Alat Penelitian Bahan Penelitian Kesimpulan Saran

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat Penelitian

- Spektrofotometer FT-IR Agilent Technologies - Spektrofotometer Serapan Atom GF Perkin Elmer - Scanning Electron Microscope JSM-35 C Shumandju - Labu takar 250 mL Pyrex - Beaker glass 250 mL Pyrex - Gelas ukur 100 mL Pyrex - Indikator pH universal Sartorius - Hotplate stirrer Fishons - Neraca analitis Metler PM 480 - Termometer 110 o C Fisher

3.2. Bahan Penelitian

- Aquadest - Asam Sitrat - CH 3 COOH glasial p.a E’Merck - CdCl 2 p.a E’Merck - Daun Nenas - HCl p.a E’Merck - NaNO 2 p.a E’Merck - NaOCl 12 - HNO 3 p.a E’Merck - H 2 O 2 30 p.a E’Merck - Indikator Phenolftalein - Kertas saring Whatman No. 42 - NaOH pellet p.a E’Merck

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1. PembuatanLarutanNaOH 17,5

DitimbangNaOH pellet sebanyak 175 gram dandilarutkandenganaquadestdalam labutakarvolume 1000 mL.

3.3.1.2. PembuatanLarutan H

2 O 2 10 Sebanyak 333 ml H 2 O 2 30 dimasukkan ke dalam labu takar volume 1000 ml, ditambahkan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan NaOCl 1,7

Sebanyak 136 ml NaOCl 12 dimasukkan ke dalam labu takar volume 1000 ml, ditambahkan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.4. Pembuatan Larutan Buffer Asetat

Sebanyak 27 gram NaOH pellet dilarutkan dengan 500 ml aquadest dalam gelas Beaker, diaduk hingga larut, lalu dimasukkan ke dalam labu takar volume 1000 ml yang telah berisi 75 ml asam asetat glasial, ditambahkan dengan aquadest hingga garis tanda, dihomogenkan.

3.3.1.5. Pembuatan NaOH 2

Ditimbang NaOH pellet sebanyak 20 g dan dilarutkan dengan aquadest hingga garis tanda dalam labu takar volume 1000 ml.

3.3.1.6. Pembuatan HNO

3 3,5 Sebanyak 54,6 ml HNO 3 65 diencerkan dengan aquadest dalam labu takar volume 1000 ml hingga garis batas, lalu dihomogenkan.

3.3.1.7. Larutan Seri Standar Cd

2+

3.3.1.7.1. Larutan Induk Cd

2+ 1000 ppm Sebanyak 0,897 gram CdCl 2 dimasukkan ke dalam labu takar volume 500 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.2. Larutan Seri Standar Cd

2+ 100 ppm Sebanyak 25 mL larutan induk CdCl 2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.2. Larutan Seri Standar Cd

2+ 200 ppm Sebanyak 50 mL larutan induk CdCl 2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.3. Larutan Seri Standar Cd

2+ 300 ppm Sebanyak 75 mL larutan induk CdCl 2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.4. Larutan Seri Standar Cd

2+ 400 ppm Sebanyak 100 mL larutan induk CdCl 2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.5. Larutan Seri Standar Cd

2+ 500 ppm Sebanyak 125 mL larutan induk CdCl 2 1000 ppm dimasukkan ke dalam labu takar volume 250 mL, ditambahkan aquadest hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.2. Preparasi Sampel

Daun nenas dibersihkan dan dicuci dengan air bersih.Kemudian dipotong-potong sedemikian rupa lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu sekitar 50 o C - 60 o C, kemudian diblender hingga menjadi serbuk lalu ditimbang.

3.3.3. Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Daun Nenas

Sebanyak 75 g serbuk daun nenas dimasukkan ke dalam gelas Beaker 5 L, kemudian ditambahkan 1 L campuran yang berisi HNO 3 3,5 dan 10 mg NaNO 2 , dipanaskan di atas hotplate pada suhu 90 C selama 2 jam. Setelah itu disaring dan endapan dicuci hingga filtrat netral.Selanjutnya didigesti dengan 1 L larutan NaOH 2 pada suhu 80 C selama 4 jam.Kemudian disaring dan endapan dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 1 L larutan yang terbuat dari larutan buffer asetat dan NaOCl 1,7 dengan perbandingan 1:1 vv pada suhu 80 C selama 6 jam. Kemudian disaring dan endapan dicuci sampai pH filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 ml larutan NaOH 17,5 pada suhu 80 C selama 30 menit. Kemudian disaring, dicuci endapan hingga filtrat netral. Dilanjutkan pemutihan dengan 500 ml H 2 O 2 10 pada suhu 60 C selama 15 menit dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 C, hasil kemudian ditimbang dan disimpan dalam desikator Ohwoavworhua, 2005. Selanjutnya α-selulosa yang diperoleh dikarakterisasi dengan analisis FT-IR dan analisis SEM.

