39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum
4.1.1. Penyanyi Ebiet G. Ade
Ebiet G. Ade lahir di Banjarnegara, Jawa Tengah, 21 April 1954 umur 55 tahun adalah seorang penyanyi dan penulis lagu berkewarganegaraan Indonesia.
Ebiet dikenal dengan lagu-lagunya yang bertemakan alam dan duka derita kelompok tersisih. Lewat lagu-lagunya yang ber-genre balada, pada awal
karirnya, ia ‘memotret’ suasana kehidupan Indonesia di akhir tahun 1970-an hingga sekarang. Tema lagunya beragam, tidak hanya tentang cinta, tetapi ada
juga lagu-lagu bertemakan alam, sosial-politik, bencana, religius, keluarga dll. Sentuhan musiknya sempat mendorong pembaruan pada dunia musik pop
Indonesia. Semua lagu ditulisnya sendiri, ia tidak pernah menyanyikan lagu yang diciptakan orang lain, kecuali lagu Mengarungi Keberkahan Tuhan yang
ditulis bersama dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja’far di Wanadadi,
Banjarnegara merupakan anak termuda dari 6 bersaudara, anak Aboe Dja’far, seorang PNS, dan Saodah, seorang pedagang kain. Dulu ia memendam anyak
cita-cita, seperti insinyur, dokter, pelukis. Semuanya melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi kendati ia lebih suka disebut penyair karena latar belakangnya di
dunia seni yang berawal dari kepenyairan.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
40
Setelah lulus SD, Ebiet masuk PGAN Pendidikan Guru Agama Negeri Banjarnegara. Sayangnya ia tidak betah sehingga pindah ke Yogyakarta. Sekolah
di SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah 1. Di sana ia aktif di PII pelajar Islam Indonesia. Namun, ia tidak dapat melanjutkan
kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada karena ketiadaan biaya. Ia lebih memilih bergabung dengan grup vokal ketika ayahnya yang pensiunan
memberinya opsi: Ebiet masuk FE UGM atau kakaknya yang baru ujian lulus jadi sarjana di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Nama Ebiet di dapatnya dari pengalamannya kursus bahasa Inggris semasa SMA. Gurunya orang asing, biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena
mereka mengucapkan A menjadi E. Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung kaos merahnya, lama-lama ia lebih sering dipanggil Ebiet oleh teman-
temannya. Nama ayahnya digunakan sebagai nama belakang, disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai bunyi penyebutannya, Ebiet G. Ade. Kalau
dipanjangkan, ditulis sebagai Ebiet Ghoffar Aboe Dja’far. Sering keluyuran tidak karuan, dulu Ebiet akrab dengan lingkungan
seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971. Tampaknya, lingkungan inilah yang membentuk persiapan Ebiet untuk mengorbit. Motivasi terbesar yang
membangkitkan kreativitas penciptaan karya-karyanya adalah ketika bersahabat dengan Emha Ainun Nadjib penyair, Eko Tunas cerpenis, dan E.H.
Kartanegara penulis. Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet ketika kiprah kepenyairannya diolah, karena pada masa itu banyak seniman yang
berkumpul di sana.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
41
Meski bisa membuat puisi, ia mengaku tidak bisa apabila diminta sekedar mendeklamasikan puisi. Dari ketidakmampuannya membaca puisi secara
langsung itu, Ebiet mencari cara agar tetap bisa membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya, dengan menggunakan musik.
Musikalisasi puisi, begitu istilah yang digunakan dalam lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono.
Beberapa puisi Enha bahkan sering dilantunkan Ebiet dengan petikan gitarnya. Walaupun begitu, ketika masuk dapur rekaman, tidak sebiji pun syair Emha
yang ikut dinyanyikan. Hal itu terjadi karena ia pernah diledek teman-temannya agar membuat lagu dari puisinya sendiri. Pacuan semangat diri teman-temannya
ini melecut Ebiet untuk melagukan puisi-puisinya. Ebiet pertama kali belajar gitar dari kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu
belajar gitar di Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia hanya menyanyi dengan menggelar pentas seni di Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta dan
juga di Jawa Tengah, memusikalisasikan puisi-puisi karya Emily Dickinson, Nobody
, dan mendapat tanggapan positif dari pemirsanya. Walau begitu ia masih menganggap kegiatannya ini sebagai hobi belaka. Namun atas dorongan
para sahabat dekatnya dari PSK Persada Studi Klub yang didirikan oleh Umbu Landu Paranggi dan juga temannya satu kos, akhirnya Ebiet bersedia juga maju
ke dunia belantika musik Nusantara. Setelah berkali-kali ditolak diberbagai perusahaan rekam, akhirnya ia diterima di Jackson Record pada tahun 1979.
