Kajian Pustaka LANDASAN TEORI

11

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bagian landasan teori ini dibahas beberapa kajian teori terkait dengan penelitian. Kajian ini dibagi menjadi empat bagian yaitu: kajian pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi sejumlah pemikiran dari para ahli yang mendasari tindakan pemecahan masalah yang akan dilakukan dan dideskripsikan. 1. Evaluasi Dalam sistem pembelajaran, evaluasi merupakan salah satu komponen penting dan tahap yang harus ditempuh oleh guru untuk mengetahui keefektifan pembelajaran. Arikunto, 2013 : 3 berpendapat bahwa evaluasi merupakan mengukur dan menilai, dengan langkah mengukur terlebih dahulu baru menilai. Menurut Susilo, 2007 : 162 juga mengatakan bahwa evaluasi merupakan bagian dari proses peningkatan mutu kinerja sekolah atau pencapaian kompetensi siswa secara keseluruhan. Evaluasi menurut Tyler dalam Arikunto, 2013 : 3 adalah sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan Cronbach Stufflebeam dalam Arikunto, 2013 : 3 mengatakan bahwa evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk 12 membuat keputusan. Pendapat lain dari Arifin, dalam Majid, 2014 : 33 menyebutkan evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil produk, hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas daripada sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai maupun arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai atau arti itu adalah evaluasi. Evaluasi dapat didefinisikan sebagai usaha untuk mengklasifikasikan objek, situasi siswa, kondisi, dan lain-lain sesuai dengan kriteria kualitas tertentu Basuki Hariyanto, 2014 : 222. Pelaksanaan evaluasi akan memberi informasi apakah situasi atau kondisi yang dievaluasi tersebut berharga, cocok, baik, valid, legal, dan lain sebagainya. Jadi, dari beberapa ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses mengukur dan menilai keefektifitasan dalam pembelajaran untuk mengetahui keberhasilan peserta didik. 2. Penilaian Penilaian adalah proses pengumpulan informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan terkait kebijakan pendidikan, mutu program pendidikan, mutu kurikulum, mutu pengajaran, atau sejauh mana pengetahuan yang telah diperoleh seorang siswa tentang bahan ajar yang telah diajarkan kepadanya Basuki Hariyanto, 2014 : 153. Pendapat dari Russel dalam Endrayanto Harumurti, 2014 : 289 mengatakan bahwa penilaian berarti proses penentuan kualitas prestasi atau hasil belajar siswa berdasarkan penilaian tunggal dan berbagai 13 teknik serta instrumen penilaian selama periode tertentu yaitu selama satu semester baik formal maupun informal. Jadi, berdasarkan dari pendapat dua ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa penilaian merupakan sebuah cara untuk mengukur dan menilai keberhasilan suatu proses dalam pembelajaran. 3. Pengukuran Guilford dalam Majid, 2014 : 36 mengatakan bahwa pengukuran merupakan proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan tertentu. Cangelosi dalam Majid, 2014 : 36 juga berpendapat bahwa pengukuran adalah proses pengumpulan data melalui pengamatan empiris. Pendapat lain dari Suprananto, 2012 : 16 mengatakan bahwa pengukuran merupakan cabang ilmu statistika terapan yang bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliabel. Jadi, berdasarkan pada pendapat tiga ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa pengukuran merupakan salah satu cara untuk membandingkan sesuatu dengan dasar ukuran tertentu. 4. Instrumen Penelitian a. Pengertian Tes Overton dalam Basuki Hariyanto, 2014 : 21 menyatakan bahwa tes merupakan suatu metode untuk menentukan kecakapan siswa dalam menyelesaikan sesuatu tugas atau mempertunjukkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 penguasaan keterampilan atau penguasaan pengetahuan sesuatu bahan ajar. Nurkencana dalam Basuki Hariyanto, 2014 : 21 juga berpendapat bahwa tes adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang harus dikerjakan anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang kemudian dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau standar yang telah ditetapkan. Menurut Indrakusuma dalam Basuki Hariyanto, 2014 : 22 tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat. Arikunto 2013, 216 juga berpendapat bahwa tes merupakan suatu alat untuk mengukur sesuatu sehingga memberikan gambaran hasil seperti yang diharapkan. Jadi, dari empat pendapat ahli tersebut peneliti merumuskan bahwa tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur penguasaan keterampilan dan penguasaan pengetahuan dengan diperolehnya data-data dengan tepat dan cepat. b. Ciri-ciri Tes Suatu tes yang baik diketahui memiliki ciri-ciri pokok antara lain, dapat dipercaya reliable, sah atau valid, objektif, serta praktis Basuki Hariyanto, 2014 : 22-25. 