7
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam Bab Landasan Teori dibahas Kajian Pustaka berisi : teori-teori yang relevan dengan masalah yang akan diteliti, Kerangka Berpikir, dan
Hipotesis Tindakan
A. Kajian Pustaka
1. Dasar Teoritis Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki
kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas yang membedakannya dengan
jenis penelitian lain adalah : a.
Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktek pembelajaran yang dilakukannya selama ini di kelas
mempunyai masalah yang perlu diselesaikan. b.
Self-reflective inquiry Penelitian melalui refleksi diri c.
Ini merupakan ciri PTK yang paling esensial. PTK mempersyaratkan guru mengumpulkan data dari praktiknya sendiri melaui refleksi diri.
d. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan di dalam kelas, sehingga fokus
penelitian ini adalah kegiatan pembelajaran. e.
Penelitian Tindakan Kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara bertahap dan terus-menerus, selama kegiatan
penelitian dilakukan. Dalam PTK terdapat siklus pelaksanaan berupa pola : perencanaan
– pelaksanaan – observasi – refleksi – revisi perencanaan ulang Wardani, 2006.
PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas, dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan. Penelitian ini sangat
bermanfaat sebagai upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran. Jadi penelitian tindakan sebagai suatu bentuk investigasi yang bersifat reflektif
partisipasif, kolaboratif dan spiral, yang bertujuan untuk melakukan perbaikan sistem, metode kerja, proses, isi, kompetensi, dan situasi Suharsimi, 2008.
Daur ulang dalam penelitian tindakan diawali dengan perencanaan tindakan planning, penerapan tindakan action, mengobservasi dan
mengevaluasi proses dan hasil tindakan observation and evaluation, dan melakukan refleksi reflecting, dan seterusnya sampai perbaikan atau
peningkatan yang diharapkan tercapai kriteria keberhasilan.
2. Hakikat Matematika
Matematika adalah ilmu tentang logika, bilangan, dan keruangan, berikut prosedur operasional yang menghubungkan antara logika, bilangan, dan
keruangan Kamus Besar Bahasa Indonesia. James dan James dalam kamus matematikanya yang dikutip oleh
Ruseffendi menerangkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan
satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri Ruseffendi, 1996:42.
Reys dkk dalam bukunya yang dikutip oleh Ruseffendi menjelaskan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan suatu jalan atau
pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat Ruseffendi, 1996:44. Dalam Standar Isi dijelaskan bahwa matematika merupakan ilmu yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat
di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analistis, teori
peluang, dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini Standar
Isi, 2006. Untuk dapat mencapai esensi matematika seperti pada penjelasan di atas
maka peneliti perlu memahami tujuan pelajaran matematika.
3. Tujuan Mata Pelajaran Matematika
Mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbul, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah. e.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah Standar Isi,2006.
Agar bisa mewujudkan tujuan mata pelajaran matematika di atas secara optimal, maka guru perlu mengkaji teori belajar dalam pembelajaran
matematika.
4. Teori Belajar Dalam Pembelajaran Matematika
W. Brownel dalam teorinya yang dikutip oleh Ruseffendi menyatakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna, dalam arti setiap
konsep yang dipelajari harus benar-benar dimengerti sebelum sampai pada latihan atau hafalan Ruseffendi, 1996 : 198 .
Jerome Bruner dalam teorinya yang dikutip oleh Tim PPPPTK Matematika menyatakan bahwa untuk memahami pengetahuan matematika baru,
maka diperlukan tahapan-tahapan yang runtut sebagai berikut : a.
Tahap enaktif, yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau objek yang konkret.
b. Tahap ikonik, yaitu tahap belajar dengan menggunakan gambar. Pada tahap
ini benda-benda konkret dapat diganti dengan gambar-gambar. c.
Tahap simbolik, yaitu tahap belajar melalui manipulasi lambang atau simbol. Pada tahap ini siswa sudah tidak memerlukan benda-benda atau gambar-
gambar. Tim PPPPTK Matematika, 2007. Jean Piaget dengan teori berpikir kognitifnya yang dikutip oleh Mulyani
Sumantri dan Nana Syaodih menerangkan bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret dengan ciri-ciri : pola berpikir dalam memahami
konsep yang abstrak masih terikat pada benda konkret, jika diberikan permasalahan belum mampu memikirkan segala alternatif pemecahannya,
pemahaman terhadap konsep berurutan melalui tahap demi tahap, belum mampu menyelesaikan masalah yang melibatkan kombinasi urutan operasi pada maslah
yang kompleks, mampu mengelompokkan objek berdasar kesamaan sifat tertentu, dapat mengurutkan kejadian, dapat memahami ruang dan waktu, dan
dapat menunjukkan pemikiran yang abstrak Mulyani , Syaodih, 2007 : 1.15. Gatot Muhsetyo menyatakan bahwa dalam menanamkan konsep
matematika dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu : a.
Tahap pengenalan konsep secara konkret.
b. Tahap pengenalan konsep secara semi konkret atau semi abstrak.
c. Tahap pengenalan konsep secara abstrak. Muhsetyo,2007:1.11.
