Juergen Habermas, maka kedua elemen tersebut merupakan esensi dari civil society, karena disanalah tindakan politik yang sebenarnya dan bermakna bisa
benar-benar terwujud. Pada ruang publik yang bebaslah, secara normatif, individu-individu dalam posisinya yang setara equal dapat melakukan transaksi
wacana discursive transactions dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Secara teoretis, ia dapat diartikan sebagai ruang dimana naggota
masyarakat sebagai warga negara citizens mempunyai akses sepenuhnya terhadap semua kegiatan publik. Mereka berhak melakukan kegiatan-kegiatan
secara merdeka di dalamnya, termasuk menyampaikan pendapat secara lisan atau tertulis.
D. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian skripsi dengan judul Politik Kebijakan Pelarangan Buku Era Reformasi di Indonesia studi atas Pelarangan Buku Lekra Tak Membakar Buku:
Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, penulis berpendapat bahwa masih terdapat
keterbatasan dan kekurangan di dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 1.
Rumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang telah diajukan dalam penelitian ini belum dapat mewakili keseluruhan aspek permasalahan
dalam kebijakan pelarangan buku. 2.
Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada kasus pelarangan buku yang lain. Akan tetapi hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan
dan informasi untuk melakukan studi lebih lanjut tentang kebijakan pelarangan buku.
3. Penelitian ini hanya dilakukan pada satu kasus pelarangan buku, sehingga
hasilnya tidak dapat dibandingkan dengan kasus pelarangan buku yang lain.
4. Subjek penelitian yang sedikit sehingga kurang mengungkap secara
mendalam permasalahan kebijakan pelarangan buku. 5.
Objek penelitian yaitu kasus kebijakan pelarangan buku yang berjudul Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian
Rakyat 1950-1965 karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan. Oleh sebab itu, hasil yang diperoleh hanya sebatas kebijakan
pelarangan buku yang berhubungan dengan buku tersebut. Aspek-aspek kebijakan pelarangan buku yang lain tetapi penting belum dapat terekam
dalam penelitian ini.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pelarangan buku merupakan sebuah kebijakan politik yang lahir bukan tanpa latar belakang. Setiap rezim pemerintahan mempunyai alasan
untuk melegitimasi kebijakan pelarangan buku tersebut. Demi untuk melakukan pengendalian terhadap lawan politik dan wacana kritis yang
ditujukan kepada pemerintah, kontrol terhadap barang cetakan atau bacaan yang beredar dimasyarakat dilakukan.
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan terhadap politik kebijakan pelarangan buku era reformasi di Indonesia studi atas
pelarangan buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri
dan Muhidin M. Dahlan, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Praktik kebijakan pelarangan buku yang dilakukan pemerintah berlandaskan UU No.4PNPS1963 dan UU No.16 Tahun 2004.
Kebijakan pelarangan buku di era reformasi tersebut menggunakan landasan yuridis UU No. 4PNPS1963 tentang Pengamanan Terhadap
Barang-Barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia. Alur kerja pelarangan buku di mulai dari pengumpulan informasi yang merupakan inisiatif dari kejaksaan
98