15 1. Reliabilitas Tes. Suatu tes dikatakan reliable jika dapat dipercaya. Suatu tes dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang dicapai oleh tes itu konstan atau tetap. 2. Validitas Tes. Valid artinya sah atau cocok, atau benar. Tes yang valid artinya benar-benar mengukur apa yang harus diukur. Tes tersebut benar-benar dapat memberikan gambaran tentang apa yang diinginkan untuk diukur. 3. Objektifitas. Suatu tes dikatakan objektif jika pendapat atau pertimbangan dari pemeriksa scorer tes tidak ikut berpengaruh dalam proses penentuan angka grading atau proses pemberian skor scoring. Maksudnya, tidak ada unsur- unsur subjektif dari pemeriksa di dalam menentukan skor jawaban tes. Dengan kata lain, jika hasil tes tersebut diperiksa oleh pemeriksa lain, hasil skornya akan tetap sama. 4. Praktikabilitas. Apabila sebuah tes bersifat praktis dan mudah pengadministrasiannya maka dikatakan bahwa tes tersebut memiliki praktikabilitas tinggi. Sebaliknya, tes yang rumit dan sukar pengadministrasiannya dikatakan sebagai tes yang praktikabilitasnya rendah. Tes yang baik harus bersifat praktis. c. Tujuan Tes Basuki Hariyanto 2014 : 27 mengatakan bahwa ada tujuh tujuan dari tes terdiri yaitu: 16 1. Memperoleh umpan balik terhadap hasil pembelajaran. Hasil pengukuran dari suatu tes dapat digunakan sebagai umpan balik, baik bagi guru maupun siswa peserta tes, ataupun pihak sekolah. Bagi guru, hasil tes memberikan indikasi efektivitas pembelajarannya, sehingga berdasarkan hasil tes guru dapat memperbaiki proses pembelajaran serta memahami sampai sejauh mana kemampuan siswa menafsirkan dan menguasai bahan ajar. Bagi siswa, hasil tes memberi indikasi sejauh mana tingkat pembelajarannya. Bagi sekolah, hasil tes dari sejumlah bidang studi memberikan indikasi seberapa efektif pembelajaran yang berlangsung di sekolah tersebut. 2. Memperbaiki kurikulum dan program pendidikan. Pihak sekolah tahu tentang seberapa efektif pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah, sehingga sekolah melakukan refleksi diri yang menyangkut tentang perbaikan kurikulum. 3. Meningkatkan motivasi peserta didik. siswa yang kompeten dan sadar tugasnya sebagai pelajar, sehingga hasil tes akan meningkatkan motivasi siswa untuk terus belajar. Jika siswa belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal KKM siswa akan mencoba bangkit agar mencapai atau bahkan melebihi KKM. Bagi siswa yang sudah mencapai KKM juga akan memberikan motivasi untuk minimal mempertahankannya, bahkan jika bisa melebihi prestasi yang sudah dicapainya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 4. Melaksanakan diagnosis dan remedial. Hasil tes dapat dipergunakan untuk mengukur kekuatan dan kelemahan siswa dalam bidang studi tertentu, sehingga siswa dapat memperbaiki penguasaan atau kemampuan siswa. Sementara itu, guru memperbaiki program pembelajarannya. Misalnya yaitu memperbaiki metode mengajarnya dengan metode pengajaran yang variatif, atau menambah wawasan pengetahuannya tentang aspek bidang pengetahuan tertentu. 5. Melakukan penempatan. Tes penempatan dilakukan di kursus- kursus. Misalnya yaitu kursus bahasa Inggris. Siswa yang sudah cakap ditempatkan di kelas yang advanced, yang rata- rata ditempatkan di kelas intermediate, sedangkan yang kurang cakap ditempatkan di kelas yang elementary. 6. Melakukan seleksi. Jenis tes ini dilaksanakan jika jumlah kursi yang tersedia di suatu lembaga hanya terbatas, sementara peminatnya melebihi kapasitas yang telah ditetapkan. Misalnya yaitu seleksi masuk ke SMPN, SMAN, atau perguruan tinggi ternama. 7. Mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu tertentu, utamanya yang terkait dengan pendidikan dan psikologi berkembang, di antaranya dengan cara memanfaatkan hasil tes. Psikometri adalah cabang dari psikologi yang memanfaatkan hasil tes. Dalam pendidikan, evaluasi 18 pendidikan berkembang karena hasil-hasil pengukuran, tes, dan penilaian yang berkesinambungan. d. Macam-macam Tes Secara umum, bermacam-macam tes dapat diklasifikasikan menurut enam macam aspek Basuki Hariyanto, 2014 : 29-34 yaitu: 1. Menurut Sifat Tes a. Tes Verbal verbal test, yaitu tes yang menggunakan bahasa sebagai alat medianya, baik secara lisan maupun tertulis. b. Tes Non-Verbal non-verbal test, yaitu tes yang tidak menggunakan bahasa, atau jika menggunakan bahasa amat terbatas dan tidak berperan penting. c. Tes Kinerja performance test, yaitu tes yang terdiri dari tugas-tugas untuk melakukan sesuatu. d. Tes Kertas dan Pena paper and pencil test, yaitu tes yang menggunakan kertas dan pensil atau pulpen sebagai alat media. e. Tes Individu individual test, yaitu tes yang pada pelaksanaannya seorang penguji dalam waktu yang sama hanya menguji seorang testee saja. 19 f. Tes Kelompok group test, tes yang pada pelaksanaannya dalam waktu yang sama seorang penguji menguji kelompok testee. 