Biseksual Salah Satu Penyebab Perceraian (Analisis Putusan Nomor: 0456/Pdt.G/2012/Pa.Tng)

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan HukumUntuk Memenuhi Salah Satu SyaratUntuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

M. Iqbal Warats

1110044200013

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A


(2)

i

BISEKSUAL SALAH SATU PENYEBAB PERCERAIAN

(Analisis Putusan Nomor 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk MemperolehGelarSarjanaSyariah (S.Sy)

Oleh:

M. Iqbal Warats 1110044200013

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A 195003061976031001

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A 1435 H/2014 M


(3)

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “BISEKSUAL SALAH SATU PENYEBAB PERCERAIAN

(Analisis Putusan Nomor 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng )” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at, 9 Mei 2014 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Keluarga Islam.

Jakarta, Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Phil. JM. Muslimin, MA. NIP: 196808121999031014 PANITIA UJIAN

1. Ketua Prodi : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. (...) NIP: 195003061976031001

2. Sekretaris Prodi : Hj. Rosdiana, MA. (...) NIP: 19690610200312201

3. Pembimbing :Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. (...) NIP: 195003061976031001

4. Penguji I : Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag. M.Ag. (...) NIP: 197304242002121007

5. Penguji II : Hotnida Nasution. MA. (...) NIP: 197106301997032002


(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 Mei 2014


(5)

iv

ABSTRAK

M. Iqbal Warats, NIM 1110044200013, “ Biseksual Salah Satu Penyebab Perceraian (Analisis Putusan Nomor: 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng). Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. ix + 79 halaman+halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara ini yang sesuai dengan Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), penyebab gugat cerai istri ini adalah karena suami selingkuh dengan perempuan lain dan berhubungan dengan sesama jenis kelamin. Yang di dalam Undang-undang tidak disebut secara jelas kata

“menyukai dua jenis kelamin (biseksual)”.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum berkaitan dengan undang-undang. Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memutus perkara perceraian ketika alasan perceraian terutama terkait dengan biseksual tidak diatur dalam undang-undang maupun peraturan lainnya, maka hakim melandaskan putusan berdasarkan poin-poin lain yang berkaitan pada putusan tersebut.

Kata Kunci : Perceraian, Biseksual.

Pembimbing : Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H, M.A Daftar Pustaka : Tahun1993s.d. Tahun 2012


(6)

v KATA PENGANTAR











Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayah-Nya serta memberikan berkah, kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul BISEKSUAL SALAH SATU PENYEBAB PERCERAIAN (Analisis Putusan Nomor: 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng).

Shalawat serta salam senantiasa tercurah untuk pemimpin umat manusia yang revolusioner dimana oleh karenanyalah ilmu dan cahaya Islam bisa dirasakan sampai akhir zaman.

Penulis bersyukur dengan tiada henti karena pada akhirnya tugas akhir dalam jenjang pendidikan Strata Satu (s1) yang penulis hadapi telah selesai dikerjakan. Serta tak lupa penulis minta maaf apabila ada penulisan dalam skripsi ini ada yang kurang berkenan dihati pembaca.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, M.A. selaku rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Dr. Phil. JM. Muslimin, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H, M.A, selaku ketua Jurusan Prodi SAS sekaligus Dosen pembimbing skripsi, dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A selaku sekretaris jurusan SAS yang telah memberikan arahan dan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

vi

4. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan, karyawan.

5. Pengadilan Agama Jakarta Tangerang yang menjadi objek penelitian skripsi ini yang telah membantu dalam memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Kepada kedua orang tua Ayahanda tercinta Abdul Rohim dan Ibunda tersayang Lianah, sujud abdiku kepada kalian atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian selama ini, “allahummagfirlii

waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani sogiro”. Adikku tersayang Hikmah Aulia dan Muhammad Agil Agustiar, sertasaudara-saudarakuyang selalu memberi support.

7. Seluruh sahabat AKI angkatan 2010 yang tersanjung Mirza, Adi Guna, Natasha Nicola, Dini Aulia, Sukron Naim, Rian Wahyu Utomo dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Trima kasih atas segala canda tawa dan keluh kesah selama di kelas, maaf kalau banyak kesalahan penulis baik yang disengaja maupun tidak dan tentunya kalian adalah yang terindah selama pembelajaran di kelas.

8. Untuk keluarga besar FKMB (Forum Komunikasi Mahasiswa Betawi) secara kolektif yang tidak mungkin disebutkan dalam kertas pendek ini. Penulis merasa adanya transformasi baru untuk mengenal orientasi organisasi yang

lebih baik demi terwujudnya menusia madani yang tercerahkan. “Bangga Jadi Betawi”

9. Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang telah berbagi ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

vii

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini selanjutnya.

Ciputat, 9 Mei 2014


(9)

viii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I: PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. Pembatasandan PerumusanMasalah... 5

C. TujuandanManfaatPenelitian ... 6

D. Review Studi Terdahulu ... 6

E. KerangkaTeori... 8

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 11

G. SistematikaPenulisan ... 13

BAB II: BISEKSUAL DALAM HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Biseksual ... 15

B. Pengaruh Biseksual Terhadap Perkawinan ... 22

C. Biseksual Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif ... 24

BAB III: POTRETPENGADILAN AGAMA TANGERANG A. Sekilas Tentang Pengadilan ... 29

B. Susunan Organisasi Pengadilan ... 35

C. Proses Penyelesaian Perceraian di Pengadilan ... 38

BAB IV: ANALISIS PUTUSAN A. DuduknyaPerkara ... 43

B. PertimbanganHakim ... 45


(10)

ix

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN: 1. Surat Bimbingan Skripsi ... 60

2. Surat Permohonan Data Ke Pengadilan Agama Tangerang ... 61

3. Surat Keterangan Permohonan Data ... 62

4. Hasil Wawancara ... 63


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia yang berada di atas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia, dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Tetapi kebahagiaan itu tidak dapat dicapai dengan mudah tanpa mematuhi peraturan-peraturan yang telah digariskan agama, diantaranya mesti induvidu-induvidu dalam masyarakat itu saling menunaikan hak dan kewajibannya masing-masing.1

Orang-orang yang memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang sukses meniti jalan berliku tanpa mematikan api harapannya yang selalu bisa mewujudkan kebahagiaan, meskipun harus diiringi dengan penderitaan dan keresahan, kebahagiaan yang dimaksud adalah sebuah kebahagiaan besar yang ada di dalam kesusahan, bukan kesusahan semata. Tetapi kebahagiaan terbesar dapat juga diperoleh di dalamnya.2 Salah satu jalan untuk mencapai bahagia ialah dengan jalan

perkawinan, dengan adanya perkawinan terbentuklah suatu rumah tangga. Apabila baik rumah tangga dengan sendirinya masyarakat akan baik pula, karena rumah tangga adalah merupakan masyarakat yang kecil, supaya tercapai rumah tangga yang baik hendaklah induvidu-induvidu dalam rumah tangga yang pada pokoknya terdiri

1

Firdaweri, Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989), cet. Ke-1, h. 01.

2

Ali Husain Muhammad Makki al-Amili, Perceraian Salah Siapa?: Bimbingan Islam dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, (Jakarta: Lentera, 2001), cet. Ke-4, h. 120.


(12)

dari suami dan isteri harus pula saling menunaikan hak dan kewajiban masing-masing.3

Hak ialah sesuatu yang harus diterima sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dengan baik. Begitulah kehidupan antara suami istri dalam setiap rumah tangga, apabila dua hal tersebut tidak seimbang niscaya akan timbullah percekcokan dan perselisihan dalam rumah tangga. Sebaliknya jika antara hak dan kewajiban itu seimbang atau sejalan, terwujudlah keserasian dan keharmonisan dalam rumah tangga, rasa kebahagiaan semakin terasa dan kasih sayang akan terjalin dengan baik. Sang anak menghormati orang tuanya, orang tua sayang kepada anaknya, suami menghargai istrinya dan istripun menghormati suaminya dan seterusnya. Oleh karena itu antara suami istri harus tahu dan melaksanakan hak serta kewajibannya masing-masing, demikian juga sang anak harus tahu diri dan menghormati orang tuanya.4Di

antara hak suami dan istri adalah:

1. Suami dan istri dihalalkan mengadakan hubungan seksual.

2. Haram melakukan pernikahan, artinya baik suami maupun istri tidak boleh melakukan pernikahan dengan saudaranya masing-masing.

3. Dengan adanya ikatan pernikahan, kedua belah pihak saling mewarisi apabila salah seorang di antara keduanya telah meninggal meskipun belum bersetubuh. 4. Anak mempunyai nasab yang jelas.

3

Firdaweri, Hukum Islam tentang Fasakh Perkawinan, h. 01. 4

Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993), cet. Ke-1, h. 37.


