BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan Kejadian Luar Biasa KLB dan termasuk masalah kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit Hepatitis B juga merupakan penyakit infeksi virus yang dapat menyerang hati dan selanjutnya akan berkembang
menjadi pengerasan hati maupun kanker hati hingga menyebabkan kematian. Penyakit Hepatitis B ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B VHB yang
menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun penyakit hati kronis. Keadaan ini sangat berbahaya karena penderita merasa tidak sakit tetapi
terus-menerus menularkan VHB kepada orang lain sehingga dapat terjadi wabah Hepatitis B dan juga mengalami komplikasi penyakit yaitu pengerasan hati yang
disebut liver cirrhosis dan juga dapat berkembang menjadi kanker hati yang disebut dengan carcinoma hepatocelluler Gunawan, 2009.
Pada saat ini di dunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap carier HbsAg dan 220 juta 78 di antaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia.
Berdasarkan pemeriksaan HbsAg pada kelompok donor darah di Indonesia, prevalensi hepatitis B berkisar antara 2,50 - 36,17. Selain itu di Indonesia infeksi
virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 - 45 pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis
Universitas Sumatera Utara
penyakit hepatitis B sehingga termasuk negara yang diimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan imunisasi Achmadi, 2006.
Berdasarkan data WHO 2008, penyakit Hepatitis B menjadi pembunuh nomor 10 di dunia dan endemis di Cina dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia.
Indonesia menjadi negara dengan penderita Hepatitis B terbanyak di dunia setelah Cina dan India dengan jumlah penderita 13 juta orang. Penderita penyakit Hepatitis B
diperkirakan 1 dari 20 penduduk di Jakarta. Sebagian besar penduduk kawasan ini terinfeksi virus Hepatitis B sejak usia anak-anak. Sejumlah negara di Asia 8-10
populasi orang menderita Hepatitis B kronik Sulaiman, 2010. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, cakupan imunisasi
Hepatitis B 0-7 hari di Indonesia sebesar 59,19, pada Tahun 2009 cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari di Indonesia sebesar 48,30. angka ini belum
maksimal dalam mendekati Standar Pelayanan Minimal SPM untuk Universal Child Immunization UCI sebesar 100 Depkes RI, 2010.
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari mengalami penurunan. di Propinsi Sumatera Utara jumlah kasus Hepatitis
B pada Tahun 2007 terdapat sebanyak 48 kasus dan pada Tahun 2008 terdapat 64 kasus Hepatitis B. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kasus
Hepatitis B Depkes RI, 2010. Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan
sedini mungkin. Pencegahan yang dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit hepatitis B melalui health promotion dan pencegahan penyakit melalui pemberian
vaksinasi. Menurut WHO, pemberian vaksin Hepatitis B tidak akan menyembuhkan
Universitas Sumatera Utara
pembawa kuman carier yang kronis, tetapi diyakini 95 efektif mencegah berkembangnya penyakit menjadi carier Fazidah, 2007.
Menurut Anwar 2001, imunisasi merupakan suatu usaha pencegahan yang paling efektif untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B. Program imunisasi
Hepatitis B di Indonesia dimulai pada Tahun 1987 dan telah masuk ke dalam program imunisasi rutin secara nasional sejak Tahun 1997. Pada Tahun 1991
Indonesia dinyatakan telah mencapai Universal Child Immunization UCI secara nasional, akan tetapi tetap saja masih ada ditemukan kasus Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi PD3I seperti kasus Hepatitis. Kasus penyakit Hepatitis B masih ada ditemukan di beberapa desa terutama desa dengan cakupan imunisasi
Hepatitis B rendah khususnya imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari. Menurut Sampana 2000 pada ibu hamil di Indonesia tidak dilakukan uji
saring Hepatitis B berdasarkan pemikiran bahwa pemberian imunisasi Hepatitis B HB yang pertama dilakukan pada usia 0-7 hari. Kebijakan tersebut didukung oleh
beberapa studi yang menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir dari ibu HbsAg positif dan tidak diimunisasi Hepatitis B, 90 akan mengidap Hepatitis B kronis. Apabila
bayi diberi imunisasi Hepatitis B dosis pertama pada umur 0-7 hari maka yang menjadi pengidap kronis tinggal 23 dan bila bayi diberi imunisasi dosis pertama
pada bulan pertama kehidupannya, maka yang menjadi pengidap kronis sebesar 40. Kabupaten Langkat terdiri dari 22 Kecamatan dengan 29 Puskesmas.