2. Menurut Tujuan Penggunaannya a. Tes Bakat aptitude test, yaitu suatu jenis tes baku yang bertujuan untuk mengukur kecakapan seseorang dalam mengembangkan keterampilan atau memperoleh pengetahuan. b. Tes Prestasi achievement test, yaitu suatu jenis tes baku yang dirancang untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang dalam bidang studi tertentu. c. Tes Diagnostik diagnostic test, yaitu tes yang diujikan secara individual dan dirancang untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran. d. Tes Penempatan placement test, yaitu tes yang bertujuan untuk menempatkan siswa peserta tes sesuai dengan kelompok hasil tes. 3. Menurut Pembuatannya a. Tes Baku standardized test, yaitu tes yang pembuatannya telah melalui proses standarisasi, baik mengenai reliabilitas maupun validitasnya. 20 b. Tes Buatan Guru teacher-made test, yaitu tes yang dibuat guru seperti ulangan-ulangan, baik formatif maupun sumatif. 4. Menurut Pelaksanaannya a. Pra-tes pre-test, yaitu suatu tes pendahuluan yang dilaksanakan untuk mengetahui pengetahuan dasar siswa serta kesiapan siswa menghadapi suatu pengalaman belajar. b. Pos tes post-test, yaitu suatu tes yang diberikan kepada siswa setelah selesainya suatu program pembelajaran. 5. Menurut Keruntutan Pelaksanaannya a. Tes Formatif yaitu kegiatan tes yang dilakukan secara periodikruntut untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan suatu Kompetensi Dasar KD atau lebih. b. Tes atau Ulangan Sumatif yaitu suatu proses yang merupakan bagian dari evaluasi final untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran seperti yang digariskan dalam kurikulum terpenuhi. 6. Menurut Acuannya a. Tes Acuan Norma norm referenced test, yaitu suatu tes yang menggunakan acuan perbandingan hasil kerja siswa dengan hasil kerja para siswa peserta tes yang lain. 21 b. Tes Acuan Kriteria criterion referenced test, yaitu suatu tes yang menggunakan acuan perbandingan hasil kerja siswa dengan kriteria yang ditetapkan atau disepakati sebelumnya. 5. Ulangan Akhir Semester UAS Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 menyebutkan Ulangan Akhir Semester UAS adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di setiap akhir semester. Cakupan ulangan merepresentasikan semua standar kompetensi dan kompetensi dasar pada semester tersebut, sehingga sesuai dengan persyaratan instrumen penelitian hasil belajar. Jadi, dari pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa ulangan akhir semester merupakan alat ukur berupa soal-soal objektif dan subjektif yang digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di setiap akhir semester. 6. Tes Pilihan Ganda 1. Pilihan Ganda. Pendapat dari Kunandar 2014 : 183 mengatakan bahwa soal tes tertulis bentuk pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik yang bersifat kognitif ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Soal bentuk pilihan ganda adalah suatu soal yang jawabannya harus dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Secara umum, setiap soal pilihan ganda terdiri dari 22 pokok soal stem dan pilihan jawaban option. Azwar 2015 : 19 75 mengemukakan pendapat bahwa pilihan ganda merupakan salah satu tipe tes objektif yang digunakan dalam memecahkan masalah. Pilihan ganda juga dirancang dengan seksama dengan memperhatikan batasan isi tes serta ditulis sesuai dengan tujuan ukur menurut tingkat kompetensi yang tinggi tidaklah dapat dijawab oleh peserta didik yang mempunyai kompetensi taraf rendah. Jadi, dari dua pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa tes pilihan ganda merupakan soal objektif yang memiliki kurang lebih lima 5 alternatif jawaban untuk mengetahui tingkat prestasi pada peserta didik. 2. Kelebihan Tes Pilihan Ganda Azwar 2015 : 75 mengatakan bahwa terdapat enam kelebihan tes pilihan ganda yaitu: a. Komprehensif, karena dalam waktu tes yang singkat dapat memuat lebih banyak item. b. Pemeriksaan jawaban dan pemberian skornya mudah dan cepat. c. Penggunaan lembar jawaban tes efesien dan hemat bahan. d. Kualitas aitem dapat dianalisis secara empirik. e. Objektifitasnya tinggi. f. Umumnya memiliki reliabilitas yang memuaskan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 3. Kelemahan Tes Pilihan Ganda Azwar 2015 : 75 mengatakan bahwa ada tiga kelemahan dalam tes pilihan ganda yaitu: a. Pembuatannya sulit dan memakan banyak waktu dan tenaga. b. Tidak mudah ditulis untuk mengungkapkan tingkat kompetensi tinggi. c. Ada kemungkinan jawaban benar semata-mata karena tebakan. 