3.3.4. Sintesis Selulosa Sitrat

Pembuatan selulosa sitrat berdasarkan metode yang telah dimodifikasi dari Thanh Thanh et al,.2009. Asam sitrat sebanyak 1,5 g dilarutkan dengan 8 ml aquadest dalam gelas Beaker 100 ml, kemudian dicampur dengan 0,5 g selulosa kering sambil diaduk selama 30 menit. Kemudian ditempatkan pada cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama 12 jam, lalu suhu dinaikkan menjadi 120 C selama 12 jam. Hasil campuran kemudian dicuci dengan aquadest hangat untuk memisahkan asam sitrat yang tidak ikut bereaksi. Selanjutnya hasil dikeringkan didalam oven pada suhu 50 C selama 6 jam untuk menghilangkan air. Kemudian selulosa sitrat dihitung derajat substitusinya serta dianalisis dengan spektroskopi FT- IR dan analisis SEM.

3.3.5. Karakterisasi Hasil Reaksi

3.3.5.1. Analisis Gugus Fungsi FT-IR

Masing-masing selulosa dan selulosa sitrat dicampurkan dengan KBr anhidrat lalu dicetak sesuai plat hingga membentuk pellet lapisan tipis, selanjutnya diukur spektrum masing-masing cuplikan dengan alat spektrofotometer FT-IR.

3.3.5.2. Analisis Morfologi dengan SEM

Analisis SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi dari selulosa dan selulosa sitrat. Hasil analisis SEM akan memunculkan rongga-rongga hasil pencampuran sehingga memberikan gambaran seberapa baik hasil yang diperoleh.

3.3.5.3. Penentuan Derajat Substitusi DS

Penentuan derajat substitusi DS berdasarkan metode Genung dan Mallat 1941, dimana 0,1 gram selulosa sitrat kering terlebih dahulu dilarutkan dalam 5 ml NaOH 0,5 N kemudian dimasukkan kedalam labu Erlenmeyer 250 ml, diaduk selama 30 menit dengan menggunakan magnetik stirrer. Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator Fenolftalein, lalu dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai larutan berwarna merah muda berubah menjadi bening. Percobaan blanko diulang menggunakan 0,1 gram selulosa sampel. Derajat substitusi dapat dihitung dengan persamaan berikut : sitrat = Vblanko −V sampel x 0,1 x molaritas asam Berat sampel gram x 100 DS = 162 x sitrat 1000 − 99 × sitrat

3.3.6. Perlakuan dan Analisis Penyerapan Ion Cd

2+ Pada penelitian ini, sebelum dilakukan analisis sampel dilakukan pemeriksaan terhadap alat spektrofotometer serapan atom SSA dengan kondisi operasi peralatan Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Cek Alat SSA Element Kadmium Cd Lampu Current Hallow cathode lamp 12 Ma Panjang gelombang Cd = 228,8 nm Slit 0,7 nm low Atomisation site Pyro platform Tipe pengukuran Area grafik Tipe signal Atomic absorption – Background absorption Waktu integrasi 4 menit Waktu koreksi grafik 2 menit Temperatur inject 20 o C Tekanan gas Asetilena 3,6 bar atau 52 psig atau 360 kPa Kecepatan alir gas Asetilena 300 mLmin AAS-Grafite Furnace Perkin Elmer

3.3.6.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd 2+ 400 ppm dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL, kemudian ditambahkan selulosa sitrat sebanyak 0,1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit lalu campuran disaring menggunakan kertas saring Whatmann no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan HNO 3p . Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada � spesifik 228,8 nm. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi waktu kontak 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit.

