fidusia, klausula yang demikian belum pernah ditemukan dalam rangka melindungi hak separatis kreditur penerima jaminan fidusia.
B. Sumber-Sumber Hukum Kepailitan
Dengan semakin maraknya usaha bisnis baik dari kalangan ekonomi atas menengah dan bawah sehingga membutuhkan fasilitas pendanaan untuk
melangsungkan usaha bisnis, pembahasan tentang salah satu media pendanaan bisnis yang berupa jaminan fidusia dalam prespektif ini sangat penting karena hasilnya
diharapkan dapat diaplikasikan oleh seluruh kalangan masyarakat. Di Indonesia maraknya krisis moneter dan diperparah lagi oleh krisis politik,
krisis moneter diawali dengan melemahnya nilai rupiah terhadap mata uang dolar AS. Hal itu telah mengakibatkan utang-utang para pengusaha Indonesia dalam valuta
asing, terutama terhadap para kreditor luar negri, menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitur yang tidak membayar utang-utangnya.
Di samping itu kredit macet di perbankan dalam negri juga makin membumbung tinggi secara luar biasa, sebelum krisis moneter perbankan di Indonesia memang juga
telah menghadapi masalah kredit bermasalah atau Non-Performing Loans yang memperhatinkan, yaitu sebagai akibat terpuruknya sector riil karena krisis moneter
tersebut. Pada situasi ini masyarakat kreditur mulai mencari-cari cara dan sarana untuk
dapat menagih tagihannya dengan memuaskan. Dirasakan bahwa peraturan kepailitan yang ada, yaitu faillissementsverordening, sangat tidak dapat diandalkan. Sementar
Universitas Sumatera Utara
itu pula upaya restrukturisasi utang tidak terlalu tampak menjanjikan bagi para kreditur karena masih terpuruknya sektor riil. Selain itu dikhawatirkan upaya
penyelesaian utang dengan menempuh restrukturisasi utang akan berlangsung lama. Banyak sekali debitur yang sulit dihubungi oleh para kreditnya karena berusaha
mengelak untuk bertanggung jawab atas utang-utangnya. Sedangkan upaya restrukturisasi utang hanyalah mungkin di tempuh apabila debitor bersedia bertemu
dan duduk berunding dengan para kreditur atau sebaiknya. Adanya kesedian untuk berunding tersebut bisnis debitur harus memiliki
prospek yang baik untuk mendatangkan revenue sebagai sumber pelunasan utang yang direstrukturisasi itu. Mengingat restrukturisasi itu masih belum dapat
diharapkan akan berhasil dengan baik, sedangkan upaya dalam kepailitan dengan menggunakan faillissementsverordening, secepatnya dapat diganti dan diubah. IMF
sebagai pemberi utang kepada Pemerintah Republik Indonesia berpendapat pula bahwa upaya mengatasi krisis moneter krisis Indonesia tidak dapat terlepas dari
keharusan penyelesaian utang-utang luar negri dari para pengusaha Indonesia kepada para kreditur luar negrinya dan upaya penyelesaian kredit-kredit macet perbankan
Indonesia. Oleh karena itu maka, IMF mendesak pemerintah Indonesia agar secara resmi mengganti atau mengubah peraturan kepailitan berlaku yaitu,
faillissementsverordening sebagai sarana penyelesaian utang-utang para krediturnya. Karena hasil desakan IMF akhirnya pemerintah turun tangan dan lahirlah
Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas
Universitas Sumatera Utara
undang-undang Kepailitan Perpu Kepailitan perpu tersebut mengubah dan menambah Peraturan kepailitan faillissementsverordening.
Dari segi bahasa ada yang kurang dari judul perpu tersebut karena selama ini faillissementsverordening kita kenal sebagai “peraturan kepailitan”. Oleh penyusun
perpu kata “verordening” telah diterjemahkan dengan kata “undang-undang”. Kalau verordening telah diterjemahkan dengan istilah “Peraturan” maka perpu kepailitan
tersebut disebut sebagai Perpu No. 1 tahun 1998 tentang Perubahan Peraturan Kepailitan.
22
Setelah diterbitkan Perpu Kepailitan ini pada tanggal 22 April 1998 oleh Pemerintah maka lima bulan kemudian Perpu Kepailitan telah diajukan kepada DPR
dan pada 9 September 1998 Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang No. 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas undang-undang tentang Kepailitan itu telah
ditetapkan menjadi undang-undang No.4 Tahun 1998.
23
22
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2002, hal.29-31.
23
Ibid.
Berdasarkan perkembangan tersebut, selanjutnya oleh pemerintah dianggap perlu untuk melakukan perubahan
terhadap undang-undang kepailitan diatas yang dilakukan dengan memperbaiki, menambah dan meniadakan ketentuan-ketentuan yang dipandang sudah tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, yang jika ditinjau dari materi yang diatur masih memiliki banyak kelemahan. Oleh karena itu
hal tersebut diatas maka pemerintah menganggap perlu untuk menerbitkan undang-
Universitas Sumatera Utara
undang kepailitan yang baru yaitu UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang. Undang-undang ini dianggap perlu karena beberapa
alasan, yaitu :
24
1. Untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama ada
beberapa kreditur yang menagih piutangnya dari debitur. 2.
Untuk menghindari adanya kreditur pemegang hak jaminan kebendaan yang menurut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memperhatikan
kepentingan debitur atau para kreditur yang lainnya. 3.
Untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditur atau debitur sendiri. Misalnya debitur berusaha untuk memberi
keuntungan kepada seorang atau beberapa kreditur tertentu sehingga kreditur lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melarikan
semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditur.
Berdasarkan uraian diatas maka, sumber-sumber hukum kepailitan di Indonesia adalah :
1. KUHPerdata khususnya Pasal 1131, Pasal 1132, Pasal 1133, dan Pasal
1134.
24
Penjelasan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.
Universitas Sumatera Utara
2. Fallissementsverordening S. 1905 No. 217 jo S. 1906 No. 348 sepanjang
belum diubah dengan UU No. 4 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Kepailitan.
3. UU No. 4 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Kepailitan.
4. UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, khususnya Pasal 90.
5. UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran
Utang.
C. Tujuan Hukum Kepailitan