F. Uji Toksisitas dengan Metode BST
Brine Shrimp Lethality Test merupakan salah satu metode skrining
bioaktivitas suatu ekstrak atau senyawa murni dengan hewan uji larva udang artemia. Sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol daun tumbuhan tembelakan
dengan konsentrasi 40, 52, 68, 88, dan 114 μgml. Konsentrasi tersebut didapat
setelah dilakukan orientasi dengan kadar 10, 100, 1000 μgml Meyer et al., 1982.
Setelah pengujian, didapatkan jumlah larva yang mati, yang kemudian digunakan untuk menghitung persentase kematian larva tersebut. Dari data
persentase kematian ini diambil konsentrasi yang memberikan harga persentase kematian larva antara 20-80 sebagai konsentrasi terendah dan konsentrasi
tertinggi. Digunakan persentase kematian larva antara 20-80 karena dengan persentase kematian tersebut sudah dapat memberikan kurva yang lebih linier,
sehingga LC
50
yang didapatkan pada uji BST ini lebih dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya. Selanjutnya untuk mendapatkan lima seri konsentrasi dengan
kelipatan yang sama, yang merupakan syarat probit dapat dihitung dengan rumus F lampiran 4.
Sebelum memulai uji toksisitas, semua flakon dan alat yang digunakan dicuci dengan sabun untuk membersihkan kotoran-kotoran yang mungkin masih
melekat di flakon, lalu dibilas aquadest dan direndam menggunakan aquadest panas untuk menghilangkan sisa-sisa sabun yang mungkin masih tertinggal. Sebelum
pencucian flakon, sejumlah 5 ml aquadest diambil menggunakan pipet volume, dimasukkan dalam flakon, kemudian diberi tanda. Penggunaan pipet volume
dimaksudkan agar konsentrasi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan tepat. Tiap- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tiap flakon ditandai setinggi 5 ml untuk memudahkan dalam penambahan ALB sampai 5 ml.
Air laut buatan yang akan digunakan untuk pengujian diaerasi selama 2 jam. Aerasi ini bertujuan untuk memberikan oksigen yang cukup bagi kelangsungan hidup
artemia, sehingga jika terdapat artemia yang mati bukan disebabkan karena kekurangan oksigen. Sebelum artemia dimasukkan dalam flakon, sejumlah larutan
uji ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan sesuai dengan konsentrasinya masing-masing dimasukkan dalam flakon yang sudah kering dan bersih, lalu
dikeringuapkan menggunakan waterbath dengan suhu kurang dari 60 °C untuk
menghindari rusaknya zat aktif. Selain larutan uji, dilakukan juga pada kontrol yang berisi etanol dengan jumlah sesuai masing-masing konsentrasi. Pelarut harus
diuapkan agar tidak mempengaruhi kematian larva. Setelah pelarut menguap semua, ke dalam tiap flakon perlakuan maupun
flakon kontrol ditambahkan ALB sebanyak 3 ml lalu divortex sehingga sampel uji terdistribusi merata ke dalam ALB. Kemudian larva yang sudah berumur 48 jam di
pindah ke flakon. Tiap flakon berisi 10 larva yang diambil menggunakan pipet tetes. Setelah itu, ke dalam tiap flakon ditambahkan suspensi ragi sebagai sumber
makanan. Penambahan makanan ini penting, untuk memastikan bahwa kematian larva bukan disebabkan karena kekurangan makanan. Meyer et al. 1982
memaparkan konsentrasi suspensi ragi yang digunakan yaitu 3 mg ragi dilarutkan dalam 5 ml ALB.
Tiap flakon cukup diberi satu tetes suspensi ragi, tidak boleh berlebihan. Hal ini disebabkan karena sebagai filter feeder penyaring makanan, artemia
menelan apa saja yang berukuran kecil. Artemia tidak bisa membedakan antara makanan dan bukan makanan. Jika pemberian makanan terlalu banyak, jumlah yang
ditelan semakin banyak. Apabila terjadi demikian maka makanan yang belum sempat dicernakan akan terdesak oleh makanan baru yang terus menerus masuk dalam
jumlah yang banyak. Dengan demikian, makanan itu akan keluar lagi dari usus dalam keadaan belum tercerna dengan baik dan belum sempat diserap sarinya oleh
usus. Hal ini dapat menyebabkan kematian artemia, sehingga jumlah kematian larva yang didapatkan bukan merupakan hasil yang sebenarnya Meyer et al., 1982.