(13)

5. Kedua pihak wajib bertingkah laku dengan baik sehingga dapat melahirkan kemesraan dalam kedamaian hidup.5

Dalam Kompilasi Hukum Islam pada BAB XII Pasal 77 disebutkan mengenai kewajiban suami istri secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yangsakinah, mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

2. Suami-istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.

3. Suami-istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anakmereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan dan pendidikan agamanya.

4. Suami-istri wajib memelihara kehormatannya.

5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapatmengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.6

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia di antara makhluk-makhluk Allah lainnya. Dianugrahkan kepadanya insting untuk mempertahankan keturunan sebagai konsekuensi kemuliaan itu. Ini berarti manusia harus memperkembangkan keturunan dengan alat yang telah diperlengkapkan Tuhan kepadanya. Di antara perlengkapan ini adalah alat kelamin dan nafsu syahwat untuk

5

M.A. Tihami, Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 154.

6


(14)

saling bercinta. Dari percintaan inilah akan timbul nafsu sebagai naluri manusia sejak lahir.

Berdasarkan tingkah laku manusia. Sigmund Freud seorang pendiri ilmu psikhoanalisis dari Wina yang hidup dalam tahun 1956-1939, kesimpulan bahwa manusia hidup didorong oleh dua naluri, yaitu:

1. Makan untuk mempertahankan hidup pribadi 2. Seks untuk mempertahankan keturunan.

Pendapat Sigmund Freud amatlah tepat. Karena pada dasarnya manusia diciptakan Allah telah diberi bekal nafsu seks sebagai kaitan untuk mempertahankan kelangsungan keturunan. Ditegaskan oleh Allah dalam Al-Quran surat Ali Imran : 14. Pada surat Ali Imran ayat 14 dijelaskan bahwa manusia (laki-laki) sejak lahir telah dibekali cinta syahwat (nafsu seks) terhadap wanita. Demikian pula wanita sebagai lawan jenis laki-laki tak ubahnya seperti laki-laki juga. Dia dibekali oleh Tuhan nafsu seks untuk melayani kehendak lawan jenisnya itu. Naluri seks pada wanita ini digambarkan oleh Allah dalam Al-Quran pada surat Yusuf: 23, di dalam kisah Zulaikha yang jatuh cinta kepada Nabi Yusuf.

Maka sekarang menjadi jelas bahwa seks adalah kebutuhan biologis manusia yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kehidupan. Dari kenyataan ini, maka seks merupakan faktor yang amat penting untuk dipelajari agar kebutuhan seks berjalan dengan wajar. Janganlah naluri seks manusia anugerah Tuhan ini diselewengkan manurut hawa nafsu. Kalau ini terjadi, tentu insting manusia untuk mempertahankan kelangsungan keturunan tidak akan berhasil, bahkan sebaliknya akan punah. Untuk


(15)

menghindari hal-hal seperti itu perlu sekali diterapkan moral agama dalam seks. Moral berarti ajaran mengenai baik dan buruknya tingkah laku manusia. Kalau moral agama diterapkan dalam seks, niscaya agama akan membimbing tingkah laku hubungan seks yang baik. Seks yang berjalan sesuai dengan moral agama, pasti akan berjalan dengan baik, wajar tanpa menodai harkat dan martabat manusia.7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar pokok permasalahan dalam memahami skripsi ini tidak terlalu meluas dan tetap pada jalurnya, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan dalam penulis skripsi ini hanya berkisar pada gugat cerai dengan alasan perlakuan biseksual berdasarkan Putusan Gugat Cerai di Pengadilan Agama Tangerang Nomor: 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng.

2. Perumusan Masalah

Di dalam peraturan tidak ada dinyatakan Biseksual menjadi sebab perceraian akan tetapi pada kenyataannya hakim Pengadilan Agama memutuskan perkara perceraian yang disebabkan biseksual.

Rumusan masalah tersebut, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

a. Apakah biseksual dapat dijadikan alasan faktor perceraian?

b. Bagaiamana pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara cerai gugat akibat suami Biseksual?

7


(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai, di antaranya adalah:

a. Untuk mengetahui apakah biseksual dapat dijadikan alasan faktor perceraian. b. Untuk mengetahui pertimbangan para hakim dalam mengabulkan

permohonan perkara perceraian dengan alasan biseksual. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Secara praksis atau terapan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi pemikiran bagi para hakim di lingkungan Pengadilan Agama dalam menyelesaikan putusan yang disebabkan oleh biseksual.

b. Secara ilmiah, Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengembangan pemikiran Hukum Islam dan Hukum Positif bagi setiap pribadi muslim dan masyarakat luas terutama terkait perkara perceraian karena biseksual sebagai alasan perceraian.

D. Review Studi Terdahulu

Pembahasan berupa skripsi tentang perceraian memang sudah banyak dikaji, oleh karena itu penulis berusaha untuk mengangkat persoalan biseksual sebagai alasan perceraian dengan melakukan telaah terhadap putusan Pengadilan Agama.

Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas, dalam menjalani kehidupan berumah tangga, suami istri tidak lepas dari hak dan kewajiban yang seimbang, baik


(17)

dalam keluarga maupun dalammasyarakat. Demikian pula dalam melakukan perbuatan hukum keduanya mempunyai hak dan kedudukan yang sama berkaitan dengan permasalahan di atas, ada penelitian yang telah dikaji oleh penulis, diantaranya:

1. Nasrudin Romli, Homoseksual: Kritik Terhadap Pemikiran Prof. Dr. Musdah Mulia. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

Dalam penulisan ini penulis menemukan sub judul yang berkaitan dengan skripsi yang penulis teliti yaitu biseksual.

Skripsi ini meneliti alasan-alasan yang digunakan Prof. Dr. Musdah Mulia, baik yang bersifat normatif maupun rasional untuk membenarkan perilaku homoseksual sebagai kajian kritis terhadap pemikiran yang dikemukakan olehnya. Perbedaan dengan skripsi yang penulis tulis adalah prilaku kelainan seks tersebut, penulis lebih mengkaji prilaku biseksual yaitu orang yang menyukai dua jenis kelamin.

2. Epni Juliana, homoseksual sebagai pemicu perceraian, (Studi Putusan Perkara Nomor 1564/Pdt.G/2008/PA.JT). (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Dalam penulisan ini penulis menemukan sub judul yang berkaitan dengan skripsi penulis teliti yaitu biseksual.

Skripsi ini membahas mengenai gugat cerai yang diajukan istri karena suami homoseksual. Perbedaan dengan skripsi yang penulis tulis adalah alasan


(18)

perceraiannya, dalam skripsi ini yang menjadi alasan perceraian adalah karena suami biseksual artinya suami tidak hanya berhubungan dengan perempuan tetapi suami juga berhubungan dengan laki-laki.

3. Jamilah, kelainan seks pada suami sebagai pemicu terjadinya perceraian, (Analisis Putusan PA Depok Nomor: 662/Pdt.G/2008/PA.Dpk.Jawa Barat), (Skripsi s1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).

Dalam penulisan ini penulis menemukan sub judul yang berkaitan dengan skripsi penulis teliti yaitu biseksual.

Dalam skripsi tersebut yang menjadi alasan perceraian adalah karena suami kelainan seks, salah satu kelainan seksnya adalah suka mengintip wanita yang sedang mandi. Yang menjadi perbedaan dengan skripsi ini adalah alasan perceraiannya, pada skripsi ini penulis membahas tentang cerai gugat istri akibat suami biseksual.

E. Kerangka Teori

Islam mengatur keluarga dengan segala perlindungan dan pertanggungan syariatnya. Islam juga mengatur hubungan lain jenis yang didasarkan pada perasaan yang tinggi, yakni pertemuan dua tubuh, dua jiwa, dua hati dan dua ruh. Dalam bahasa yang umum, pertemuan dua insan yang diikat dengan kehidupan bersama untuk menggapai keturunan yang tinggi dan menyongsong generasi baru. Tugas ini hanya dapat dilakukan oleh dua orangtua secara bersama yang tidak dapat dipisahkan.


(19)

Yang pokok dalam hubungan keluarga itu adalah ketenangan, dan ketentraman. Islam mengatur hubungan ini dengan segala perlindungan yang menjamin ketentraman tersebut sehingga mencapai tingkatan taat yang tinggi. Untuk mencapai tujuan ini Islam membantu uang negara yang diberikan kepada fakir miskin. Islam mewajibkan adab yang melarang pamer perhiasan dan fitnah, agar hati menjadi tenang dan tidak tergoyahkan oleh fitnah dan perhiasan di pasar-pasar. Islam juga mewajibkan hukuman bagi yang berzina dan penuduh zina. Islam menjadikan rumah sebagai tempat kehormatan dengan meminta izin antara penghuninya. Peraturan dan tata tertib rumah tangga inilah yang dapat memelihara dari segala keguncangan didasarkan pada bimbingan kasih sayang dan takwa kepada Allah.

