Sistem Pemidanaan Dalam UU No.11 Tahun 2012 Tentang Peradilan

61 2. Masa percobaan, sama dengan sisa pidana yang harus dijalankannya Pasal 62 ayat 3

C. Sistem Pemidanaan Dalam UU No.11 Tahun 2012 Tentang Peradilan

Pidana Anak Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak pengertian anak diperluas lagi, dan cenderung kepada penggunaan anak dalam sistem peradilan, yaitu Anak yang Berhadapan dengan Hukum, Anak yang Berkonflik dengan Hukum, Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana, dan Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana, hal ini juga tidak terlepas dengan adanya Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sehingga mempengaruhi definisi anak dalam Pasal 1 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak : a. Anak yang Berhadapan dengan Hukum “Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.” b. Anak yang Berkonflik dengan Hukum “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana.” c. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 62 “Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 delapan belas tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, danatau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.” d. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana “Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 delapan belas tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, danatau dialaminya sendiri.” Berdasarkan Pasal 71 Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Pengadilan Anak memuat sanksi pidana , baik pokok maupun tambahan yaitu : 1. Pidana Pokok a. Pidana peringatan; b. Pidana dengan syarat: 1 pembinaan di luar lembaga; 2 pelayanan masyarakat; atau 3 pengawasan. c. Pelatihan kerja; d. Pembinaan dalam lembaga; dan e. Penjara. 2. Pidana Tambahan 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 63 a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat. Selain itu, berdasarkan Pasal 82 ayat 1 Undang-Undang No 11 Tahun 2012, tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak nakal meliputi : a. Pengembalian kepada orang tuaWali b. Penyerahan kepada seseorang c. Perawatan di rumah sakit jiwa d. Perawatan di LPKS e. Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerinyah atau badan swasta; f. Pencabutan surat izin mengemudi; dan atau g. Perbaikan akibat tindak pidana Namun demikian, pada Pasal 21 Undang-undang No 11 Tahun 2012 Ten- tang Sistem Peradilan Pidana Anak terdapat ketentuan bagi anak yang belum berumur 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan berupa : a. Menyerahkannya kembali kepada orang tua Wali;atau b. Mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di Instansi yang menngani bidan kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, pailng lama 6 bulan. Untuk anak yang melakukan tindak pidana diancam dengan saksi pidana dan tindakan. Mengenai pidana diatur dalam Pasal 82, yaitu : 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 64 1. Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan masyarakat. 2. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 12 satu perdua dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. 3. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 delapan belas tahun. 4. Anak yang telah menjalani 12 satu perdua dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. 5. Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir. 6. Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun. Pembebasan Bersyarat, Undang-Undang No.11 Tahun 2012 menentukan, apabila anak yang telah menjalani ½ dari lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 bulan dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak hal tersebut tertuang dalam Pasal 2 yang berbunyi :“Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas: 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 65 a. pelindungan; b. keadilan; c. nondiskriminasi; d. kepentingan terbaik bagi Anak; e. penghargaan terhadap pendapat Anak; f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak; g. pembinaan dan pembimbingan Anak; h. proporsional; i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir; dan penghindaran pembalasan.” Asas-asas tersebut dicantumkan dalam Pasal 2 adalah demi terjaminnya hak-hak anak dalam Sistem Peradilan di Indonesia. Dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, tidak disebutkan secara rinci tentang lembaga-lembaga apa saja yang terdapat dalam SPPA Sistem Peradilan Pidana Anak, tetapi lebih cenderung ke arah pemasyarakatan atau lebih tepatnya dialihkan kepada Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Tetapi dalam perkembangannya dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terdapat lembaga-lembaga antara lain : Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKA, Lembaga Penempatan Anak Sementara LPAS, dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial LPKS. 1. Lembaga Pembinaan Khusus Anak LPKA, 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 66 “Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak menjalani masa pidananya.” 2. Lembaga Penempatan Anak Sementara LPAS, “Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.” 3. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial LPKS. “Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.” Dan dalam pemidanaan nya berdasarkan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 mengenal diversi yang pada undang-undang sebelum tidak mengatur tetang diversi tersebut. Maka dari itu pada Undang-undang ini mengatur tentang bagaimana diversi itu, yaitu : 1. Diversi bertujuan Pasal 6 : a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan c. Menghindarkan anak dai perampasan kemerdekaan d. Mendorong masyarakat untuk berpastisipasi e. Menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak 2. Proses Diversi wajib memperhatikan Pasal 8 ayat 3 : a. kepentingan korban; b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak; 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 67 c. penghindaran stigma negatif; d. penghindaran pembalasan; e. keharmonisan masyarakat; dan f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum. 3. Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus mempertimbangkan Pasal 9 ayat 1: a. kategori tindak pidana; b. umur Anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat. 4. Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban danatau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk Pasal 9 ayat 2 : a. tindak pidana yang berupa pelanggaran; b. tindak pidana ringan; c. tindak pidana tanpa korban; atau d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat. 5. Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk Pasal 10 ayat 2: a. pengembalian kerugian dalam hal ada korban; b. rehabilitasi medis dan psikososial; 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 68 c. penyerahan kembali kepada orang tuaWali; d.keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 tiga bulan; atau e. pelayanan masyarakat paling lama 3 tiga bulan. 6. Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain: a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian; b. penyerahan kembali kepada orang tuaWali; c.keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 tiga bulan; atau d. pelayanan masyarakat. Yang menarik dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah tentang adanya Ketentuan Pidana yang tercantum dalam bab XII Pasal 96 sd 101 yang mana tidak terdapat dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang berbunyi antara lain : a. Pasal 96 “Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.” b. Pasal 97 “Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.” c. Pasal 98 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 69 “Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara pal ing lama 2 dua tahun.” d. Pasal 99 “Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun.” e. Pasal 100 “Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 3, Pasal 37 ayat 3, dan Pasal 38 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun.” f. Pasal 101 Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 70 BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN Putusan merupakan tahap akhir dan merupakan tujuan akhir dari setiap pemeriksaan perkara. Penjatuhan putusan inilah yang menentukan salah atau tidaknya terdakwa anak nakal. Dalam hal penjatuhan putusan dilakukan hakim tunggal tentulah musyawarah tidak diperlukan akan tetapi dalam hal susunan hakim majelis, musyawarah merupakan hal yang wajib. Putusan bukanlah kesimpulan karena putusan didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang mendalam atas setiap perkara. Pertimbangan ini diperoleh dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan Suatu putusan yang memuat sanksi didahului oleh pernyatanan terbuktinya seorang secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana tertentu. Berkaitan dengan sanksi pada anak nakal dapat berupa pidana maupun tindakan dan pertama bagi hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak melihat dari beberapa faktor 32 yaitu : 1. Faktor Yuridis 2. Faktor Non Yuridis Ad.1 Faktor Yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap didalam persidangan dan oleh un- dang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Petimbangan yang bersifat yuridis diantaranya : 32 Hasil wawancara dengan Ibu Sari Serliwaty, SH.M.H Hakim Pengadilan Negeri Medan tanggal 07 Juni 2013 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 71 1. Dakwaan jaksa penuntut umum Dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan didakwakan kepada terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidik, dan merupakan dasar serta landasan bagi hakim dalam pemeriksaan dimuka pengadilan. Dakwaan merupakan dasar hukum acara pidana karena berdasarkan itulah pemeriksaan di persidangan dilakukan Pasal 143 ayat 1 KHUAP. Dalam menyusus sebuah dakwaan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah syarat-syarat formil dan materilnya. Perumusan dakwaan didasarkan dari hasil pemeriksaan pendahuluan yang dapat disusun tunggal, kumulatif, alternative, maupun subsidair. Dakwaan berisi indetitas terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidan pencurian tersebut. Jadi hakim dapat melihat apakah terdakwa tersebut memlakukan tindak pidana pencurian biasa Pasal 362 KHUP, tindak pidana pencurian dengan pemberat Pasal 363 KHUP, tindak pidana pencurian yang disertai dengan kekerasan Pasal 365 KHUP, atau tindak pidana pencurian dalam keluarga Pasal 366 KHUP, 2. Tuntutan Pidana Tuntutan pidana biasanya menyebutkan jenis-jenis dan beratnya pidana atau jenis-jenis tindakan yang dituntut oleh jaksa penuntut umum untuk dijatuhkan oleh pengadilan kepada terdakwa, 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 72 dengan menjelaskan karean telah terbukti melakukan tindak pidana yang mana, jaksa pernuntut umum telah mengajukan tuntutan pidana kepada terdakwa. Penyusunan surat tuntutan oleh jaksa penuntut umum disesuaikan dalam persidangan, yang disesuaikan pula dengan bentuk dakwaan yang digunakan oleh jaksa penuntut umum. Sebelum sampai pada tuntutannya di dalam requisitoir biasanya penuntut umum menjelaskan satu demi satu tentang unsur-unsur tindak pidana yang ia dakwakan kepada terdakwa, dengan memberikan alas an tentang anggapannya tersebut. 