3.3.6.2. Selulosa dalam Larutan Standar

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd 2+ 100 ppm dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL, kemudian ditambahkan selulosa sebanyak 0,1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu kontak optimum lalu campuran disaring menggunakan kertas saring Whatmann no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan HNO 3p . Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada � spesifik 228,8 nm. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi larutan standar Cd 2+ 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm.

3.3.6.3. Selulosa Sitrat dalam Larutan Standar

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd 2+ 100 ppm dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL, kemudian ditambahkan Selulosa Sitrat sebanyak 0,1 g. Diaduk dengan pengaduk magnet selama waktu kontak optimum lalu campuran disaring menggunakan kertas saring Whatmann no. 42. Diatur pH filtrat hingga pH = 3 dengan menggunakan HNO 3p . Diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada � spesifik 228,8 nm. Dilakukan perlakuan yang sama dengan variasi larutan standar Cd 2+ 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm.

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Preparasi Sampel Daun nenas Dibersihkan dan dicuci dengan air Dipotong kecil-kecil Dikeringkan Dihaluskan dengan blender Serbuk Daun Nenas

3.4.2. Isolasi α-Selulosa dari Serbuk Daun Nenas

75 g serbuk daun nenas dimasukkan kedalam gelas Beaker 5 L ditambahkan 1 L campuran HNO 3 3,5 dan 10 mg NaNO 2 dipanaskan diatas hotplate sambil diaduk pada suhu 90 o C selama 2 jam disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral residu filtrat ditambahkan 1 liter larutan NaOH 2 dipanaskan pada suhu 80 o C selama 4 jam sambil diaduk diatas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral residu filtrat diputihkan dengan 1 L larutan yang terbuat dari larutan buffer asetat dan NaOCl 1,7 dengan perbandingan 1 : 1vv dipanaskan pada suhu 80 o C selama 6 jam sambil diaduk di atas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral residu filtrat ditambahkan 500 mL larutan NaOH 17,5 dipanaskan pada suhu 80 o C selama 30 menit sambil diaduk diatas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral ditambahkan dengan500 mL H 2 O 2 10 dipanaskan pada suhu 60 o C selama 15 menit sambil diaduk diatas hotplate disaring dan dicuci residu hingga filtrat netral dikeringkan pada suhu 60 o C didalam oven selama 4 jam disimpan dalam desikator hasil residu residu filtrat filtrat Analisis FT-IR Analisis SEM

3.4.3. Sintesis Selulosa Sitrat

0,5 g selulosa kering Dimasukkan kedalam gelas Beaker Dicampurkan dengan larutan dari 1,5 g asam sitrat dalam 8 ml aquadest Diaduk selama 30 menit Dituang kedalam cawan porselen Dikeringkan dalam oven pada suhu 50 o C selama 12 jam, lalu suhu dinaikkan menjadi 120 o C selama 12 jam Didinginkan Dicuci dengan aquadest hangat Dikeringkan dalam oven pada suhu 50 o C selama 6 jam Disimpan di dalam desikator Hasil Analisis SEM Penentuan DS Analisis FT-IR

3.4.4. Perlakuan dan Analisis Penyerapan Logam Cd

2+ dengan Zat Hasil Sintesis 3.4.4.1. Penentuan Waktu Kontak Optimum 50 mL Larutan Standar Cd 2+ 400 ppm Filtrat diatur pH hingga 3 dengan menambahkan HNO 3 p diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 228,8 nm. Residu dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL ditambahkan 0,1 g selulosa sitrat diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 menit disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42 λ Hasil Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada variasi waktu 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit.

3.4.5.2. Penyerapan Logam Cd

2+ dengan Selulosa dalam Larutan Standar 50 mL Larutan Standar Cd 2+ 100 ppm Filtrat diatur pH hingga 3 dengan menambahkan HNO 3 p diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 228,8 nm. Residu dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL ditambahkan 0,1 g selulosa diaduk dengan pengaduk magnet selama 60 menit disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42 λ Hasil Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada larutan standar 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.