Setelah itu, ke dalam masing-masing flakon di tambah ALB lagi sampai tanda garis 5 ml. Flakon-flakon tadi diletakkan dekat lampu, dalam kardus yang ditutupi kain
strimin dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Ditutup kain strimin agar serangga kecil tidak masuk flakon, tetapi tidak mempengaruhi kadar oksigen.
Setelah 24 jam, larva yang hidup dihitung. Dikatakan hidup jika larva masih bergerak aktif, sekecil apapun gerakan tersebut. Larva tidak mungkin diam,
sebab selain berfungsi sebagai alat gerak, antena II pada larva juga berfungsi sebagai alat pernafasan. Setelah jumlah larva yang hidup diketahui, jumlah larva yang mati
dapat dihitung. Kemudian dihitung sehingga didapatkan kematian pada masing- masing konsentrasi perlakuan dan kontrol. Kontrol digunakan untuk mengoreksi
kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan. Hasil percobaan dapat dilihat pada tabel III yang menunjukkan
persentase kematian larva yang tidak menyimpang jauh dari rentang 20-80. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel III . Persentase kematian larva artemia akibat pemberian
ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
Konsentrasi μgml
Persentase kematian
40 33,33 52 36,36
68 52,27 88 74,47
114 80,43
Data yang didapat kemudian dianalisis dengan analisis probit menggunakan Program SPSS 10.00 untuk mendapat nilai LC
50
. Pada penelitian ini digunakan analisis probit agar didapatkan kurva yang berbentuk garis lurus sehingga penentuan
nilai LC
50
lebih tepat. Jika hanya memplotkan persentase kematian larva nilai y dengan logaritma konsentrasi nilai x maka akan didapatkan kurva berbentuk
sigmoid sehingga dalam penentuan nilai LC
50
dapat menjadi kurang tepat. Dalam analisis probit didapatkan kurva yang berbentuk garis lurus karena konsentrasi
sampel ditransformasikan menjadi logaritma konsentrasi sebagai variabel tetap nilai x dan persentase kematian larva ditransformasikan menjadi nilai probit sebagai
variabel tergantung nilai y. Setelah dianalisis dengan analisis probit diperoleh persamaan garis linier
yaitu y = 3,14850x-5,60866. Diperoleh pula suatu tabel yang mencantumkan nilai LC
50
yang dihasilkan yaitu sebesar 60,4 μgml dengan kisaran batas bawah sebesar
35,3 μgml dan kisaran batas atas sebesar 82,3 μgml lampiran 6.
Kurva hubungan antara nilai probit dengan log konsentrasi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
dapat dilihat pada gambar 13. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Probit Transformed Responses
Log of KONS
2,1 2,0
1,9 1,8
1,7 1,6
1,5
P robi
t
1,0 ,8
,6 ,4
,2 -,0
-,2 -,4
-,6 Rsq = 0,9485
Gambar 13. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan
Konsentrasi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan dimana dapat membunuh 50 hewan uji LC
50
juga dapat diketahui dengan menggunakan kurva di atas, yaitu dengan menarik garis lurus pada probit 0,0 ke arah kanan sampai pada
garis, lalu ditarik garis ke arah bawah, sehingga didapatkan log konsentrasi sebesar 1,78 sehingga konsentrasinya sebesar 60,4
μgml. Dari gambar di atas juga didapatkan nilai Rsq yang merupakan koefisien
determinasi yang mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana, yaitu merupakan presentase sumbangan X terhadap variasi naik atau turunnya Y. Dari
analisis, didapatkan nilai Rsq sebesar 0,9485 yang berarti bahwa persentase sumbangan X yaitu konsentrasi ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan terhadap
variasi Y yaitu respon jumlah kematian artemia sebesar 94,85. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari nilai Rsq kita juga dapat menghitung nilai R yaitu akar dari Rsq. Dari penelitian ini didapatkan nilai R sebesar 0,9739. Nilai R merupakan koefisien
korelasi dalam hubungan dua variabel X dan Y yang mengukur kuatnya hubungan antara X dan Y. Dari tabel nilai R, dengan taraf kepercayaan 95 pada derajad bebas
3 dapat dilihat nilai R sebesar 0,878 sehingga didapatkan nilai R penelitian lebih besar daripada nilai R tabel. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang linier
antara konsentrasi dengan nilai probit. Meningkatnya konsentrasi diikuti dengan meningkatnya nilai probit respon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tumbuhan tembelekan mempunyai nilai LC
50
1000 μgml yaitu sebesar 60,4 μgml, yang
berarti bahwa ekstrak tersebut bersifat toksik sehingga menyebabkan kematian larva artemia.
