Sistematika Penulisan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang

46 ada hubungannya dengan pembahasan yang dilakukaan. Data ini merupakan data sekunder 2. Penelitian Lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan melakukan wawancara pada Hakim Anak di Pengadilan Negeri Medan.

4. Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang telah diperoleh melalui penelitian keperpustakaan dan penelitian lapangan kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisis Kualitatif digunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat didalam skripsi.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ibi terbagi dalam beberapa bagian yang di sebut dengan bab, dimana masing-masing bab merupakan penjelasan permasalahan pada skrpisi ini. Namun bab tersebut masih dalam konteks yang berkaiatan satu sama lainnya. Secara sistematika menempatkan materi pembahasan keseluruhan dalam lima bab yang terperinci sebagai berikut : BAB I :Meliputi latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II :Meliputi sub bab yaitu bagaimana kebijakan hukum pidana dalam penanggulangan kejahatan yang di lakukan oleh anak dibawah umur, tindak pidana pencurian menurut KUHP, bagaimana sistem pemidanaan dalam UU No. 3 Tahun 1997 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 47 Tentang Pengadilan Anak, dan sistem pemidanaan dalam UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Pengadilan Pidana Anak. BAB III :Meliputi bagaimana faktor – faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian. BAB IV : Meliputi tentang bagaimana suatu perkara tersebut apakah penerapan sanksi pidana tersebut terhadap tindak pidana pencurian yang melihat suatu putusan pengadilan negeri medan. BAB V : Meliputi ini penulis membuat kesimpulan dan saran menjadi bahan masukan untuk penelitian mengenai masalah dalam skripsi ini. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 48 BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA

A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang

Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur Penanggulangan kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum terjadi dan memperbaiki pelaku yang dinyatakan bersalah dan dihukum di penjara atau lembaga permasyarakatan 28 . Anak-anak tersebut belum dapat berfikir secara baik dan kritis terhadap sesuatu yang sudah akan mereka perbuat, tingkah laku atau perbuatannya masih lebih banyak bersifat emosional dari pada rasional. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan akibat yang terjadi. Oleh karena itu tindak pidana anak adalah masalah nasional meliputi lingkup nasional, maka penanggulangan masalah tindak pidana anak ini harus dilakukan secara bersama-sama dari pemerintah sampai masyarakat 29 . Adapun upaya penanggulangan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur antara lain : 1. Kebijakan Hukum Pidana Penal dalam Penanggulangan Kejahatan yang dilakukan Anak Kebijakan hukum pidana penal merupakan pelaksanaan atau pen- erapan hukum acara pidana berdasarkan undang-undang oleh alat-alat kelengkapan negara, yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan balai 28 Soejono Dirdjosisworo, Ruang Lingk up Kriminologi, Bandung Penerbit Remaja Karya, Bandung, 1984, hal 19-20 29 Samidjo, Ringk asan dan Tanya Jawab Huk um Pidana , Bandung CV.armico,1992, hal 85 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 49 pemasyarakatan, atau yang lebih dikenal dengan istilah Sistem Peradi- lan Pidana. Menurut A. Mulder, “Strafrechtpolitiek” ialah garis ke- bijakan untuk menentukan 30 : a. seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui b. apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana c. cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan, dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Upaya penanggulangan tindak pidana menurut Pasal 24 Undang- undang Nomor 3 Tahun 1997 yaitu : a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh anak dibawah umur dapat juga dilihat dari Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Pasal 82 yaitu : a. pengembalian kepada orang tuaWali; b. penyerahan kepada seseorang; 30 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijak an Huk um Pidana:Perk embangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Edisi Pertama, Cetakan ke-1, Kencana Prenada Media group, Jakarta, 2008, hal.23 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 50 c. perawatan di rumah sakit jiwa; d. perawatan di LPKS; e. kewajiban mengikuti pendidikan formal danatau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; f. pencabutan surat izin mengemudi; danatau g.perbaikan akibat tindak pidana. 2. Kebijakan Non-Penal dalam Penanggulangan Kejahatan yang dil- akukan Anak Kebijakan non-penal dalam penanggulangan kejahatan terhadap anak pelaku tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 11 Ta- hun 2012 tampak dengan adanya penerapan Diversi dan Keadilan Restoratif yang dimasukkan dalam proses sistem peradilan pidana anak. Kebijakan tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang Republik In- donesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu : a. Proses Penyelesaian Perkara Anak Pelaku Tindak Pi- dana Melalui Diversi dan Keadilan Restoratif Diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 harus selalu diupayakan pada setiap proses pemeriksaan perkara Anak, atau dengan kata lain proses diversi merupakan bahagian yang tidak terlepas dari sistem peradilan pidana. Diversi terse- 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 51 but dilaksanakan jika perbuatan yang dilakukan di- ancam dengan pidana penjara di bawah 7 tujuh ta- hun, dan bukan pengulangan tidak pidana. Tujuan dari dilakukannya Proses Diversi da- lam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ialah a. mencapai perdamaian antara korban dan Anak b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan; c. menghindarkan Anak dari perampasan ke- merdekaan; d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak Sehingga dalam pelaksanannya, Proses Diversi wajib memperhatikan : a. Kepentingan anak b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; c. penghindaran stigma negarif; d. penghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 52 Penerapan atau pelaksanaan proses Diversi tidak dapat terhadap semua Anak yang melakukan atau semua jenis tindak pidana yang dilakukan oleh Anak, sehingga dalam Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mem- pertimbangkan : a. kategori tindak pidana Ketentuan ini merupakan indikator bahwa semakin rendah ancaman pidana semakin tinggi prioritas Diversi.Diversi tidak dimaksudkan untuk dilaksanakan terhadap pelaku tindak pidana yang seri- us, misalnya pembunuhan, pemerkosaan, pengedar narkoba, dan terorisme, yang diancam pidana di atas 7 tujuh tahun. b. umur Anak Umur anak dalam ketentuan ini dimak- sudkan untuk menentukan prioritas pem- berian Diversi dan semakin muda umur anak, semakin tinggi prioritas Diversi. Hal ini terlihat dalam Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 mengatur bahwa Anak belum berumur 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 53 12 dua belas tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyi- dik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk : 1. menyerahkan kembali kepada orangtuaWali 2. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pem- binaa, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LKPS di instansi lain yang menangani bidang kese- jahteraan sosial, baik di ting- kat pusat maupundaerah, pal- ing lama 6 enam bulan 3. hasil penelitian kemasyara- katan dari Bapas; dan 4. dukungan lingkungan keluar- ga dan masyarakat. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 54 b. Peranan Lembaga Penegak Hukum Negara Republik Indonesia dalam Pelaksanaan Proses Diversi dan Kead- ilan Restoratif Pelaksanaan proses Diversi dan Keadilan Restoratif tidak terlepas dari keterlibatan beberapa lembaga pene- gak hukum negara Republik Indonesia. Hal ini disebabkan karena meskipun proses Diversi dan Keadi- lan Restoratif merupakan kebijakan penanggulangan non-penal, namun memiliki kaitannya yang erat dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana Anak yang meru- pakan bahagian dari penerapan kebijakan penal. Salah sa tu yang terlihat jelas adalah bahwa “setiap proses pemeriksaan sistem peradilan pidana Anak wajib mengup ayakan Diversi”. Artinya bahwa kebijakan pe- nal dan non-penal menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dapat dilakukan secara bersamaan, hanya saja lebih mengutamakan upaya nonpenal dengan men- erapkan sistem Diversi dengan cara melalui pendekatan Keadilan Restoratif yaitu : a. Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadi- lan memiliki peran yang sama dalam pelaksanaan proses diversi. Proses Diversi 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 55 wajib diupayakan dalam waktu paling lama 7 tujuh hari setelah penyidikan dimulai berkas dilimpahkan ke kejaksaan dan pen- gadilan, dan upaya Diversi dilakukan dalam waktu paling lama 30 tiga puluhhari. Apa- bila Diversi berhasil, maka penyidik, penuntut, dan hakim membuat berita acara Diversi disertai dengan kesepakatan Diversi dan diberikan kepada ketua pengadilan un- tuk dibuat penetapan. b. Balai Pemasyarakatan Balai pemasyarakatan Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan. Balai Pemasyarakatan memiliki peran yang dil- aksanakan oleh Pembimbing Kemasyara- katan dengan melakukan penelitian ke- masyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di luar proses peradilan pidana, serta membuat laporan atas penelitian kemasyarakatan un- 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 56 tuk kepentingan Diversi, melakukan pem- bimbingan, dan pengawasan terhadap Anak selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila Diversi tidak dil- aksanakan. Balai Pemasyarakatan juga ber- fungsi untuk mengawasi jalannya proses penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan yang dil- akukan oleh Lembaga-Lembaga terkait yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Ta- hun 2012, yaitu Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKA, Lembaga Penempatan Anak Sementara LPAS, Lembaga Penyeleng- garaan Kesejahteraan Sosial LPKS. Berkai- tan dengan Diversi dan Keadilan Restoratif, maka Lembaga yang diawasi oleh Balai Pemasyarakatan adalah LPKS, sebab dalam pelaksanaan proses dan kesepakatan Diversi anak dapat diikutsertakan dalam pendidikan atau pelatihan di Lembaga Pendidikan atau LPKS dalam jangka waktu yang ditentukan. Artinya, anak yang dalam masa Diversi atau- pun dalam kesepakatan Diversi ditempatkan di 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 57 Lembaga Pendidikan atau Lembaga Penye- lenggaraan Kesejahteraan Sosial LPKS dengan pengawasan oleh Balai Pemasyara- katan Bapas.

B. Sistem Pemidanaan Dalam UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

Analisis Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak

1 15 58

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

0 1 38

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9

Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di Pengadilan Negeri Stabat)

0 1 100