3.4.5.3. Penyerapan Logam Cd

2+ dengan Selulosa Sitrat dalam Larutan Standar 50 mL Larutan Standar Cd 2+ 100 ppm Filtrat diatur pH hingga 3 dengan menambahkan HNO 3 p diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom pada spesifik 228,8 nm. Residu dimasukkan ke dalam gelas Beaker 250 mL ditambahkan 0,1 g selulosa sitrat diaduk dengan pengaduk magnet selama 60 menit disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman no. 42 λ Hasil Catatan : Dilakukan perlakuan yang sama pada larutan standar 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm. BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Analisis Menggunakan Spektrofotometer FT-IR

4.1.1.1.Hasil Analisis Spektrofotometer FT-IR Selulosa Selulosa yang digunakan dalam penelitian ini adalah selulosa hasil isolasi dari daun nenas. Pada tahap isola si α- selulosa digunakan 75 g serbuk daun nenas dan pada akhir proses diperoleh α- selulosa sekitar 14,5153 g sebanyak 27,65 dari berat awal serbuk daun nenas. Dari data spektroskopi FT-IR selulosa memberikan spektrum dengan puncak-puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3293 cm -1 , 2898 cm - 1 , 2124 cm -1 ,1320 cm -1 , 1030 cm -1 , 903 cm -1 , 673 cm -1 Gambar 4.1. Gambar 4.1. Spektrum FT-IR Selulosa 4.1.1.2.Hasil Analisis Spektrofotometer FT-IR Selulosa Sitrat Selulosa sitrat merupakan hasil reaksi antara selulosa yang sudah diisolasi terlebih dahulu dari daun nenas yang kemudian direaksikan dengan asam sitrat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest dengan pemanasan pada suhu 55 o C selama 12 jam, lalu suhu dinaikkan menjadi 120 o C selama 12 jam. Kemudian dicuci dengan aquadest hangat lalu dikeringkan. Hasil yang diperoleh berupa selulosa sitrat berupa serbuk halus berwarna putih kekuningan yang selanjutnya dianalisis menggunakan spektroskopi FT-IR, dimana memberikan spektrum puncak-puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3337 cm -1 , 2805 cm -1 , 2124 cm -1 , 1729 cm - 1 , 1432 cm -1 , 1372 cm -1 , 1060 cm -1 , 903 cm -1 , 673 cm -1 Gambar 4.2. Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Selulosa Sitrat

4.1.2. Hasil Analisis Morfologi Menggunakan SEM

Scanning Electron Microscopic 4.1.2.1.Hasil Analisis MorfologiSEM dari Selulosa Hasil Isolasi dari Daun Nenas Adapun hasil SEM dari selulosa hasil isolasi dari daun nenas dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut. a b Gambar 4.3 SEM dari Selulosa : a perbesaran 250 kali dan b perbesaran 500 kali 4.1.2.2.Hasil Analisis MorfologiSEM dari Selulosa Sitrat Adapun hasil SEM dari selulosa sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut. a b Gambar 4.4 SEM dari selulosa sitrat : a perbesaran 250 kali, b perbesaran 500 kali

4.1.3. Hasil Analisis Absorpsi Ion Logam Cd

2+ Menggunakan SSA Spektrofotometer Serapan Atom Hasil absorbansi larutan seri standar ion kadmium Cd 2+ menggunakan spektrofotometer serapan atom ditunjukkan pada Tabel 4.1 dibawah ini. Tabel 4.1. Data Absorbansi Larutan Seri Standar Ion Kadmium Cd 2+ Konsentrasi mgL Absorbansi Rata-Rata A 0,2 0,1093 0,4 0,2192 0,6 0,3196 0.8 0,4251 1,0 0,5175 Dari data absorbansi larutan seri standar ion kadmium pada Tabel 4.1, maka diperoleh kurva kalibrasi larutan seri standar kadmium yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 berikut ini. Gambar 4.5. Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cd 2+ Dari kurva yang dihasilkan pada Gambar 4.5, diperoleh harga koefisien korelasi R 2 kurva kalibrasi di atas yakni sebesar 0,9992 yang menunjukkan bahwa y = 0,519x + 0,005 R² = 0,999 0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000 0,5000 0,6000 0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 A bs o rba ns i Konsentrasi Larutan Seri Standar CmgL alat yang digunakan mempunyai respon yang baik. Setelah kurva kalibrasi diperoleh, dilakukan analisis absorpsi terhadap 0,1 g sampel selulosa hasil isolasi dan selulosa sitrat hasil sintesis dengan faktor pengali 1000 kali menggunakan SSA.

