmad Juntika. 2005. Strategi Layanan Bimbingan Dan Konselig, Bandung: Refika Aditama.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka Cipta.

Sabri, H.M Alisuf. 2005. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press. Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia.


(6)

Semiawan, Conny R. 2008. Penerapan Pembelajaran Pada Anak. Jakarta: Indeks. Soetjipto, dan Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. Sudijono, Anas. 2010. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press. Suhardono, Edy. 1994. Teori Peran: Konsep, Derivasi dan Implikasinya. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.

---. 1985. Pengantar Teori Konseling; Suatu Uraian Ringkas. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sutisna, Oteng. 1993. Administrasi Pendidikan: Dasasr Teoritis Untuk Praktek Professional. Bandung: Angkasa.

Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: Rajawali Press.

Tu’u, Tulus. 2004. Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.

Undang-Undang RI. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kloang Klede Putra Timur.

Uno, Hamzah B. 2009. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Winkel, W.S. 1982. Bimbingan Dan Penyuluha Di Sekolah Menengah. Jakarta: Gramedia.