Senyawa yang diduga menyebabkan kematian sel dalam daun tumbuhan tembelekan adalah pentasiklik triterpenoid dan flavonoid. Mekanisme kedua
senyawa yang terdapat dalam daun tumbuhan tembelekan tersebut dalam membunuh sel kanker belum diketahui secara rinci dan mendetail. Namun telah diketahui bahwa
pentasiklik triterpenoid dapat menghambat enzim topoisomerase I dan II Lee et al., 1991. Topoisomerase merupakan enzim yang memegang peranan penting dalam
transkripsi dan replikasi DNA. Beberapa fungsi enzim ini adalah untuk menguraikan untaian DNA dan untuk memasangkan DNA dengan pasangannya selama replikasi.
Mekanisme kerja pentasiklik triterpenoid dalam menghambat replikasi DNA belum dapat dijelaskan secara lebih terperinci dan pasti, namun setidaknya dapat melalui
dua cara yaitu dengan berikatan dengan DNA menggantikan kedudukan enzim PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
topoisomerase, sehingga DNA tidak dapat bereplikasi atau dapat juga dengan berikatan dengan topoisomerase sehingga topoisomerase tidak dapat berikatan
dengan DNA dan DNA tidak dapat bereplikasi. Jika DNA tidak terbentuk maka sel- sel kanker tersebut akan mati. Selain itu, senyawa ini juga dapat menghambat enzim
yang mengkatalis sintesis RNA, yaitu menghambat RNA polymerase. Jika enzim ini dihambat DNA dan protein juga tidak akan terbentuk sehingga dapat menyebabkan
kematian sel. Sedangkan flavonoid jenis flavon dapat menginduksi terjadinya apoptosis
mekanisme kematian sel yang terprogram pada sel kanker, dengan mencegah
terjadinya mutasi p53 Middleton, 2000. Pada sel normal, jika suatu sel terpapar
radiasi ionisasi atau promotor-promotor lain yang menyebabkan kerusakan DNA, maka protein 53 p53 akan bekerja dengan memutus siklus sel tersebut. Langkah
selanjutnya ada dua kemungkinan yaitu sel ini akan memperbaiki kerusakan DNA sehingga menjadi sel normal kembali yang kemudian dapat membelah menghasilkan
sel-sel normal atau kemungkinan kedua yaitu jika kerusakan DNA sangat parah dan tidak dapat diperbaiki lagi, maka akan terjadi apoptosis kematian sel yang
terprogram. Namun pada sel yang kekurangan atau tidak mempunyai p53, salah satunya akibat terjadinya mutasi p53, jika sel tersebut terkena radiasi ionisasi atau
promotor-promotor lain dan menyebabkan kerusakan DNA, maka tidak terjadi pemutusan siklus sel tersebut. Langkah selanjutnya juga ada dua kemungkinan yaitu
pembelahan sel dengan kerusakan kromosom terus berlangsung menyebabkan kegagalan mitosis dan sel mati sehingga tumor menjadi jinak atau kemungkinan
kedua yaitu sel tumor mengalami mutasi, seleksi dan evolusi yang berkepanjangan yang menyebabkan terjadinya kanker.
G. Uji Kualitatif Ekstrak Etanol dengan KLT