7. Analisis Butir Soal a. Pengertian Analisis Butir Soal Endrayanto Harumurti 2014 : 259 mengemukakan pendapat bahwa analisis butir soal item analysis merupakan informasi yang amat berguna untuk perbaikan butir soal yang terhimpun dalam tes. Basuki Hariyanto 2014: 129 juga berpendapat bahwa analisis butir soal item analysis adalah cara yang berharga serta relatif mudah pengerjaannya. Jadi, dari dua pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa analisis butir soal merupakan suatu proses pengumpulan, peringkasan, dan penggunaan informasi yang berasal dari jawaban siswa untuk membuat keputusan tentang setiap penilaian. b. Teknik Analisis Butir Soal Kubiszyn Borich dalam Endrayanto Harumurti, 2014 : 259 membagi teknik analisis butir soal dibagi menjadi dua yaitu: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 1. Analisis Kualitatif qualitative items analysis. Analisis butir soal secara kualitatif disebut juga validitas logis logical validity. Analisis ini dilakukan dengan cara menelaah seluruh butir soal dalam tes sehingga tes memiliki validitas isi content validity baik sebelum tes maupun setelah tes digunakan. Telaah butir soal menggunakan teknik kualitatif meliputi kualitas materi, konstruksi butir soal, dan bahasa. Dari kualitas materi, telaah dilakukan dengan menganalisis apakah setiap butir soal dalam tes sesuai dengan bahanmateri pembelajaran atau kompetensi yang memang diujikan. Analisis konstruksi berkaitan teknik penulisan butir soal sesuai jenis soal yang disajikan. Setiap jenis soal memiliki teknik penulisan yang berbeda-beda, misalnya yaitu butir soal menjodohkan ditulis ringkas, di mana pokok soal ditempatkan di kiri, sedangkan pilihan jawaban ditempatkan pada bagian kanan dimana penyajiannya harus homogen. Dari segi bahasa, telaah dilakukan untuk melihat apakah penulisan butir soal sudah sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. 2. Analisis Kuantitatif quantitative items analysis. Analisis butir soal secara kuantitatif merupakan telaah butir soal berdasarkan data empiris dari setiap butir soal yang telah diujikan. Analisis butir soal menggunakan metode kuantitatif meliputi: tingkat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 kesukaran, tingkat daya beda, dan efektivitas pengecoh distractor. Tingkat kesukaran butir soal dilakukan untuk menelaah apakah suatu butir soal berhasil dijawab dengan benar oleh mayoritas peserta didik atau berhasil dijawab oleh beberapa peserta didik saja. Analisis daya beda merupakan analisis jawaban benar dari siswa yang termasuk kelompok atas prestasi belajar tinggi dengan siswa yang termasuk kelompok bawah prestasi belajar rendah. 8. Validitas a. Pengertian Validitas Ebel dan Fesbie dalam Endrayanto Harumurti, 2014 : 281 validitas merupakan kesahihan yang menunjukkan pada konsistensi atau keakuratan dari suatu tes. Endrayanto Harumurti 2014: 282 juga berpendapat bahwa validitas merupakan interpretasi hasil tes, bukan tes itu sendiri atau instrumennya, dan kesimpulan berdasarkan bukti yang ada, bukan yang diukur. Pendapat dari Majid 2014 : 43 mengatakan bahwa validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa validitas merupakan cara untuk mengukur sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen tes. 26 b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Validitas Menurut Gronlund dalam Arifin, 2009 : 247 mengemukakan ada tiga faktor yang memengaruhi validitas hasil tes yaitu: 1. Faktor Instrumen Evaluasi. Mengembangkan instrumen evaluasi memang tidaklah mudah, apalagi jika seorang evaluator tidak atau kurang memahami prosedur dan teknik evaluasi itu sendiri. Jika instrumen evaluasi kurang baik, maka dapat berakibat hasil evaluasi menjadi kurang baik. Untuk itu, dalam mengembangkan instrumen evaluasi, seorang evaluator harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi validitas instrumen dan berkaitan dengan prosedur penyusunan instrumen, seperti silabus, kisi-kisi soal, petunjuk mengerjakan soal dan pengisian lembar jawaban, kunci jawaban, penggunaan kalimat efektif, bentuk alternatif jawaban, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan sebagainya. 2. Faktor Administrasi Evaluasi dan Penskoran. Dalam administrasi evaluasi dan penskoran, banyak sekali terjadi penyimpangan atau kekeliruan, seperti alokasi waktu untuk pengerjaan soal yang tidak proposional, memberikan bantuan kepada peserta didik dengan berbagai cara, peserta didik saling menyontek ketika ujian, kesalahan penskoran, termasuk kondisi fisik dan psikis peserta didik yang kurang menguntungkan. 27 3. Faktor dari Jawaban Peserta Didik. Dalam praktiknya, faktor jawaban peserta didik justru lebih banyak berpengaruh daripada dua faktor sebelumnya. Faktor ini meliputi kecenderungan peserta didik untuk menjawab secara cepat, tetapi tidak tepat, keinginan melakukan coba-coba, dan penggunaan gaya bahasa tertentu dalam menjawab soal bentuk uraian. c. Jenis-jenis Validitas Arifin 2009 : 249 juga mengatakan bahwa jenis-jenis validitas dibagi menjadi lima yaitu: 1. Validitas Permukaan. Validitas ini menggunakan kriteria yang sangat sederhana, karena hanya melihat dari sisi muka atau tampang dari instrumen itu sendiri. Artinya, jika suatu tes secara sepintas telah dianggap baik untuk mengungkap fenomena yang akan diukur, maka tes tersebut sudah dapat dikatakan memenuhi syarat validitas permukaan, sehingga tidak perlu lagi adanya judgment yang mendalam. 