Jika semula Ebiet enggan meninggalkan pondokannya yang tidak jauh dari pondok keraton, maka fakta telah menunjuk jalan lurus baginya ke Jakarta.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
42
Ia melalui rekaman demi rekaman dengan sukses. Sempat juga ia melakukan rekaman di Filipina untuk mencapai hasil yang lebih baik, yakni album Camelia
III . Tetapi, ia menolak merekam lagu-lagunya dalam bahasa Jepang, ketika ia
mendapat kesempatan tampil di depan publik di sana. Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol Records, Amerika Serikat,
untuk album ke-8-nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. dan Dodo Zakaria sebagai rekan yang membantu musiknya.
Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam khasana musik pop Indonesia. Tak heran, Ebiet sempat merajai dunia pop Indonesia di kisaran tahun 1979-
1983. Sekitar 7 tahun ebiet mengerjakan rekaman di Jackson Record. Pada tahun 1986, perusahaan rekam yang melambungkan namanya itu tutup dan Ebiet
terpaksa keluar. Ia sempat mendirikan perusahaan rekam sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album, Menjaring Matahari, Sketsa Rembulan Emas, dan
Seraut Wajah .
Sayang, pada tahun 1990, Ebiet yang “gelisah” dengan Indonesia, akhirnya memilih “bertapa” dari hingar bingar industri musik dan memilih
berdiri di pinggiran saja. Baru pada tahun 1995, ia mengeluarkan album Kupu- Kupu Kertas
didukung oleh Ian Antono, Billy J. Budiarjo alm, Purwacaraka, dan Erwin Gutawa dan Cinta Sebening Embun didukung oleh Adi Adrian dan
Kla Project. Pada tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin Pulang didukung oleh Purwacaraka dan Embong Rahardjo. Dua tahun berikutnya ia
mengeluarkan album Bahasa Langit, yang didukung oleh andi Rianto, erwin
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
43
Gutawa dan Tohpati. Setelah album itu, Ebiet mulai lagi menyepi selama 5 tahun ke depan.
Ebiet adalah salah satu penyanyi yang mendukug album Kita Untuk mereka
, sebuah album yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya tsunami 2004, bersama dengan 57 musisi lainnya. Ia memang seorang penyanyi spesialis
tragedi, terbukti lagu-lagunya sering menjadi tema bencana. Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th
Anniversary didukung oleh Anto Hoed, setelah 5 tahun absen rekaman. Album
itu sendiri adalah peringatan buat ulang tahun pernikahan ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang masih dalam aransemen lama. Kemunculan kembali Ebiet
pada 28 September 2008 dalam acara Zona 80 di Metro TV cukup menjadi obat bagi para penggemarnya. Dengan dihadiri para sahabat di antaranya Eko Tunas,
Ebiet G. Ade membawakan lagu lama yang pernah popular pada dekade 80-an. Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto atau lebih dikenal sebagai
Yayuk Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto pada tanggal 4 Februari 1982, ia dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan:
• Abietyasakti “Abie” Ksatria Kinasih lahir 8 Desember 1982 • Aderaprabu “Dera” Lantip Trengginas lahir 6 januari 1986
• Byatriasa “Yayas” Pakarti Linuwih Lahir 6 April 1987 • Segara “Dega” Banyu Bening lahir 11 Desember 1989
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
44
Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Anak sulung Ebiet, Abie juga memiliki bakat musik, dan sering mewakili Ebiet dalam
mengecek sound system menjelang ayahnya manggung. Ebiet juga seorang penggemar golf, namun sejak terjadinya bencana
tsunami 2004, ia tidak pernah lagi main golf.
4.1.2. Diskografi