Akan tetapi, realita kehidupan menusia membuktikan banyak hal yang menjadikan rumah tangga hancur (broken home) sekalipun banyak pengarahan dan bimbingan, yakni kepada kondisi yang harus dihadapi secara praktis. Suatu kenyataan yang harus diakui dan tidak dapat diingkari ketika rumah tangga dan mempertahankannya pun suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak berdasar. Islam tidak segera mendamaikan hubungan rumah tangga dengan cara dipisahkan pada awal bencana (pertikaian). Islam justru berusaha dengan seoptimal mungkin memperkuat hubungan ini, tidak membiarkan begitu saja tanpa ada usaha.

Jikalau permasalahan cinta dan tidak cinta sudah dipindahkan kepada pembangkangan dan lari menjauh, langkah awal yangditunjukkan Islam bukan talak. Akan tetapi, harus ada langkah usaha yang dilakukan pihak lain dan pertolongan yang


(20)

dilakukan oleh orang baik-baik. Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam firman Allah SWT Qs. An-Nisa : 35.

Jika jalan penengah tidak didapatkan hasil, permasalahnnya menjadi kritis, kehidupan rumah tangga sudah tidak normal, tidak ada ketenangan dan ketentraman, dan mempertahankan rumah tangga seperti sia-sia. Pelajaran yang diterima adalah mengakhiri kehidupan rumah tangga sekalipun dibenci Islam, yakni talaq.8

Hak talaq ini dapat digunakan untuk menjadi jalan keluar bagi kesulitan yang dihadapi suami dalam melangsungkan situasi rukun damai dalam kehidupan rumah tangga. Rumah tangga yang dibangun melalui aqad nikah harus dilandasi dengan rasa cinta kasih di antara dua pihak, sehingga apabila rasa cinta menjadi tidak ada di antara mereka dan sulit dipulihkan, tetapi yang ada kemudian hanya benci-membenci, terbukalah pintu yang memberi hak talaq ini kepada suami.9 Menurut Hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Ibnu „Umar, Muhammad SAW bersabda: “Barang halal yang paling tidak disukai oleh Allah ialah perceraian”.10

Pada skripsi ini yang berjudul “Biseksual Salah Satu Penyebab Perceraian (Analisis Putusan Nomor: 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng.)”. Penulis akan membahas tentang perceraian yang terjadi karena perbuatan suami melakukan hubungan intim dengan laki-laki dan perempuan, perceraian yang diajukan kepada istri ke Pengadilan Agama Tangerang.

8

Abdul Aziz Muhammad Azzam., Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talak, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009) Cet. Ke-1, h. 251.

9

Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), cet. Ke-1, h. 119.

10

Kamarusdiana dan Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), cet. Ke-1, h. 25.


(21)

F. Metode Penelitian dan Tekhnik Penulisan 1. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yaitu berupa Undang-undang yang ada kemudian membandingkannya dengan pertimbangan hakim di Pengadilan Agama dalam putusan perkara perceraian Nomor: 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng.

b. Sumber dan Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam Penelitian ini adalah dokumen, sumber data dalam penelitian ini adalah:

1) Data primer, yaitu:Putusan dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tangerang Nomor: 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng mengenai putusan perkara perceraian dengan alasan biseksual.

2) Data sekunder, yaitu:data yang diperoleh dengan jalan mengadakan studi kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, Hadits, buku-buku karangan ilmiah, Undang-undang, Kompilasi Hukum Islam (KHI), Undang-undang Peradilan Agama, Hukum Perdata BW, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta buku dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diajukan.


(22)

2. Teknik Penulisan

a. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan cara menganalisa terhadap putusan pengadilan Agama Tangerang Nomor: 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng.

b. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah proses pengumpulan data dikumpulkan melalui bebeapa tekhnik, maka data yang telah dikumpulkan akan diolah, dianalisis dan diinterpretasikan untuk dapat menggali dan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Teknik analisis data yang digunakan berupa:

1) Perbandingan hukum, yaitu dengan membandingkan hasil dokumen hukum yag sah mengenai keputusan hakim dan dokumen hukum para pakar dan peneliti hukum (Content Analysis).

2) Teori Penemuan Hukum (Rechtsvinding). Dalam teori ini dipaparkan, dan dapat disajikan secara sistematis. Selanjutnya klafikasi data, yaitu mengelompokan data berdasarkan masing-masing permasalahan yang telah dirumuskan yang kemudian disajikan per bab pembahasan.

Setelah pengelolahan data, selanjutnya menganalisis dan menginterpretasikan data. Analisis data dilakukan terutama pada bab IV dengan cara mendeskripsikan data-data tersebut secara jelas dan menganalisa isinya, kemudian menginterpretasikannya menggunakan bahasa penulis sendiri, dengan demikian akan nampak jelas rincian jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.


(23)

G. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika pembahasan ini dibagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab dengan tujuan agar pembahasan skripsi ini tersusun dengan sistematis, maka perlu dikemukakan sistematisnya sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi tentang hal-hal yang mengatur bentuk dan isi skripsi, meliputi: Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Permusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian dan Teknik Penulisan, serta Sistematika Penulisan.

Bab kedua, membahas tentang biseksual dilihat dari hukum Islam dan hukum positif yang berisi mengenai pengertian biseksual, pengertian seksualitas, seksualitas abnormal, pengaruh biseksual terhadap perkawinan dan biseksual menurut hukum positif dan hukum Islam.

Bab Ketiga, membahas gambaran umum tentang Pengadilan Agama yang berisi mengenai demografi Pengadilan Agama Tangerang, yurisdiksi Pengadilan Agama Tangerang, struktur organisasi Pengadilan Agama Tangerang, proses penyelesaian perceraian di Pengadilan Agama.

Bab Keempat, membahas tentang Analisis Putusan yaitu mengenai duduknya perkara, pertimbangan hakim dari putusan pengadilan agama Tangerang dalam perkara biseksual kemudian analisa penulis.


(24)

14

A. Pengertian Biseksual

1. Pengertian Biseksual

Di ambil dari kata “bi” yang berarti dua dan “seksual” yang berarti persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.11 Jadi Biseksual adalah orang yang

tertarik kepada kedua jenis kelamin (baik laki-laki maupun perempuan).12

2. PengertianSeksualitas

Seksualitas berasal dari kata seks, yang berarti nafsu syahwat atau libido seksual. Seksual merupakan dorongan kuat bagi laki-laki dan perempuan untuk saling mendekati dan bercengkrama, baik untuk berhubungan biasa (berteman) maupun berhubungan kelamin.13

Menurut, Johnson, dan Kolodny, seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, diantaranya adalah dimensi biologis, psikologis, sosial dan kultural. Berikut ini penjelasannya:

a. Dimensi biologis, berdasarkan perspektif biologi (fisik), seksualitas berkaitan dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau alat kelamin manusia, serta dampaknya bagi kehidupan fisik atau biologis manusia.14

11

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Pers, 2002). Ed. Ketiga, h. 1355

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), cet. Ke-1, ed. Ke IV, h. 199.

13Jurnal Hukum Islam “Al

-„Adalah (1 Juni 2012), h. 28. 14

Eny Kusmiran, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, (Jakarta: Salemba Medika, 2011, cet. Ke-2, h. 27.


(25)

b. Dimensi psikologis, berdasarkan dimensi ini, seksualitas berhubungan erat dengan bagaimana manusia menjalani fungsi seksual dengan identitas jenis kelaminnya, dan bagaimana dinamika aspek-aspek psikologi (kognisi, emosi, motivasi, prilaku) terhadap seksualitas itu sendiri, serta bagaimana dampak psikologi dari keberfungsian seksualitas dalam kehidupan manusia.

c. Dimensi sosial, melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antarmanusia, bagaimana seseorang beradaptasi atau menyusuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, erta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.

d. Dimensi Kultural dan Moral, dimensi ini menunjukan bagaimana nilai-nilai budaya dan moral mempunyai penilaian terhadap seksualitas yang berbeda dengan negara barat. Seksualitas di negara-negara barat pada umumnya menjadi salah satu aspek kehidupan yang terbuka dan menjadi hak asasi manusia. Beda halnya dengan moralitas agama, misalnya menganggap bahwa seksualitas sepenuhnya adalah hak Tuhan sehingga penggunaan dan pemanfaatannya harus dilandasi dengan norma-norma agama yang sudah mengatur kehidupan seksualitas menusia secara lengkap.15

3. Seksualitas Abnormal

Di dalam kehidupan seks manusia selalu melakukan praktek-praktek seksual yang normal, ternyata terdapat juga peraktek-peraktek seksual yang abnormal. Yang

15

Eny Kusmiran, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, (Jakarta: Salemba Medika, 2011), cet. Ke-2, h. 27.