Puskesmas Secanggang termasuk salah satu puskesmas yang ada di Kabupaten Langkat yang berjarak 23 km dari Kota Stabat, dengan waktu tempuh sekitar 45
menit. Wilayah kerja Puskesmas Secanggang terdiri dari 3 desa. Puskesmas
Universitas Sumatera Utara
Secanggang memiliki bayi sejumlah 409 orang dengan proses persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan sebesar 93,32. Puskesmas Secanggang merupakan
puskesmas yang memiliki cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari kedua tertinggi di Kabupaten Langkat yaitu 98,3 setelah Puskemas Sambirejo yaitu 106,7, Dinas
Kesehatan Langkat, 2010. Menurut survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti didapat hasil
cakupan imunisasi Hepatitis B 0-7 Hari di wilayah kerja Puskesmas Secanggang Tahun 2010, jumlah bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B 0-7 Hari dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Cakupan Imunisasi Hepatitis B 0-7 hari pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Secanggang Kecamatan Secanggang Tahun 2010
No Desa
Sasaran Bayi
Bayi yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B 0-7 Hari
1 Secanggang
139 18
13 2
Selotong 136
13 9,6
3 Jaring Halus
134 13
9,7
Jumlah 409
44 32,3
Sumber : Data Primer Peneliti Tahun 2011
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa Cakupan Imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari di Wilayah Kerja Puskesmas Secanggang Tahun 2010 ada
sebanyak 44 bayi 32,3 dari 409 sasaran bayi. Desa Selotong adalah salah satu desa dengan Cakupan Imunisasi Hepatitis B 0-7 hari terendah yaitu hanya 13 bayi
9,6 dari 136 sasaran bayi. Ini masih sangat jauh dari yang diharapkan, seperti dari Standar Pelayanan Minimal kabupatenkota yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia NO.741PERVII2008 sebesar 100.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan 50 ibu bayi di Desa Selotong hal ini terkait dengan masih sangat rendahnya pengetahuan ibu-ibu tentang imunisasi
Hepatitis B yang mengatakan takut anaknya akan demam bila diimunisasi dan masih banyaknya larangan dari keluarga terutama larangan dari suami karena anaknya
masih terlalu kecil untuk diimunisasi dan juga di dukung oleh karena kepercayaan mereka yang masih sangat kuat untuk melarang ibu-ibu yang baru melahirkan untuk
membawa bayi nya keluar dari rumah selama kurang lebih 1,5 bulan. Beberapa bidan desa dan petugas imunisasi juga mengatakan cakupan imunisasi HB1 Tahun 2010 di
Desa Selotong sudah sangat baik yaitu 103,4 dan ini dapat menjadi perbandingan bahwa pengetahuan, kepercayaan serta larangan dari keluarga ibu bayi yang
mengakibatkan dorongan dari petugas kesehatan agar bayinya diimunisasi selalu diabaikan.
Desa Selotong pada Tahun 2010, memiliki jumlah penduduk 4.310 jiwa dengan mata pencaharian kepala keluarga mayoritas nelayan dan buruh tani
sedangkan rata-rata ibu tidak bekerja. Hampir seluruh masyarakat di Desa Selotong adalah Suku Melayu. Desa Selotong mempunyai 4 posyandu dan kegiatan posyandu
di dukung oleh peran serta kader posyandu sebanyak 7 orang. Berdasarkan penelitian Simbolon 2010, menyebutkan bahwa variabel
pendidikan, pengetahuan dan kepercayaan terhadap penolong persalinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B, sedangkan
variabel pekerjaan, pendapatan, jumlah anak dan kepercayaan tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B.
Universitas Sumatera Utara
Gunawan 2009 dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu bersalin dan penolong persalinan terhadap pemberian imunisasi
Hepatitis B 0-7 hari. Variabel karakteristik umur, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak dan tempat persalinan tidak ada pengaruhnya dengan pemberian imunisasi
Hepatitis B pada bayi 0-7 hari. Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo 2010, perilaku seseorang
dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku behavior causes dan faktor di luar perilaku non-behavior causes. Perilaku seseorang atau masyarakat tentang
kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas,
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku, misalnya seorang ibu yang tidak mau
mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan karena ibu tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya.
Mengacu pada latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian tentang pengaruh faktor pengetahuan, dukungan keluarga dan kepercayaan
terhadap pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari di Desa Selotong kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Tahun 2011.
1.2. Perumusan Masalah