5.3 Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr.Pirngadi Medan
Hasil penelitian yang dilakukan di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan mayoritas 84,4 responden depresi dan kurang dari sepertiga
15,6 yang tidak depresi. Lebih dari dua pertiga 79,9 responden menderita menderita stroke kurang dari setahun.
Pemulihan akibat serangan stroke membutuhkan waktu yang lama, pada satu hingga tiga bulan pertama pasca serangan stroke, penderita
disarankan melakukan kontrol rutin pada tenaga medis untuk memonitor perbaikan ataupun perburukan yang dapat terjadi akibat stroke Mandic
Rancic, 2011. Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa
neurotransmiter aminergik. Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu apabila terjadi kelebihan atau
kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem saraf pusat Black
Hawks, 2009. Gangguan depresi merupakan gangguan emosional yang paling sering
dihubungkan dengan penyakit serebrovaskuler, sekitar 25-50 pasien stroke mengalami depresi setelah serangan stroke Andri Susanto, 2008. Depresi
pasca stroke memiliki prevalensi yang tinggi. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pasien yang depresi pasca stroke mayoritas 83,3 memiliki
Universitas Sumatera Utara
kemampuan fungsi tubuh buruk dengan dukungan keluarga mayoritas sedang 82,2
Gejala ini dapat terjadi kapan saja setelah kejadian stroke dengan angka prevalensi bervariasi antara 20 – 50. Depresi pasca stroke memiliki
efek yang buruk terhadap pasien jika dihubungkan dengan masalah keberhasilan fungsi tubuh penderita dan masalah biaya. Depresi pasca stroke
dilaporkan memiliki efek yang buruk pula terhadap fungsi afek, perbaikan kognitif, penarikan diri setelah serangan dan peningkatan angka kematian
Meifi Agus, 2009.
5.4 Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Berdasarkan hasil uji spearman rank antara kemampuan fungsi tubuh dengan depresi pada pasien pasca stroke diperoleh nilai signifikan p =
0,00 dan koefisien korelasi r = 0,32 sehingga disimpulkan ada hubungan kemampuan fungsi tubuh dengan depresi pasca stroke dimana kekuatan
hubungan lemah dan arahnya positif yang mengandung makna kemampuan fungsi tubuh rendah jika depresi terjadi.
Penyakit stroke yang dapat menyebabkan kelemahan motorik, karena otak sebelah kanan mempunyai fungsi untuk mengendalikan tubuh sebelah
kiri begitupun sebaliknya Lewis et al, 2009. Sekitar 90 pasien stroke mengalami kecacatan atau kelumpuhan separuh badan. Kelumpuhan atau
kelemahan ini seringkali masih dialami pasien sewaktu keluar dari rumah sakit Mulyatsih Ahmad, 2008.
Universitas Sumatera Utara
Kelumpuhan dan kelemahan ini sering membuat penderita stroke depresi yang merupakan kelainan neuropsikologis yang paling sering dijumpai
setelah suatu serangan stroke. Beratnya depresi yang terjadi mempunyai kaitan dengan lokasi lesi di otak dan depresi memberi dampak negatif terhadap
penyembuhan stroke Suwantara, 2004, Menurut penelitian Chemerinski dan Robinson 2000 melaporkan
penderita dengan lesi hemisfer kiri 64 menunjukkan gangguan depresi ringan sampai berat sedangkan kelainan ini hanya dijumpai pada 14
penderita dengan lesi hemisfer kanan. Mereka juga menemukan bahwa atrofi subkortikal berkaitan dengan depresi pasca-stroke.
5.5 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Poli Stroke RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Berdasarkan hasil uji hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi diperoleh nilai signifikan p = 0,00 dan koefisien korelasi r =
Dukungan keluarga yang kurang, sering dihubungkan dengan sindroma depresi. Penderita menyatakan tidak mempunyai seseorang untuk
menceritakan masalah atau perasaan pribadinya, tidak mempunyai seseorang untuk meminta pertolongan dalam kondisi kritis, tidak ada seseorang untuk
diminta nasihat dalam mengambil keputusan penting, dan tidak ada seseorang -0,41
sehingga disimpulkan ada hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada pasien pasca stroke. dengan kekuatan hubungan sedang serta arah
hubungan yang negatif yang berarti jika dukungan keluarga tinggi maka depresi akan rendah.
Universitas Sumatera Utara
dalam hidup penderita yang membuat mereka merasa dicintai dan diperhatikan ternyata lebih mudah menderita depresi Pattern, 2002.
Depresi pada pasien pasca stroke dapat terjadi tergantung daya adaptasi maupun dukungan lingkungan pasien karena itu keluarga haruslah
memberi dukungan yang baik, semangat maupun dukungan finansial. Bila tidak diberikan semangat mereka akan tergantung selamanya pada anggota
keluarga sebab dukungan keluarga ini kurang maka mereka akan mudah jatuh kedalam kondisi depresi dan kesepian Almatsier, 2008.
Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa
percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah akan meningkat Tamher Noorkasiani, 2009 dan dukungan keluarga dapat
diberikan dalam bentuk memberikan semangat, motivasi, memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dorongan kepada individu agar dapat menerima
kondisi dan berusaha dengan kuat untuk sembuh. Dukungan ini seperti dapat membangun perasaan individu untuk bangga pada dirinya sendiri, merasa
mampu dan merasa dihargai, diantaranya dukungan instrumental dan dukungan informasional Friedman, 1998. Penelitian yang dilakukan Pinzon
et al 2009 ketika salah seorang anggota keluarga mengalami stroke, stres yang ditimbulkan pada keluarga tersebut dapat cukup besar, dan banyak orang
merasa sulit menghadapi dampak emosional serta adanya tanggung jawab baru. Hal ini kadang-kadang menimbulkan depresi atau rasa cemas.
Universitas Sumatera Utara
5.6 Keterbatasan Penelitian