25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif 4.1.1. Gugus Fungsi
Analisis dengan Fourier Transform Infrared FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi dari bahan yang diamati dimana gugus fungsi tersebut
dipakai untuk menduga sifat permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Gugus fungsi dari bahan yang berbeda karena perbedaan suhu dan lama aktivasi
diperlihatkan pada Gambar 10 sedangkan vibrasi yang ditunjukkan oleh bilangan gelombangnya disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Bilangan gelombang tempurung kemiri, arang dan arang aktif No. Bahan baku
Bilangan gelombang cm
-1
1. Tempurung
3402 2923 1620 1427 1272 1045 875
2. Arang
3425 2920 2850 1566 1384 1118 1068 871 806 744 536 466
Arang Aktif
3. 600
o
C150 mnt
3795 3436 2920 2854 2461 1554 1064 871 806 744 621
4. 700
o
C150 mnt
3726 3664 3579 3413 2920 2854 2434 2264 1535 1056 894 748
5. 800
o
C150 mnt
3406 2869 2561 2279 1566 1442 1060 879 752
6. 800
o
C120 mnt
3409 2920 2854 2765 2410 1566 1431 1060 879 748 613
7. 800
o
C 90 mnt
3907 3652 3425 2920 2854 2403 2248 1550 1060 891 748 667
Hasil analisa FTIR pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif menunjukkan penurunan intensitas serapan pada bilangan gelombang
3.500 cm
-1
– 2.700 cm
-1
. Pada bilangan gelombang tersebut merupakan daerah serapan gugus OH, dimana tempurung kemiri memiliki intensitas paling tinggi
kemudian menurun setelah melalui proses karbonisasi dan aktivasi sejalan meningkatnya suhu. Menurunnya intensitas serapan pada bilangan gelombang
3.000-2.700cm
-1
merupakan petunjuk mulai terbentuknya senyawa aromatik
26
Kimura dan Kaito, 2004. Senyawa tersebut merupakan penyusun struktur kristalit heksagonal arang dan arang aktif.
Vibrasi di bilangan gelombang 1620 cm
-1
pada tempurung kemiri menunjukkan adanya ikatan C=O. Setelah dikarbonisasi maka terbentuk ikatan
C=C aromatik di sekitar 1.535 – 1.566 cm
-1
. Gugus fungsi pada tempurung kemiri adalah gugus hidroksil yang merupakan OH terikat 3.402 cm
-1
dengan jenis ikatan C=O 1.620 cm
-1
dan C-H alifatik 2.923 cm
-1
serta C-O 1.045 dan 1.272 cm
-1
. Gugus OH pada tempurung kemiri berasal dari OH pada holoselulosa maupun lignin. Dengan meningkatnya suhu saat karbonisasi hingga
sekitar 500
o
C maka senyawa tersebut telah terurai dan membentuk struktur baru yaitu rantai karbon, sedangkan senyawa hidrokarbon yang terurai dan tersisa
membentuk senyawa radikal bebas. Besarnya gugus hidroksi merupakan cerminan dari banyaknya senyawa kimia pada tempurung kemiri yang
mengandung gugus OH seperti senyawa alkohol, phenol dan asam asetat, dimana selengkapnya disajikan pada Lampiran 5.
Gambar 10. Pola serapan FTIR pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif
cm
-1
500
500 1000
1600 2000
2500 3000
3500 4000
Transmisi
800
o
C90 menit 800
o
C120 menit 800
o
C150 menit 700
o
C150 menit 600
o
C150 menit Arang
Tempurung
Arang aktif
OH C=O
C=C Ar C=C Ar.
C=C Ar. C=C Ar.
C=C Ar. C=C Ar.