Pembelajaran berbasis konstruktivisme merupakan belajar artikulasi. Belajar artikulasi adalah proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi.
Belajar tidak hanya mengkonstruksikan makna dan mengembangkan pikiran, namun juga memperdalam proses-proses pemaknaan tersebut melalui
pengekspresian ide-ide Suprijono, 2009. Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran terdiri dari :
a. Orientasi merupakan fase untuk memberi kesempatan kepada peserta didik
memperhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topik materi pembelajaran.
b. Elicitasi merupakan fase untuk membantu peserta didik menggali ide-ide
yang dimulikinya dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka
melalui poster, tulisan yang dipresentasikan kepada seluruh peserta didik. c.
Restrukturisasi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain melalui diskusi
sehingga terbentuk ide baru. d.
Aplikasi ide, dalam langkah ini ide atau pengetahuan yang telah dibentuk diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.
e. Revieu, dalam vase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan
pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya
dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya sehingga lebih lengkap.
Prinsip dasar
yang harus
diperhatikan dalam
pengembangan pembelajaran konstruktivisme adalah :
a. Prior Knowledge Previous Experience
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses belajar adalah apa yang telah diketahui oleh peserta didik.
b. Conseptual Change Process
Proses perubahan konseptual merupakan proses pemikiran yang terjadi pada diri peserta didik ketika peta konsep yang dimilikinya dihadapkan pada
situasi nyata. Dalam proses ini peserta didik melakukan analisis, sintesia, beragumentasi, mengambil keputusan, dan menarik kesimpulan.
Cobern menyatakan konstruktivisme bersifat Kontekstual. Berdasarkan pemikiran-pemikiran itu, maka pembelajaran harus diciptakan semirip mungkin
dengan situasi dunia nyata. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran kontekstual Suprijono, 2009.
5. Pengurangan
Pengurangan adalah sebuah proses , cara, perbuatan mengurangi atau
mengurangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia 3. Pengurangan adalah sebuah proses hitungan tentang mengurangi
Kamus Besar Bahasa Indonesia 3 .
6. Pendekatan Contextual Teaching and Learning CTL
Contextual Teaching and Learning adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik
yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks
keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka Elaine. 2009:67. Pendekatan CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk
bertindak dengan cara yang alami. Cara itu sesuai dengan fungsi otak, psikologi dasar manusia, dan tiga prinsip alam semesta yang ditemukan para fisikawan
dan ahli biologi modern. Prinsip-prinsip tersebut adalah kesalingbergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri Elaine. 2009:62.
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning CTL merupakan merupakan konsep yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang diilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masayarakat. Pembelajaran kontekstual merupakan prosedur pendidikan yang bertujuan
membantu peserta didik memahami makna bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sendiri
dalam lingkungan sosial dan budaya masayarakat Supriyono, 2009:79 Pembelajaran kontekstual juga dikenal dengan experiental learning, real
world education, active learning, dan learned centered instruction. Asumsi pembelajaran tersebut adalah :
a. Belajar yang baik adalah jika peserta didik terlibat secara pribadi dalam
pengalaman belajarnya. b.
Pengetahuan harus ditemukan peserta didik sendiri agar mereka memiliki arti atau dapat membuat distingsi berbagai perilaku yang mereka pelajari.
c. Peserta didik harus memiliki komitmen terhadap belajar dalam keadaan
paling tinggi dan berusaha secara aktif untuk mencapainya dalam kerangka kerja tertentu Supriyono, 2009:80
Pendekatan CTL mencakup delapan komponen, yaitu : a.
Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna. b.
Melakukan pekerjaan yang berarti. c.
Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri. d.
Bekerja sama. e.
Berpikir kritis dan kreatif. f.
Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang. g.
Mencapai standar yang tinggi. h.
Menggunakan penilaian autentik.
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan pendekatan lainnya yaitu :
a. Modeling pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan,
pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh. b.
Questioning eksplorasi,
membimbing-menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi.
c. Learning community seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau
individual, mencoba, mengerjakan. d.
Inquiry identifikasi, investigasi, hipotesis, generalisasi, menemukan. e.
Constructivism membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep- aturan, analisis-sintesis.
f. Reflection reviu, rangkuman, tindak lanjut.
g. Authentic assesment penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran.
Suyatno. 2009:57. Berdasarkan Center for Occupational Research and Development
CORD penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan sebagai berikut :
a. Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
b. Experiencing, belajar adalah kegiatan mengalami peserta didik berproses
secara aktif dengan hal yang dipelajari dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji, berusaha menemukan dan menciptakan hal baru dari
apa yang dipelajarinya. c.
Applying, belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dalam konteks dan pemanfaatannya.
d. Cooperating, belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui
belajar berkelompok, komunikasi interpersonal atau hubungan intersubjektif. e.
Transferring, belajar menekankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru Supriyono,
2009:84 .
B. Penelitian terdahulu yang relevan