2. Validitas Isi. Validitas isi ini sering digunakan dalam penilaian hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui sejauh mana peserta didik menguasai materi pelajaran telah disampaikan, dan perubahan-perubahan psikologis apa yang timbul pada diri peserta didik tersebut setelah mengalami proses pembelajaran tertentu. Jika dilihat dari segi kegunaannya dalam penilaian hasil belajar, validitas isi ini 28 sering disebut juga validitas kurikuler dan validitas perumusan. Validitas kurikuler berkenaan dengan pertanyaan apakah materi tes relevan dengan kurikulum yang sudah ditentukan. Validitas perumusan berkenaan dengan pertanyaan apakah aspek-aspek dalam soal-soal itu betul-betul tercakup dalam perumusan tentang apa yang hendak diukur. 3. Validitas Empiris. Validitas ini biasanya menggunakan teknik statistik, yaitu analisis korelasi. Hal ini disebabkan validitas empiris mencari hubungan antara skor tes dengan suatu kriteria tertentu yang merupakan suatu tolak ukur di luar tes yang bersangkutan. Namun, kriteria itu harus relevan dengan apa yang akan diukur. 4. Validitas Konstruk. Konstruk adalah konsep yang dapat diobservasi observable dan dapat diukur measurable. Validitas konstruk sering juga disebut validitas logis logical validity. Validitas konstruk berkenaan dengan pertanyaan hingga mana suatu tes betul-betul dapat mengobservasi dan mengukur fungsi psikologis yang merupakan deskripsi perilaku peserta didik yang akan diukur oleh tes tersebut. Validitas konstruk banyak dikenal dan digunakan dalam tes-tes psikologis untuk mengukur gejala perilaku yang abstrak, seperti kesetiakawanan, kematangan emosi, sikap, motivasi, minat, dan sebagainya. 29 5. Validitas Faktor. Dalam penilaian hasil belajar sering digunakan skala pengukuran tentang suatu variabel yang terdiri atas beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diperoleh berdasarkan dimensiindikator dari variabel yang diukur sesuai dengan apa yang terungkap dalam konstruksi teoritisnya. Meskipun variabel terdiri atas beberapa faktor, tetapi prinsip homogenitas untuk keseluruhan faktor harus tetap dipertahankan, sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara satu faktor dengan faktor yang lain. Dengan demikian, kriteria yang digunakan dalam validitas faktor ini dapat diketahui dengan menghitung homogenitas skor setiap faktor dengan total skor, dan antara skor dari faktor yang satu dengan skor dari faktor lain. Hamzah 2012 : 152 mengatakan jenis-jenis validitas terdiri dari empat yaitu: 1. Validitas Isi content validity. Validitas isi berhubungan dengan kesanggupan tes untuk mengukur isi yang seharusnya diukur. Dengan kata lain validitas isi menyatakan apakah tes sudah mencakup sampel yang representatif dari domain perilaku yang diukur. 2. Validitas Konstruk construct validity. Validitas konstruk menunjuk pada sejauh mana suatu instumen mampu mengukur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 pengertian-pengertian yang terkandung dalam materi yang akan diukur. 3. Validitas Ramalan atau Prediksi predictive validity.validitas ramalan atau prediksi menunjuk pada sejauh mana tes dapat menentukan atau meramalkan kriteria tertentu yang diinginkan. 4. Validitas Kesamaan concurrent validity. Validitas kesamaan menunjuk kepada sejauh mana tes memiliki kesamaan dengan tes yang sudah ada atau yang sudah dibakukan. Kesamaan yang dimaksud meliputi kemampuan yang diukur, objek yang diukur, dan waktu yang diperlukan. Jadi, dari jenis-jenis validitas tersebut peneliti lebih menggunakan jenis validitas isi. validitas isi bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemampuan tes merepresentasikan domain yang hendak diukur dengan baik. Validitas isi menggunakan prosedur dengan membandingkan tes dengan kisi-kisi tes berupa Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPS kelas III SD. 9. Reliabilitas a. Pengertian Reliabilitas Crocker Algina dalam Endrayanto Harumurti, 2014: 271 mengatakan reliabilitas adalah tingkat konsistensi keajegan skor yang dihasilkan apabila suatu tes digunakan secara berulang pada individu atau sekelompok individu yang sama. Reliabilitas merujuk pada ketepatankeajegan alat tersebut dalam menilai apa yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 diinginkan yang berarti kapanpun alat tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama Hamzah, 2012 : 153. Jihad Haris 2012 : 180 juga mengatakan bahwa reliabilitas merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan atau konsistenan suatu soal tes. Jadi dari pendapat peneliti tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa reliabilitas merupakan indeks yang telah menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan apabila pengukuran tersebut diulangi dua kali atau lebih. b. Jenis-jenis Reliabilitas Menurut Pearson dalam Arifin, 2012 : 259 ada tiga jenis reliabilitas yaitu: 1. Koefisien Stabilitas coefficient of stability. Jenis reliabilitas yang menggunakan teknik test and retest, yaitu memberikan tes kepada kelompok yang sama dengan waktu yang berbeda. Cara memperoleh koefisien stabilitas adalah dengan mengorelasikan hasil tes pertama dengan hasil tes kedua dari kelompok yang sama, tes yang sama, pada waktu yang berbeda. 2. Koefisien Ekuivalen coefficient of equivalence. Proses mengorelasikan dua buah tes yang pararel pada kelompok dan waktu yang sama. Metode yang digunakan untuk memperoleh koefisien ekuivalen adalah metode dengan menggunakan dua buah bentuk tes yang pararel equivalen atau equivalence 32 forms method atau disebut juga parallel or alternate-forms method. Syarat yang harus dipenuhi kedua tes adalah kriteria yang dipakai pada kedua tes sama, masing-masing tes dikontruksikan tersendiri, jumlah item, isi, dan corak sama, tingkat kesukaran sama, petunjuk waktu yang disediakan untuk mengerjekan tes, dan contoh-contoh juga sama. 3. Koefisien Konsistensi Internal coefficient of internal consistency. Reliabilitas yang didapat dengan jalan mengorelasikan dua buah tes dari kelompok yang sama, tetapi diambil dari butir-butir yang bernomor genap untuk tes yang pertama dan butir-butir bernomor ganjil untuk tes yang kedua. Teknik ini sering juga disebut split-half method. Split berarti membelah dan half berarti setengah atau separuh. Jadi, split- half adalah tes yang dibagi menjadi dua bagian yang sama, kemudian mengorelasikan butir soal yang bernomor ganjil dalam belahan pertama x dan yang bernomor genap dalam belahan kedua y. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Reliabilitas Gronlund dalam Arifin, 2009 : 258 mengemukakan ada empat faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas yaitu: 1. Panjang Tes length of test. Panjang tes berarti banyaknya soal tes. Ada kecenderungan, semakin panjang suatu tes akan lebih tinggi tingkat reliabilitas suatu tes, karena semakin banyak soal, 33 maka akan semakin banyak sampel yang diukur dan proporsi jawaban yang benar semakin banyak, sehingga faktor tebakan guessing akan semakin rendah. 2. Sebaran Skor spread of scores. Besarnya sebaran skor akan membuat tingkat reliabilitas menjadi lebih tinggi, karena koefisien reliabilitas yang lebih besar diperoleh ketika peserta didik tetap pada posisi yang relatif sama dalam satu kelompok pengujian ke pengujian berikutnya. 3. Tingkat Kesukaran difficulty indeks. Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan penilaian acuan norma, baik untuk soal yang mudah maupun sukar, cenderung menghasilkan tingkat reliabilitas yang rendah. Hal ini disebabkan antara hasil tes yang mudah dengan hasil tes yang sukar keduanya dalam satu sebaran skor yang terbatas. Tingkat kesukaran soal yang ideal untuk meningkatkan koefisien reliabilitas adalah soal yang menghasilkan sebaran skor berbentuk genta atau kurva normal. 4. Objektifitas obyektivity. Objektivitas di sini menunjukkan skor tes kemampuan yang sama antara peserta didik yang satu dengan peserta didik lainnya. Peserta didik memperoleh hasil yang sama dalam mengerjakan suatu tes. Jika peserta didik memiliki tingkat kemampuan yang sama, maka akan memperoleh hasil tes yang sama pada saat mengerjakan tes PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34 yang sama. Objektifitas prosedur tes yang tinggi akan memperoleh reliabilitas hasil tes yang tidak dipengaruhi oleh prosedur penskoran. 10. Tingkat Kesukaran Arikunto 2013 : 222 mengatakan bahwa tingkat kesukaran pada soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Miller dalam Endrayanto Harumurti, 2014 : 261 juga berpendapat bahwa tingkat kesukaran butir soal mengindikasikan persentase siswa yang menjawab benar butir soal yang disajikan. Jadi, dari dua pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa tingkat kesukaran merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengetahui mudah dan sukarnya suatu soal. Rumus : Menghitung Tingkat Kesukaran Arikunto 2013 : 223 Keterangan: P = Tingkat Kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes Kriteria interpretasi tingkat kesukaran digunakan pendapat Arikunto 2013 : 225 dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Tabel 2.1 Kriteria Tingkat Kesukaran Arikunto, 2013 : 225 Tingkat Kesukaran p Kategori 0,00 – 0,30 0,31 – 0,70 0,71 – 1,00 Sukar Sedang Mudah Dari tabel 2.1 dapat dilihat bahwa kriteria tingkat kesukaran menurut Arikunto, 2013 : 225 terdiri dari 3 kategori yaitu rentang 0,00 – 0,30 dikatakan sukar, rentang 0,31 – 0,70 dikatakan sedang, dan rentang 0,71 – 1,00 dikatakan mudah. 