Brine Shrimp Lethality Test Kanker

Tabel I. Perbedaan uji toksisitas akut, uji toksisitas sub kronis, dan uji toksisitas kronis Hal Uji toksisitas akut Uji toksisitas sub kronis Uji toksistas kronis Waktu singkat 24 jam 3 bulan 3 bulan Dosis tunggal berulang berulang Tujuan menentukan efek toksik suatu senyawa melihat apakah spektrum efek toksik berkaitan dengan dosis menegaskan KETT takaran tertinggi yang tidak menimbulkan efek toksik tertentu pada subjek uji

E. Brine Shrimp Lethality Test

Brine Shrimp Lethality Test merupakan salah satu metode pengujian awal aktifitas antikanker suatu senyawa dengan menggunakan hewan uji Artemia salina L. selama 24 jam. Uji toksisitas akut dengan hewan uji artemia ini dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarahkan pada uji sitotoksik karena ada kaitan antara uji toksisitas akut dengan uji sitotoksik jika harga LC 50 dari uji toksisitas akut lebih kecil dari 1000 μgml. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologis suatu senyawa pada artemia adalah kematian. Tingkat toksisitas dari ekstrak dapat ditentukan dengan melihat harga LC 50 . Nilai LC 50 dihitung dengan analisis probit. Dari persentase data kematian larva artemia dikonversikan ke nilai probit untuk menghitung harga LC 50 . Apabila harga LC 50 1000 μgml maka senyawa dapat dikatakan toksik. Apabila pengujian dengan larva artemia menghasilkan harga LC 50 1000 μgml maka dapat dilanjutkan dengan pengujian antikanker menggunakan biakan sel kanker. Cara ini akan menghemat waktu dan biaya penelitian Meyer et al., 1982. Metode ini juga masih sering digunakan pada tahun-tahun terakhir di berbagai negara Lampiran 8.

F. Kanker

Kanker merupakan suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau kegagalan mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostasis lainnya pada organisme multiseluler Nafrialdi dan Ganiswarna, 1995. Sel-sel kanker akan terus membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan dan tidak lagi menuruti hukum-hukum pembiakan. Sel-sel kanker dapat menyusup ke jaringan sekitarnya invasi dan dapat menyebar ke seluruh jaringan metastasis. Selain itu sel kanker juga kehilangan fungsinya dan bersifat destruktifmerusak sel lainnya Schunack, 1990. Tahap-tahap pembentukan sel kanker adalah 1. inisiasi yaitu tahap pembentukan metabolit reaktif yang mampu berikatan secara kovalen dengan DNA sehingga menyebabkan terjadinya mutasi pada DNA 2. promosi yaitu ekspresi mutasi yang dapat menyebabkan perubahan fungsi seluler ekspresi gen dan fungsi reseptor serta pertumbuhan neoplasma sel yang pertumbuhannya tidak normal 3. progresif yaitu manifestasi pertumbuhan dan perkembangan tumor menjadi ganas kanker dengan invasi dan metastasis Pada organisme eukariotik, terdapat empat fase dalam siklus sel yaitu 1. fase Gap 1 G 1 atau fase pascamitosis merupakan fase awal dimana terjadi sintesis asam ribonukleat dan protein 2. fase Sintesis S dimana terjadi replikasi identik dari DNA sehingga dihasilkan dua set komplit DNA 3. fase Gap 2 G 2 atau fase pramitosis merupakan fase persiapan untuk memasuki fase mitosis 4. fase Mitosis M merupakan fase dimana material inti diturunkan identik kepada sel anak, yang ditandai dengan pembagian kromosom dan dihasilkan dua sel anakan Untuk selanjutnya sel dapat memasuki fase G dan dapat juga masuk kembali ke fase G 1 . Hormon pertumbuhan, cyclins dan Cdk cyclin dependent kinase merupakan sinyal transduksi yang dapat memacu sel untuk memasuki daur sel kembali. Sedangkan protein penekan tumor misalnya p53, dan Cdk inhibitor akan memacu sel untuk memasuki fase istirahat G . Pada sel kanker, tidak terdapat p53 atau jumlah p53 kurang antara lain karena terjadinya mutasi p53, sehingga sel kanker tidak dapat memasuki fase G dan sel tersebut akan memasuki siklus sel dalam jangka waktu yang tidak terbatas, sehingga sel akan terus membelah Schunack, 1990. Gambar 12. Siklus sel Michael, 2007 Karsinogen dapat merangsang pembentukan kanker. Beberapa karsinogen yang diduga dapat menaikkan resiko terjadinya kanker antara lain senyawa kimia zat karsinogen, faktor fisika radiasi bom atom dan radioterapi agresif, virus virus hepatitis B dan C, dan hormon Dalimartha, 2003. Sebagai langkah pengobatan, telah banyak dilakukan penanganan terhadap para penderita kanker, baik secara medis maupun tradisional. Obat antikanker diharapkan memiliki toksisitas selektif, artinya menghancurkan sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal Nafrialdi dan Ganiswarna, 1995. Senyawa-senyawa aktif dari berbagai macam tanaman telah banyak digunakan untuk mengobati kanker. Lebih dari 1400 macam tanaman digunakan untuk mengobati kanker, misalnya Phyllanthus acuminatus, Marati oreganos, Catharanthus roseus, dan masih banyak tanaman yang lain Evans, 2002. Senyawa aktif antikanker tersebar luas pada tanaman tingkat tinggi meliputi berbagai golongan senyawa seperti flavonoid, alkaloid, saponin, oligosakarida, kuasinoid, terpenoid dan polifenol Cheng, 2003.

G. Penyarian