BAB III PEMBAHASAN
A. Gaya Hidup Konsumtif Mahasiswa
Seiring dengan tingginya produksi, distribusi dan peredaran produk makanan dan minuman, beserta iklan-iklan produksi sedikit banyak
mempengaruhi pola pikir mahasiswa. Budaya konsumtif akhirnya lahir sebagai bentuk pemenuhan gaya hidup seperti yang dikampanyekan dalam iklan. Faktor
lingkungan memberikan peranan besar pembentukan perilaku konsumtif.Mahasiswa lebih senang membeli makanan dan minuman terkenal dan
bermerek meskipun kualitasnya terkadang tidak lebih baik daripada makanan dan minuman yang dibuat sendiri ataupun juga dengan makanan dan minuman yang
mereknya tidak begitu terkenal. Kecenderungan yang demikian terbangun karena terkait citra diri, bahwa dengan mengkonsumsi makanan dan minuman bermerek
maka statusnya seorang mahasiswa tersebut akan terangkat. Bagi produsen, kelompok usia remaja ataupun kerap kali tergolong kepada
mahasiswa adalah salah satu pasar yang potensial. Dikarenakan pola konsumsi seseorang terbentuk pada usia remaja. Karena, pada usia remaja terjadi masa
pubertasi dan adanya rasa ingin tahu yang besar. Di samping itu, kebanyakan mahasiswa mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut-ikutan teman, tidak realistis,
dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya.Mahasiswa Universitas Sumatera Utara membelanjakan hingga 27 dari uang sakunya perbulan kehal-
hal yang bersifat rekreatif jajan, jalan-jalan, traktik pacar serta kebutuhan untuk membeli makanan, pakaian, kosmetik, dan membeli pulsa handphone. Sifat-sifat
Universitas Sumatera Utara
22
mahasiswa inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasarmahasiswa.
Dikalangan mahasiswa yang memiliki orang tua dengan kelas ekonomi yang cukup berada, terutama di kota-kota besar, pusat-pusat kuliner sudah
menjadi rumah kedua. Mereka ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti mode makanan yang sedang beredar.Alhasil, muncullah perilaku yang
konsumtif. Lain halnya dengan mahasiswa anak kost yang cenderung bergaya hidup
konsumtif. Alasan mereka melakukan gaya hidup konsumtif makan diluar adalah karena adanya rasa lelah setelah melakukan aktivitas seharian. Sehingga
kemauan untuk memasak makanannya sendiri berkurang. Ada juga karena timbulnya rasa malas serta ajakan dari teman untuk bergabung makan diluar.
Mahasiswa juga ada yang lebih membenarkan cara yang instan-instan atau siap saji dalam mengkonsumsi makanan. Karena bagi anak kost terutama yang hanya
tinggal sendiri atau berdua didalam satu kamar, akan merasa lebih rugi jika memasak. Selain memakan waktu, tenaga, juga akan memakan biaya yang lebih
besar dibandingkan dengan membeli makanan siap saji dari luar. Dari sejumlah hasil penelitian, terdapat banyak perbedaan dalam pola
konsumsi yang dilakukan mahasiswa. Ada yang dari status ekonomi orang tua dan juga dari tingkat aktivitas yang dilakukan seorang mahasiswa, serta pengaruh
daerah tempat tinggal. Perilaku konsumtif pada mahasiswa sebenarnya dapat dimengerti bila
melihat usiamahasiswa sebagai usia peralihan dalam mencari identitas diri.
Universitas Sumatera Utara
23
Seorang mahasiswa ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama
dengan orang lain yang sebayanya menyebabkan mahasiswa berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang terjadi.
Terkadang yang menjadi masalah adalah apa yang dituntut oleh mahasiswa, diluar dari kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini
menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja dan telah menjadi mahasiswa.