(26)

normal adalah hubungan kelamin antara dua jenis kelamin yang berlawanan, yaitu antara pria dan wanita. Sedang yang abnormal adalah pemuasan nafsu seks dengan memakai obyek yang berjenis-jenis serta menyalahi dari adat kebiasaan yang berlaku. Seorang lelaki yang bersenggama dengan istrinya maka kehidupan seksualnya adalah normal. Tetapi kalau ia mengambil pasangan orang lelaki lain untuk memuaskan nafsu seksnya, terang kehidupan seksualnya tidak normal.16

Kehidupan seksual yang abnormal sudah berlangsung sejak zaman dahulu jauh sebelum agama Islam datang. Tetapi setelah kedatangan agama Islam keabnormalan dalam seks itu mendapat perhatian khusus, sehingga kita dapat ayat-ayat Al-Quran atau hadits Rasulullah SAW. Mengenai hal itu, menurut Islam seseorang dikatakan normal kehidupan seksualnya jika ia dapat menjaga kemaluanya dari hubungan kelamin kecuali dengan istrinya atau budak yang dimilikinya. Firman Allah pada surat Al-Mukminin yang berbunyi:









.























.













“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah

orang-orang yang melampui batas”. (QS. Al-Mukminun: 5-7).

Menurut keterangan dalam “Al-Quran dan Terjemahanya” terbitan Departemen Agama, yang dimaksud “Barangsiapa mencari yang di balik itu” adalah

16


(27)

zina, homoseksual dan lain sebagainya. Orang yang berbuat demikian termasuk golongan orang yang melampaui batas di mana dia telah menyeleweng dari kewajaran hidup berkelamin dan diancam oleh hukuman yang berat.17

Di bawah ini adalah katagori-katagori penyimpangan seks yang dikembangkan oleh James C. Coleman:

a. “Normal” sexual deviations. Included here are such patterns as maturbation and premarital sex. Such behaviors are generally condemned in our society, but are enggaged in so widely and so privately that relativaly few persens are subjected to social anctions for engaging in them, and many paople-including most mental helath personnel-think they should not be. Mastrubation, for example, may actually represent a healthy sexual practice. (Penyimpangan

seks “Normal. Yang termasuk di sini adalah masturbasi dan seks sebelum menikah. Prilaku-prilaku tersebut pada umumnya termasuk prilaku yang tidak baik dalam masyarakat kita, namun dilakukan secara luas (dilakukan oleh orang banyak) dan pribadi (tertutup) di mana hanya sedikit orang yang dianggap melakukannya dan banyak orang termasuk mayoritas dari para ahli kesehatan jiwa berpikir bahwa mereka sebaiknya tidak melakukan prilaku tersebut (masturbasi) sebagai contoh, sebenarnya menunjukan perbuatan seks yang sehat).18

17

M. Bukhori, Islam dan Adab seksual, h. 105. 18

Eny Kusmiran, Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, (Jakarta: Salemba Medika, 2011), cet. Ke-2, h. 27


(28)

b. “Abnormal” sexual deviations. Sexual behaviors placed in this catagory are those viewed by most people, including mental helath personel, as clearly harmful to the induvidual and/or other persons. Included here are such patterns as incest, pedophilia, and rape. The incidence of such sexual behavior is low relative to the general population, and legal and social sanctions agaainst offenders are usually strong. (penyimpangan seks “Tidak Normal”

prilaku seksual yang termasuk dalam katagori ini dianggap bagi mayoritas orang termasuk para ahli kesehatan jiwa, jelas-jelas berbahaya terhadap prilaku sendiri maupun orang lain, yang termasuk dalam katagori ini diantaranya berzinah dengan saudara sendiri, pedofilia (menyukai orang yang masih kecil) dan pemerkosaan. Timbulnya prilaku seksual ini pada umumnya tergolong rendah dan sanksi sosial bagi para pelanggat biasanya tegas).

c. “Socially organized and related” sexual deviations. This category includes patterns commonly associated with a supportive group structure-for axample, homosexual and prostitution. (penyimpangan seks “Terorganisir dan Terkait”

yang termasuk di dalam katagori ini pada umumnya berhubungan dengan struktur kelompok yang mendukung contohnya homoseksual dan prositusi).19

19


(29)

Berikut ini adalah contoh dari tiga katagori penyimpangan seks. 1. “normal” sexual deviations (penyimpangan seks normal)

a. Premarital Coitus (hubungan badan dengan saudara sendiri)

Definition: Sexual intercourse prior to marriage (yaitu hubungan badan sebelum menikah).

b. Masturbation (masturbasi)

Definition: Self-stimulation of the genitals for sexual gratification

(perangsang kemaluan diri sendiri untuk kepuasan seks). c. Extramarital Coitus (hubungan seks di luar perkawinan)

Definition: Sexual intercourse with partner other than spouse (hubungan seks dengan pasangan yang bukan suami/istrinya).

d. Promiscuty (promiscuty)

Definition: Nonselective Sexual relations with variety of partners; referred to as sexual delinguency in girl under 18 (hubungan seks dengan sembarang orang; merujuk pada pelanggaran seks dengan perempuan di bawah umur 18 tahun).20

2. “Abnormal sexual deviations” (penyimpangan seks abnormal)

a. Impotence and frigidity (lemah syahwat dan tidak memiliki hasrat untuk melakukan hubungan seksual)

Definition: Impairment in desire for or inability to achieve sexual gratification (buruknya hasrat atau ketikmampuan untuk mendapatkan kepuasan seks).

20


(30)

b. Exhibitionism (eksibionisme)

Definition: Public exposure of genitals for sexual gratification (memamrkan kelamin untuk kepuasan seksual.

c. Voyeurism (voyeurisme)

Definition: Clandestine observation of others engaging in sexual activities or in the nude (mengintip aktifitas seks orang lain yang sedang telanjang untuk kepuasan seks)

d. Fetishism (fetisisme)

Definition: Achievement of sexual gratification through the use of objects, such as clothing, or through devient activities, such as firesetting

(pencapaian kepuasaan seksual melalui objek tertentu,seperti dalam memakai pakaian atau melakukan hal yang menyimpang)

e. Pedophilia (pedofilia)

Definition: Use of a child as a sex object by an adult (menjadikan anak-anak sebagai objek seksual oleh orang dewasa)

f. Rape (Perkosaan)

Definition: Sexual relations with another person (adult) obtained through force or threat (memperoleh hubungan seksual dengan orang lain (orang dewasa) secara paksaan atau ancaman)

g. Incest (berzinah/hubungan seksual dengan hubungan terdekat)

Definition: Sexual relations between close relatives (melakukan hubungan seksual dengan hubungan terdekat atau keluarga)


(31)

h. Sadisme (sadisme)

Definition: Achievement of sexual gratification by inflicting pain on others

(pencapaiankepuasan seksual dengan menyakiti orang lain). i. Masochism (masokisme)

Definition: Achievement of sexual gratification by having pain inflicted on self (pencapaian kepuasan seksual dengan menyakiti diri sendiri/memberikan rasa sakit kepada diri sendiri).21

3. “Socially organized and related” (penyimpangan seks terorganisir dan terkait). a. Prostitution (pelacuran)

Definition: The practice-usually repetitive-of engaging in sexual relations for financial gain (perbuatan-biasanya berulang-ulang hubungan seksual untuk mendapatkan uang)

b. Homosexuality (homoseksual)

Definition: Overt sexual active between members of the same sex (tindakan seksual dengan sesama jenis).

c. Transvestism (transvestisme)

Definition: Achievement of sexual excitment by dressing in clothes of the opposite sex(penyampaian kepuasan seksual dengan berpakaian lawan jenis, contohnya perempuan berpakaian laki-laki atau laki-laki berpakaian perempuan)

21


(32)

d. Transexualism (transeksualisme)

Definition: Inability to accept one‟s physical sex; gender identifiaction with the opposite sex. (tidak mampu menerima jenis kelamin diri sendiri; menanggap dirinya merupakan dari lawan jenisnya, contoh laki-laki menganggap dirinya merupakan perempuan , begitu juga sebaliknya).22

Dari katagori-katagori penyimpangan seks di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa biseksual termasuk ke dalam katagori “Socially Organized and Related” Sexual Deviations (penyimpangan seks “Terorganisir dan terkait secara

sosial). Biseksual bisa dikatakan homoseksual, disebut gay apabila yang melakukan penyimpangan seks itu laki laki dan dikatakan lesbian apabila yang melakukan perempuan, karena biseksual yaitu seseorang yang menyukai dua jenis kelamin.

B. Pengaruh Biseksual Terhadap Perkawinan

Kepuasan dalam pernikahan merupakan harapan bagi setiap pasangan suami istri. Namun, terkadang masalah seksual dapat menjadi pemicu timbulnya konflik dalam pernikahan. Ketidakpuasan dalam hubungan seksual menjadi salah satu indikator yang dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan pernikahan. Bagi seorang laki-laki masalah seks merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan seksual terkadang menjadi kebutuhan pokok bagi laki-laki. Selain untuk kepuasan secara biologis, melalui hubungan seksual, seorang laki-laki ingin membuktikan kejantanan, kemampuan, dan kekuatannya. Oleh karena itu, mereka perlu menyalurkan keinginan tersebut dengan melakukan hubungan seks yang normal.

