4. Hasil P
Ha jenis pelar
secara in v dengan ad
Gambar 4 terbentuk
dalam Tab
Ga Da
bening ya konsentras
sedangkan Pengujian A
asil pengujia rut air dan
vitro karena danya zona
4.5. Zona t dihitung de
bel 4.1.
ambar 4.5. Z ari Tabel 4.
ang terkecil si 30 y
n pada pelar Antibakteri
an antibakt etanol ber
a memiliki a bening d
tersebut dis engan jangk
Zona hamba .1 dapat di
l ada pada ang menun
rut etanol ko eri, ekstrak
rpengaruh te sifat antibak
isekitar ker sebut sebag
ka sorong d
at yang terli lihat aktivit
perlakuan njukkan di
onsentrasi 3 k daun kenik
erhadap per kteri. Aktiv
rtas cakram gai zona ha
digital dan h
ihat pada se tas antibakt
ekstrak den iameter zo
30 zona ha kir dengan
rtumbuhan b vitas antibak
m seperti b ambat. Zon
hasilnya sep
ekitar cakram teri yang m
ngan pelaru ona hamba
ambatnya 7 menggunak
bakteri S. a kteri ditunju
bisa dilihat na hambat
perti yang t
m kertas. membentuk
ut akuades atnya 6,76
7,25 mm. 49
kan 2 ureus
ukkan pada
yang tersaji
zona pada
mm
Tabel 4.1. Hasil pengukuran diameter zona hambat No.
Pelarut Ekstrak Perlakuan
Diameter zona
hambat mm 1 Pelarut
akuades Konsentrasi 30
6,76
a
Konsentrasi 45 7,34
b
Konsentrasi 60 7,58
c
2 Pelarut etanol
Konsentrasi 30 7,25
a
Konsentrasi 45 7,80
b
Konsentrasi 60 8,59
c
3 Kontrol +
17,88 4
Kontrol - 5
Ket: Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan ada beda nyata sesuai dengan uji Duncan a=0,05
Zona bening yang terlihat pada pelarut etanol dengan konsentrasi 45 menghasilkan diameter zona hambat lebih besar dari pada pelarut akuades yakni
7,80 mm. Zona bening pada pelarut akuades dengan konsentrasi 45 menghasilkan diameter zona hambat 7,34 mm. Diameter zona hambat terbesar ada
pada konsentrasi 60 pelarut etanol yakni 8,59 mm dibandingkan dengan perlakuan ekstrak dengan pelarut akuades konsentrasi 60 yakni berdiameter
7,58 mm. Kontrol negatif berupa akaudes steril tidak terdapat zona bening yang
merupakan diameter zona hambat maka nilainya 5 mm sesuai dengan diameter kertas cakram. Pada kontrol positif yakni povidone iodine 10 rata-rata diameter
zona hambatnya 17,88 mm. Perbandingan keseluruhan ekstrak bisa dilihat dalam grafik pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Diameter zona hambat perlakuan ekstrak dengan pelarut etanol dan ekstrak dengan pelarut akuades.
Pada Gambar 4.6. dapat diamati adanya hubungan bahwa semakin tinggi konsentrasi dari suatu ekstrak semakin besar pula diameter zona hambat. Hal ini
menunjukkan adanya hubungan kuat antara semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar pula diameter zona hambat. Pada kontrol positif yakni povidone
iodine 10 merupakan nilai tertinggi yakni 17,88mm. Data hasil pengukuran diameter zona hambat kemudian diuji secara
statistik. Pengujian pertama yakni uji kenormalan data menggunakan Kolmogrov- Sminorv. Hasil pengujian mendapat nilai sebesar 0,200 0,05 hal ini
menunjukkan bahwa data normal. Pengujian data dilanjutkan dengan uji homogenitas Levene. Data yang telah diuji memperoleh hasil sebesar 0,208
0,05 hal ini menunjukkan bahwa data telah terdistribusi secara normal.