Fenomena ini merupakan gambaran bergaya hidup kebanyakan mahasiswa.“Saya membeli maka saya ada.”Status sosial mahasiswa ditandai dari
kemampuannya memiliki produk- produk baru dan mewah.Mahasiswa akan merasa dirinya bukan bagian dari ‘modern’ bila melewatkan hiruk-pikuk hal-hal
yang modern atau lebih terkenal. Sebabstatus sosial itulah yang penting dan harus dikejar. Kebanyakan eksistensi mahasiswa diukur sejauh mana ia mampu
membeli. Kehidupan dikendalikan oleh mereka yang mampu mendikte atas apa saja
yang harus dibeli.Mahasiswa dituntut untuk menyesuaikan diri dengan gaya hidup dan produk-produk yang membuat kehidupan lebih instan, mudah, dan
menyenangkan.Iklan produk-produk terbaru begitu piawai membujuk mahasiswa untuk menjadi bagian terpenting dalam kehidupan.Semua menawarkan janji surga
kenikmatan yang tidak akan didapatkan tanpa memiliki apa yang mereka tawarkan.
Universitas Sumatera Utara
24
Inilah yang membuat kebanyakan mahasiswaakan melakukan cara apa saja tanpa memperdulikan etika untuk memperoleh apa yang diinginkan.Semua
dilakukan demi mewujudkan janji muluk kapitalisme dengan produk-produk yang mempermudah kehidupan.Mahasiswa semakin dikendalikan oleh budaya
konsumerisme.Tiada hari tanpa berbelanja dan membeli.Mahasiswa pun semakin sulit membedakan antara keinginan dan kebutuhan.Konsumerisme mengajarkan
agar semua ‘keinginan’ dipandang sebagai ‘kebutuhan’ yang harus dipenuhi. Kenyataan hidup mahasiswa sehari-hari kebanyakan dipenuhi dengan
iklan yang penuh bujuk rayu.Tidak peduli siang dan malam, berbagai produk baru siap ditawarkan dan didesakkan sedemikian rupa agar dimiliki dan
dinikmati.Nilai-nilai yang ditawarkan kerapkali membuat pertahanan hidup mahasiswa tak berdaya akibat rayuan serta jebakan iklan-iklan.
Pada globalisasi ini pilihan lebih banyak ditentukan oleh apa yang terlihat pancaindra. Pilihan ini bukan digerakkan daya nalar yang sehat, melainkan hanya
sekadar pemenuhan akan kebutuhan penyenangan indrawi belaka. Media iklan yang begitu dahsyat, rasa malas, dan rasa lelah, kerapkali membuat mata tidak
lagi awas.Hal ini menciptakan mentalitas konsumtif mahasiswa. Fenomena ini sekarang membudaya pada mahasiswa.Semua serbainstan.Budaya instan alias
siap saji membuat mahasiswa tidak lagi berpikir panjang.Bukan teladan hidup sederhana, melainkan kemewahan.Hal ini menciptakan mahasiswa yangtidak
produktif karena bergaya hidup menjadi bagian status sosial sehingga mahasiswa berbudaya konsumtif. Gaya hidup seperti membuat biaya hidup menjadi tinggi
Universitas Sumatera Utara
25
karena mahasiswa tidak tahu lagi mana yang penting dan bermanfaat serta lebih berguna dalam hidupnya.
Mahasiswa yang bergaya hidup konsumtif terjadikarena permintaannya selalu dituruti oleh orang tuanya. Dilihat dari segi pemberian uang sakubulanan
yang mengakibatkan berlebihannya uang saku. Terjadi juga karena adanya pengaruh lingkungan atau ajakan dari teman-teman untuk merasakan produk-
produk yang kurang dibutuhkan dan memang kurang bermanfaat dibandingkan dengan kebutuhan pokok.Rasa dari dalam diri supaya tidak ketinggalan jaman,
rasa lelah akibat melakukan berbagai aktivitas, sertaserta ingin mendapatkan pengakuan dari teman-temannya.Hal ini juga didukung perubahan-perubahan
yang cepat dalam teknologi informasi dan telah merubah budaya sebagian mahasiswa.
B. Pertumbuhan Usaha Kuliner di Sekitar Universitas Sumatera Utara