22


(33)

Begitu juga wanita, kebutuhan seksual juga penting dalam kehidupan pernikahan. Agar kehidupan pernikahan dapat berjalan dengan baik, maka pasangan suami istri hendaknya saling memahami akan kebutuhan seksual.23

Hubungan seksual menjadi sangat berarti dalam kelangsungan kehidupan pernikahan. Namun, sering kali kita mendapatkan informasi bahwa ada orang-orang tertentu yang memiliki kelainan ketika melakukan hubungan seksual. Kelainan seksual tersebut merupakan prilaku yang menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak normal, secara psikologis. Kelainan seksual salah satunya adalah bisexual yaitu seseorang yang menyukai dua jenis kelamin.

Penyimpangan hubungan seksual yang terjadi dalam pernikahan dapat menimbulkan konflik antara pasangan suami dan istri, menimbulkan perasaan-perasaan yang dapat mengganggu hubungan suami istri. Berbagai perasaan-perasaan akan timbul pada pasangan yang melakukan penyimpangan seksual, diantaranya perasaan berdosa, gelisah, cemas, dan takut. Semua perasaan tersebut dapat mengganggu ketengangan jiwanya. Gangguan jiwa yang tidak dapat diatasi akan berdampak pada penurunan gairah seks dan tidak berfungsi kehidupan seksual, seperti ejakulasi prematur (orgasme sebelum waktunya), impotensi (tidak berfungsinya alat kelamin pria), dan frigitas (tidak bergairah melakukan hubungan seksual karena ganguan psikologi pada wanita).24

23

Fatchiah E. Kertamuda, Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 109.

24

Fatchiah E. Kertamuda, Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), h. 111.


(34)

Masalah dan dampak dari prilaku penyimpangan hubungan seksual tersebut memengaruhi hubungan suami dan istri. Oleh karena itu, setiap pasangan suami istri perlu untuk melaksanakan hubungan seksual yang bertanggung jawab. Hubungan seksual yang didasari ikatan pernikahan mengandung unsur-unsur etika dan susila. Untuk membantu mengatasi masalah tersebut, diperlukan keterbukaan dari setiap anggota dalam keluarga (suami, istri, dan anak). Komunikasi yang baik diharapkan dapat membantu persoalan yang melanda keluarga tersebut. Selain itu, baik suami maupun istri harus saling menghargai dan setia pada pasangannya. Hal ini membentuk keluarga yang sehat baik fisik maupun psikis.25

C. Biseksual Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif

a) Biseksual Menurut Hukum Islam

Hukum Islam, fiqh atau syariat Islam merupakan sebuah jalan atau ketentuan yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Abu Ishaq al-Shatibi dalam al-Muwafat fi Ushul al-Ahkam, menegaskan tujuan dari hukum tersebut terwujudnya keamanan dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum tersebut pada hakikatnya mewujudkan kemalahatan dan kebaikan hidup manusia, baik induvidual maupun sosial.26

Hukum Islam [fiqh] adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman manusia atas nash al-Quran maupun al-Sunnah untuk mengatur kehidupan manusia

25

Fatchiah E. Kertamuda, Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, h. 113. 26

Yayan Sopyan, Islam-Negara, Transformasi Hukum perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, (Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatulla Jakarta, 2011), cet. Ke-1, h. 13


(35)

yang berlaku secara universal, sejalan pada setiap waktu dan ruang manusia. Keuniversalan hukum Islam ini sebagai kelanjutan langsung dari hakikat Islam sebagai agama universal [Said Aqil Husein al-Munawwar: 2004].27

Dalam ajaran Islam, hubungan seksual hanya bisa dilakukan oleh pasangan yang diikat dalam perkawinan yang sah, baik secara agama maupun negara. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah: “Dari „Uqbah bin „Amir ra., telah bersabda Rasulullah,

sesungguhnya syarat-syarat yang harus dipenuhi ialah syarat untuk menjadikan kamu halal dengan kemaluan-kemaluan perempuan”. (HR. Al-Bukhori). Hadits ini menjelaskan bahwa hubungan seksual itu dibolehkan, manakala ia dilakukan setelah melangsungkan perkawinan dengan memenuhi syarat dan rukun dalam perkawinan.28

Hubungan badan atau hubungan seksual (sexual intercourse) merupakan anugrah dari Allah sepanjang dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah, dan dengan cara yang normal, sehat, dan bermartabat (beretika). Ungkapan Al-Quran pada Surah al-Baqarah/2: 222 yang berbunyi:



































































27

Yayan Sopyan, Islam-Negara, Transformasi Hukum perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, h. 14.

28Asmu‟i.

Oral Sex Dalam Pandangan Islam dan Medis, (Jakarta: Abla Publisher, 2004), cet. Ke-1, h 44.


(36)

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Al-Baqarah:222)

Ayat ini mengandung makna bahwa hubungan badan harus dilakukan sesuai dengan apa yang telah diperintahkan oleh Allah. Dalam hal ini, hubungan badan hanya dilakukan dengan pasangan suami istri yang sah, dengan cara yang sehat (tidak sedang dalam keadaan haid atau nifas), dan normal atau di tempat yang telah ditentukan (saluran vagina yang terhubung dengan rahim atau uterus). Di luar yang diperintahkan Allah tersebut merupakan perbuatan melampaui batas (al-Mu‟minun/23: 5-7).29

Biseksual artinya orang yang memiliki respons seksual terhadap dua jenis kelamin. Banyak ahli yakin bahwa sebagian besar biseksualitas pada orang dewasa adalah heteroseksual atau homoseksual. Walaupun sebagain kecil mempertahankan hubungan seks dengan pria dan wanita secara serentak dalam cara yang sama, sebagian besar dari pelaku biseksual menghabiskan lebih banyak waktu dengan salah satu jenis kelamin dibandingkan jenis kelamin lain.30 Homoseksualitas merupakan

rasa tertarik dan mencintai sesama jenis.31 Di sebagian negara Barat perkawinan

antara sesama jenis ini dilegalkan (memperoleh pengakuan dari negara) akan tetapi di

29Marzuki Umar Sa‟abah,

Seks dan Kita, (Jakarta: Gema Insani press, 1997), cet. Ke-1, h. 146 30

Nina Surtiretna, Seks dari A sampai Z, (Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya, 2001), cet. Ke-1, h. 29.

31Marzuki Umar Sa‟abah,


(37)

negara islam dan negara-negara lain pada umumnya hal ini di anggap penyimpangan sehingga tidak dapat diakui sebagai pasangan suami istri. Homoseksual dan lesbian mengacu pada orang dewasa (sudah balig) yang mengikuti atau memilih orientasi seksualnya terhadap sesama jenis kelaminnya.

Dapat dipahami dengan mudah bahwa apabila homoseksualitas dan lesbianisme dibolehkan maka dapat dipastikan generasi manusia lambat laun akan punah. Al-Quran melarang keras prilaku homoseks dan lesbi karena tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, yaitu dengan pasangan suami istri (laki-laki dan perempuan) yang sah. Terdapat beberapa ayat yang berbicara tentang perilaku homoseks di zaman Nabi Lut seperti pada Surah al-A‟raf/7: 80-22, an-Naml/27: 55, al-Ankabut/29: 28-29. Surah al-A‟raf/7: 80-82 menjelaskan:

























.

























.



























Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya,

“mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dlakukan oleh

seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum

yang melampaui batas.” Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Ussirlah

mereka (Lut dan pengikutnya) dari negerimnu ini, mereka adalah orang yang

menganggap dirinya suci.” (al-A’raf/7: 80-82).32

32

Kementrian Agama RI, Seksualitas Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2012), cet. Ke-1, h. 62.


(38)

b) Biseksual Menurut Hukum Positif

Di Indonesia biseksual sudah tidak bisa didiamkan lagi, jika didiamkan terus penyimpangan ini akan menjadi momok yang menakutkan dan menjadi hal yang biasa dan lumrah dalam masyarakat, bila sudah terjadi seperti ini akan memberikan dampak yang sangat negatif untuk kehidupan warga negara Indonesia kedepan, karena tidak lagi mengindahkan nilai-nilai agama dan moral.

Oleh karena itu, pemerintah selaku pihak yang diberi kepercayaan oleh rakyat untuk mengurusi rakyat harus jeli melihat permasalahan ini dan memecahkannya, karena dalam peraturan di Indonesia tidak diatur secara tegas hal yang mengenai biseksual, yang ada hanya aturan yang berkenan dengan penyimpangan seksual, aturan tersebut terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada pasal 292, yang berbunyi: “orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Dan pasal 293 ayat (1) yang berbunyi, “barang siapa yang dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalah gunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan sengaja menggerakan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan perbuatan cabul dengan seseorang, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.33

33

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP edisi revisi 2008, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) cet. Ke-13.


(39)

29

A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama

Menerima, memeriksa dan memutus perkara adalah kewenangan bagi Pengadilan Agama dalam lingkungan Peradilan Agama, telah secara khusus diatur sedemikian baiknya oleh Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang sudah diamandemen menjadi Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, maka dari penjelasan undang-undang ini kita dapat menganalisa bahwa perkara perkawinan, hak asuh terhadap anak (hadhanah), wakaf, wasiat, warisan dan ekonomi syari‟ah adalah kewenangan absolut bagi Peradilan Agama.