11. Daya Pembeda Tingkat daya pembeda menurut Endrayanto Harumurti 2014 : 264 yaitu kemampuan butir soal untuk membedakan siswa yang memiliki prestasi belajar yang tinggi atau kelompok atas upper group dan siswa yang prestasi belajarnya rendah atau kelompok bawah lower group. Arikunto 2013 : 226 juga mengatakan bahwa daya pembeda adalah sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai berkemampuan tinggi dengan siswa yang bodoh berkemampuan rendah. Jadi, dari dua pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa daya pembeda merupakan pengukuran terhadap sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan peserta didik yang pandai kelompok atas dengan peserta didik yang bodoh kelompok bawah. 36 Rumus: Menghitung Daya Pembeda Arikunto, 2013 : 228 Keterangan J = Jumlah Peserta Tes = Banyaknya peserta kelompok atas = Banyaknya peserta kelompok bawah = Banyak kelompok atas yang menjawab soal benar = Banyak kelompok bawah yang menjawab soal benar = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar Interpretasi nilai Daya Pembeda mengacu pada pendapat Ruseffendi dalam Jihad Haris, 2012 : 181 dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut: Tabel 2.2 Kriteria Tingkat Daya Pembeda Daya Pembeda dp Kategori 0,40 – atau lebih 0,30 – 0,39 0,20 – 0,29 0,19 – ke bawah Sangat Baik, Diterima Cukup Baik, Mungkin Perlu Perbaikan Minimum, Perlu Perbaikan Jelek, Dibuang Dirombak Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa terdapat empat 4 kriteria menurut pendapat Ruseffendi dalam Jihad Haris, 2012 : 181 yaitu rentang 0,40 – atau lebih dikatakan sangat baik diterima, rentang 0,30 – 0,39 dikatakan cukup baik mungkin perlu perbaikan, 0,20 – 0,29 dikatakan minimum perlu perbaikan, dan 0,19 – ke bawah dikatakan jelek dibuangdirombak. 37 12. Efektifitas Pengecoh Pendapat lain dari Arifin 2009: 279 juga mengatakan bahwa distraktor adalah pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata. Suatu distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5 peserta tes Arikunto, 2013 : 234. Jadi, dari dua pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa efektifitas pengecoh adalah alternatif jawaban yang tersedia selain kunci jawaban didalam setiap butir soal. 13. Mata Pelajaran IPS a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial IPS Sapriya 2009 : 31 mengatakan bahwa ilmu pengetahuan sosial yang disingkat IPS merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “Social Studies” dalam kurikulum persekolahan di Negara lain. Mata pelajaran IPS merupakan sebuah mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainnya Sapriya, 2009 : 7. Pendapat dari Mulyono 1980 : 2 ilmu pengetahuan sosial atau IPS merupakan perwujudan dari satu pendekatan inter disiplin dari pelajaran ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan 38 sebagainya. Nasution dalam Mulyono, 1980 : 2-3 juga mengatakan bahwa IPS ialah suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam fisik maupum dalam lingkungan sosialnya dan bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial seperti geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, ilmu politik, dan psikologi. Jadi, dari ketiga pendapat para ahli peneliti menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan sosial atau IPS merupakan mata pelajaran yang berada di sekolah dasar sampai perguruan tinggi yang tergabung dalam pelajaran ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. b. Tujuan Pembelajaran IPS Susanto 2014 : 31-32 mengatakan tujuan IPS terdiri dari lima yaitu: 1. Pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupannya. 2. Kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan menyusun alternatif pemecahan masalah nasional yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat. 3. Kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39 4. Kesadaran sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan tersebut. 5. Kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehidupan, masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi. c. Jenis-jenis Pendekatan IPS Hamalik 1992 mengatakan ada lima jenis pendekatan dalam IPS yaitu: 1. Pendekatan Monolitik. Yang meninjau IPS sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Tidak memerlukan bantuan dan dukungan dari ilmu-ilmu lainnya. 2. Pendekatan Mata Pelajaran. IPS diajarkan secara terpisah- pisah, Sejarah, Ilmu Bumi, Ekonomi, dan lain-lain, masing- masing diajarkan terpisah, tidak ada hubungan satu sama lain. 3. Pendekatan Ekologi. IPS berorientasi pada lingkungan. Pengajaran IPS harus diorientasikan, diarahkan dan didasarkan pada lingkungan. Lingkungan itu sendiri bermacam-macam bentuknya seperti: biologis, kultur,ekologis, dan geo ekologis. 