5 6.76
7.34 7.58
7.25 7.8
8.59 17.88
2 4
6 8
10 12
14 16
18 20
akuades 30
45 60
povidone iodine 10
Di ameter z
o na
hambat mm
Konsentrasi ekstrak
kontrol negatif Pelarut akuades
Pelarut etanol Kontrol positif
Data yang telah diuji normalitas dan homogenitasnya dilanjutkan dengan uji Anova. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua variabel bebas ekstrak
dan konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap variabel terikat zona hambat terhadap bakteri S. aureus. Nilai jenis pelarut ekstrak sebesar 0,000 0,05
menunjukkan nilai yang signifikan maka jenis pelarut berpengaruh terhadap diameter zona hambat. Sama halnya dengan konsentrasi ekstrak mempengaruhi
diameter zona hambat karena nilainya juga menunjukkan signifikan yakni sebesar 0,000 0,05.
Hasil pengujian antara jenis pelarut ekstrak dengan konsentrasi ekstrak bernilai 0,118 0,05 berarti tidak signifikan, maka nilai ini menunjukkan bahwa
tidak ada pengaruh yang berarti antara pelarut etanol dengan pelarut akuades dan juga besaran konsentrasi ekstrak terhadap diameter zona hambat. Bisa dilihat
kembali pada Tabel 4.1 atau Gambar 4.6 bahwa perbedaan diameter zona hambat antara pelarut etanol dan pelarut akuades hanya berbeda tipis.
5. Konsentrasi Hambat Minimal
Konsentrasi hambat minimal ekstrak daun kenikir baik dengan pelarut etanol dan pelarut akuades belum bisa diamati. Penelitian yang telah dilakukan
menghasilkan data seperti dalam Tabel 4.2. Konsentrasi hambat minimum kedua ekstrak terhadap bakteri
Staphylococcus aureus belum ditemukan pada konsentrasi 29, 28 dan 27. Hal ini bisa disebabkan oleh karena pengaruh zat aktif dari ekstrak yang sudah
rusak selama masa penyimpanan.
Tabel 4.2. Konsentrasi Hambat Minimal Ekstrak Daun Kenikir
B. Pembahasan
1. Aktivitas Antibakteri
Diameter zona hambat merupakan zona bening di sekitar kertas saring yang tidak ditumbuhi oleh bakteri karena adanya aktivitas dari suatu zat
antibakteri. Zona hambat yang membentuk zona bening disekitar kertas cakram merupakan hasil dari senyawa yang terlarut kemudian berdifusi dengan adanya
media Nutrient agar sehingga menyebabkan senyawa dari suatu larutan tersebut menyebar keluar. Senyawa dari suatu larutan antibakteri tersebut mampu
menghambat pertumbuhan bakteri yang ada disekitarnya sehingga timbul zona bening yang tidak ditumbuhi oleh bakteri. Zona bening ini kemudian disebut
No. Jenis ekstrak
Konsentrasi ekstrak
Keterangan
1 Etanol 27
Tidak mampu
menghambat bakteri.
Terdapat koloni dalam jumlah kecil 28 Tidak
mampu menghambat
bakteri. Terdapat populasi yang kecil dan juga
ditumbuhi jamur. 29 Tidak
mampu menghambat
bakteri, terdapat koloni bakteri dalam jumlah
yang sangat kecil.
2 Akuades 27
Tidak mampu
menghambat bakteri,
terdapat koloni bakteri dalam jumlah yang kecil dan merata diseluruh
permukaan media. 28
29 Tidak mampu
menghambat bakteri,
terdapat koloni bakteri dalam jumlah yang sangat kecil.
sebagai zona hambat yang menyatakan kekuatan dari suatu larutan antibakteri. Semakin besar diameter zona hambat maka semakin kuat pula suatu larutan
tersebut sebagai antibakteri. Dari hasil penelitian ekstrak daun kenikir dengan metode maserasi
menggunakan pelarut etanol maupun ekstrak daun kenikir dengan metode tumbuk menggunakan pelarut akuades memiliki zat antibakteri. Hal ini dikarenakan
adanya kandungan dalam suatu ekstrak yang mempengaruhi suatu bakteri. Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dwiyanti, dkk. 2014, dalam kenikir
terdapat senyawa aktif berupa flavonoid, saponin, terpenoid, alkaloid, tanin dan
minyak atsiri. Senyawa aktif ini yang berpotensi sebagai antibakteri.