Begitu juga Pengadilan Agama Tangerang yang memiliki kewenangan di dalam memeriksa suatu perkara bagi masyarakatnya untuk dapat memberikan suatu keadilan kepada masyarakat sesuai perundang-undangan .

1. Demografi Pengadilan Agama Tangerang

Pengadilan Agama tangerang bertempat di Jalan Perintis Kemerdekaan II, Komplek Perkantoran Cikokol Kota Tangerang adalah merupakan Pengadilan Agama kelas IB yang berada di wilayah hukum pengadilan Tinggi Agama banten.34

Pengadilan Agama Tangerang dibangun di atas tanah seluas ± 2.020 m2 dengan status tanah hak pakai berdasarkan sertifikat yang diterbitkan Badan

34

Profil Pengadilan Agama Tangerang, Artikel diakses pada hari selasa, 1 April 2014 dari http://pa-tangerangkota.go.id/index.php/profil/profil/wilayah


(40)

Pertahanan Nasional Tangerang Nomor 28 dan 29 tanggal 21 Spetember 1984 dan telah dibalik atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq Mahkamah Agung RI.

Adapun bangunan gedung Pengadilan Agama Tangerang seluas ± 1858 m2 dua lantai yang telah dibangun pada tahun 2009.

Letak geografis kota Tangerang terletak antara 6 6‟ Lintang Selatan sampai dengan 6 13‟ Lintang Utara dan 106 36‟ Bujur Timur sampai dengan 106 42‟ Bujur Timur. Batas wilayah:

1. Sebelah utara, berbatasan dengan kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan Sepatan kabupaten Tangerang.

2. Sebelah selatan, berbatasan dengan kecamatan Curug kecamatan Serpong dan Kecamatan pondok Aren kabupaten Tangerang.

3. Sebelah timur berbatasan dengan DKI Jakarta.

4. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Cikupa kabupaten Tangerang.35

2. Yurisdiksi Pengadilan Agama Tangerang

Tiap Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukum tertentu, dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau satu kabupaten, atau dalam keadaan tertentu sebagai pengecualian, mungkin lebih atau mungkin kurang.

Yurisdiksi adalah kekuasaan, hak atau wewenang untuk menetapkan hukum, atau dapat disebut sebagai wilayah/daerah tempat berlakunya sebuah undang-undang yang berdasarkan hukum.36

35

Profil Pengadilan Agama Tangerang, Artikel diakses pada hari Selasa, 1 April 2014 dari http://pa-tangerangkota.go.id/index.php/profil/profil/wilayah


(41)

Wilayah hukum atau yurisdiksi pengadilan Kota Tangerang meliputi seluruh wilayah Daerah Tingkat II Kota Tangerang yang terdiri dari 12 (dua belas) Kecamatan dan 104 (seratus empat) kelurahan.

Berikut ini adalah yurisdiksi pengadilan Agama Tangerang:

Kecamatan Kelurahan Kecamatan Kelurahan

Batuceper Poris Gaga

Batu Jaya Batu Sari Batuceper Poris Gaga Baru

Kebon Besar Poris Jaya

Cibodas Cibodasari

Cibodas Cibodas Baru Panunggang Baru

Uwung Jaya Jatiuwung

Ciledug Penginggilan

Sudimara Barat Sudimara Timur Parung Serab Sudimara Jaya Peninggilan utara Tajur Sudimara Selatan

Larangan Gaga

Larangan Utara Larangan Selatan Larangan Indah Cipadu Kreo Kreo Selatan Cipadu Jaya

Cipondoh Gondrong

Cipondoh Indah Petir Poris Pelawad

Tangerang Tanah Tinggi

Suka Asih Buaran Indah

Sukarasa

36

Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, (Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2, h. 146.


(42)

indah Cipondoh Poris Pelawad Cipondoh Makmur Kenanga Ketapang Poris Pelawang Utara Babakan Cikokol Sukasari Kelapa Indah

Jatiuwung Keroncong

Jatake Pasir Jaya Gandasari Alam Jaya Manis Jaya

Periuik Gembor

Gebang jaya Sangiang jaya

Priuk Priuk Jaya

Karang Tengah Pondok Pucung Parung Jaya Karang Tengah Karang Timur Pondok Bahar Padurenan Karang mulia

Neglasari Kedaung Wetan

Karang Anyar Selapajang Jaya

Kedang Baru Mekarsari

Karawaci Karawaci Baru

Bojong Jaya Nusa Jaya

Cimone Cimone jaya

Pabuaran

Pinang Kedaung Utara

Sudimara Pinang Pinang Nerogtog Penunggangan


(43)

Sumur Pacing Marga Sari

Sukajadi Gerendeng

Pasar baru Koang Jaya Pabuaran Tumpeng

Karawaci Nambo Jaya

Kunciran Kunciran Indah

Kunciran Jaya Cipete Pakojan panunggangan37

3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama Tangerang

Pengadilan Agama merupakan lembaga Peradilan pada tingkat pertama yang tugas pokoknya adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu diantara orang-orang islam dibidang: Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq,Shadaqah, danEkonomi Syariah.38

Selain dari tugas pokok di atas, Peradilan Agama mempunyai tugas tambahan baik yang diatur dalam undang-undang maupun dalam peraturan-peraturan lainnya, yaitu:

37

Profil Pengadilan Agama Tangerang, Artikel diakses pada hari Kamis, 20 Maret 2014 dari http://pa-tangerangkota.go.id/index.php/profil/profil/wilayah

38

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama


(44)

1. Memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi pemerintah apabila diminta. (Pasal 52 (1) Undang-undang No. 7/1989).

2. Menyelesaikan permohonan pertolongan pembagian harta peninggalan di luar sengketa antara orang-orang Islam. (Pasal 107 ayat (2) Undang-undang No. 7/1989). Hal ini sudah jarang dilakukan karena Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 mengatur dibolehkannya penetapan ahli waris dalam perkara volunteer.

3. Memberikan isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan tahun hijriyah (Pasal 52 A UU No. 3 Tahun 2006).

4. Melaksanakan tugas lainnya seperti pelayanan riset/penelitian dan tugas-tugas lainnya.39

39

Profil Pengadilan Agama Tangerang, Artikel diakses pada hari Kamis, 20 Maret 2014 dari http://pa-tangerangkota.go.id/index.php/profil/profil/wilayah


(45)

B. Struktur Organisasi Pengadilan

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kota Tangerang

Adapun susunan personalia yang ada dilingkungan Pengadilan Agama Tangerang berdasarkan data pegawai pengadilan Agama Tangerang adalah sebagai berikut:

a. Ketua : Drs. Nasirudin, M.H

b. Wakil Ketua : Drs. Sahlan, S.H, M.H

c. Dewan Hakim

Hakim Anggota I : Drs. Ubin Mubin Surdiman

Hakim Anggota II : Dra. Aam Hamidah

Hakim Anggota III : Drs. Haryadi Hasan, M.H Ketua

Dewan Hakim

Wakil Ketua

Panitera Sekretaris

Kasub Kepegawaian Kasub

Umum Panmud

Permohonan

Panmud Hukum Panmud

Gugatan

Wak. Sekretaris Wak. Panitera

Kasub Keuangan

Panitera Pengganti Jurusita Pengganti


(46)

Hakim Anggota IV : Drs. Mansyur, S.H

Hakim Anggota V : Drs. Aftabudin Shofari

Hakim Anggota VI : Drs. Soleman, M.H

Hakim Anggota VII : Dra Hj. Absari Hakim Anggota VIII : Dra. Ulyati R.