4.1.3.1. Hasil Penentuan Waktu Kontak

Dari data SSA yang diperoleh, penentuan waktu kontak dilakukan terhadap selulosa sitrat dengan konsentrasi larutan standar Cd 2+ 400 ppm diuraikan pada Tabel 4.2berikut. Tabel 4.2.Waktu Kontak Adsorpsi Terhadap Ion Cd 2+ No Waktu Kontak menit Konsentrasi Awal ppm Absorbansi A Konsentrasi Akhir ppm Terserap 1 30 400 0,1974 317,3100 ± 20,67 2 60 400 0,1912 306,6735 ± 23,33 3 90 400 0,2051 330,5198 ± 17,37 4 120 400 0,2009 323,3145 ± 19,17 5 150 400 0,2023 325,7162 ± 18,57 Berdasarkan data Tabel 4.2 menunjukkan bahwa waktu kontak penyerapan optimum terhadap ion logam Cd 2+ adalah 60 menit dengan serapan sebesar 23,33 .

4.1.3.2. Hasil Analisis Absorpsi Selulosa Terhadap Ion Cd

2+ Dari data SSA yang diperoleh, hasil analisis selulosa terhadap ion kadmium Cd 2+ diuraikan pada Tabel 4.3 berikut. Tabel 4.3.Hasil Pengukuran Absorpsi Selulosa dengan SSA No Konsentrasi Awal ppm Absorbansi A Konsentrasi Akhir ppm Terserap 1 100 0,1948 89,6752 ± 10,3248 2 200 0,3602 170,5713 ± 14,7143 3 300 0,3699 350,6309 ± 12,3422 4 400 0,5711 273,7210 ± 8,7966 5 500 0,4966 474,5672 ± 6,3582 Berdasarkan data Tabel 4.3 menunjukkan bahwa penurunan kadar ion logam kadmium Cd 2+ optimum adalah 14,7143 , sedangkan penurunan kadar ion logam kadmium Cd 2+ minimum adalah 6,3582 .

4.1.3.3. Hasil Analisis Absorpsi Selulosa Sitrat Terhadap Ion Cd

2+ Dari data SSA yang diperoleh, hasil analisis selulosa sitrat terhadap ion kadmium Cd 2+ diuraikan pada Tabel 4.4 berikut. Tabel 4.4.Hasil Pengukuran Absorpsi Selulosa Sitrat dengan SSA No Konsentrasi Awal ppm Absorbansi A Konsentrasi Akhir ppm Terserap 1 100 0,0630 25,2129 ± 74,7872 2 200 0,2133 98,7235 ± 50,6382 3 300 0,4873 232,7350 ± 22,4216 4 400 0,3567 337,7189 ± 15,5702 5 500 0,4568 435,5375 ± 12,8925 Berdasarkan data Tabel 4.4 menunjukkan bahwa penurunan kadar ion logam kadmium Cd 2+ optimum adalah 74,7872 , sedangkan penurunan kadar ion logam kadmium Cd 2+ minimum adalah 12,8925 .

4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi α-Selulosa dari Daun Nenas

Sebelum proses isolasi maka daun nenas terlebih dahulu dipotong kecil-kecil dan dibersihkan dengan air. Setelah itu dikeringkan dan dihaluskan dengan menggunakan blender untuk mempermudah proses isolasi. Tahapan pertama dalam proses isolasi α- selulosa adalah proses delignifikasi dengan menggunakan HNO 3 3,5 dan NaNO 2 yang bertujuan untuk menghilangkan lignin dari serbuk daun nenas. Selanjutnya dilakukan proses swelling dengan menggunakan NaOH 2 yakni membuka pori-pori selulosa sehingga zat pengotor yang tidak diinginkan keluar. Pulp yang dihasilkan dari proses swelling ini berwarna kuning kecoklatan sehingga dilakukan proses pemutihan dengan menggunakan NaOCl 1,7. Selulosa yang dihasilkan pada tahap ini masih mengandung β-selulosa dan ϒ -selulosa sehingga dilakukan pemurnian dengan menggunakan NaOH 17,5 dimana α-selulosa akan mengendap sedangkan β-selulosa dan ϒ -selulosa akan larut. α-Selulosa yang diperoleh pada tahap ini berwarna kuning, maka dilakukan pemutihan menggunakan H 2 O 2 10. α-Selulosa yang dihasilkan berbentuk serbuk berwarna putih yang kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 o C.

4.2.1.1. AnalisisSelulosa dengan Spektrofotometer FT-IR

Spektroskopi FT-IR merupakan suatu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi dari suatu molekul dalam suatu sampel. Analisis gugus fungsi dengan FT-IR telah dilakukan, spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa yang digunakan memiliki gugus O-H dengan munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 3293 cm -1 serta didukung oleh puncak serapan pada bilangan gelombang 1030 cm -1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1320 cm -1 menunjukkan vibrasi C-O anti-simetris. Puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2898 cm -1 merupakan vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada daerah bilangan gelombang 673 cm -1 . Munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2124 cm -1 menunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan daerah bilangan gelombang 903 cm -1 yang merupakan C-C bending.

4.2.2. Esterifikasi Selulosa dengan Asam Sitrat

Selulosa Sitrat merupakan hasil reaksi esterifikasi antara selulosa direaksikan dengan asam sitrat yang dilarutkan terlebih dahulu dengan aquadest dan dilakukan pemanasan pada suhu 50 o C selama 12 jam, dan selanjutnya suhu dinaikkan menjadi 120 o C. Kemudian dicuci dengan aquadest hangat untuk menghilangkan asam sitrat yang tidak bereaksi lalu dikeringkan selama 6 jam pada suhu 50 o C Thanh dan Nhung, 2009.

4.2.2.1. AnalisisSelulosa Sitrat dengan Spektrofotometer FT-IR

Spektrum yang ditunjukkan dari data FT-IR memberi dukungan bahwa selulosa sitrat yang terbentuk memiliki gugus karbonil C=O yang berasal dari asam sitrat dengan munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 1729 cm -1 serta didukung oleh puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1060 cm -1 menunjukkan vibrasi dari gugus C-O simetris dan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1372 cm -1 yang menunjukkan vibrasi dari gugus C-O anti-simetris. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3337 cm -1 menunjukkan vibrasi OH dari selulosa. Puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2805 cm -1 merupakan vibrasi stretching C-H yang didukung oleh vibrasi C-H bending pada daerah bilangan gelombang 673 cm -1 , serta munculnya puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2124 cm -1 menunjukkan vibrasi C-C stretching dan didukung dengan daerah bilangan gelombang 903 cm -1 yang merupakan C-C bending. Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1432 cm -1 menunjukkan vibrasi gugus metilena -CH 2 - dari penambahan asam sitrat. Penambahan asam sitrat menyebabkan reaksi esterifikasi berlangsung dimana O - pada atom C-6 selulosa yang bersifat nukleofil akan menyerang gugus karbonil dari asam sitrat anhidrat yang bersifat elektrofil dan membentuk selulosa sitrat. Secara hipotesis reaksi selulosa dengan asam sitrat untuk membentuk selulosa sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.6berikut : H 2 C C C HO H 2 C -H 2 O H 2 C C C HO H 2 C O O C O O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n O O O O O OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n O OH C O OH C O OH H 2 C C C HO H 2 C O OH C O OH C O -H 2 O O O O O OH O OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n H 2 C C C HO H 2 C O O C O C O O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n Asam Sitrat C O OH OH H 2 C C C HO H 2 C C O OH C O O O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n O O O O HO OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n Selulosa Selulosa-Sitrat Selulosa H H Gambar 4.6. Reaksi Pembentukan Selulosa Sitrat melalui Esterifikasi Selulosa Thanh, 2009

4.2.3. Analisis Morfologi dengan SEM Scanning Electron Microscopic

Analisis SEM dilakukan untuk melihat morfologi dari senyawa hasil modifikasi selulosa yang diperoleh. Informasi dari analisis ini akan menunjukkan gambaran seberapa baik interaksi reagensia yang digunakan dalam modifikasi selulosa. Dalam penelitian ini uji SEM dilakukan pada selulosa hasil isolasi dari daun nenas dan selulosa sitrat dengan perbesaran gambar mencakup 250 kali dan 500 kali. Adapun hasil SEM dari selulosa hasil isolasi dari daun nenas dari Gambar 4.3, menunjukkan morfologi permukaan.Permukaan pada perbesaran 250 kali dan 500 kali tampak homogen, halus, dan memiliki permukaan yang kecil. Adapun hasil SEM dari selulosa sitrat hasil isolasi dari daun nenas dari Gambar 4.4, menunjukkan telah terjadi perubahan morfologi permukaan.Permukaan pada perbesaran 250 kali dan 500 kali tampak lebih kasar dan memiliki permukaan yang lebih besar daripada selulosa hasil isolasi.Ini menunjukkan perubahan morfologi yang mendukung telah terjadi reaksi antara gugus hidroksil selulosa dan gugus karbonil dari asam sitrat.

