Enkapsulasi dan Pengeringan Sinbiotik BAL AK2

jam ke-15 dengan OD 0.1 hingga jam ke-36 dengan nilai OD 1.8. Bakteri mencapai fase awal stasioner pada jam ke-36 dengan nilai OD 1.8. Fase pertumbuhan lambat bakteri adalah jam ke-33 hingga jam ke-36 dan setelah itu bakteri memasuki fase stasioner. Pemanenan bakteri AK2 untuk tujuan enkapsulasi sel dilakukan pada fase akhir logaritmik atau awal fase stasioner pada jam ke-36 berdasarkan kurva pertumbuhan. Pemanenan pada fase ini bertujuan untuk memperpendek waktu adaptasi kembali bakteri yang akan dienkapsulasi. Total sel bakteri pada saat pemanenan 36 jam menunjukkan nilai mencapai 10 8 – 10 9 CFU mL -1 . Pentingnya mendapatkan konsentrasi sel 8 - 9 log CFU mL -1 dimaksudkan untuk memberikan jumlah sel yang cukup untuk enkapsulasi dan meningkatkan jumlah bakteri yang tetap hidup dalam kondisi asam lambung tiruan. Selain itu, pemanenan pada akhir fase logaritmik dilakukan dengan harapan bakteri mulai memproduksi senyawa metabolit yang salah satunya berupa asam sehingga bakteri toleran terhadap paparan asam pada kondisi asam lambung tiruan sehingga dapat meningkatkan viabilitas dan daya hidup bakteri. Usmiati dan Marwati 2007 melakukan pembuatan kurva pertumbuhan bakteri asam laktat SCG 1223 dalam media nutrient broth. Bakteri memasuki fase stasioner pada jam ke-7. Berdasarkan pada kurva pertumbuhan BAL SCG 1223, pada titik fase logaritmik ditunjukkan oleh garis logaritmik sebelum memasuki fase stasioner nilai pH terendah pada jam ke-6. Meningkatnya jumlah biomassa menyebabkan jumlah metabolit sekunder bakteriosin yang dihasilkan akan meningkat kemudian turun setelah mencapai fase stasioner Boe, 1996. Pembuatan kurva pertumbuhan isolat juga dilaporkan oleh Yuliana 2008 yang menggunakan isolat BAL T5 pada media MRS cair. Isolat T5 memiliki fase adaptasi relatif singkat yang terjadi pada jam ke-0 hingga ke-3 jam pertama, sedangkan bakteri memasuki fase logaritmik terjadi pada jam ke 3 sampai dengan jam ke 9.

4.4 Enkapsulasi dan Pengeringan Sinbiotik BAL AK2

Isolat bakteri asam laktat AK2 telah berhasil dienkapsulasi menggunakan metode ekstrusi Reyed 2007 yang dimodifikasi, dengan jumlah sel awal 8 x 10 8 CFU Universitas Sumatera Utara mL -1 pada alginat AL, 1,37 x 10 10 CFU mL -1 pada alginat-susu skim-inulin ALSI dan 1,7 x 10 9 pada alginat-tepung kedelai-inulin ALTI. Hasil enkapsulasi probiotik BAL metode ekstrusi ialah kapsul beads yang bulat dan kompak yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2. Kapsul beads sinbiotik BAL AK2 hasil enkapsulasi metode ekstrusi Kapsul dengan enkapsulan AL, ALSI dan ALTI memiliki bentuk yang bulat seragam dan struktur yang kompak, namun warna pada masing-masing variabel berbeda-beda. Kapsul AL berwarna bening transparan, pada kapsul ALSI berwarna putih sedangkan pada kapsul ALTI berwarna kuning pucat. Ukuran kapsul AL lebih kecil dibandingkan dengan pada kapsul ALSI dan ALTI, hal ini disebabkan konsentrasi bahan pengkapsul yang berbeda. Kapsul yang dihasilkan melalui teknik ekstrusi ialah kapsul bulat seragam dan kompak. Kapsul tersebut memiliki tekstur yang kenyal dan warna yang transparan. Ukuran kapsul yang dihasilkan berdiameter berkisar 3 - 4 mm. Ukuran dan bentuk kapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh jarak injeksi, ukuran jarum syringe, konsentrasi alginat dan konsentrasi larutan CaCl 2 . Adapun jarak injeksi berhubungan erat dengan ukuran jarum syringe yang digunakan. Jarak injeksi pada proses pembuatan kapsul ialah 10-15 cm dari wadah pengumpulan kapsul dan ukuran jarum syringe yang digunakan ialah 23G x mm. Konsentrasi bahan pengkapsul alginat sekitar 1 memberikan bentuk kapsul yang tidak beraturan, ukuran yang kecil dan tekstur yang lunak dan tidak kenyal. Ukuran dan bentuk yang sedemikian rupa kurang mendukung viabilitas a. Alginat AL b. Alginat-susu skim- inulin ALSI c. Alginat-tepung kedelai-inulin ALTI Universitas Sumatera Utara sel melalui waktu penyimpanan dan suhu penyimpanan disebabkan kemungkinan pengurangan kadar air akibat variasi suhu yang diberikan. Konsentrasi alginat yang 3 dapat memberikan ukuran yang cukup dan bentuk yang bulat seragam serta tekstur yang kenyal yang lebih stabil terhadap perlakuan suhu yang diberikan. Konsentrasi larutan pengeras hardening juga merupakan faktor yang mempengaruhi ukuran, bentuk dan tekstur kapsul karena kapsul akan terbentuk karena adanya ion Ca pada CaCl 2 akan berikatan silang dengan unit G pada alginat yang dikenal dengan model kotak telur egg-box model Sabra Deckwer, 2005. Alginat yang kaya dengan Unit G dapat membentuk kapsul yang kuat, padat dan rapuh sedangkan alginat yang kaya dengan unit M membentuk kapsul yang lembut dan elastis Wood, 2010. Kapsul yang dibentuk dengan bahan dasar alginat secara ekstrusi meningkatkan daya hidup probiotik jika konsentrasi polisakarida dan ukuran kapsul meningkat Chandramouli et al., 2004; Lee dan Heo, 2000. Meskipun metode ekstrusi mampu meningkatkan viabilitas probiotik dalam jumlah yang cukup tinggi untuk memberikan manfaat kesehatan, metode ini tidak sesuai dengan skala industri karena ukuran kapsul yang terlalu besar jika dimasukkan dalam produk pangan akan mempengaruhi tekstur makanan menjadi kurang baik Truelstrup-Hansen et al., 2002. Li dan Chen 2009 melaporkan bahwa bakteri asam laktat yang dienkapasulasi dengan alginat, gelatin dan trehalosa dengan metode ekstrusi dan pengeringan 4 o C menunjukkan bentuk kapsul yang berbentuk bulat dan permukaan yang berkerut dengan ukuran berkisar 1,7 mm ± 0,2 mm. Penelitian enkapsulasi bakteri asam laktat juga dilakukan oleh Mirzaeeil dan Arya 2012 yang menggunakan L. acidophilus ~ 10 9 CFU mL -1 . Enkapsulasi dilakukan dengan kalsium alginat 2,2 wv dan 0,2 M CaCl 2 menggunakan metode emulsi dan ekstrusi. Hasilnya menunjukkan viabilitas sel terenkapsulasi pada kedua metode tidak berbeda nyata p 0,05. Viabilitas sel dalam kapsul meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran kapsul. Dengan menggunakan metode ekstrusi didapatkan distribusi ukuran kapsul yang sempit seragam.

4.5 Uji Viabilitas Kapsul Kultur BAL Selama Penyimpanan