Hakim Anggota IX : Dra. Hj. Sahriyah, S.H, M.Si

Hakim Anggota X : Drs. Arwendi

Hakim Anggota XI : Drs. Dudih Mulyadi

Hakim Anggota XII : Drs. H. E Mujdadi Amin, S.H, M.H d. Panitera Sekertaris : Drs. H. E. Ali Mansur

e. Wakil Panitera : Drs. Mukhtar, M.H

f. Wakil Sekretaris : Ratna Sari Fitriyani, S.H, M.H40

g. Panitera Muda Gugatan

Panmud. Gugatan I : H. Karso, Bc.Kn, S.Ag Panmud. Gugatan II : Nurwinda Findiani, S.E Panmud Gugatan III : Eka Kurniati Khadam, S.H h. Panitera Muda Permohonan

Panmud. Permohonan I : Dra. Hj. Aliyah Panmud. Permohonan II : Hafifi, Lc

Panmud. Permohonan III : Endang Dwi Purwanti, A.Md Panmud. Permohonan IV : Uus Usnadi

40


(47)

i. Panitera Muda Hukum

Panmud. Hukum I : Nadlroh Hasun, S.Ag

Panmud. Hukum II : Eka Novianti

Panmud. Hukum III : Mardianah j. Kasub Umum

Kasub Umum I : Arif Rachmanto, S.T

Kasub Umum II : Pradnya Paramita, A.Md

k. Kasub Kepegawaian

Kasub Kepagawaian I : Susmakadaranipa, S.Ag Kasub Kepagawaian II : Amelia Fitry, A.Md Kasub Kepagawaian III : Faj Amilky, S.H l. Kasub Keuangan

Kasub Keuangan I : Hana Nuraeni, S.E

Kasub Keuangan II : Rizka Mizalfi, S.Kom m. Jurusita

Jurusita I : Babay Suhaedi Hanafie

Jurusita II : Amin Hidayat Sanie

n. Jurusita Pengganti

Jurusita Pengganti I : Dra. Hj. Lathifah, H.M Jurusita Pengganti II : Windy Indrawati, S.E Jurusita Pengganti III : Irvan Yunan, S.H Jurusita Pengganti IV : M. Affan Gofar, S.H


(48)

Jurusita Pengganti V : Hanafie o. Panitera Pengganti

Panitera Pengganti I : Nur‟aeni, S.Ag Panitera Pengganti II : Kumalasari, S.H

Panitera Pengganti III : Tb. Mahdi Fafiuddin, S.H Panitera Pengganti IV : S ulaimi Amin, S.H Panitera Pengganti V : Hj. Nurhayati, S.H Panitera Pengganti VI : Ahmad Muhtadin.41

C. Proses Penyelesaian Perceraian di Pengadilan Agama

Pemeriksaan sengketa perkawinan dan perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama, setelah Pengadilan Agama berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian terbagi dua, yaitu cerai talak dan cerai gugat, yang dimaksud cerai talak adalah perceraian yang terjadi karena talak suami kepada istrinya, sedangkan yang dimaksud gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui gugatan. Asas kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara sangat sejalan dengan tuntutan dan ajaran moral Islam. Islam selalu menyuruh menyelesaikan setiap perselisihan dan persengketaan dengan pendekatan “islah”(faaslihu baina akhwaikum). Karena itu layak sekali para hakim Peradilan Agama menyadari dan mengemban fungsi “mendamaikan”, Sebab bagaimanapun adilnya putusan, namun akan lebih baik dan

41


(49)

lebih adil hasil perdamaian. Dalam suatu putusan yang bagaimanapun adilnya, pasti harus ada pihak yang “dikalahkan” dan “dimenangkan” tidak mungkin kedua pihak sama-sama dimenangkan atau sama-sama dikalahkan.42

Di dalam Pasal 55 Undang-undang Peradilan Agama menjelaskan setiap pemeriksaan perkara di Pengadilan Agama dimulai sesudah diajukannya suatu permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkaralah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku

Berikut ini adalah proses penyelesaian perkara cerai gugat menurut Undang-undang Peradilan Agama:

1. Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasa hukumnya kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat (istri), kecuali jika penggugat dengan sengaja meninggalkan tempat kediaman bersama tanpa izin tergugat (suami) (Pasal 73 ayat 1 Undang-undang Peradilan Agama). 2. Jika penggugat berkediaman diluar negeri, gugatan perceraian diajukan kepada

Pengadilan Agama yang daerah hukumnya melputi tempat kediaman tergugat (Pasal 73 ayat 2).

3. Jika keduanya berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan mereka dilangsungkan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (Pasal 73 ayat 3).

42

M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 47.


(50)

4. Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup oleh Majelis Hakim selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan dikepaniteraan (Pasal 80 ayat 1 dan 2).43

5. Sidang pertama setelah ketua membuka sidang menyatakan sidang di buka untuk umum dengan mengetuk palu, hakim mulai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada para pihak seperti, (nama, umur dan tempat tinggal para pihak). Setelah para pihak dianggap sudah mengerti maka hakim menghimbau agar kedua belah pihak mengadakan perdamaian.

6. Sidang kedua, para pihak dapat berdamai maka ada dua kemungkinan pertama gugatan dicabut, kedua jika mereka mengadakan perdamaian di luar sidang pengadilan hakim tidak ikut campur.

7. Sidang ketiga, pada sidang ini penggugat menyerahkan replik yaitu tanggapan penggugat terhadap jawaban tergugat.

8. Sidang keempat, dalam sidang ini tergugat menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat terhadap replik penggugat.

9. Sidang kelima, sidang ini disebut sidang pembuktian oleh penggugat, penggugat mengajukan bukti-bukti yang memperkuat dalil-dalil penggugat sendiri dan melemahkan dalil-dalil tergugat.

43

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama


(51)

10. Sidang keenam, jika sidang kelima merupakan sidang pembuktian penggugat, maka sidang keenam ini adalah sidang pembuktian dari pihak tergugat, jalannya sidang sama dengan sidang kelima.

11. Sidang ketujuh, sidang ketujuh adalah sidang penyerahan kesimpulan, para pihak membuat kesimpulan dari hasil sidang tentunya dalam kesimpulan ini menggunakan para pihak yang hadir dalam persidangan sebelumnya.

12. Sidang kedelapan, sidang kedelapan adalah sidang keputusan hakim, dalam sidang ini hakim membaca putusan yang seharusnya dihadiri para pihak, setelah selesai membaca putusan maka hakim mengetuk palu tiga kali dan para pihak diberikan kesempatan untuk mengajukan banding, apabila tidak puas dengan putusan hakim, pernyataan banding harus dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung mulai sehari sehabis dijatuhkan putusan.

13. Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera pengadilan agama memberikan akta cerai kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut dberitahukan kepada para pihak.

Kemungkinan yang terjadi pada sidang pertama dan mempengaruhi putusan hakim:

a. Penggugat hadir dan tergugat tidak hadir

Apabila sudah dilakukan panggilan dengan patut kemudian tergugat tidak hadir dan tidak mengirim utusannya untuk mewakilinya dalam persidangan, maka hakim dapat menjatuhkan putusan verstek (putusan sepihak). Perkara yang diputus dengan verstek dianggap secara formal dan material sudah


(52)

diadili selengkapnya. Jadi tergugat yang kalah, tidak boleh lagi mengajukan perkaranya kecuali mengajukan perlawanan yang disebut dengan istilah verzet.

b. Penggugat tidak hadir, tergugat hadir

Apabila sudah dilakukan panggilan dengan patut kemudian penggugat tidak hadir sekalipun, maka hakim dapat memberikan putusan gugur (menggugurkan perkaranya).

c. Kedua belah pihak tidak hadir

Ada anggapan bahwa demi kewibawaan badan peradilan serta jangan sampai ada perkara yang berlarut-larut dan tidak berketentuan, maka dalam hal ini gugatan perlu dicoret dari daftar dan dianggap tidak pernah ada.44

44

Wawancara pribadi dengan Drs. Mukhtar, M.H. (wakil panitera Pengadilan Agama Tangerang), Tangerang, 14 April 2014


(53)

43

A. Duduknya Perkara

Kasus perceraian yang terjadi di Indonesia berbagai macam alasan dan berbagai macam yang menjadi penyebab perceraian salah satunya biseksual yang terjadi pada salah satu pasangan hidupnya yang kemudian dengan adanya prilaku tersebut memicu terjadinya pertengkaran dan perselisihan yang berakibat perceraian.

Alasan perceraian yang diakibatkan oleh kelainan seks cenderung sedikit di Pengadilan Agama Tangerang akan tetapi panitera tidak mengklasifikasikan kelainan seksual tersebut sebagai alasan yang utama dari adanya perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama kebanyakan tidak satu perkara saja yang diajukan oleh para pihak tetapi diikuti alasan-alasan lain, sehingga diambil alasan umum. Oleh karena itu, para hakim memasukkan bahwa kelainan seksual kepada pasal 116 ponit f karena dengan adanya hal tersebut ketidak harmonisan dalam rumah tangga sehingga keluarga tidak menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah.

Kasus cerai gugat suami yang mengalami biseksual dengan Nomor Perkara 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng yaitu:

1. Tentang para pihak

Penggugat Aminatu Zuhriah adalah Istri sah dari Tergugat, agama Islam, umur 50 tahun, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, bertempat tinggal di Jl. Sejahtera Utara 4, Kelurahan Priuk, Kecamatan Priuk, Kota Tangerang.


(54)

Tergugat Achmad Budiman As‟Ad adalah suami sah dari penggugat, umur 61 tahun, agama Islam, Pekerjaan Pensiunan Bank Bumi Daya Jakarta (dahulu) dan (sekarang) Bank Mandiri, bertempat tinggal di Jl. Sejahtera Utara, Kelurahan Periuk, Kecamatan Periuk, alamat Kota Tangerang.45

2. Tentang Posita

1. Penggugat dan tergugat adalah pasangan suami istri yang sah yang telah melangsungkan pernikahan pada hari sabtu, tanggal 23 mei 1981 M, sebagaimana yang telah dicatat dalam kutipan Akta Nikah Nomor 226/104/05/81 di KUA Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat. 2. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat sejak saat pertama nikah

hingga gugatan cerai diajukan dan sebagai domisili terakhir Penggugat dan Tergugat yaitu berdomisili di Jl. Sejahtera Utara 4 No. 21 RT. 002/008, Kelurahan Periuk, Kecamatan Periuk, Kotamadya Tangerang.