4.2.4. Penentuan Derajat Substitusi DS

Derajat Substitusi DS adalah jumlah rata-rata gugus per anhidroglukosa unit yang disubstitusikan oleh gugus lain. Apabila gugus yang menggantikan berupa satu gugus anhidroksil pada setiap unit anhidroglukosa diesterifikasi dengan satu buah gugus asetil, nilai DS sebesar 1.Jika terdapat tiga buah gugus hidroksil yang diesterifikasi, maka nilai DS sebesar 3 Wurzburg, 1986. Penentuan DS dari senyawa selulosa sitrat yang dihasilkan dapat dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini : sitrat = [volume blanko −volume sampel ] x 0,1 x molaritas asam Berat Sampel gram x 100 = [4,4 −5,8] x 0,1 x 0,48 0,1 x 100 = 67,2 DS = 162 x sitrat 1000 − 99 × sitrat = 162 x 67,2 1000 − 99 × 67,2 = 1,925 Derajat substitusi selulosa sitrat terhadap selulosa yakni sebesar 1,925 yang mengindikasikan bahwa rata-rata sebanyak 1,925 gugus OH dari setiap monomer selulosa mengalami substitusi dengan asam sitrat membentuk selulosa sitrat. 4.2.5.Analisis Absorpsi Selulosa dan Selulosa Sitrat Terhadap Ion Cd 2+ Kurva daya serap selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.7 berikut. Gambar 4.7. Kurva Daya Serap Selulosa 2 4 6 8 10 12 14 16 100 200 300 400 500 600 T e rs e ra p Konsentrasi Ion Cd Kurva daya serap selulosa sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut. Gambar 4.8. Kurva Daya Serap Selulosa Sitrat Berdasarkan kurva padaGambar 4.7 menyatakan bahwa selulosa memiliki kemampuan serapan.Hal ini disebabkan karena adanya gugus hidroksil yang dapat berinteraksi dengan ion logam Cd 2+ . Adanya gugus OH yang merupakan Lewis Hard base memberikan interaksi dengan ion Cd 2+ yang merupakan kation besar. Hasil serapan oleh selulosa dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan serapan terhadap ion Cd 2+ pada konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm sedangkan pada konsentrasi 300 ppm hingga 500 ppm mengalami penurunan. Ini menyatakan bahwa jumlah adsorben yang digunakan sudah optimum pada konsentrasi 200 ppm dan interaksi antara adsorben dan adsorbat yang kuat sehingga ion logam tertahan pada permukaa adsorben.Sementara pada konsentrasi 300 ppm hingga 500 ppm sudah melewati batas optimum sehingga menurunkan ikatan kovalen antara adsorben dan adsorbat yang menyebabkan ion logam terlepas dari permukaan adsorben. 10 20 30 40 50 60 70 80 100 200 300 400 500 600 T e rs e ra p Konsentrasi Ion Cd Adapun reaksi pengikatan ion kadmium dengan selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut : O O O OH OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n Cd 2+ O O O O OH HO O H O H H H H H H H H H H H O n O O O OH HO O OH O H O H H H H H H H H H H H O n Cd OH + 2 H + Gambar 4.9. Pengikatan ion kadmium dengan Selulosa House, 2008 Berdasarkan kurva yang ditunjukkan sebelumnya menyatakan bahwa adanya modifikasi terhadap selulosa jelas mempengaruhi kemampuan serapannya terhadap ion logam Cd 2+ . Selulosa tersusun atas rantai-rantai panjang yang terikat satu sama lain sehingga membentuk struktur seperti anyawan yang disebut fibril dan menjadikan selulosa mampu menyerap ion logam secara fisika. Adanya modifikasi pada selulosa menjadikannya lebih reaktif karena memiliki gugus fungsi yang lebih banyak dari selulosa itu sendiri. Kemampuan selulosa sitrat sebagai adsorben disebabkan karena adanya interaksi gugus karbonil C=O dan gugus hidroksil O-H terhadap ion logam Cd 2+ . Gugus-gugus ini akan mengikat ion logam Cd 2+ melalui ikatan ion atau ion polar. Bertambahnya gugus karbonil dan hidroksil dari penambahan asam sitrat menyebabkan selulosa sitrat prinsiphard-soft interaction di mana gugus C=O yang memiliki orbital kosong pada � sebagai akseptor yang dapat berinteraksi dalam transfer muatan. Namun, tipe interaksi ini bukanlah interaksi yang paling disukai sehingga menyebabkan penyerapan ion logam yang kurang optimal.Adanya gugus O- H yang merupakan Lewis hard base juga memberikan interaksi dengan ion Cd 2+ yang merupakan kation besar House. 2008. Dari kurva pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan serapan terhadap ion logam Cd 2+ pada konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm sedangkan pada konsentrasi 300 ppm hingga 500 ppm mengalami penurunan. Ini disebabkan jumlah adsorben yang digunakan sudah optimum pada konsentrasi 200 ppm dan interaksi antara adsorben dan adsorbat yang kuat sehingga menyebabkan ion logam tertahan pada permukaan adsorben.Sementara pada konsentrasi 300 ppm hingga 500 ppm sudah melewati batas optimum sehingga menurunkan interaksi antara adsorben dan adsorbat yang menyebabkan ion logam terlepas dari permukaan adsorben. Pada konsentrasi 500 ppm terlihat persentase serapan yang sangat rendah, ini disebabkan selain selulosa sitrat yang telah jenuh dalam menyerap logam juga dipengaruhi oleh sifat selulosa sitrat yang sedikit higroskopis sehingga sebagian selulosa sitrat menjadi larut dalam larutan yang turut serta menjadikan jumlah ion yang terserap tidak maksimal. Adapun reaksi pengikatan ion kadmium dengan selulosa sitrat dapat dilihat pada Gambar 4.10. O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O n H 2 C C C HO H 2 C C O OH C O O O O O O OH OH OH O H O H H H H H H H H H H H O O n O O O O O OH O OH O H O H H H H H H H H H H H O n H 2 C C C HO H 2 C C O O C O O O O O O OH O OH O H O H H H H H H H H H H H O O n Cd Cd 2+ 2 H + Gambar 4.10. Pengikatan ion Kadmium dengan Selulosa Sitrat House, 2008 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Esterifikasi sebanyak 0,5 gram selulosa hasil isolasi dari daun nenas menggunakan asam sitrat dengan perbandingan bb 1:3 menghasilkan 0,5546 gram selulosa sitrat berbentuk serbuk dan berwarna kuning pucat, yang dalam penelitian ini memberikan karakteristik : a. Pada analisis gugus fungsi menggunakan FT-IR memunculkan pita serapan vibrasi stretching O-H pada daerah bilangan gelombang 3337 cm -1 , dan didukung oleh vibrasi gugus karbonil C=O pada daerah bilangan gelombang 1729 cm -1 . b. Pada analisis morfologi permukaan menggunakan SEM menunjukkan bahwa permukaan selulosa sitrattampak lebih kasar dan memiliki permukaan yang lebih besar menandakan selulosa dan asam sitrat telah bereaksi. 2. Hasil analisis adsorpsi terhadap ion logam Cd 2+ menggunakan SSA menunjukkan bahwa serapan optimum dengan waktu kontak 60 menit terdapat pada konsentrasi 200 ppm, di mana selulosa memiliki serapan sebesar 14,7143 , sedangkan selulosa sitrat serapan optimum pada konsentrasi 100 ppm dengan serapan sebesar 74,7872 .

5.2. Saran

1. Disarankan untuk penelitian selanjutnya melakukan sintesis selulosa sitrat dengan melakukan sejumlah variasi perbandingan massa selulosa dengan asam sitrat . Disarankan untuk penelitian selanjutnya meneliti kekuatan serapan selulosa termodifikasi yang dihasilkan dengan variasi ion logam yang berbeda. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Daun Nenas Ananas comosus L Merr