3. Keterangan Saksi Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang merukapan keterangan dari saksi mengenai sauatu per- istiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetuannya itu. keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP huruf a. Sepanjang keterangan itu mengenai suatu per- istiwa pidana yang ia denganr sendiri ia lihat sendiri dan alami sendiri, dan harus disampaikan dalam sidang pengadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan dimuka sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau re- kaan yang diperoleh dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 73 4. Keterangan Terdakwa Berdasarkan Pasal 184 ayat 1 KUHAP huruf e, keterangan terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan terdakwa adalah apa yang dinyatakan terdakwa disidang tentang perbuatan yang dia lakukan atau yang diketahui sendiri atau yang dia alami sendiri, ini diataur dalam pasak 189 KHUAP. Dalam praktek keterangan terdakwa sering dinyatakan dalam bentuk pengakuan dan penolakan, baik sebagian maupun keseluruhan terhadap dakwaan penuntut umu dan keterangan yang disampaikan oleh para saksi. Keterangan terdakwa juga merupakan jawaban atas pertanyaan baik yang diajukan oleh penunutut umum dan hakim. Keterangan terdakwa dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang didakwaakan kepadanya. Dan hakim juga mendengarkan dengan seksama dikarenakan apakah yang keterangan yang diberikan oleh terdakwa benar atau tidak, dikarenakan jika keterangan terdakwa bukan yang sebenarnya maka dapat memberatkan hukumannya. 5. Barang-barang Bukti Barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh ter- dakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau barang sebagai hasil dari suatu tindak pidana. Barang-barang ini disita oleh penyi- dik untuk dijadikan sebagaibukti dalam sidang pengadilan. Barang yang digunakan sebagai bukti yang diajukan dalam sidang pengadi- 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 74 lan bertujuan untuk menguatkan keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan terdawa untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Adanya barnag bukti yang diperlihatkan pada persidangan akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya per- buatan yang didakwakan kepada terdakwa dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal atau diakui oleh terdakwa maupun para saksi 6. Pasal-pasal yang terkait dalam tindak pidana tersebut. Hal yang sering terungkap dipersidangan adalah pasal-pasal yang dikenakan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Pasal- pasal ini bermula dan terlihat dalam surat dakwaan yang di formulasikan oleh penuntut umum sebagai ketentuaan tindak pidana pencurian yang dilanggar oleh terdakwa. Dalam persidangan, pasal-pasal dalam kitap undang-undang hukum pidana itu selalu di hubungkan dengan perbuatan terdakwa. Penuntut umu dan hakim berusaha untuk membuktikan dan memeriksa melalui alat-alat bukti tentang apakah perbuatan terdakwa telah atau tidak memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan dalam Pasal tindak pidana pencurian. Apabila tenyata perbuataan terdakwa memenuhi unsur- unsur dari setiap Pasal yang dilanggar, berarti terbuktilah menurut hukum kesalahan terdakwa melakukan perbuatan seperti dalam Pasal yang didakwakan kepadanya. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 75 Ad 2. Faktor Non Yuridis Disamping pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan dalam pemidanaan anak dibawah umur, tanpa ditopang dengan pertimbangan non yuridis yang bersifat so- siologis, psikologis, kriminologis dan filosofis. Pertimbangan non-yuridis oleh hakim dibutuhkan oleh karena itu, masalah tanggung jawab hukum yang dil- akukan oleh anak dibawah umur tidaklah cukup kalau hanya didasarkan pada segi normatif, visi kerugiannya saja, tetapi faktor intern dan ekstern anak yang mela- tarbelakangi anak dalam melakukan kenakalan atau kejahatan juga harus ikut di- pertimbangkan secara arif oleh hakim yang mengadili anak. Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang social mengapa seorang anak melakukan suatu tindak pidana, aspek psikologis berguna untuk mengkaji kondisi psikologis anak pada saat anak melakukan suatu tindak pidana dan setelah menjalani pidana sedangkan aspek kriminologi diperlukan untuk mengkaji sebab-sebab seorang anak melakukan tindak pidana dan bagaimana sikap serta prilaku anak yang melakukan tindak pidana, dengan demikian hakim diharapkan dapat memberikan putusan yang adil sesuai dengan kebutuhan anak. Masalah perilaku, kejiwaan dan kondisi sosial seseorang sangatlah sulit diukur secara eksak. Untuk itu, sebagai profil hukum pidana anak yang arif harus mampu mengadakan pendekatan sosial yang sesuai terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana untuk mengetahui kondisi anak yang sebenarnya, misalnya: kelabilan jiwanya, tingkat pendidikan, sosial ekonominya, sosial budayanya dirumah, disekolah, dan dimasyarakat. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 76 Langkah ini perlu diambil agar hakim dapat membuat keputusan yang sesuai, tid- ak merugikan perkembangan jiwa dan masa depan anak.67 Jika hakim dalam pu- tusannya hanya mendasarkan pada pertimbangan yuridis saja dapat menyebabkan kerugian terhadap kehidupan anak, tetapi juga tindakan hakim itu dapat disebut sebagai pembuat stigma keputusan untuk anak-anak. Sejak adanya sangkaan atau diadakan penyidikan sampai diputuskan pidananya dan menjalani putusan terse- but, anak harus didampingi oleh petugas social yang membuat Case Study tentang anak dalam sidang. Pembuatan laporan sosial yang dilakukan oleh sosial worker ini merupakan yang terpenting dalam sidang anak, yang sudah berjalan ialah pembuatan Case Study oleh petugas Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak. Peran BAPAS yang dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarkatan PK juga Adapun yang tercantum dalam case study ialah gambaran keadaan si anak, beru- pa: Laporan hasil penelitian kemasyarakatan tersebut sebagai salah satu bahan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara anak. Dalam Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan. Bunyi Pasal 52 ayat 2, yaitu: “Putusan sebagaiman yang dimaksud dengan ayat 1 wajib mem- pertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan” Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan ter- sebut karena dalam menetukan sanksi yang akan dijatuhkan kepada anak nakal, hakim mempunyai pilihan antara lain menjatuhkan sanksi Pasal 23 atau mengambil tindakan Pasal 24.Secara teoritis pilihan-pilihan sanksi yang dapat dijatuhakan kepada anak adalah untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 77 anak. Anak yang berkonflik dengan hukum secara sosiologis tidak dapat dinya- takan salah sendiri karena ia belum menyadari akibat dari tindakannya dan belum dapat memilih mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang tidak baik bagi dirinya maupun bagi orang lain. dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Bab IV Pasal 34 ayat 1 yang menyatakan bahwa Pembimbing Kemasyarakatan bertugas : 1. Membantu memperlancar tugas penyidik, penuntut umum dan Hakim dalam perkara anak nakal, baik didalam maupun di luar siding anak dengan membuat laporan hasil penelitian kemasyarakatan LITMAS 2. Membimbing, membantu dan mengurus anak nakal berdasarkan putusan pengadilan yang menjatuhi pidana bersyarat, pidana pengawasan, pidana denda diserahkan kepada Negara dan harus mengikuti latihan kerja atau yang memperoleh pembebasan bersyarat dari Lembaga Pemasyarakatan. Adapun yang tercantum dalam case study ialah gambaran keadaan si anak, berupa: a. Masalah sosialnya; b. Kepribadiannya c. Latar belakang kehidupannya, misalnya 1. Riwayat sejak kecil; 2. Pergaulannya diluar dan di dalam rumah; 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 78 3. Keadaan rumah tangga si anak; 4. Hubungan antara bapak, ibu dan si anak; 5. Latar belakang saat dilakukannya tindak pidana tersebut. Laporan hasil penelitian kemasyarakatan tersebut sebagai salah sa- tu bahan pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara anak. Dalam Pasal 59 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadi- lan Anak Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyara- katan. Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian kemasyara- katan tersebut karena dalam menetukan sanksi yang akan dijatuhkan kepa- da anak nakal, hakim mempunyai pilihan antara lain menjatuhkan sanksi Pasal 23 atau mengambil tindakan Pasal 24.Secara teoritis pilihan- pilihan sanksi yang dapat dijatuhakan kepada anak adalah untuk mengam- bil keputusan yang terbaik untuk anak. Anak yang berkonflik dengan hukum secara sosiologis tidak dapat dinyatakan salah sendiri karena ia be- lum menyadari akibat dari tindakannya dan belum dapat memilih mana tindakan yang baik dan mana tindakan yang tidak baik bagi dirinya mau- pun bagi orang lain. Pelanggaran pidana oleh anak lebih merupakan kegagalan proses sosialisasi dan lemahnya pengendalian sosial terhadap anak. Oleh karena itu keputusan hakim dalam perkara anak harus mempertimbangkan keadaan anak yang sesungguhnya atau realitas sosial anak tersebut, bukan hanya melihat aspek pidananya saja. Meskipun Hakim wajib mempertim- 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 79 bangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan, namun dalam Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alasan Laporan pem- bimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan untuk dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim un- tuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan sidang pengadilan. Akan tetapi, pada Pasal 60 ayat 3 dan ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sis- tem Peradilan Pidana Anak menggantikan Udang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menjelaskan bahwa hakim wajib memper- timbangkan laporan penelitian kemasyarakatan apabila laporan penelitian kemasyarakatan tidak dipertimbangan dalam putusan hakim, putusan batal demi hukum. Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orangtuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik. Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum sidang dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Putusan hakim yang mengakibat- kan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 80 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD 81 BAB IV PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAG UMUR STUDI KASUS PUTUSAN No. 2.235Pid.B2012PN.Mdn

A. Sanksi Pidana Sebagai Salah Satu Bentuk Sanksi Terhadap Anak

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

Analisis Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak

1 15 58

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Kasus Putusan No.21/Pid.Sus-Anak/2014/PN.MDN)

0 3 9

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

0 1 38

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

1 27 9

Penerapan Sanksi Tindakan Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana (Studi Putusan Raju di Pengadilan Negeri Stabat)

0 1 100