3. Bahwa dari pernikahan tersebut penggugat dan tergugat telah dikaruniai enam orang anak yang bernama: (1) Fazri Amrillah, (2) Fahruly Asga, (3) Farissa Amalia, (4) Fikrie Abami, (5) Fauzan Askar, (6) Fabiano Agna. 4. Tergugat ketahuan dan diakui telah berselingkuh dengan beberapa orang

wanita dan juga menjalin hubungan dengan sesama jenis.

5. Ketentraman rumah tangga Penggugat dan Tergugat sudah tidak harmonis dengan adanya perselisihan yang terus menerus dan sudah tidak sejalan lagi dalam membina rumah tangga

45


(55)

3. Tentang Petitum

1. Mengabulkan gugatan penggugat

2. Menyatakan hubungan perkawinan antara Penggugat dan Tergugat bercerai. 3. Memerintahkan Panitera untuk menyampaikan salinan putusan perkara

tersebut kepada KUA Kecamatan Tanah Abang, Kotamadya Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta.46

B. Pertimbangan Hakim

Dalam putusan yang dikeluarkan Pengadilan Agama Tangerang, Hakim mengabulkan gugatan yang diajukan oleh penggugat. Dalam hal ini istri sebagai pihak yang merasa dirugikan akibat suami yang biseksual. Adapun pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan Penggugat untuk bercerai adalah sebagai berikut

Setelah Tergugat ketahuan selingkuh dengan beberapa wanita dan sesama jenis hubungan antara Penggugat dan Tergugat menjadi tidak harmonis dengan adanya perselisihan yang terus menerus dan sudah tidak sejalan lagi dalam membina rumah tangga. Hal ini sangat berakibat buruk bagi keluarga karena tidak adanya ketentraman dan keharmonisan antara suami istri hal ini juga tidak sesuai dengan tujuan perkawinan yang tercantum dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yaitu: Perkawinan adalah ikatan lahir maupun batin antara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Demikian pula pada pasal 3

46


(56)

Kompilasi Hukum Islam yaitu “perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.

Adapun pertimbangan lainnya adalah:

1. Sebelum mempertimbangkan pokok perkaranya terlebih dahulu Pengadilan Agama juga mempertimbangkan hukum antara penggugat dengan tergugat, yang mana penggugat telah mengajukan bukti surat guna terpenuhinya syarat formil dan materil pembuktian dengan surat sesuai pasal 165 HIR jo pasal 1 huruf f angka (2) PP No. 24 Tahun 2000 sehingga bukti surat tersebut dapat diterima sebagai alat bukti dipersidangan.

2. Dalil gugatan Penggugat dapat dibuktikan dengan adanya kesaksian dari dua orang saksi yang menyatakan jawaban yang sama mengenai dalil gugatan penggugat. Hal ini dianggap oleh majelis hakim yang beralasan dan tidak melawan hukum. Dengan demikian Majelis Hakim menilai gugatan penggugat telah memenuhi ketentuan yang dimaksud pasal 19 huruf (f) PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, tentang alasan bercerai. Oleh karenanya gugatan cerai patut dikabulkan.

3. Bahwa karena fakta tentang perselisihan pertengkaran dan kelainan seksual (biseksual) yang diderita oleh tergugat yang berakibat pada tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka hakim Pengadilan Agama Tangerang mengabulkan gugatan penggugat (Aminatu Zuhriah) dengan menjatuhkan talak satu bain shugra terhadap tergugat (Achmad Budiman).


(1)

menyebutkan secara rinci bahwa biseksual suami dalam rumah tangga dapat dijadikan alasan dalam perceraian. Akan tetapi, akibat dari biseksual suami tersebut menyebabkan ketidak harmonisan dalam membina rumah tangga sehingga menyebabkan cekcok yang terus menerus, dan ini yang menajadi penekanan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Dan kedua pasal tersebut sudah cukup untuk memutus cerai hubungan suami istri.

B. Saran-saran

1. Bagi para orang tua, harus memulai pendidikan seks pada anak sejak dini, sehingga penyimpangan seksual bisa dicegah sebelum terlambat. Dan jaga pola asuh keluarga sejak kecil pula, karena pembentukan kepribadian dimulai sejak balita. Selain orang tuapara ulama juga berperan aktif dikehidupan masyarakat dalam membina atau membimbing serta membekali putra-putrinya dengan pengetahuan agama yang disertai penjelasan-penjelasan mengenai prilaku seksual yang menyimpang sehingga masyarakat mengerti mana perbuatan yang dilarang oleh Allah seperti kaum Nabi Luth A. S agar tidak terjadi lagi.

2. Demi terwujudnya kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, kepada para calon suami atau istri yang hendak melaksanakan perkawinan harus memilih pasangan hidup dengan selektif, sehingga perkawinannya dapat terhindar dari perceraian karena sang suami seorang Bseksual.


(2)

56

3. Diharapkan kepada para istri yang suaminya mengalami penyimpangan seksual seperti biseksual, menunggu dan bersabar telebih dahulu, karena dengan bersabar Allah SWT akan memberikan jalan keluar yang terbaik, demikian pula suami diharapkan untuk berikhtiar dan selalu berdoa untuk penyembuhan penyakit kelainan seksual ini.

4. Bagi Majelis Hakim agar dapat lebih teliti dan bijaksana dalam menangani perkara sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dan juga mampu menekan angka perceraian.

5. Bagi pemerintah, diharapkan mampu membuat aturan yang lebih jelas lagi agar dapat membantu para hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang masuk ke Pengadilan dan diharapkan pula mampu membuat aturan sebelum kasus atau peristiwa sudah terjadi.


(3)

57

Arsip Pengadilan Agama Tangerang, putusan Nomor 0456/Pdt.G/2012/PA.Tng. Al-Amili, Ali Husain Muhammad Makki, Perceraian salah Siapa?: Bimbingan Islam

dalam Mengatasi Problematika Rumah Tangga, Jakarta: PT. Lentera Bisritama, 2001, cet. Ke-4

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP edisi revisi 2008, Jakarta: PT Rencana Cipta, 2006, cet. Ke-13.

Asmu‟i, Oral Sex Dalam Pandangan Islam dan Medis, Jakarta: Abla Publisher, 2004, cet. Ke-1.

Bukhori, Muhammad, Islam dan Adab Seksual, Jakarta: Bumi Aksara, 1994

Bakry, Sidi nazar, Kunci Keutuhan Rumah Tangga (Keluarga Yang Sakinah), Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet. Ke-1.

Coleman, James. Abnormal Psychology and Modern Life, Fourth Edition

Djalil, Basiq, Peradilan Agama di Indonesia, Gemuruhnya Poltik Hukum (Hukum Islam, Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut Lembaga peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh, Jakarta: kencana, 2006, cet. Ke-2

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008, cet. Ke-1, ed. Ke IV

Firdaweri, Hukum Islam tentang Fasakh Perawinan karena ketidakmampuansuami menunaikan kewajibannya, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1989, cet. Ke-1 Harahap, M. Yahya, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama (UU No.

7 Tahun 1989), Jakarta: PT Sarana Bakti Semesta, 1997, cet. Ke-3 Jurnal Hukum Islam “Al-„Adalah 1 Juni 2012


(4)

58

Kementrian Agama RI. Seksualitas Dalam Perspektif Al-Quran dan Sains, Jakart: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2012, cet. Ke-1.

Kertamuda, Fatchiah, Konseling Pernikahan Untuk Keluarga Indonesia, Jakarta: Salemba Humanika, 2009.

Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1995, Ed. 1, cet. Ke-1

Kusmiran, Eny. Kesehatan Reproduksi Remaja dan wanita, Jakarta: Salemba Medika, 2011, cet. Ke-2

Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Fokusmedia, 2007, cet. Ke-2.

Muhammad Azzam, Abdul Aziz., Fiqh Munakahat, Khitbah, Nikah dan Talak, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2009, Cet. Ke-1

Nina Surtiretna, Seks dari A sampai Z, Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya, 2001, cet. Ke-1.

Rusdiana, Kama. Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: UIN Jakarta Press,2007, cet. Ke-1

Ramulyo, Muhammad Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Indo-Hill-co, 1990, cet. Ke-2

Salim, Peter dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Pers, 2002. Ed. Ketiga

Sa‟abah, Marzuki Umar, Seks dan Kita, Jakarta: Gema Insani press, 1997, cet. Ke-1. Sohari, Sahrani dan Tihami. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta:

Rajawali Pers,2009, Ed. Ke-1

Sopyan, Yayan, Islam-Negara, Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional, Tangerang Selatan: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, cet. Ke-1.


(5)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa, Bandung: PT Refika Adiatama, 2007, cet. Ke-1


(6)