Flavonoid yang terdapat dalam kenikir merupakan zat yang bisa difungsikan sebagai antibakteri. Flavonoid menghambat fungsi membran sel
dengan cara membentuk senyawa kompleks yang berikatan dengan protein. Hal ini menyebabkan rusaknya membran sel bakteri yang selanjutnya diikuti dengan
keluarnya senyawa intraseluler Rijayanti, 2014. Selain flavonoid terdapat senyawa lain yakni tanin. Senyawa tanin
menurut penelitian Nuria, dkk., 2009 menyebutkan bahwa senyawa tanin mampu mengganggu membran plasma dan menghambat kerja enzim.
Penghambatan kerja enzim berkaitan dengan metabolisme bakteri yang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri. Tanaman kenikir juga menghasilkan
senyawa saponin. Harborne 2006 menyebutkan bahwa senyawa saponin mirip seperti detergen yang berupa senyawa polar, akibatnya saponin akan menurunkan
tegangan permukaan. Hal ini akan menyebabkan membran sel bakteri terganggu karena lapisan hidrofob dan hidrofilik bercampur sehingga akan mengganggu
kelangsungan hidup bakteri karena bisa terjadi pecahnya membran sel. Mekanisme daya hambat menurut Hugo and Russell 2000 ada lima target
yang menjadi target suatu zat antibakteri yakni, dinding sel, ribosom, kromosom, metabolisme folat dan membran sel. Pada dinding sel suatu zat antibakteri akan
menghambat terbentuknya lapisan peptidoglikan yang merupakan perlindungan utama bakteri. Senyawa kimia seperti saponin, flavonoid dan tanin yang terdapat
dalam ekstrak pada umumnya mampu menghambat terbentuknya lapisan peptidoglikan.
Rendahnya daya hambat bisa dipengaruhi berbagai macam hal. Menurut Vandepitte, dkk. 2011 hal-hal yang mempengaruhi daya hambat suatu zat
antibakteri antara lain kepekatan bakteri, waktu peletakkan cakram kertas, suhu inkubasi, waktu inubasi, ketebalan media, potensi zat antibakteri. Pada penelitian
ini hal yang paling mempengaruhi adalah potensi zat antibakteri. Potensi zat antibakteri adalah kemampuan suatu zat antibakteri untuk dapat menghambat atau
membunuh pertumbuhan bakteri. Potensi zat antibakteri menunjukkan sifat toksisitas dari suatu zat
antibakteri. Potensi zat antibakteri atau kandungan senyawa dalam suatu konsentrasi tertentu tidak bisa dihitung. Sifat toksisitas zat antibakteri hanya bisa
digolongkan sesuai dengan kemampuan zat antibakteri dalam menghambat atau membunuh pertumbuhan bakteri. Madigan, et.al. 2015 menyebutkan tiap-tiap
antibakteri mempunyai kekuatannya masing-masing. Pertama yakni zat antibakteri yang hanya menghambat pertumbuhan sel bakteri dengan cara
menghambat sintesis protein bakteriostatik. Kedua, zat antibakteri yang membunuh bakteri tapi tidak terjadi pecah sel lisis disebut bakteriosidal.
Golongan yang ketiga yakni zat antibakteri yang mampu membunuh sel hingga mengakibatkan sel bakteri pecah disebut bakteriolitik.
Potensi antibakteri bisa mengalami penurunan sifat toksisitas apabila dalam suatu zat antibakteri terjadi kerusakan selama penyimpanan. Dalam suatu
zat antibakteri utamanya dalam hal ini ekstrak daun kenikir yang memiliki senyawa-senyawa seperti tanin, flavonoid dan saponin memerlukan tempat
penyimpanan yang tepat. Tempat penyimpanan yang kurang sesuai bisa juga mengakibatkan kontaminasi dari jamur.