OH OH
OH OH
OH OH
27
Hasil analisis FTIR pada arang dan arang aktif tidak menunjukkan adanya vibrasi lentur di serapan 1.427 cm
-1
C-H sebagaimana terdapat pada tempurung kemiri. Ikatan C-H pada CH
3
dan CH
2
yang terjadi diidentifikasi oleh vibrasi diserapan sekitar 2.850 – 2.920 cm
-1
. Penggunaan uap air saat aktivasi ternyata masih berperan dalam
teridentifikasinya gugus OH pada arang aktif. Gugus tersebut bukan berasal dari bahan seperti halnya tempurung kemiri namun cenderung pada reaksi antara uap
air dengan senyawa bebas pada permukaan arang yang diaktivasi. Proses aktivasi juga menyebabkan terbentuknya gugus fungsi baru yaitu
-P-OH pada serapan sekitar 2.500–2.400 cm
-1
, dimana pada tempurung kemiri dan
arangnya tidak ada serapan di bilangan gelombang tersebut. Gugus fungsi -P-OH diduga terbentuk akibat penggunaan H
3
PO
4
sebagai activating agent didalam pembuatan arang aktif dimana pada saat aktivasi, senyawa tersebut masih terdapat
atau tertinggal pada arang aktif sebagaimana hasil analisa Pyr-GCMS Tabel 5. Arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800
o
C dengan lama aktivasi yang berbeda 90, 120 dan 150 mnt memiliki pola serapan yang relatif sama yaitu
dengan jenis ikatan -P-OH, OH, C=C, C-H dan C-O. Berdasarkan jenis ikatan tersebut dan terdapatnya senyawa carbamic acid dan cyclopropyl carbinol dengan
ikatan C-O dan OH dari hasil analisis Pyr-GCMS Lampiran 5, maka arang aktif yang diaktivasi pada suhu 800
o
C akan bersifat polar sehingga diharapkan dapat berperan sebagai penyerap emisi formaldehida yang juga bersifat polar.
4.1.2. Pola Struktur Kristalit Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif
Pengujian dengan difraktometer sinar-x XRD bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas X, jarak antar lapisan d, tinggi lapisan
aromatik Lc dan lebar lapisan aromatik La serta jumlah lapisan aromatiknya N. Pada penelitian ini analisis dilakukan terhadap tempurung kemiri, arang dan
arang aktif sebagaimana disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 11. Derajat kristalin tempurung kemiri lebih rendah dibandingkan dengan
derajat kristalin arangnya yaitu sebesar 24,08 dan 25,35. Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran intensitas pada sudut difraksi dari
θ 22,08 menjadi θ 23,62 dan terbentuknya sudut baru di θ 43,35. Pergeseran dan terbentuknya
28
sudut difraksi baru tersebut menunjukkan bahwa antara struktur kristalit tempurung kemiri dan arangnnya berbeda. Pada tempurung kemiri struktur
kristalit didominasi oleh struktur kristalit pada selulosa sedangkan pada arangnya struktur kritalit terbentuk dari senyawa karbon yang membentuk lapisan
heksagonal Pari 2004.
Gambar 11. Difraksi sinar-x tempurung kemiri, arang dan arang aktif
10 20
30 40
50 60
70 80
2 θ deg
Tempurung
Arang Arang aktif
600
o
C150 mnt 600
o
C120 mnt 600
o
C90 mnt Arang aktif
700
o
C150 mnt 700
o
C120 mnt 700
o
C90 mnt Arang aktif
800
o
C150 mnt 800
o
C120 mnt 800
o
C90 mnt
Intensitas
29
Aktivasi arang pada suhu 600-800
o
C yang diikuti dengan pemberian uap air menyebabkan derajat kristalinitas arang aktif lebih menjadi rendah atau
bersifat lebih amorf dibandingkan dengan arangnya. Sifat amorf tersebut terjadi karena jarak antar lapisan aromatik bertambah. Perubahan ini menyebabkan
tingkat keteraturan yang semula tinggi kristalin berubah menjadi tidak beraturan amorf sehingga celah diantara kristalit semakin lebar. Hal tersebut didukung
karena adanya pergeseran pada struktur kristalin arang aktif Jimenez et.al., 1999 dan Schukin et.al., 2002. Pergeseran terjadi pada penambahan tinggi lapisan
aromatik Lc yang diikuti dengan penyempitan lapisan aromatik La serta terjadinya peningkatan jumlah lapisan aromatik Kercher dan Nagle, 2003,
sehingga penyusutan ini menyebabkan celah diantara kristalit semakin lebar dan pori yang terbentuk bertambah besar Pari, 2004.
Tabel 5. Struktur kristalit dan lapisan aromatik pada tempurung kemiri, arang dan arang aktif
No. Bahan baku
X
θ
002 o
d nm
θ
100 o
d nm
Lc nm
N La
nm 1
Tempurung 24,08
22,08 0,4022
- - - - - 2 Arang
25,35 23,62 0,3763 43,35 0,2085 1,4524 6,97 26,0797
Arang aktif
3 600
o
C 90 mnt 21,99 23,92 0,3716 43,22 0,2091 1,4598 6,97 21,8319
4 700
o
C 90 mnt 22,75 24,36 0,3650 43,06 0,2099 1,6070 7,66 16,1629
5 800
o
C 90 mnt 23,42 24,38 0,3647 43,22 0,2091 1,7225 8,24
9,6229 6 600
o
C120 mnt 20,50 24,02 0,3701 43,12 0,2096 1,4600 6,97 14,5496
7 700
o
C120 mnt 20,50 24,25 0,3667 43,10 0,2097 1,6328 7,79 11,0846
8 800
o
C120 mnt 21,21 24,30 0,3659 43,30 0,2087 1,7697 8,48
9,3927 9 600
o
C150 mnt 18,74 23,58 0,3769 43,20 0,2092 1,4859 7,10 13,4860
10 700
o
C150 mnt 19,33 24,20 0,3674 43,14 0,2095 1,6563 7,91 10,7451
11 800
o
C150 mnt 20,53 24,60 0,3615 43,33 0,2086 1,7726 8,50
8,0890
Selanjutnya berdasarkan data diatas, peningkatan rata-rata suhu aktivasi menyebabkan derajat kristalinnya bertambah. Hal ini terjadi karena jarak antara
lapisan aromatik d semakin dekat sehingga struktur kristalinya lebih rapat dan teratur. Hasil ini sejalan dengan penelitian Schukin et.al. 2002 dan Pari et.al.
30
2006c. Berbeda dengan pengaruh suhu, rata-rata lama aktivasi justru akan membentuk struktur kristalin arang aktif yang lebih amorf. Dengan meningkatnya
lama aktivasi, secara umum ada kecenderungan memperbesar jarak antar lapisan aromatik d yang menyebabkan celah diantara lapisan aromatik lebih besar .
4.1.3. Penampakan Permukaan Tempurung Kemiri, Arang dan Arang Aktif
Pengamatan tempurung kemiri, arang dan arang aktif pada penampang atas transversal secara visual dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron
Microscope SEM berkekuatan 20 kV. Pengambilan gambar pada penampang
atas dan samping masing-masing menggunakan perbesaran 2.000 dan 1.500 kali. Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa pada penampang atas dan samping
tempurung kemiri tidak terlihat adanya pori-pori yang terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa permukaan tempurung masih ditutupi oleh senyawa
hidrokarbon. Bentuk pori secara fisik yang dimaksudkan dalam penelitian ini berbeda dengan pori pada kayu, pori fisik disini menggambarkan rongga-rongga
yang terdapat didalam zat padat tempurung kemiri, arang dan arang aktif. Setelah dikarbonisasi pada suhu 500
o
C, pori-pori pada penampang atas mulai terlihat dengan diameter pori 0,676 – 4,074
μ yang didominasi pori berdiameter 1-2
μ sebanyak 54,22 Tabel 6. Terbukanya pori pada penampang atas ternyata belum diikuti dengan terbentuknya pori pada penampang samping.
Pemanasan sampai dengan suhu 500
o
C telah menyebabkan terdegradasinya komponen holoselulosa dan lignin yang menghasilkan produk gas antara lain
CO
2
, H
2
, CO, CH
4
dan benzena, produk cair tar, hidrokarbon dengan berat molekul tinggi dan air dan produk padatan berupa arang Vigouroux, 2001.
Pada karbonisasi akan dihasilkan lebih banyak karbon, sedikit hidrogen dan oksigen, namun demikian pada arang masih terdapat cukup banyak senyawa
hidrokarbon sebagaimana disajikan pada Lampiran 5. Senyawa tersebut akan menutupi permukaan arang yang menyebabkan kemampuan daya serap kemiri
dalam bentuk arangnya masih terbatas. Aktivasi arang menjadi arang aktif pada suhu diatas 500
o
C disertai dengan pengaliran uap air ternyata mampu membuka pori-pori kecil pada permukaan
arang yang masih tertutup. Pori-pori pada arang yang telah diaktivasi mulai terlihat pada penampang samping. Jumlah pori-pori kecil berukuran 0-1
μ mendominasi ukuran pori yang ada yaitu sebesar 36,59-79,57 , dimana
fenomena tersebut dapat dilihat dari data pada Tabel 6 dan Gambar 12.
31
Penampang atas Penampang
samping
Tempurung
Arang tempurung
Arang aktif 600
o
C150 mnt
Arang aktif 700
o
C150 mnt
32
Penampang atas Penampang
samping
Arang aktif 800
o
C150 mnt
Arang aktif 800
o
C120 mnt
Arang aktif 800
o
C 90 mnt Gambar 12. Permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif pada
penampang atas perbesaran 2.000x dan samping perbesaran 1.500x
Diameter pori arang aktif meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu dan waktu aktivasi. Menurut Novicio et.al. 1998 dan Bonelli et.al. 2001,
pembentukan dan pembesaran pori disebabkan oleh penguapan komponen selulosa yang terdegradasi dan lepasnya zat terbang. Dengan berkurangnya
senyawa hidrokarbon maka permukaan arang aktif semakin jelas terlihat. Komponen kimia yang masih tertinggal dalam arang aktif pada suhu aktivasi yang
33
lebih tinggi jumlahnya semakin berkurang. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkurangnya senyawa kimia arang aktif dari hasil analisa Pyr-GCMS
Lampiran 5. Secara keseluruhan diameter pori pada permukaan arang dan arang aktif tempurung kemiri hasil analisis SEM termasuk ke dalam struktur makropori
dengan diameter lebih dari 0,025
μ.
Tabel 6. Diameter pori pada permukaan tempurung kemiri, arang dan arang aktif
No. Bahan Diameter Pori
μ Persentase Diameter
Pori Baku
Minimal Maksimal
0-1 μ 1-2
μ 2-3 μ 3-4
μ 1.
2. Bahan baku
Arang -
0.676 -
4.074 -
9.64 -
54.22 -
20.48 -
16.87
Arang aktif
3. 600
o
C150 mnt 0.154
3.519 79.57
16.13 1.08
4.30 4. 700
o
C150 mnt 0.179
3.611 75.64
19.23 5.13
1.28 5. 800
o
C150 mnt 0.269
4.077 60.26
26.50 7.26
6.41 6. 800
o
C120 mnt 0.321
3.986 36.59
34.15 14.63
17.07 7. 800
o
C90 mnt 0.278
3.981 57.92
32.67 2.97
6.93
4.1.4. Rangkuman Pembahasan Struktur Tempurung Kemiri, Arang dan
Arang Aktif 4.1.4.1. Karbonisasi Tempurung Kemiri
Karbonisasi tempurung kemiri menjadi arang menyebabkan terjadinya penguraian struktur kimia sebagaimana hasil analisa FTIR pada Gambar 10 dan
Tabel 4. Pada arang tempurung kemiri terjadi penurunan intensitas serapan di bilangan gelombang 3.500-2.700 cm
-1
, dan penurunan intensitas serta terjadinya pelebaran di bilangan gelombang 1500-1000 cm
-1
. Data tersebut mengindikasikan terbentuknya pola struktur aromatik yang berasal dari atom karbon sebagaimana
juga didukung adannya serapan di bilangan gelombang 1.566 cm
-1
yang merupakan C=C dari cincin aromatik dan vibrasi C-H dari cincin aromatik di
bilangan gelombang 2.850. Pemanasan pada tempurung kemiri hingga suhu 500
o
C menyebabkan terjadinya perubahan gugus fungsi dan terbentuknya senyawa radikal tidak stabil
yang kemudian saling bereaksi membentuk senyawa baru Pari, 2004.
34
Berdasarkan hasil analisa Pyr-GCMS, senyawa tersebut diantaranya adalah asam asetat dan phenol. Pada tempurung kemiri sendiri, didominasi oleh senyawa yang
mengandung senyawa phenol, alkohol dan hidroksi Lampiran 5. Perubahan struktur kimia dari tempurung kemiri menjadi arang yang
terlihat dari hasil analisa FTIR juga dapat teridentifikasi dari hasil analisa XRD yaitu dengan terbentuknya struktur kristalit baru pada sudut
θ 43 Gambar 11 dan Tabel 5 yang berbeda dengan bahan bakunya. Struktur baru tersebut tersusun
dari atom karbon yang membentuk senyawa aromatik dengan struktur kristalit hexagonal. Hasil analisa Pyr-GCMS juga menunjukkan adanya senyawa benzena.
Karbonisasi menyebabkan terbentuknya ikatan kovalen diantara 4 atom karbon membentuk unit terkecil penyusun struktur kristalit hexagonal arang dan arang
aktif yang menyerupai grafit Gambar 9. Berdasarkan analisa SEM, tempurung kemiri tidak berpori rongga baik
pada penampang atas maupun samping. Hal ini terjadi karena struktur tempurung kemiri masih didominasi oleh struktur kristal holoselulosa dan terdapatnya
senyawa hidrokarbon dalam jumlah cukup banyak Lampiran 5. Karbonisasi menyebabkan terurainya holoselulosa sehingga terjadi kerusakan pada struktur
mikrofibril. Kerusakan akibat keluarnya senyawa tersebut dan senyawa volatil yang masih tertinggal menyebabkan terbentuknya pori baru rongga sehingga
penampang atas pada arang mulai terlihat adanya pori Novicio et.al., 1998 dan Pari, 2004. Terdegradasinya senyawa hidrokarbon tersebut dapat dilihat dari
semakin sedikitnya senyawa yang terdapat pada arang sebagaimana diperlihatkan dari hasil analisa Pyr-GCMS.
4.1.4.2. Aktivasi Arang
Aktivasi arang menjadi arang aktif dengan bahan pengaktif asam phosfat pada suhu lebih tinggi serta dialirkannya uap air berakibat pada berubahnya gugus
fungsi. Pada arang aktif menunjukkan adanya gugus OH dari senyawa asam phosfat dan OH yang kemungkinan terbentuk dari reaksi antara uap air dan
permukaan bahan. Selain OH terdapat juga ikatan C-O dan C-H. Gugus-gugus fungsi tersebut mengindikasikan bahwa arang aktif bersifat polar. Sifat kepolaran
tersebut dibuktikan dengan kemampuannya menyerap uap formaldehida bersifat polar lebih besar dibandingkan dengan bahan kimia lainya yang sedikit polar dan
tidak polar kloroform, karbon tetraklorida dan benzena.
35
Hasil analisa XRD memperlihatkan, aktivasi arang menjadi arang aktif menyebabkan struktur kristalitnya menjadi lebih amorf dibandingkan dengan
arangnya. Pada arang aktif, kenaikan suhu aktivasi dari 600-800
o
C menyebabkan jarak antar lapisan kristalit semakin rapat akibat terjadinya penyusutan struktur
kristalit dan jumlah atom karbon yang membentuk kristalit N lebih banyak Kercher dan Nagle, 2003. Sedangkan bertambahnya lama aktivasi
mengakibatkan struktur kristalit arang aktif menjadi lebih amorf Chung, 2001. Berdasarkan hasil analisa SEM, perubahan arang menjadi arang aktif
menyebabkan terbentuknya pori-pori kecil pada penampang atas dan terbukanya pori pada penampang samping. Semakin tinggi suhu dan lama aktivasi, jumlah
diameter pori semakin meningkat serta permukaan arang aktif menjadi lebih bersih dari kotoran abu.
Aktivasi menyebabkan semakin sedikitnya senyawa selain karbon yang masih terdapat pada arang aktif sebagaimana hasil analisa Pyr-GCMS
Lampiran 5, bersifat polar, struktur kristalitnya lebih amorf, terjadi pembentukan dan pembesaran pori dengan permukaannya bersih dari kotoran sehingga
diharapkan daya serapnya akan baik dan dapat berfungsi sebagai catching agent emisi formaldehida pada MDF.
4.2. Mutu Arang Aktif Tempurung Kemiri 4.2.1. Sifat Arang Aktif