BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI KEPAILITAN
A. Pengertian Kepailitan
Kata pailit berasal dari bahasa Prancis; failite yang berarti kemacetan pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang
berhubungan dengan pailit. Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai
kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar
utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.
Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk
menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. Pengertian kepailitan dapat kita lihat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang kepailitan dan penundaan pembayaran utang, Bab I ketentuan umum, Pasal 1 Ayat 1 yang menyatakan bahwa : “kepailitan adalah, sita umum atas semua
kekayaan debitur pailit yang pengurus dan pemberesannya dilakukan oleh curator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur di dalam undang-undang”.
selanjutnya di dalam Ayat 2, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan debitur pailit adalah, debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. Debitur
Universitas Sumatera Utara
pailit dalam Pasal 2 Ayat 1 lebih lanjut dikatakana sebagai debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah
jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. Di
dalam UU No. 37 Tahun 2004 ini dapat kita lihat pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yaitu :
1. Debitur
a. Apabila debitur adalah Bank, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat
diajukan oleh Bank Indonesia. b.
Apabila debitur adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpan dan Penyelesaian, Permohonan pernyataan
pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. c.
Apabila debitur adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan
public, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Mentri Keuangan.
2. Kreditur, baik satu ataupun lebih.
3. Kejaksaan apabila kepentingan umum memaksa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank sebagai kreditur penerima jaminan fidusia jika debiturnya pailit, kedudukan bank yang bersangkutan adalah
menjadi kreditur separatis. Kedudukan separatis dari bank seharusnya dicantumkan dalam akta jaminan fidusia sebagai penjelasan dari hak kreditur
Universitas Sumatera Utara
penerima jaminan fidusia. Dalam Pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004 ditentukan bahwa hak separatis kreditur pemegang hak jaminan kebendaan ditangguhkan
jangka waktunya selama 90 hari sejak putusan pailit ditetapkan. Ratio pembentuk undang-undang menetapkan adanya tenggang waktu itu dapat dilihat di dalam
penjelasan Pasal 56 UU No. 37 Tahun 2004 yang bertujuan untuk : a.
Memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian. b.
Memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit. c.
Memungkinkan curator menjalankan tugasnya secara optimal. Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum
untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan, dan baik kreditur maupun pihak ketiga dimaksud dilarang
mengeksekusi atau memohonkan sita atas benda yang menjadi agunan. Persoalannya adalah apakah hal itu tidak melanggar hak separatis pemegang
jaminan fidusia. Karena di dalam pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004 dinyatakan bahwa: “dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56,
Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi
haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Apabila secara yuridis terjadi pelanggaran hak separatis, dan dilakukan penyimpangan terhadap norma hukum seperti yang
tercantum didalam Pasal 55 UU No. 37 Tahun 2004, hal tersebut hanya dapat dilakukan dengan membuat klausula dalam akta jaminan fidusia yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu oleh para pihak. Walaupun dalam praktek jaminan
Universitas Sumatera Utara
fidusia, klausula yang demikian belum pernah ditemukan dalam rangka melindungi hak separatis kreditur penerima jaminan fidusia.
B. Sumber-Sumber Hukum Kepailitan