Potensi antibakteri juga bisa dipengaruhi konsentrasi ekstrak yang digunakan sebagai antibakteri. Pada penelitian yang dilakukan konsentrasi
terendah yang digunakan mulai dari konsentrasi 30 dan yang paling tinggi konsentrasi 60. Konsentrasi yang terlalu rendah menunjukkan kandungan
senyawa yang rendah. Pelczar dan Chan 1988 menyebutkan apabila jumlah ekstrak yang dilarutkan masih terlalu sedikit maka kandungan zat antibakteri yang
terkandung di dalamnya juga sedikit, akibatnya daya hambat terhadap bakteri uji juga rendah. Hal ini juga mengakibatkan potensi sebagai antibakteri yang
tergolong lemah. Ekstrak daun kenikir yang berfungsi sebagai zat antibakteri yang
digunakan masih dalam konsentrasi yang rendah. Menurut Rao et.al. dalam
Dwiyanti, dkk. 2014 daya hambat ekstrak daun kenikir terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus termasuk lemah karena zona hambat 12 mm. Daya hambat
dari kontrol positif yakni povidone iodine 10 termasuk kuat karena zona hambatnya 18 mm.
Ekstrak daun kenikir menggunakan daun kenikir yang masih muda atau yang biasa dikonsumsi masyarakat. Menurut Lakitan 2013, metabolit sekunder
merupakan hasil metabolisme yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari berbagai serangan mulai dari serangga, bakteri, jamur dan jenis patogen lain.
Potensi paling besar metabolit sekunder berada di bagian tubuh tumbuhan yang sudah tua. Pemilihan bagian tumbuhan mempengaruhi terlarutnya senyawa aktif
yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Pemilihan daun untuk dibuat ekstrak menjadi hal penting karena
didasarkan pada kebiasaan masyarakat yang lebih sering mengkonsumsi daun yang masih muda. Daun kenikir C. caudatus muda sering diperjualbelikan di
pasar. Daun yang tua pada tanaman kenikir sering terlihat mengering dan rusak karena daun yang muda lebih sering dipanen. Masyarakat akan lebih mudah
menggunakan daun yang muda untuk dijadikan obat dibandingkan dengan daun yang sudah tua.
2. Kelemahan dan Kelebihan Masing-Masing Ekstrak
Pada penelitian ini digunakan dua jenis pelarut yakni etanol dan akuades. Kedua ekstrak memiliki hasil yang berbeda nyata pada tiap konsentrasi 30,
45, 60. Hal ini ditunjukkan dengan uji Duncan Tabel 4.1 yang telah dilakukan. Perbedaan huruf yang tertera pada Tabel 4.1 menunjukkan adanya
perbedaan kekuatan antibakteri pada tiap konsentrasi ekstrak. Akan tetapi pada ekstrak dengan konsentrasi yang sama tidak ada perbedaan nyata.
Akuades merupakan pelarut universal yang bisa melarutkan senyawa aktif yang ada dalam suatu tumbuhan. Etanol juga merupakan pelarut universal karena
sifatnya yang polar sehingga bisa menarik senyawa aktif yang ada dalam suatu bahan aktif. Keadaan konsentrasi yang sama menunjukkan tidak adanya
perbedaan antara ekstrak dengan pelarut etanol dengan pelarut akuades. Selama proses penelitian bisa diamati kelebihan dan kelemahan masing-
masing ekstrak. 1.
Ektrak etanol daun kenikir
a. Kelemahan:
- Tidak praktis dalam pembuatan karena memerlukan banyak peralatan
dan bahan pelarut yang tidak mudah didapat.
b. Kelebihan:
- Lebih tahan lama jika disimpan dalam suhu kamar.
- Proses pembuatan yang dihaluskan dengan blender dan direndam dengan
etanol membuat senyawa yang terkandung dari daun kenikir bisa
tersarikan lebih sempurna.
2. Ekstrak tumbuk daun kenikir
a. Kelemahan:
- Tidak tahan lama disimpanharus langsung digunakan setelah dibuat.
- Penumbukan yang kurang halus menyebabkan senyawa yang tersarikan
kurang sempurna.