4. Pendekatan Interdisipliner. Berbagai disiplin ilmu yang memiliki ciri-ciri yang sama diintegrasikan menjadi satu bidang studi. Jenis pedekatan ini yang dewasa ini diterapkan dalam pengajaran IPS sesuai dengan kurikulum SD 1975. Itu 40 sebabnya kita tidak mengenal lagi mata pelajaran sejarah, ekonomi, ilmu bumi dan sebagainya, sebagai mata pelajaran yang terpisah-pisah, melainkan diajarkan dalam bentuk unit IPS. 5. Pendekatan Sistem. Suatu sistem merupakan kesatuankeseluruhan dimana didalamnya terdapat berbagai sub sistem yang disebut komponen. Komponen-komponen tersebut saling bertautan dan saling mempengaruhi satu sama lain secara integral. d. Nilai-nilai Fungsional IPS Ilmu pengetahuan sosial mempunyai nilai-nilai fungsional yang dapat digolongkan kedalam lima golongan Hamalik, 1992 yaitu: 1. Pengalaman Sosial. Fungsi utama dari pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk memperkenalkan pengalaman sosial kepada para siswa. Sebelum masuk sekolah anak-anak telah mempunyai bermacam-macam pengalaman yang mereka peroleh dari rumahkeluarga. Di sekolah mereka mempunyai kesempatan yang baik untuk membentuk kelompok-kelompok dan hubungan satu sama lain dengan teman-temannya. Mereka diajarkan tentang keluarga, mesjidlembaga keagamaan, Negara dan lain-lain. Berhasil atau tidak siswa belajar dalam lapangan Ilmu Pengetahuan Sosial ini tergantung pada kesanggupan anak dan keakhlian guru dalam memberikan bimbingan. 41 2. Pengalaman Sosial tentang cara belajar, tekniknya dan prosedurnya. Tentu saja erat hubungannya dengan membaca, menulis, menemukan bahan-bahan dan pelajaran. Dengan ini kelak mereka akan dapat membentuk masyarakat yang baik, sehingga mereka akan sanggup mengatasi ketegangan- ketegangan yang terjadi didalam kelompok dan dalam masyarakat. 3. Pengetahuan Sosial. Untuk menuju kearah kematangan bermasyarakat memerlukan Ilmu Pengetahuan Sosial yang dapat diperolehnya dari bacaan-bacaan, mendengarkan ceramah ataupun berdiskusi dengan teman-temannya di sekolah. Dalam kegiatan itulah mereka berkesempatan memperoleh banyak informasi keterangan dan penafsiran- penafsiran yang tepat dan benar tentang kehidupan sosial. 4. Ukuran Sosial. Ukuran sosial bagi suatu masyarakat adalah apabila para warga masyarakat itu mengetahui norma-norma, mematuhi peraturan-peraturan, mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk serta dapat bekerja dengan jujur. Anggota masyarakat demikian akan dapat dijadikan contoh yang baik dan dapat pula dijadikan sebagai cermin perbandingan. 5. Masalah-masalah sosial. Suatu fungsi yang bernilai tinggi dalam kehidupan sosial ialah bahwa masyarakat itu mampu memecahkan bermacam-macam masalah. Para siswa harus 42 diajarkan tentang kemajuan-kemajuan sosial melalui kritik- kritik dan penjelasan-penjelasan guru maupun dari pihak siswa sendiri. 14. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP juga memuat Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 mengatakan bahwa pada KTSP mata pelajaran IPS kelas III, terdapat Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD semester Genap yang terdiri dari satu 1 Standar Kompetensi dan lima 5 Kompetensi Dasar. Tabel 2.3 Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD Mata Pelajaran IPS Kelas III SD Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Memahami jenis pekerjaan dan penggunaan uang 2.1 Mengenal jenis-jenis pekerjaan 2.2 Memahami pentingnya semangat kerja 2.3 Memahami kegiatan jual beli di lingkungan rumah dan sekolah 2.4 Mengenal sejarah uang 2.5 Mengenal penggunaan uang sesuai dengan kebutuhan Jadi, dari tabel 2.3 tersebut peneliti menggunakan Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD di semester Genap karena soal-soal yang digunakan pada Ulangan Akhir Semester Genap memuat Standar Kompetensi SK dan Kompetensi Dasar KD di semester Genap. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43 15. ITEMAN Item and Test Analysis ITEMAN Item and Test Analysis adalah perangkat lunak atau software yang dibuat melalui bahasa program komputer yang diciptakan khusus untuk analisis statistik butir soal dan tes Suprananto Kusaeri, 2012 : 178-179. Peneliti menggunakan bantuan Software Item and Test Analysis for windows untuk menghitung reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektivitas pengecoh pada butir soal pilihan ganda Ulangan Akhir Semester Genap tahun pelajaran 20142015 mata pelajaran IPS kelas III SD di Kecamatan Depok. Jadi, dari beberapa pendapat ahli tersebut peneliti menyimpulkan bahwa ITEMAN adalah suatu program komputer yang digunakan untuk menganalisis data yang meliputi reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas pengecoh.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan