Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengembangan kemampuan siswa secara optimal merupakan tanggung jawab besar dari kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pendidikan yang bermutu sangat penting untuk pengembangan peserta didik sebagai manusia yang maju, mandiri dan bertanggung jawab. Sekolah sebagai salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal berperan penting dalam pendidikan anak untuk mendewasakan anak dan menjadikannya sebagai anggota masyarakat yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dan sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan formal memiliki tanggung jawab yang besar dalam upaya pengembangan siswa secara maksimal yang nantinya dapat bermanfaat bukan saja bagi diri sendiri tapi juga bagi masyarakat luas. Namun di era globalisasi seperti sekarang ini, pendidikan yang berorientasi pada kecerdasan otak nampaknya lebih diutamakan dari pada kecerdasan emosionalnya. Sehingga terjadi degradasi moral di masyarakat Indonesia. Kondisi demikian begitu memprihatinkan dalam dunia pendidikan khususnya dan dalam masyarakat Indonesia pada umumnya. Sehingga perlu adanya peningkatan moral bagi siswa sebagai generasi penerus bangsa agar siswa menjadi manusia yang cerdas IQ Intelligent Quotient dan EQ Emotional Quotient. Akhir-akhir ini, banyak diberitakan di beberapa media masa tentang kasus Tawuran mungkin kata tersebut sering kita dengar dan baca di media massa. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal mencaci maki maupun kekerasan fisik memukul, meninju, dll. Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajarmasal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTPSMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua. Banyaknya tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia merupakan fenomena menarik untuk dibahas. Di sini penulis akan memberi beberapa contoh dari berita-berita yang ada. Di Palembang pada tanggal 23 September 2006 terjadi tawuran antar pelajar yang melibatkan setidaknya lebih dari tiga sekolah, di antaranya adalah SMK PGRI 2, SMK GAJAH MADA KERTAPATI dan SMKN 4 harian pagi Sumatra ekspres Palembang. Di Subang pada tanggal 26 Januari 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMK YPK Purwakarta dan SMK Sukamandi harian pikiran rakyat. Di Makasar pada tanggal 19 September 2006 terjadi tawuran antara pelajar SMA 5 dan SMA 3 karebosi.com. Sedangkan di Semarang sendiri pada tanggal 27 November 2005 terjadi tawuran antara pelajar SMK 5, SMK 4 dan SMK Cinde liputan6.com. Masih banyak kejadian tawuran antar pelajar yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu di sini. 1 Kasus tawuran seperti yang terjadi diatas berangkat dari pribadi yang kurang disiplin. Kedisiplin pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait, sehingga tidak ada faktor tunggal yang berdiri sendiri. Adapun faktor yang mempengaruhi disiplin siswa terdiri dari faktor dari dalam siswa internal dan faktor dari luar diri siswa eksternal. Disiplin adalah adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan atau peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan bukan karena paksaan, tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi peraturan- 1 http:www.masbow.com200805tawuran-pelajar-ditinjau-dengan.html peraturan itu. 2 Dalam memecahkan masalah perilaku tidak disiplin peserta didik ini, pendidikan di sekolah sangat berperan. Karena pendidikan berusaha untuk membawa anak kepada nilai-nilai luhur dan nilai-nilai susila. Hal ini dilakukan agar dalam diri anak memiliki nilai-nilai dan norma-norma tersebut sehingga ia bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Pendidikan juga berusaha untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak didik, membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan anak didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan. Dan hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3 yang menyebutkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. 3 Namun dalam memecahkan masalah perilaku tidak disiplin peserta didik tersebut, pendidikan yang salah satu pencapaian tujuannya melalui proses pembelajaran belum sepenuhnya mampu menjawab atau memecahkan berbagai persoalan. Hal ini mengindikasikan bahwa perlu adanya upaya pendekatan selain proses pembelajaran guna memecahkan berbagai masalah tersebut. Upaya tersebut adalah melalui pendekatan bimbingan dan konseling yang dilakukan di luar proses pembelajaran guna membantu peserta didik memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya. Adapun konsep bimbingan dan konseling dalam membentuk kedisiplinan siswa adalah tidak lepas dari arti bimbingan itu sendiri. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, 2 H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h. 54. 3 Undang-Undang RI, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: PT. Kloang Klede Putra Timur, 2003, h. 6. mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan. 4 Sedangkan konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. 5 Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan suatu kegiatan bantuan tuntutan yang diberikan kepada individu pada umumnya, dan siswa pada khususnya di sekolah dalam rangka untuk membantu mengoptimalkan perkembangan mereka. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu adalah merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensinya. Optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling guna memecahkan persoalan di atas perlu didukung oleh sumber daya manusia guru BK yang memadai dalam arti memiliki pengetahuan dan wawasan tentang bimbingan konseling. Sosok utuh kompetensi guru BK mencangkup kompetensi akademik dan professional sebagai satu keutuhan. Pembentukan kompetensi akademik guru BK merupakan proses pendidikan formal jenjang strata satu S-1 bidang bimbingan dan konseling. sedangkan kompetensi professional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan. Dan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama didasarkan pada tingkat perkembangan, kondisi dan kebutuhan peserta didik. Pelaksananya adalah guru pembimbing yang sehari-hari bertugas melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling untuk sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya dan jumlah siswa asuh yang wajib dibimbing oleh satu guru pembimbing maksimal 150 orang. Selanjutnya optimalisasi pelayanan bimbingan konseling guna memecahkan persoalan diatas perlu didukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap dan memadai. Fasilitas pokok yang diperlukan dalam kegiatan layanan dan pendukung bimbingan konseling di sekolah adalah tempat kegiatan, 4 Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia, 2010, h.15. 5 Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007, h. 63. instrument bimbingan dan konseling, perangkat elektronik, buku-buku paduan, dan kelengkapan administrasi. 6 Peran guru bimbingan konseling adalah fungsi seorang pengajar atau pendidik yang memegang tanggung jawab memberikan bantuan kepada siswa dalam menghindari atau mengatasi kesulitan di dalam kehidupannya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidup. Namun berdasarkan pengamatan di Sekolah Menengah Pertama Al- Ghozali Bogor, Bimbingan konseling yang dirintis sejak awal itu hanya memiliki 1 orang guru bimbingan konseling dengan latar belakang pendidikan sarjana pendidikan dengan jurusanprogram studi manajemen pendidikan hingga saat ini, sementara jumlah siswa yang terdaftar adalah 226 siswa, yang idealnya seorang guru pembimbing atau pengasuh melaksanakan layanan bimbingan terhadap sejumlah siswa yang menjadi tanggung jawabnya maksimal sebanyak 150 siswa. Berdasarkan penjelasan diatas jelas tergambar bahwa jumlah guru bimbingan konseling dan banyaknya siswa tidak seimbang, karena seorang guru harus melayani 226 siswa, dan dengan latar belakang pendidikan yang tidak sesuai dengan jabatan yang dipegangnya. Dan sarana dan prasarana bimbingan konseling yang terdapat di SMP al-ghozali belum lengkap dan memadai karena ruangan bimbingan konseling masih bercampur dengan ruangan lainnya. Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh guru bimbingan konseling sebagai seorang pembimbing di sekolah untuk meningkatkan disipli siswa dalam kegiatan pendidikan adalah melalui layanan bimbingan konseling. Ini merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan pribadi siswa. Dalam hal ini masih banyak kelemahan-kelemahan yang ada dalam layanan bimbingan konseling di sekolah. Salah satu kelemahan yang krusial adalah jumlah guru bimbingan konseling, latar belakang pendidikan guru bimbingan konseling dan fasilitas bimbingan konseling sehingga peningkatan disiplin siswa melalui pelayanan bimbingan konseling yang dilakukan guru belum berjalan optimal. Oleh karena itulah, upaya guru bimbingan konseling dalam peningkatan disiplin siswa dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah melalui peningkatan 6 Prayitno, pedoman khusus bimbingan dan konseling. h.43-45 layanan bimbingan konseling, mendesak untuk dilaksanakan. Sebab jika disiplin siswa dalam sekolah dapat dikelola dengan baik maka segala potensi yang dimilikinya dapat didayagunakan dengan semaksimal mungkin sehingga akan lahir out put pendidikan sekolah yang bermutu dan berkualitas. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan menuangkannya dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul “PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN DISIPLIN SISWA DI SMP AL-GHOZALI BOGOR”.

B. Identifikasi Masalah